Monday, March 10, 2008

Keluar negeri yang keempatkali

Perjalananku ke luar negeri yang eempat dilakukan pada sekitar tahun 2001. Saat itu aku dan Pak Hartmut dari GTZ IFFM mengikuti Training of Facilitator di lembaga kursus Asian Institute Management. Trainingnya diselenggarakan di kota Hua Hin – Thailand yang terletak dekat pantai. Trainingnya cukup menarik dan pesertanya berasal dari berbagai negara seperti Thailand, Indonesia, Mongolia, Bangladesh, Kamboja dll. Training itu diselenggarakan pas bulan puasa. Untunglah layanan hotel cukup bagus sehingga kegiatan puasaku berjalan lancar. Menu makanan yang mereka sajikan juga enak-enak dan cocok untuk lidahku. Apalagi menu buah-buahannya …luar biasa terasa mak nyuuuuuuuusssss di mulut…

Saat praktek fasilitasi, kelompokku yang terdiri aku dan beberapa orang Thailand memilih topic “cara mengajar orang agar trampil memijat dengan teknik pijat tradisional ala Thailand). Agar kami trampil mengajar, kelompok kami diskusi dan praktek memijat dibawah bimbingan para pemijat professional yang bekerja di hotel…ssssssssssssstttt… pemijat professional tadi semuanya perempuan muda dan cantik-cantik lagi…he…he…

Ketika tiba saatnya kami praktek didalam kelas, suasananyapun cukup meriah dan penuh ger-geran. Kami mengajar dengan lancar dan mempraktekkan dengan baik.

Kelompok praktek lain yang ger-geran adalah kelompok aktivis Keluarga Berencana yang mengajarkan teknik memasang kondom secara benar. Dalam praktek, peserta disuruh lomba untuk memasang kondom. Siapa yang cepat dia yang menang. ..Tapi jangan salah duga ya….lomba pasang kondom ini dilakukan dengan menggunakan prototype “penis” yang terbuat dari kayu..jadi bukan dengan menggunakan “penis original” peserta he..he…he…

Setelah training selesai dalam 5 hari, aku dan Pak Hartmut sempat menginap semalam di Bangkok. Di Bangkok kami jalan-jalan ke World Trade Center Bangkok. Di halaman WTC kutemukan banyak warung/restoran terbuka dengan tenda bulat. Merea menjual beraneka makanan termasuk ikan bakar (kayaknya sih kayak ikan gabus). Suasana di halaman WTC saat itu cukup ramai pengunjung dan sesekali kudengar orang bercakap memakai bahasa Melayu. Hal ini tidaklah mengherankan karena sebagian penduduk Thailand selatan juga berbahasa Melayu. Saat di Thailandpun, saya sering disapa dengan bahasa Thai karena mereka mengira aku datang dari daerah Thailand selatan. Hal ini yang kugunakan untuk bekal negosiasi ketika beli souvenir. Biasanya aku cari penjual souvenir yang bisa bahasa Melayu dan karena komunikasi lancer serta akrab, kita bisa dapat discount yang lumayan….

Selain produk buah-buahan dan menu makanan yang mak nyuss…kesan positif lain terhadap Bangkok adalah sisi keamanan. Banyak polisi berjaga di tempat keramaian, namun mereka tidak over acting gayanya. Sehingga di tengah malampun banyak tourist termasuk aku yang merasa nyaman jalan-jalan sendirian, tanpa takut akan dipalak atau dirampok. Rasa aman seperti inilah yang selama ini kurasakan sudah semakin sulit didapat di kota-kota besar Indonesia khususnya Jakarta….Mungkin pejabat2 kita perlu studi banding ke Bangkok ya?

Thursday, March 06, 2008

Cinta Jilid VI

Ah kalau cintaku jilid VI ini merupakan cintaku pada mantan pacarku yang bernama Dewi Setiawati. Cintaku ini berakhir di pelaminan dan doi akhirnya jadi ibu dari anakku. Nggak perlu diceritain di sini ya perjalanan cintaku ini karena itu bisa dibaca di rubrik istriku di blog ini.

