Monday, July 30, 2007

Kethoprak, hiburan dan edukasi untuk wong ndeso

Di daerahku, kethoprak merupakan merupakan salah satu hiburan tradisional rakyat. Kethoprak merupakan seni drama tentang kehidupan di kerajaan-kerajaan tempo dulu utamanya kerjaan di Jawa seperti Singosari, Kediri, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram, Surakarta dll. Meski demikian terkadang adapula cerita kerajaan dari Baghdad. Bagiku kethoprak ini selain mempunyai unsur hiburan, juga mempunyai unsur edukasi untuk membedakan yang benar dan salah dan sekaligus menanamkan etos kepahlawanan.

Kethoprak ini sering dipentaskan oleh grup-grup kethoprak dari kampung. Meski demikian ada pula beberapa grup kethoprak profesional yang terkenal seperti grup kethoprak Kodam VII Diponegoro, Gitogati, Siswo Budoyo dst. Seingatku grup kethoprak Kodam VII sangat terkenal dengan pasangan legendaris yang rupawan yaitu pasangan suami isteri Widayat dan Marsidah. Sedangkan grup Gitogati sangat terkenal dengan penampilan si kembar Ki Gito dan Ki Gati yang tampil dengan akting atraktif penuh penghayatan. Sedangkan Siswo Budoyo sangat terkenal dengan inovasi teknik perang yang pakai salto dan akrobatik lainnya. Dalam kethoprak itu juga terdapat sessi dagelan atau humor. Dagelan yang sangat terkenal antara lain: Kancil dan Gudel (nama panggilan pelawak kethoprak Kodam VII seingatku), Ki Gito, Ngabdul dll. Kalau grup terkenal itu manggung, dijamin penonton tua-muda mbludak dan baru meninggalkan tempat ketika kethoprak tersebut selesai.

Saya sendiri menyukai tontonan kethoprak sehingga tidak jarang bersama-sama anak-anak yang lain harus jalan kaki sampai 5 kilometer di malam hari demi menyaksikan kethoprak itu. Kalau dibandingkan dengan dengan kethoprak yang ditayangkan di televisi, kethoprak kampung mempunyai keunggulan karena penampilan kethoprak di televisi sudah mengalami banyak pemotongan proses karena waktu yang terbatas. Salah satu hal yang hilang misalnya seni tembang ketika “pasewakan agung” atau menghadap raja. Pada saat pasewakan agung ini, raja dan patih saling bertanya jawab soal perkembangan di kerajaan dengan cara tembang. Demikian pula ketika seseorang sedang “gandrung” atau kasmaran jatuh cinta, cara rayuan pakai tembang sudah dihilangkan. Unsur dialog yang bersifat edukasipun semakin berkurang karena waktu tayang di televisi yang terbatas. Adapun keunggulan seni kethoprak di televisi adalah di seni drama yang didukung dengan teknologi sehingga seseorang bisa kelihatan terbang dll.
Sayang budaya tradisional kethoprak yang edukatif ini semakin lama semakin tergusur oleh serbuan budaya asing. Sangat jarang anak-anak kampung yang bisa menyanyikan lagu tembang Jawa seperti Pucung, Sinom, Dandhang gulo, Megatruh dll. Padahal lagu-lagu tersebut syairnya sangat indah dan banyak berisi “pitutur” atau petuah kehidupan.

Marmot; binatang imut yang cepat berkembang biak

Sewaktu kecil aku pernah memelihara marmut. Marmut ini binatang seperti kelinci namun telinganya pendek dan ukurannya lebih kecil. Warnanya ada yang putih, namun ada yang belang kehitaman dan oranye. Binatang ini makan rumput, sayuran atau buah seperti wortel. Marmot juga sangat mudah berkembang biak dan mudah dipelihara. Asalkan rajin membersihkan kandang dan tidak pernah telat memberi makan, marmot ini biasanya tumbuh pesat. Binatang ini asyik untuk dipelihara karena mulus dan imut, walau bau kencingnya cukup pesing.

Karena aku kurang telaten, marmot yang kupelihara yang berjumlah sekitar 6 ekor akhirnya hilang karena diterkam kucing. Mungkin dikiranya marmot tersebut adalah seekor tikus, maka kucing tergoda untuk menerkam dan memakannya....

Friday, July 27, 2007

Padusan di sendhang

Padusan merupakan acara mandi "besar" atau keramas pada saat sehari sebelum puasa ramadhan. Makna dari padusan tersebut adalah membersihkan diri untuk menghadapi bulan suci ramadhan.

Di tempatku, padusan dilakukan di telaga atau "sendhang". Ada dua sendhang yang biasa dipakai padusan di tempatku yakni "sendhang Mudal" dan "sendhang Semaren". Sendhang Mudal ada di dusun Mudal dan kondisinya agak dangkal (kurang dari 1 meter) serta ada di tengah hamparan sawah. Sedang sendhang Semaren ada di dusun Semaren dan kondisinya agak dalam (lebih dari 1 meter) dan berada di bawah rerimbunan pohon bambu. Pada saat padusan, dua sendhang itu agak ramai. Saat ini air sendhang Semaren juga dipakai untuk sumber air PDAM di kota Munthilan.

Pada hari biasa dua sendhang tersebut digunakan untuk mandi dan mencuci pakaian bagi warga setempat. Anakkupun sangat senang mandi di sendhang mudal yang airnya jernih dan segar. Dia kalau pulang kampung ke rumahku di Magelang selalu minta mandi dan berenang di Sendhang Mudal itu. Di saat lebaran dimana orang pada pulang kampung sendhang itu biasanya ramai oleh anak-anak yang ingin mandi menikmati segarnya air sendhang. Semoga sendhang itu senantiasa terpelihara untuk memberikan kesempatan pada masyarakat guna menikmati air alam yang segar dan melimpah ruah...

Keroncong hobbyku, Sundari Soekotjo pujaanku



Di masa kecilku, radio merupakan salah satu alat hiburan yang memasyarakat di kampungku yang di pelosok desa. Televisi saat itu masih menjadi barang mewah. Televisi hanya dimiliki oleh orang yang kaya dan untuk pembangkit tenaganya dipakai accu, yang dalam 3-5 hari harus selalu dibawa ke kota untuk di-charge. Listrik baru masuk ke kampungku pada tahun 1986-an.

