Tuesday, September 30, 2008

Saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga kebersihan jiwa kita dapat membimbing kita untuk dapat melakukan yang terbaik guna kemaslahatan umat manusia

Monday, September 29, 2008

Lebaran 2008 untuk Ibu dan Bapakku

Lebaran 2008 ini, aku tidak mudik. Terhitung sudah 3 tahun aku tidak berlebaran di kampung halamanku di Magelang. Harga tiket yang mahal, membuat ku menunda kepulanganku. Meski untuk itu aku harus menahan rasa kangen kumpul keluarga besar di kampung.

Menjelang lebaran, orang sibuk berbelanja ini itu. Pakaian, sepatu, sandal, makanan dll untuk merayakan lebaran. Di saat seperti ini aku sering menangis sendiri, karena aku teringat bapakku. Bapakku yang hidup sederhana dan berjuang keras untuk menyekolahkanku, sudah dipanggil yang Maha Kuasa ketika aku belum bisa membahagiakannya. Ketika Allah memberikan limpahan rejeki untukku, di saat aku mempunyai rejeki untuk membelikan sesuatu untuk Ibu dan Bapakku, beliau sudah tiada. Aku sadar bahwa pemberianku untuk ibu dan bapakku tidak akan pernah bisa membalas budi pada orang tuaku, tapi setidaknya melalui pemberian itu aku bisa menunjukkan rasa sayang, cinta dan hormatku untuk ibu dan Bapakku. Sayang Allah berkehendak lain, mungkin aku memang harus mencari cara lain untuk membalas budi pada orangtuaku melalui doa-doaku.....

Thursday, September 25, 2008

Orang Jawa suka basa-basi

Orang Jawa biasanya sangat perasa dan suka diberi perhatian. Untuk menunjukkan perhatian dan rasa hormat pada orang lain, orang Jawa seringkali menunjukkannya dengan tindak-tanduk (bahasa non verbal) maupun bahasa lisan. Hal ini seringkali terasa bertele-tele, penuh basa-basi dan tidak praktis bagi sebagian orang. Contoh basa-basi yang dulu sering kutemukan adalah ketika sebuah keluarga mau punya hajat seperti kenduri, mendirikan rumah, gotong royong menanam tembakau dll, keluarga tersebut akan mengirim seorang utusan ke tetangga. Utusan tersebut secara door to door akan mendatangi tetangga yang akan diundang. Seingatku, ketika utusan tersebut masuk ke sebuah rumah, dia akan berkomunikasi dengan tuan rumah menggunakan bahasa Jawa kromo inggil (Jawa halus). Utusan tersebut biasanya akan menyampaikan kepada tuan rumah beberapa hal sebagai berikut:
  1. Pertama-tama, saya (utusan) datang ke keluarga X (tuan rumah) untuk bersilaturahmi menengok keadaan keluarga X.
  2. Kedua, saya datang ke keluarga X untuk menyampaikan salam hormat dari keluarga Y (keluarga yang punya hajat).
  3. Ketiga, saya datang diutus keluarga Y yang berkehendak punya hajat (misal kenduri memperingati 100 hari meninggalnya bapak Y). Sehubungan dengan hajatan tersebut keluarga Y bermaksud mengundang Bapak X untuk menghadiri kenduri di.... pada hari.... jam....
  4. Saya selaku utusan minta maaf yang sebesar-besarnya bila dalam menyampaikan pesan amanah dari keluarga Y ini, ada kata dan perbuatan yang kurang berkenan di hati tuan rumah.

Jadi untuk menyampaikan undangan kenduri aja harus muter-muter dulu pake bahasa kethoprak yang halus itu... Oleh karenanya orang-orang yang dipilih jadi utusan biasanya orang yang pinter ngomong atau komunikasi pake bahasa halus dan tindak tanduknya sopan.

Saya sendiri sebenarnya sangat menyukai cara mengundang dengan memakai utusan itu, karena terasa romantis dan "personal" atau perhatian dan penghormatan ke individu lebih kental. Tapi sayang cara ini semakin pudar dan di kampungku saat ini undangan-undangan hajatan lebih banyak disampaikan lewat pengeras suara di masjid. Praktis memang, tapi kehilangan sentuhan "personal" yang penuh kekerabatan... Jaman memang terus berubah, indahnya nostalgia hanya tinggal kenangan saja...