Cinta Jilid V

Kisahku ini merupakan salah satu cinta terbesar dalam hidupku. Perasaan kasihku tumbuh ketika aku duduk di bangku kuliah. Saat tahun 1987an dalam suatu forum pertemuan mahasiswa dan pelajar daerahku, aku diperkenalkan pada seorang gadis yang sebut saja namanya Puspa. Kesanku pertama kali terhadap Puspa adalah gadis itu cerdas dan lincah. Kesan lincah ini muncul karena dia enerjik, murah senyum didukung pula dengan body mungil berkulit hitam manieeeeeeeeeeezzz. Dia bilang, sudah kenal aku karena aku merupakan kakak kelasnya di SMP. Dia juga merupakan putri dari seorang guru SDku. Aku sendiri tidak terlalu ingat sama Puspa sewaktu SMP karena mungkin penampilan dia biasa-biasa saja saat SMP itu… :-)

Sejak kenal dia, ketika aku pulang dari Jogja ke desa untuk berakhir pekan aku biasa main ke rumahnya dan ibunya sangat baik kepadaku karena aku bekas murid SD-nya. Sering aku langsung nyelonong ke dapur dan minta makan bila lapar tiba. Saya juga biasa bercengkerama ngobrol di dapur mereka sambil menemani ibunya masak.

Awal mulanya perasaanku kepadanya biasa saja. Dia sudah punya pacar, yang juga merupakan seorang teman kuliahnya. Saya juga kenal dengan pacarnya itu. Tapi mungkin ini yang dinamakan sindrom “Witing Tresno Jalaran soko Kulino” (Adanya cinta karena terbiasa berjumpa). Saat itu kami aktif di organisasi pelajar dan sama-sama kuliah di UGM sehingga sering ketemu. Tak terasa di hatiku tumbuh perasaan menyayanginya. Tapi perasaan itu kupendam jua karena aku tahu dia sudah punya kekasih. Apalagi setelah aku tahu bahwa seorang keponakanku juga naksir Puspa. Maka tidak elok kalau seorang Om bersaing dengan keponakan he..he… jadilah aku mengalah……(Lama kemudian baru kudengar selentingan bahwa keponakanku ditolak cintanya oleh Puspa…)

Selang lama kemudian kudengar dia putus dengan pacarnya. Namun kemudian dapat pengganti. Sekitar tahun 1990-an, dia lulus dan akan ditempatkan menjadi guru di Sumatera Selatan. Saat itu aku dan keponakanku menghantar dia ke terminal bis di Yogya. Dia pergi diantar pacarnya…Saat itu aku tidak bisa mengingkari isi hatiku bahwa aku merasa sangat kehilangan dia yang akan pergi jauh dan kami akan jarang bertemu….. Aku selalu terkenang kepergiannya saat itu ketika kudengar lagu "Love will lead you back" yang sedang trend saat itu. Walaupun kamu pergi, suatu saat cinta kan membimbingmu untuk kembali............

Tahun 1991 aku lulus kuliah dan akhirnya dapat pekerjaaan di Jakarta kemudian ditempatkan di Bumiayu Kab. Brebes. Sejak saat itu aku dan Puspa sering surat-suratan. Dia sering cerita suka duka jadi guru di daerah yang terpencil. Kami akhirnya sering saling memotivasi untuk bekerja sebaik-baiknya. Tapi saat itu aku masih takut mengungkapkan isi hatiku yang sesungguhnya kepadanya. Surat-suratnyapun hanya berisi cerita pekerjaaan atau kehidupan keseharian dia. Ketika libur sekolah panjang, dia biasanya pulang dari Sumatra Selatan ke desa di Magelang dan saat itulah aku meluangkan waktu pulang ke rumahku di Magelang untuk bisa ketemu ngobrol ngalor ngidul dengannya.

Dari surat menyurat itu, perasaan kasih di hatiku mekar kembali. Sampai suatu saat di tahun 1993-an dia menginformasikan mau pulang untuk liburan panjang sekolah. Aku saat itu mengumpulkan segenap keberanianku, dan bertekad bahwa saat dia pulang aku harus berani mengungkapkan perasaan kasihku padanya. Apapun yang akan terjadi, aku kan siap untuk menghadapi walaupun hal yang paling pahit sekalipun.