Orangtuaku yang orang ndeso, saat itu sangat menggemari musik keroncong. Hobby beliau ini juga diwariskan padaku. Ibuku dulu sangat menyukai Mus Mulyadi dan Waljinah yang terkenal dengan lagu ‘walangkekek’. Saya sendiri sangat menyukai Sundari Soekotjo yang suaranya merdu, penampilannya anggun dan ayu penuh pesona.

Saya menyukai musik keroncong walau sebagian orang mengejek karena seleraku termasuk selera orang tua dan ndeso. Bagiku keroncong mempunyai beberapa daya tarik, yakni :
(1) Lagu keroncong yang diguubah saaat jaman perjuangan, sarat dengan syair-syair yang menumbuhkan semangat nasionalisme dan semangat perjuangan. Banyak syair yang bercerita tentang cinta kasih di jaman perjuangan, tetapi bukan cinta kasih yang cengeng. Tapi cinta kasih yang memberikan semangat untuk berjuang. Hal ini misalnya bisa dilihat dalam lagu ; Sepasang Mata Bola, Selendang Sutera, Stambul Jauh di Mata, Melati di Tapal Batas dll. Banyak lagu yang bisa dijadikan untuk refleksi atau bertanya pada diri sendiri tentang apa yang sudah kita sumbangkan pada tanah air kita.
(2) Syair lagu keroncong banyak yang berisikan syair untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air dan lingkungan melalui cerita tentang keindahan alam Indonesia, misalnya lagu Bengawan Solo, Mahameru, Telaga Sarangan, Bandar Jakarta dll.
(3) Syair lagu keroncong mendudukkan perempuan sebagai kaum yang sangat dihormati. Syair-syairnya lembut dan penuh perhatian terhadap perempuan, misalnya syair lagu ‘Terkenang-kenang’, sangat indah dalam memuja perempuan. Coba bandingkan dengan lagunya Samson "Aku Pecinta wanita"...beda jauh kualitasnya dalam menilai perempuan...
(4) Syair lagu keroncong biasanya sangat indah dengan kata-kata pilihan yang sangat artistik dan merangsang daya imaji yang luar biasa. Sehingga bagiku tidak mengherankan bila lagu keroncong bisa menjadi lagu abadi.
(5) Musik keroncong yang mendayu-dayu, bagiku terdengar lembut dan penuh harmoni antar instrumen. Lagu ini sangat nikmat untuk didengarkan dan dihayati sambil santai di sore hari atau malam hari dengan ditemani kopi dan camilan macam pisang goreng....hm...nikmat...ueeenaaaak tenaaaannn...

Beberapa waktu lalu saya sangat gembira di TVRI disiarkan lagu keroncong secara rutin. Hal itu sangat bagus untuk pelestarian budaya bangsa sekaligus menanamkan rasa cinta generasi sekarang pada musik keroncong. Apalagi pembawa acaranya Krisbiantoro yang pengetahuan tentang musiknya cukup kaya sehingga beliau juga bisa mengungkap sisi historis lagu keroncong. Hidup Keroncong......!!!!

Tuesday, July 10, 2007

Tokoh Wayang favoritku

Karena sejak kecil suka menonton atau mendengarkan wayang, ada beberapa tokoh wayang yang kusukai dan kujadikan "panutan hidup". Tokoh-tokoh itu adalah:
(1) Ontoseno dan Wisanggeni, merupakan dua orang lambang generasi muda yang trampil, trengginas, cerdas, punya prinsip membela kebenaran, rela berkorban, tidak takut mati, pantang menyerah, idealis...
(2) Semar, sang dewa yang menjelma menjadi pemomong kebajikan. Sikap bijaksana, sabar, rendah hati, merakyat namun teguh pada prinsip dan tidak segan melawan keangkara murkaan yang sudah di luar batas.
(3) Yudhistira, raja yang penyabar dan putih tulus ikhlas hatinya, tidak pernah negative thinking...
(4) Kresna, raja yang cerdas, bijak, problem solver (walau dalam beberapa kasus agak nakal/licik).
Itulah tokoh-tokoh wayang idolaku yang kujadikan sumber dan inspirasi kehidupanku......

Cari Jangkerik

Ketika aku kecil, jangkerik merupakan salah satu barang mainan atau hiburan bagi anak-anak. Pada saat musim kemarau, dengan menggunakan senter atau lampu obor (oncor) anak-anak mencari jangkerik di malam hari di tegalan yang ditanami tembakau atau cabe. Biasanya jangkerik tadi bersembunyi dibalik bongkahan tanah atau sembunyi di tanah yang retak-retak.
Di tegalan, di malam hari biasanya jangkerik akan mengerik krik..krik...krik... dan dengan hati-hati kita akan bisa menubruk atau menangkapnya. Jangkerik yang berhasil ditangkap untuk sementara nanti dimasukkan dalam kantung dari janur kelapa yang bentuknya seperti ketupat kecil, dan sesampai di rumah baru dipindah ke kandang jangkerik yang terbuat dari bambu. Kandang jangkerik ini bentuknya hampir seperti keramba ikan dengan ukuran sangat kecil yakni 15 cm x 10 cm x 2 cm. Di kandang ini jangkerik nantinya diberi makan rerumputan tertentu. Kalau jangkerik tersebut mau diadu suaranya, jangkerik beserta lawannya dimasukkan ke dalam toples kaca dan disitulah mereka akan memamerkan suara masing-masing.
Seingatku ada beberapa jenis jangkerik yang dikenal anak-anak dikampungku, yakni:
(1) Jrabang yang cirinya: badan dan bulunya kemerahan, agak besar, suara keras, agak galak/liar.
(2) Jlitheng yang cirinya: badan dan bulunya hitam legam, agak besar, suara keras, agak liar
(3) Kembang bayem cirinya: badan dan bulu agak kecoklatan, agak kecil, suara sedang, agak jinak.
(4) Pecir cirinya; badan agak kecil kecoklatan dan suara deriknya berbunyi..icik-icik pecir...icik-icik pecir...
Saat ini anak-anak di kampung nampaknya sudah jarang bermain jangkerik karena mungkin sudah banyak mainan yang lebih menarik. Selain itu dengan semakin sedikitnya ladang tembakau, populasi jangkerik ini kayaknya semakin menipis...

Monday, July 09, 2007

Macul bersama Bapak

Ketika aku masih SD, aku suka membantu Bapak macul atau mencangkul di sawah. Oleh bapakku, aku dikasih cangkul yang sudah agak aus atau agak kecil ukurannya agar aku tidak keberatan mengangkatnya. Bapakku sendiri biasanya pakai cangkul yang masih berukuran besar dengan lebar x panjang cangkul sekitar 30 cm x 50 cm. Daerahku daerah subur dan lapisan olah tanah-nya (top soil) masih cukup dalam sehingga perlu cangkul yang besar dan bisa menggali agak dalam. Gagang cangkulnya biasanya dibuat dari batang aren yang keras dan dihaluskan. Cangkul ini biasanya berat (mungkin sekitar 2-3 kg) dan orang yang bisa mencangkul 15 kali cangkulan tanpa istirahat termasuk kategori orang yang "kuat" mencangkul. Cangkul di daerahku yang banyak sawah berbeda dengan cangkul yang biasa digunakan di lahan kering (ladang/tegalan). Cangkul tegalan biasanya ringan dan agak kecil karena top soil-nya agak keras. Jadi agak repot kalau mencangkul pakai cangkul besar di ladang.
Aku biasanya ikut mencangkul hanya untuk menemani bapakku, sambil cari belut. Kalau dapat belut banyak biasanya nanti dibawa pulang untuk digoreng atau di-pepes dengan parutan kelapa.
Selain macul, aku juga suka bantu bapakku untuk kekrek atau menyabit sisa pohon padi yang masih ada di sawah. Setelah sisa pohon padi disabit dan dikeringkan, lalu dibakar sambil mbenum atau membakar ketela atau singkong. Hasil pembakaran jerami yang berupa abu biasanya disebarkan merata di sawah itu sebagai pupuk alami. Di sawah yang sudah ditebas pohon padinya terkadang anak-anak bermain layang-layang atau bersenang-senang sambil main sepakbola ....

Wednesday, July 04, 2007

Wayang dan Sinden

Kata ibu saya, sejak kecil saya sudah menyukai budaya Jawa dan menyukai "perempuan cantik". Ketika masih bayi, kalau saya sedang menangis, saya akan terdiam ketika mendengar alunan gamelan atau klonengan (instrumental musik Jawa).Ketika ada kerabat yang sedang punya hajatan dan mereka mengundang wayang atau kethoprak, ketika balita saya biasanya akan minta didudukkan dekat atau dipangku Sinden (penyanyi Jawa), bahkan makanpun minta disuapin sama si Sinden. Sinden saat itu merupakan representasi wanita cantik ala ndeso, karena ketika nyinden mereka biasanya akan berdandan dan berbau wangi bedak atau wewangian lainnya. Di hari-hari biasa, perempuan ndeso biasanya jarang dandan kecuali kalau mau bepergian.... Karena saking sukanya sama sinden-sinden yang cantik, salah seorang famili saya sering memintakan foto Sinden itu untuk kenang-kenangan bagiku (saat itu kamera masih menjadi barang mewah, maka ketika aku dapat foto mereka hm... luar biasa gembira hatiku he...he...he...)
Salah satu kesenian tradisional lainnya yang kusukai adalah wayang kulit. Dengan wayang kita bisa belajar budi pekerti, prinsip hidup, karakter orang, bahasa dan lain-lain. Saya lebih menyukai wayang kulit model Jogja daripada Solo. Kalau gaya Jogja suara kecrek pak dalangnya berbunyi cling..cling..cling kalau gaya Solo bunyinya crek..crek...crekkk....(itu cara paling mudah membedakannya). Jaman aku kecil ada beberapa dalang Jogja yang terkenal misalnya Ki Suparman, Ki Gito - Ki Gati (dalang kembar), Ki Timbul Hadiprayitno, Ki Hadi Sugito dll. Salah satu dalang favoritku adalah Ki Hadi Sugito, karena guyonannya segar dan kemampuan monolog-nya luar biasa. kalau beliau mendalang, kita akan mendengar suaranya bagai beberapa orang sedang berdialog. Karakterisasi suara untuk masing-masing tokoh wayang dan kecepatan dialognya luar biasa.... Dengan mendengar suara tokoh wayang Kresna di radio, saya sudah bisa menebak, dalangnya Ki Hadi Sugito atau bukan....
Saya suka mendengarkan wayang melalui radio, kalau nonton langsung kurang begitu suka. Makanya dulu bapakku sering komplain karena radionya boros batere. Biasanya sejak sore radio kusetel wayang (acara wayang di radio biasanya semalam suntuk), radio tersebut terus "on" sampai pagi walau saya tertidur. Terkadang tengah malam saya tertawa sendiri kalau ada adegan lucu terdengar di radio....
Sayang budaya wayang ini kayaknya semakin pudar karena kaderisasi dalang yang terbatas. Selain itu gencarnya serbuan budaya asing yang didukung teknologi canggih dan modal kuat, lambat laun membuat budaya wayang ini makin terdesak dan kekurangan peminat...

Bedian

Bedian mungkin kata yang diadopsi dari bahasa Melayu dari kata ”berdiang”. Kampungku yang berada di ketinggian 700 di atas permukaan laut, berudara cukup sejuk bahkan terasa dingin di musim kemarau. Di musim kemarau ini pula banyak terdapat jerami hasil sisa panen padi, selain terdapat sampah-sampah dedaunan kering yang rontok dari pohon. Biasanya jerami dan sampah tersebut di musim kemarau dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk bedian guna mengusir hawa dingin.