Ketika aku tahu Puspa sudah pulang ke Magelang, pada suatu hari Sabtu aku juga menyusul pulang ke Magelang dengan tekat mau “nembak” dia. Aku sudah siap dengan resiko paling pahit sekalipun, yang penting Puspa tahu bahwa aku sangat menyayanginya. Saat pulang kampong, sebelum sampai di rumah aku mampir ke Muntilan ke rumah seorang sahabat baikku teman SMA, sebut saja namanya Galuh. Kami berkawan karib karena kami di SMA biasa datang paling pagi dan kami ngobrol akrab di setiap pagi itu. Ketika lulus SMA dia kuliah di IKIP Negeri Jogya dan lokasi kosnya dekat lokasi kos kawan kuliahku di UGM. Selain itu dia kos dengan tetanggaku satu kampong, akhirnya aku sering main ke kos-kosannya. Saat aku kerja di Bumiayu, dia bekerja sebagai guru di Lampung. Dia termasuk kawan yang paling sering kirim surat padaku saat itu. Setidaknya sebulan sekali suratnya datang. Aku sangat suka membaca suratnya karena tulisannya indah, isinya penuh dengan pemikiran yang arif dan kalimatnya indah dan puitis. Membaca surat dia bak membaca karya pujangga besar Khahlil Gibran. Galuh sendiri berpenampilan kuning, semampai, lembut, alim dan feminin banget. Di rumah Galuh, aku bertemu Galuh dan ngobrol berbagai hal. Sampai suatu saat dia berkata:” Ed, aku bulan depan mau menikah dengan seorang kerabatku. Aku mau bertanya padamu bolehkan?”. Kujawab; “Boleh, kok serius amat sih?”. Galuh berkata:” Aku tahu hal ini tidak akan merubah apapun karena rencana nikahku sudah matang. Tapi maukah kau jujur padaku, bagaimanakah sesungguhnya perasaanmu padaku selama ini?”. Mendengar pertanyaan yang sama sekali tidak pernah kuduga itu, tercekat kerongkonganku. Setelah beberapa lama baru kujawab: “Aku sebenarnya selama ini menaruh hati padamu. Suatu saat aku pernah mengirim surat yang secara tersirat mengungkapkan isi hatiku padamu, namun kayaknya kamu nggak merespon perasaanku itu maka kucoba untuk menumpas perasaanku itu. Aku tidak ingin merusak persahabatan kita dengan perasaan cintaku itu”. Dia jawab: “Ah yang bener Ed? Surat yang mana itu? Aku jujur bahwa akupun menyimpan perasaanku padamu. Aku sering merindukan kehadiran surat-suratmu walau aku tahu aku sering belum menjawab surat-surat yang kau kirim sebelumnya. Suratmu selalu kunantikan, Ed..”. Aku menjawab: “Bener…aku kirimkan surat itu sudah lama. Tapi omong-omong, kamu sudah mau menikah, aku berharap walau sudah menikah kita masih bisa melanjutkan tali persahabatan kita”. Galuh menjawab; “Tentu Ed, persahabatan kita perlu kita pelihara selamanya”. Setelah ngobrol tentang perasaan kami itu, kami kemudian ngobrol tentang rencana nikahnya, rencana masa depan dll. Setelah menjelang sore aku pamitan untuk pulang ke kampungku.. (Sudah lama aku tidak bertemu dengan Galuh yang konon sekarang menjadi guru di daerah Sukabumi. Surat-suratku maupun kartu lebarankupun tiada berbalas. Semoga Allah senantiasa melindunginya…)