Bedian biasanya dilakukan di pagi hari setelah shubuh ataupun sore hari sekitar jam 16.00-18.00 . Anak-anak dan orang tua juga banyak yang ikut bedian khususnya di sore hari. Terkadang juga sambil bedian kita membakar singkung atau ubi jalar yang dimakan rame-rame.... Itulah kebersamaan di ndesoku dulu.....

Hiking ke Babadan

Untuk melewatkan waktu di bulan puasa dan menunggu saat berbuka puasa, aku dan teman-temanku sering jalan kaki (hiking) ke Pos Pengamatan Gunung Merapi di Babadan – Magelang. Jarak kampungku ke Babadan sekitar 10 kilometer dan jalannya mendaki walau relatif landai.

Di sepanjang perjalanan ada beberapa kampung yang kami lalui. Biasanya penduduk kampung yang kami lalui dengan penuh persahabatan akan menyapa kami dengan ramah dan menyuruh kami singgah. Bahkan ketika di luar bulan puasa mereka dengan ramah mempersilahkan kita mampir dan menjamu dengan makan, walau mereka tidak kenal sedikitpun dengan kita sebelumnya. Itulah keramahan alami wong ndeso yang penuh ketulusan dan hanya berpamrihkan memperbanyak paseduluran (tali persaudaraan) dan kekancan (pertemanan). Kondisi penuh keramahan ini sampai sekarang masih banyak dijumpai di lereng Merapi..

Kalau sudah sampai di Pos Babadan yang sepi, biasanya kami melepas lelah sambil menikmati pemandangan yang ada. Oleh petugas Pos, biasanya kami diperbolehkan untuk masuk ke kantor mereka untuk melihat gambar-gambar Gunung Merapi, peta-peta yang ada di dinding dan juga cara kerja alat seismograf yang digunakan untuk mendeteksi gempa bumi akibat aktifitas vulkanik Gunung Merapi. Kami juga diperbolehkan untuk melihat-lihat ruang bawah tanah (bunker) yang dijadikan lokasi penyelamatan bagi petugas Pos ketika Gunung Merapi pada kondisi bahaya siap meletus.

Pos Babadan ini menurut saya, cukup potensial dikembangkan untuk wisata pendidikan tentang bencana. Di situ kita bisa belajar tentang kondisi Gunung Merapi, alat-alat pengamatan, aktivitas Gunung Merapi, lokasi aman dll. Moga-moga Pemerintah setempat suatu saat nanti bisa mengembangkannya untuk kemaslahatan bersama.....

Tuesday, July 03, 2007

Dientup tawon; Disengat lebah

Sewaktu aku kecil, diatap rumahku terdapat rumah tawon madu (tawon dowan). Tawon madu ini bentuknya agak kecil (panjang kurang dari 1 cm). Bapakku sering mengambil rumah tawon itu guna diambil madunya. Seringkali juga terdapat banyak anak tawon didalamnya, yang kemudian diambil dan dimasak sebagai ”bothok” (rempelas) oleh ibuku. Rasa bothok tawon ini biasanya manis dan harum.

Terkadang ada satu dua ekor tawon yang terperangkap di jendela kaca di rumahku. Dia pengin keluar tapi terkendala kaca. Di saat aku kecil, bapakku bilang bahwa di-entup (sengat) tawon itu agak sakit. Saat itu aku penasaran, kayak apa sih sakitnya kena sengat tawon? Maka ketika ada tawon terperangkap sengaja kupegang kepalanya dengan tangan kiriku dan jari telunjuk kananku kusodorkan ke bagian sekor yang ada sengatnya. Aduhh.... ternyata lumayan sakit dan ngilu kena sengat itu...

Pengalaman kena sengat tawon yang kedua adalah ketika membuka laci buffet di rumahku. Aku tidak melihat di dekat laci itu ada tawon endas (tawon kepala) yang agak besar (panjang 2 cm). Tahu-tahu tanganku pedih dan bengkak kena sengatan tawon endas itu...

Pengalaman ketiga kena sengat adalah karena sifat jahilku. Ketika masih SD, sekolah kami dekat jalan kampung yang pada hari pasaran Pahing penuh lalu lalang orang pergi ke pasar. Nah di sebuah pohon yang menjulur di atas jalan kampung itu terdapat sarang tawon endas. Kami, anak-anak nakal di SD, timbul sifat jahil untuk melempari rumah tawon itu sehingga si tawon akan ngamuk dan mengejar orang-orang yang lalu lalang di bawahnya. Ketika kami melempari, rumah tawon memang rusak tapi cilakanya si tawon malah mengejar kami dan menyengat kepalaku... Yah kualat namanya he..he..he...

(Saat ini tawon atau lebah madu sudah mulai banyak dibudidayakan. Di Parungpajang di Diklat Perlebahan milik Perhutani, orang selain diajari budidaya lebah madu juga diajari tentang penggunaan sengat tawon untuk akupuntur (tusuk jarum) guna pengobatan penyakit-penyakit tertentu. Anda tertarik untuk mencobanya?)

Golek tunggeng (mencari kalajengking)

SD-ku terletak di tengah kebun atau tegalan di pinggir kampung. Di situ terdapat tebing-tebing yang menjadi sarang berbagai serangga. Di saat ngaso (istirahat), aku dan teman-temanku suka mencari tunggeng (kalajengking). Caranya adalah dengan memakai lidi batang kelapa yang ujungnya dibuat ”kolo” atau kayak ”laso” untuk menjerat si kalajengking. Biasanya ketika lidi tadi dimasukkan ke lobang sarang kalajengking mereka akan bereaksi dengan mengusir lidi menggunakan capitnya. Nah, disitulah capit kalajengking nanti akan masuk lobang kolo dan kemudian tinggal ditarik keluar.

Kalajengking yang sudah diperoleh biasanya hanya untuk mainan saja atau tekadang diadu dengan kepiting karena mereka sama-sama punya capit. Postur kalajengking itu sebenarnya indah, dengan badan, capit dan ekor sengat yang gagah apalagi ditambah warna hitam kebiruan yang mengkilat. Hanya saja bermain kalajengking harus hati-hati karena sengatnya cukup berbisa dan konon sangat menyakitkan. Di beberapa daerah, kalajengking ini sering dibuat ramuan untuk obat penyakit kulit....

Cuci piring: Mengapa tidak?

Aku adalah anak bungsu dari enam bersaudara, empat laki-laki dan dua perempuan. Ketika kakak perempuanku sudah menikah (Mbak Tatik merupakan anak nomor 2 dan Mbak Yul anak nomor 3), kami dibiasakan untuk mandiri dan membantu ibu di dapur seperti beli cabe, terasi, tempe di warung dll. Mas Edi, kakakku nomor 5 biasa diberi tugas menyapu halaman dan aku menyapu rumah. Urusan cuci baju juga menjadi urusan masing-masing. Bapakku, walau seorang petani ndeso, tapi beliau sudah terbiasa untuk meringankan beban ibu dengan mencuci bajunya sendiri serta menyiapkan minuman teh di pagi hari (biasanya dilakukan setelah beliau shalat shubuh).

Sampai sekarang pekerjaan rumah tangga yang paling aku suka adalah menyapu bagian dapur. Mungkin ini terpengaruh masa kecilku dimana dapur merupakan sentra kegiatan keluarga baik untuk masak maupun untuk duduk-duduk bercengkerama bersama. Dalam satu hari, ruang tamu belum tentu diduduki. Tapi kalau dapur pasti setiap hari dijadikan tempat kegiatan keluarga.

Selain menyapu dapur, aku juga paling suka untuk membantu cuci piring. Rasanya seneng kalao lihat perabotan bersih dan tertata rapi. Mengingat hobbyku cuci piring, istriku sengaja sering menyisakan piring/wajan kotor untuk kucuci ketika aku pulang kerja. Walau terkadang istriku ngomel karena terkadang aku kurang bersih mencucinya he..he.. he...

Di tempat mertuaku, mertuaku sering kubuat tersipu-sipu karena aku mencuci piring dan gelas. Biasanya mertuaku kemudian ngomel-ngomel kepada anak-anak perempuannya karena aku sampai turun tangan didapur nyuci piring.

Sewaktu aku bertugas sebagai pendamping masyarakat di desa Kalijurang - Brebes, masyarakat di sekitar tempat tinggalku sering memujiku karena rajin bersih-bersih rumah, cuci baju dan cuci piring sendirian. Bagi mereka, ini agak aneh karena biasanya di daerah itu, pekerjaan rumah tangga biasanya dikerjakan oleh kaum perempuan...

Begiku sendiri, selain hobby, cuci piring merupakan salah satu bentuk komitmenku untuk meringankan beban kerja ibuku maupun istriku. Jadi mencuci piring, kenapa tidak?

Monday, July 02, 2007

Jaburan

Dulu, bulan ramadhan merupakan saat yang dinanti anak-anak di kampungku. Alasannya, saat bulan ramadhan di kampungku agak terang dan tidak terlalu sepi karena ada orang-orang yang mengaji di musholla dan memakai lampu petromax. Pada bulan lainnya, pada jam 20.00 biasanya di kampungku sudah sepi dan gelap karena masing-masing rumah hanya pake lampu teplok (lampu minyak yang kecil). Alasan lain anak-anak senang dengan bulan ramadhan karena mereka bisa ikut minum jaburan dan snack (kue) yang disuguhkan untuk orang-orang yang mengaji tadarus.

Setelah orang selesai shalat Tarawih, biasanya dilanjutkan dengan menyanyikan lagu-lagu yang berisi Asmaul Husna dengan diiringi tabuh bedug. Setelah selesai acara tabuh bedug, untuk anak-anak dan orang yang akan tadarus dibagikan jaburan. Jaburan merupakan minuman khas bulan puasa yang dibuat dari air yang diberi gula merah terkadang dicampur daging kelapa muda atau kelapa tua yang diiris-iris kecil, tape singkong, nangka dan lain-lain. Karena saat itu di kampungku pada hari-hari biasa belum tersedia minuman lain seperti sirup, fanta dll maka minuman jaburan terasa enak sekali. Biasanya orang yang menyediakan jaburan digilir satu kampung. Misalnya hari pertama puasa keluarga A membuat jaburan, hari kedua keluarga B dst. Anak-anak juga terbiasa mengamati dari waktu ke waktu bahwa jaburan yang dari keluarga A sangat enak, jaburan dari keluarga D tidak manis dll. Biasanya kalau jaburan dari keluarga A yang terkenal enak, nanti banyak anak yang berebutan minta. Karena jumlah anak-anak saat itu cukup banyak (KB belum berjalan lancar) maka dalam satu malam jaburan yang dibagi biasanya 1 dandang ukuran sedang.

Untuk wadah jaburan, anak-anak biasanya sudah membawa gelas dari rumah masing-masing sehingga dia tinggal menaruh gelas dan setelah diisi oleh petugas yang membagi, dia bisa membawa jaburan itu pulang kerumahnya. Aku dulu senang kalau disuruh mengambil jaburan di sebuah keluarga karena biasanya kami akan disuruh mencicipi jaburan di rumah itu dulu . Jadi aku dapat dobel karena minum di rumah pembuat jaburan, dan nanti masih dapat jatah minum jaburan lagi di musholla.

Hakikat dari jaburan ini mungkin berupa (a) media untuk menarik dan mengumpulkan anak sehingga bulan ramadhan menjadi lebih semarak (b) Memberikan doping dengan minuman berkalori tinggi bagi orang-orang yang tadarus agar pada malam selikuran (malam ke 21), mereka sudah bisa khatam Al Quran.

Wetonan

Wetonan merupakan peringatan kelahiran setiap 35 hari sekali yang dihitung berdasarkan hari dan pasaran. Misalnya saya lahir hari Minggu Legi, maka setiap hari minggu legi ibu saya membuat acara wetonan.

Menu wetonan untuk anak-anak biasanya berupa nasi urap (kluban) dan sebutir telur yang diiris dibagi delapan atau enam belas. Biasanya anak-anak disuruh kumpul dan nanti langsung nasi urap itu dibagi dalam daun pisang dan dimakan bersama-sama. Rasanya enak sekali makan bersama walau hanya sekedar nasi kluban...