Setelah hari Sabtu mengunjungi Galuh, di hari Minggu aku bersia menemui Puspa. Jam 10 pagi aku bersiap diri menjumpai pujaan hati. Dengan penuh percaya diri kumasuki halaman rumahnya. Ketika sudah sampai di pintu rumah yang terbuka, hatiku tercekat karena melihat Puspa duduk di sofa sudut di ruang dalam membelakangi pintu. Dan disamping Puspa duduk seorang pria muda yang melingkarkan tangan di sandaran kursi di belakang bahu Puspa. Kelu lidahku kering tenggorokanku seketika… Rencana “nembak” yang sudah kusiapkan, hancur berantakan karena aku tidak siap melihat keadaan itu. Setelah beberapa lama aku mengetuk pintu, dan Puspa membukanya. Dia ikut tercekat dan beberapa detik kami sama-sama nggak bisa ngomong karena shock. Akhirnya kutemukan akal dan kubilang: “Ah kayaknya kamu masih belum mandi ya…kok masih pake daster?. Aku pergi sebentar ke tempat saudaraku dulu aja ya… biar kamu ada waktu rapih-rapih dulu…”. Aku saat itu terus ke rumah seorang saudaraku untuk silaturahmi dan menenangkan perasanku yang shock dan galau. Saat jam 1 siang, setelah perasaanku tenang, aku pergi ke rumah Puspa kembali. Saat aku tiba Puspa sudah berdandan dan kemudian memperkenalkan pria muda yang bersamanya. Setelah beberapa saat bapaknya Puspa ikut ngobrol bersama kami dan setelah 10 menit Puspa beserta pria itu masuk ke ruang dalam. Bapaknya Puspa kemudian berkata dengan wajah serius: “Mas Edy, adikmu Puspa ini pulang liburan. Dia pulang dengan temannya tadi dan minta untuk dinikahkan disini selama liburan ini”. Seandainya ada petir di siang bolong, itu tidak akan membuatku terkejut dibanding perkataan Bapaknya Puspa saat itu… Untunglah aku cepat menguasai diri, dan aku dengan serius mendengarkan kata Bapak Puspa; “Karena Mas Edy kenal baik dengan teman-teman Puspa, kuharap Mas Edy mau membantu kami dalam acara hajatan ini. Kami harap Mas Edy mau jadi panitia untuk menyambut tamu-tamu nanti.” Untuk sesaat, kuakui aku sempat sedih dan kecewa mendengar Puspa mau menikah dengan orang lain. Tapi Alhamdulillah Allah menuntunku…Setelah beberapa saat, aku merasa terang benderang hidupku….Aku merasa bahwa mungkin Puspa bukan jodohku, oleh karenanya aku harus bisa membuatnya bahagia di hari pernikahannya…. Tanpa pikir panjang aku setujui permintaan ayahnya dan kami segera diskusikan rencana nikahnya itu…

Menjelang pernikahan Puspa, selama sebulan setiap sabtu-Minggu aku pulang balik Bumiayu-Magelang untuk memantau persiapan acara pernikahan Puspa. Kepulangankupun kulakukan dengan rasa gembira karena aku merasa dengan cara itulah aku bisa membahagiakannya. Saat sehari menjelang pernikahannya, aku pulang dan langsung ikut nimbrung bantu persiapan pernikahan dengan kawan-kawan organisasi pelajar dimana aku dan Puspa bergabung. Dimalam hari, kami bantu bikin dekorasi sampai pagi di rumah Puspa. Menurutku ada yang aneh saat itu, karena kulihat Puspa tatap matanya agak aneh dan seolah ikut sedih dengan nasibku dan sikapnya mencoba menghiburku. Kuakui bahwa sejatinya aku sendiri merasa kehilangan dia, namun perasaanku sendiri juga bahagia melihat Puspa mau menikah dan kulihat calon suaminya adalah orang yang cukup bertanggungjawab. Di hari pernikahan dia, aku dan kawan-kawan datang walaupun dengan setengah ngantuk karena sebelumnya begadang sampai pagi bantu bikin dekorasi. Alhamdulillah prosesi pernikahanya lancar…. Di sore hari ketika acara prosesi pernikahan selesai, aku pulang ke rumah...Di situlah kurasakan kesepian dan kehilangan yang sangat dalam dimana aku sadar bahwa mulai detik itu aku tak kan bisa berharap dan bermimpi bisa menyunting Puspa yang amat sangat kucinta... Puspaku sudah disunting orang, mimpi indahku ikut terbang melayang.......