Untuk peringatan wetonan orang dewasa misal bapak saya, menu wetonan biasanya berupa nasi urap dalam bentuk tumpeng. Biasanya diundang pak kaum (modin) untuk mimpin doa keselamatan dan enteng rejeki kemudian tumpeng itu dibagi dan dimakan bersama.

Wetonan ini dari sisi hakikat mungkin lebih sebagai sedekah dan doa bersama agar yang bersngkutan senantiasa dilimpahi berkah keselamatan dan kebahagiaan. Nampaknya saat ini acara wetonan ini sudah semakin tergusur dengan acara ulang tahun, yang lebih dominan unsur pesta dan hura-huranya....

Menu sarapanku; Sego Wadhang dan Sayur sisa

Di daerahku yang penuh dengan daerah persawahan, para petani biasanya makan sehari hanya dua kali yakni sekitar jam 10-11 pagi dan jam 19.00 habis maghrib. Sebagian besar petani jarang sarapan, dan dipagi hari mereka hanya minum secangkir teh pahit dengan secuil gula merah. Gula merah ini konon mempunyai nilai kalori yang cukup tinggi.

Kebiasaan tersebut juga berlangsung di keluargaku. Tapi mengingat saya dan kakak saya harus sekolah pagi dan ketika di SMP kami harus menempuh perjalanan jalan kaki 2 kilometer, ibu biasa menyediakan sarapan pagi buat kami walau saya sendiri tidak terlalu bernafsu. Menu sarapan pagi yang biasa kami nikmati adalah sego wadhang (nasi sisa kemarin) dan sayur sisa. Terkadang ada lauk seperti tempe atau tahu, tapi seingatku lebih sering hanya nasi dan sayur saja. Kami makan sisa nasi hari kemarin yang sudah dingin karena saat itu di kampungku belum ada magic jar atau rice cooker plus listriknya. Sementara ibu baru selesai masak sekitar jam 10 pagi. Paling-paling sayur sisa kemarin dipanasi biar tidak basi dan terasa lebih enak.

Dari perjalanan hidupku sewaktu kecil ini, saya memetik hikmah untuk bisa lebih bersyukur karena kita masih bisa makan nasi (walau nasi sisa kemarin). Masih banyak orang lain yang harus mengais sampah atau bahkan mati karena kelaparan. Hikmah lain adalah kita dituntut untuk tidak suka mensia-siakan makanan, karena untuk mencari sesuap nasi terkadang orang tua saya harus bersusah payah dan penuh cucuran keringat. Hikmah ketiga adalah kita belajar untuk tidak serakah terhadap makanan ketika kita menghadapi makanan enak, karena kita akan teringat bahwa banyak saudara yang tidak bisa makan kenyang pada hari ini.......

Gethuk goreng ternyata enak ya....

Pada tahun 1996-an saya sering melakukan kunjungan kerja dalam rangka pengembangan program pengelolaan Taman Wisata Alam Ruteng di Kabupaten Manggarai – Flores Barat - NTT. Kabupaten Manggarai beribukotakan Ruteng yang berada pada ketinggian sekitar 1100 di atas permukaan laut sehingga udaranya dingin.

Salah satu kegiatan dalam kunjungan kerja tersebut adalah kunjungan monitoring ke desa-desa sekitar Taman Wisata Alam. Pada suatu kesempatan saya berkunjung ke rumah keluarga Konstan Mot. Dari obrolan dengan keluarga Konstan Mot saya mendapatkan informasi bahwa beberapa hasil bumi sebenarnya melimpah tapi mereka belum bisa mengolahnya. Sebagai contoh alpokat saat itu hanya dijadikan makanan babi. Singkong hanya direbus atau digoreng saja kalau sudah bosan singkong tersebut hanya dijadikan makanan babi. Sementara kalau mereka ingin makan kripik singkong mereka pergi ke toko di Ruteng yang jaraknya sekitar 5-8 kilometer dan beli di situ. Kripik itu konon didatangkan dari Surabaya.

Melihat kondisi yang ironis seperti itu, saya mengajak ibu-ibu disitu pergi ke dapur dan saya minta anak-anak untuk mencabut singkong di kebun. Setelahnya singkong dikupas dan dikukus. Setelah masak saya minta ibu-ibu untuk menumbuk singkong kukus tadi di lumpang (antan). Mereka terkejut dan berkomentar: ” lho singkong kok bisa kayak terigu ya?” . Saya kemudian ajari mereka membuat gethuk goreng. Semua yang hadir kemudian berebut mencicipi gethuk goreng yang mereka masak. Setiap kali mengangkat gethuk dari penggorengan, langsung habis jadi rebutan... Akhirnya mereka saya ajari pula membuat opak, slondhokan, lemet dan beberapa jenis makanan lainnya yang berbahan baku singkong.

Itulah potret kondisi saudara-saudara kita di daerah agak pinggiran. Ada beberapa hikmah yang bisa diambil dari kejadian ini yakni: (a) pekerjaan kaum perempuan Manggarai yang cukup padat untuk mengurus rumah tangga dan sekaligus kerja di ladang membuat mereka tidak cukup banyak waktu untuk mengembangkan kreatifitas mengolah hasil ladang mereka (b) Pembinaan oleh PKK Kabupaten pernah dilakukan terhadap kaum ibu. Namun yang diajarkan oleh mereka adalah membuat kue-kue dengan bahan mahal dan bahannya harus dibeli di kota seperti terigu, telur, mentega dll. Konsep pembinaan yang tidak memperhatikan budaya dan potensi lokal pada akhirnya akan mengakibatkan tujuan program pembinaan tidak tercapai atau tidak ada keberlanjutan. (c) Bagi kita sendiri, terkadang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang kelihatan sepele (seperti cara membuat gethuk). Tetapi dengan pengetahuan dan ketrampilan tersebut kita dapat memberikan sumbangsih yang sangat bermanfaat bagi orang lain. Memberikan dukungan dan bantuan kepada orang lain tidak harus berupa uang, materi dan ketrampilan yang muluk-muluk. Berikan apa yang kita bisa dengan penuh ketulusan, itu menjadi langkah awal untuk berbuat sesuatu bagi sesama...