Setelah dia menikah, kami jarang berhubungan lewat surat. Sesekali saya menelpon dia dan keluarganya. Keika ia liburan panjang sekolah dan pulang ke Magelang, biasanya kusempatkan pulang ke rumah untuk bertemu dengan dia dan keluarganya. termasuk aku menelpon dia untuk memberi tahu bahwa aku mau menikah tahun 1995. Urusan rumah tangganya kayaknya bahagia dan dia kemudian punya anak dua orang.

Suatu ketika di tahun 1997, saya melakukan peneltian di Bengkulu selama sebulan. Di sana aku mencoba menelpon Puspa yang ada di Sumatera Selatan. Setelah basa basi sejenak di telepon dia bertanya; “Rencana berapa lama Mas Anto ada di Bengkulu?”. (Anto adalah nama panggilanku sehari-hari di rumah). Kujawab; “kurang lebih sebulan”. Puspa kemudian berkata;”Untung aku nggak jadi istri Mas Anto, kalau aku jadi istri mas aku akan merana karena sering ditinggal-tinggal dinas luar”. Duug….hatiku berdebar mendengar jawabannya itu. Kuberanikan diri bertanya padanya; “Lho kok kamu ngomong gitu sih…Kok kamu tahu kalo aku menaruh hati padamu?”. Puspa menjawab:” Aku tahu kok kalo Mas Anto menaruh hati padaku. Memang Mas nggak pernah ngomong perasaan mas, tapi dari sikap Mas aku tahu bahwa Mas menyayangiku. Sesungguhnya aku juga menyimpan perasaan yang sama Mas. Aku tunggu-tunggu ungkapan Mas, tapi Mas nggak pernah ngomong. Sebagai perempuan kan tidak elok kalau aku yang memulai Mas. Karen Mas nggak pernah ngomong, maka aku putuskan ketika ada pria yang menyatakan kasihnya padaku maka kuterima uluran kasihnya mas…Mas aku jujur mengatakan hal ini. Terus terang walau aku sudah menikah, aku tetap merasa kehilangan ketika mendengar kabar bahwa Mas akan menikah”. Aku jawab: “ah mosok sih perasaanmu kepadaku seperti itu”. Puspa berkata:” Bener mas..yang kuungkap ini jujur. Kalau Mas nggak percaya, mas bisa tanya sama mbak Atik”. (Atik ini merupakan teman akrab SMPku, yang kebetulan juga bertugas jadi guru di Sumatera Selatan dan mengajar di satu sekolah bareng dengan Puspa. Karena berasal dari satu kampong, maka Puspa biasa curhat ke Atik). Dari obrolan di telepon itu kami berikrar bahwa kita akan tetap menjalin hubungan silaturahmi kami sampai kapanpun sebagai seorang sahabat dan saudara.

Mendengar kata-kata Puspa, terkadang aku sedikit menyesali kekurang pede-anku di waktu lalu yang berakibat cinta kami tidak bertaut walaupun sesungguhnya kami saling menyayangi. Di sisi lain, aku juga tidak terlalu sedih karena akhirnya kami saling tahu bahwa ternyata kami saling menyayangi. Akupun sangat bersyukur karena suaminya sangat bertanggungjawab dan Puspa kelihatan bahagia dengan keluarganya…. Memang benar kata pepatah bahwa cinta tidak mesti bersatu. Mungkinkah ini perasaan cinta suci? Aku tidak tahu jawabnya…Tapi aku merasa bahwa cintaku terhadap Puspa merupakan salah satu cintaku yang paling indah dan melegenda dalam hidupku, walaupun kami tidak pernah bersatu…..

Alhamdulillah kehidupan Puspa cukup bahagia hingga saat ini dan semoga sampai nanti di akhir hayat. Kamipun masih bersilaturahmi untuk menjaga ikatan persahabatan dan kekeluargaan walaupun tidak intens karena kesibukan masing-masing. Soemoga Allah senantiasa melindungi Puspa-ku dan keluarganya…. Love will lead tou back, someday I just know that, love will lead you back to my arm...