Aneka masakan dari Singkong

Singkong merupakan sumber karbohidrat yang bisa dijadikan menu makanan pokok. Di beberapa daerah di Jawa, singkong ini sering dijadikan sumber makanan pokok ketika darurat dimana panen padi gagal ataupun harga beras sedang mahal. Meski demikian ada juga yang fanatik makan singkong sebagai makanan pokok karena makan singkong bikin perut awet kenyang (mungkin ini karena singkong membutuhkan lebih banyak waktu untuk dicerna dibanding nasi).

Di masa kecilku, singkong ini bisa dibuat menjadi berbagai jenis makanan kecil atau snack ala ndeso. Beberapa jenis snack dari singkong yang kuingat adalah:
(1) Singkong rebus, ini cara pengolahan singkong yang paling sederhana yakni singkung dikupas, dicuci, dipotong-potong lalu direbus atau dikukus dengan ditambah garam.
(2) Balok, yaitu singkong goreng. Cara membuatnya adalah singkung dikupas, dicuci, dipotong-potong laludirendam dalam bumbu (ulegan garam plus bawang) selama beberapa menit, kemudian digoreng masak.
(3) Thiwul, yang dibuat dari tatal gaplek (tatal dibuat dengan cara singkong dikupas, dijemur selama beberapa hari sampai kering). Cara membuat thiwul adalah tatal yang kering ditumbuk dan diayak kemudian dikukus sampai masak hingga menjadi butiran-butiran halus. Kalau sudah masak kemudian dimasukkan ke adonan gula merah (yang sudah dicairkan dan dipanasi sebelumnya) dan diaduk hingga rata.Setelah rata, thiwul tadi siap dihidangkan dengan ditambah parutan kelapa (yang sebaiknya juga sudah dikukus).
(4) Gathot, variasi lain dari thiwul adalah gathot yang juga dibuat dari tatal gaplek. Gathot dibuat dengan cara tatal gaplek di rencan selama beberapa hari agar empuk. Setelah itu gaplek dipotong-potong kecil (ketebalan sekitar kurang dari 1 cm), kemudian dikukus hingga masak. Kalau sudah masak kemudian dimasukkan ke adonan gula merah (yang sudah dicairkan dan dipanasi sebelumnya) dan diaduk hingga rata. Setelah rata gathot tadi siap dihidangkan dengan ditambah parutan kelapa (yang sebaiknya juga sudah dikukus).
(5) Lemet yaitu snack yang dibuat dengan cara singkong dikupas, dicuci dan diparut halus. Setelahnya singkung dicampur butiran gula merah yang sudah dihaluskan, dan dibungkus daun pisang. Setelah itu dikukus sampai masak.
(6) Riwit yaitu snack yang dibuat dengan cara singkong dikupas, dicuci dan diserut dengan parut rawit (hasil parutannya seperti kelapa serut untuk es campur). Setelah itu hasil serutan di aduk dengan butiran gula merah yang sudah dihaluskan dan kemudian dikukus. Setelah masak, riwit tadi siap dihidangkan dengan ditambah parutan kelapa (yang sebaiknya juga sudah dikukus).
(7) Sesek yaitu snack yang dibuat dengan cara singkong dikupas, dicuci dan diiris agak tebal (sekitar 0,5 cm). Setelah itu irisan tadi dikukus sampai masak dan dihidangkan dengan tambahan parutan kelapa yang sudah dikukus sebelumnya.
(8) Tape singkong (ini kalau di Jawa Barat disebut peuyeum). Tape ini dibuat dengan cara singkong dikupas, dicuci, dipotong-potong kemudian dikukus sampai masak. Singkong yang masak kemudian diangin-anginkan kemudian diberi campuran ragi tape. Setelah itu singkong tersebut dimasukkan ke bakul yang sudah diberi alas dedaunan atau plastik yang rapat dan ditutup rapat untuk diperam selama beberapa hari.
(9) Gelanggem yaitu tape singkong yang digoreng dengan memakai adonan tepung.
(10) Gethuk, dibuat dengan cara singkong dikupas, dicuci, dipotong-potong kemudian dikukus sampai masak. Setalah masak, singkong itu ditumbuk halus dan jadilah gethuk. Ada banyak varian dari gethuk ini misal (a) gethuk kasar yang ketika menumbuk tidak perlu sampai halus. Gethuk kasar ini biasanya dicampur dengan butiran gula merah ketika menumbuknya agar terasa manis. Tapi bisa pula dimakan dengan ditaburi gula pasir (b) gethuk halus yang ditumbuk halus. Gethuk halus ini bisa ditambah gula merah ataupun dibuat gurih. (c) gethuk cothot, yaitu gethuk putih yang dikepal dan didalamnya diisi gula merah atau gula pasir lalu digoreng. Ketika digigit, terkadang gula yang ada didalamnya muncrat karena gula mencair ketika digoreng, karena itulah gethuk ini dinamakan gethuk ”cothot” atau muncrat. (d) gethuk lindri yaitu gethuk putih yang diberi bumbu pewangi dll dan digiling menjadi seperti gumpalan bergaris seperti bakmi. Varian lain yang terkenal dari Magelang adalah Gethuk Trio yang terdiri tiga warna dan rasa yakni putih, coklat dan merah jambu.
(11) Krepekan atau opak, biasanya dibuat dari gethuk putih yang digilas tipis pake botol kemudian dicetak bulat-bulat (bisa pake gelas). Setelah itu dijemur sampai kering kemudian digoreng.
(12) Slondhokan biasanya dibuat dari gethuk putih yang dibuat seperti gelang kemudian dijemur kering dan digoreng. Saat ini orang sudah bisa berkreasi sehingga ada yang rasa manis, pedas, gurih dll. Slondokan ini dulu biasanya dijual dengan diikat pake tali dari bambu. Seikat misalnya berisi 10 butir slondhokan.
(13) Pothil yaitu seperti slondokan hanya saja ukurannya sebesar cincin. Saya sendiri tidak tahu persis cara membuatnya, tetapi kayaknya agak beda dengan slondhokan. Dulu di kampungku ada penjual keliling yang menjual ”bir pothil”, yakni bir tradisional (saya tidak tahu bahan bakunya) ditambah snack-nya pothil. Aku ingat slogan penjualnya yang menempuh perjalanan dengan jalan kaki sambil memikul bir jualannya:
Bir pothil, temulawak...
Munggah Tampir, kesele njamak
(mendaki bukit Tampir, capeknya luar biasa)
(14) Kluyur yaitu varian lain dari opak. Cara membuatnya adalah singkong diparut halus, dicampur bumbu garam dan bawang plus daun bawang. Setelah itu ditempel tipis di tutup ompreng atau kuali kemudian dikukus. Setelah masak kemudian diiris kecil dengan pelan-pelan kemudian dijemur. Apabila sudah kering, kluyur ini kemudian digoreng dan siap dihidangkan.
(15) Cemplon, yaitu singkong yang diparut halus kemudian dikepal menjadi bulatan (diameternya sekitar 2,5 cm) dan diisi gula merah kemudian digoreng.

Sebenarnya mungkin masih banyak snack varian lain dari bahan singkong seperti keripik singkong. Jaman dulu singkong dimasak dengan bumbu yang masih minim paling hanya pake garam bawang biar rasa asin atau gula biar rasa manis. Tapi dengan demikian makanan itu menjadi lebih sehat atau hygienis karena belum banyak bahan beracun (seperti pewarna berbahaya) tercampur didalamnya. Aroma wangi paling hanya berasa dari panili atau frambos. Dulu snack dari singkong sering dibuat oleh warga ndeso karena snack ini sangat bermanfaat untuk menambah tenaga mereka yang sebagian besar bekerja menggunakan tenaga fisik sebagai petani. Anak-anak biasanya juga memanfaatkan snack tersebut karena jaman tahun 1970an awal, belum banyak snack produk pabrik yang dijual di warung-warung di kampungku. Sayangnya saat ini singkong sudah mulai tergusur. Kebijakan swasembada beras yang disertai ”setengah pemaksaan” untuk menanam padi serta pengalihan budaya makan singkong ke beras telah membuat diversifikasi makanan pokok menjadi mandek. Sebagian orang sekarang merasa rendah diri bila makanan pokoknya singkong, cilakanya bangsa kita tidak mampu menjaga keswasembadaan berasnya. Perubahan budaya makan dari singkong ke beras, mungkin telah menjadi salah satu faktor yang mungkin mempengaruhi timbulnya ketergantungan kita terhadap bangsa lain berupa impor beras...Itulah blunder dari kebijakan swasembada pangan....

Mie kopyok; mie ala ndeso

Sejak kecil aku sangat menyukai bakmi bakso. Tapi karena aku tinggal di pelosok kampung, bakmi bakso merupakan makanan mewah bagiku karena tidak ada yang jualan bakmi di kampungku. Paling-paling ketika ada orang punya hajatan dan ”nanggap” hiburan malam seperti kethoprak, di situ ada orang jualan mie bakso dari kampung lain. Acara makan mie bakso yang lain adalah ketika diajak ibu ke pasar Muntilan yang jauhnya sekitar 17 km dari rumahku. Di pasar biasanya ibuku membelikanku bakso. Rasanya bakso saat itu benar-benar lezat, walaupun jualannya didalam pasar dan hanya bernaungkan tenda serta lingkungannya agak jorok. Makan mie bakso plus segelas es campur (pakai cincau) rasanya benar-benar ueennaaaaak tenan...

Untuk mengatasi kesukaanku makan mie bakso, Mbak Tatik (kakakku nomor dua) mengajariku membuat menu mie kopyok dengan bahan yang mudah kudapat di warung di kampungku. Caranya sederhana yakni bakmi kuning basah dicuci pake air hangat kemudian ditiriskan. Kemudian aku membuat sambel bawang dengan bahan cabe, bawang putih, garam dan bumbu masak. Setelah sambel bawang tersedia, sambel tadi ditaruh di mangkok kemudian bakmi kuning dimasukkan ke mangkok dan diberi air hangat secukupnya. Nah jadilah sudah menu mie kopyok sebagai pengganti menu mie bakso di kala darurat...

Terkadang, kalau pas ibuku menyembelih ayam untuk kenduri, mie kopyok tersebut bisa ditambah cuilan daging, kuah santan ayam, bawang goreng, kecap dan kaldu penyedap rasa seperti Royco..... yah begitulah menu bakmi ndeso jamanku dulu....

Sambel Bawang; bau tapi bergizi..

Ketika aku kecil (mulai klas 4 SD), aku sangat suka sambel bawang. Sambel bawang ini kubuat hampir setiap hari. Tidak peduli ibuku masak sayur gurih ataupun pedas, sambel bawang senantiasa kuperlukan.

Biasanya sambal bawang kuracik sendiri dengan bahan baku berupa; cabe rawit hijau atau merah yang masih segar, garam, bawang putih dan sedikit bumbu masak. Setelah di-uleg, sambel bawang tersebut kutambah sedikit minyak goreng yang telah dipanaskan. Akan lebih lezat bila minyak goreng yang dipakai adalah minyak goreng bekas (jerantah) khususnya bekan menggoreng ikan asin.

Memang ada sedikit masalah dengan bau mulut dan bau badan ketika suka mengonsumsi sambel bawang, tetapi konon bawang itu sendiri mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap ibuku beli bawang putih, aku selalu sembunyikan beberapa butir untuk cadangan. Sehingga ketika bawang simpanan ibuku habis, aku masih punya beberapa butir untuk kubuat sambel bawang. Untuk ketersediaan cabe biasanya tidak terlalu menjadi masalah karena ibuku sering menanam cabe di sawah sendiri....

Hobby makan sambel ini kayaknya nurun sama anakku. Sejak kelas 5 SD anakku sangat suka sambel cabe dan tomat. Dia tidak peduli peluh berleleran, dia asyik terus makan sampai-sampai yang lain tidak kebagian sambel itu......