Kenduri anak-anak

Di malam takbiran atau pagi hari lebaran, anak-anak di kampungku biasanya sering di panggil dari rumah ke rumah untuk kenduri kecil anak-anak. Menu kendurinya seperti tradisi wetonan, berupa nasi urab dengan telur rebus satu biji diiris menjadi 8. Kalau di hari biasa nasi wetonan sering jadi rebutan, namun di hari lebaran ini nasi kenduri anak kurang laku. Biasanya anak-anak hanya makan sedikit dan mengambil telurnya saja. Hal ini disebabkan di hari lebaran, anak-anak sudah siap-siap makan enak sehingga nasi kenduri tadi agak ditinggalkan. Aku sendiri sangat menyukai nasi kenduri ini karena walaupun sederhana menunya sangat terasa enak di lidah.

Oncor dan Takbiran

Oncor adalah obor minyak yang terbuat dari bambu kecil dengan diameter sekitar 2,5 cm diberi sumbu dari kain dan diberi bahan bakar minyak tanah. Sewaktu aku kecil, menjelang malam lebaran anak-anak sudah menyiapkan oncor ini untuk pawai takbiran. Oncor ini benar-benar merupakan sarana penerangan yang efektif karena di kampungku belum ada listrik, agak gelap gulita dimalam hari dan jalan kampung merupakan jalan tanah yang terkadang becek di sana-sini.

Sambil membawa oncor dan tetabuhan seperti bedug dan kentongan, anak-anak pawai keliling kampung bahkan terkadang sampai ke kampung tetangga. Setelah takbir keliling, anak-anak biasanya melanjutkan dengan takbir di masjid/musholla. Di musholla ini biasanya terdapat banyak makanan snack karena tiap-tiap rumah tangga menyajikan sekitar dua piring snack untuk mengganjal perut orang-orang yang sedang takbiran di masjid. Snack yang dihidangkan sebagian besar berupa snack yang akan disajikan untuk berlebaran oleh masing-masing rumah. Ada roti panggang, roti dahlia, jenang dodol, krasikan, wajik, rempeyek kacang dll.

Acara takbir di masjid biasanya diakhiri di tengah malam. Sebagai penutup acara taknir biasanya dilakukan kenduri. Nasi untuk kenduri ini biasanya berasal dari warga pula. Nasi kenduri ini biasanya berupa nasi urap, dengan lauk tempe kripik, keper atau rempeyek ikan asin, krupuk udang, telur rebus, bakmi goreng dll. Makanan yang sederhana memang, tapi mungkin karena sudah berbau doa dan suasana kebersamaan antar warga, menu yang sederhana tadi terasa sangat nikmat untuk dirasa....maknyussss......

Wednesday, September 24, 2008

Bikin kue

Ketika aku kecil, seminggu sebelum lebaran ibuku biasanya sudah disibukkan untuk bikin kue-kue tradisional. Kue itu dibikin sendiri biar hemat. Hanya beberapa jenis roti saja yang biasanya harus dibeli di toko karena dirasa lebih praktis. Unuk membuat kue-kue itu biasanya aku dan kakak-kakaku dilibatkan misalnya pada tahap memarut kelapa, menumbuk tepung, mengaduk adonan, atau membungkus. Kue-kue tradisional yang menjadi menu wajib lebaran yang biasa dibikin ibuku antara lain:
1. Jenang dodol (wah bikinnya rumit karena dodol harus diaduk terus dalam wajan diatas tungku selama 4-6 jam. Oleh karennya yang mengaduk biasanya perempuan bahkan laki-laki yang staminannya kuat)
2. Wajik Bandung, yaitu kue wajik warna-warni yang dibungkus pake kertas dan kemudian dijemur biar kering kuenya.
3. Tape ketan, ini menu wajib untuk sehabis makan
4. Koya, ini dari tepung beras yang diaduk dengan gula lalu dicetak.
5. Trasikan, ini seperti dodol namun agak kasar.

Kalau 2 hari sebelum lebaran, ibuku kemudian disibukkan menyiapkan lauk pauk seperti ayam ingkung (eh...aku jadi kangen masakan ayam ingkung ibuku yang maknyus itu), mangut ikan mas, sambel goreng daging atau terik (daging bumbu santan). Lauk pauk itu disiapkan lebih awal agar bumbunya benar-benar merasuk ke daging, dan saat lebaran lauk itu benar-benar sudah sangat lezat untuk dinikmati.

Ketika menyiapkan kue ataupun lauk pauk, biasanya ibuku menyiapkan dalam jumlah yang agak banyak. Hal ini disebabkan ibu bapakku termasuk orang yang berusia lanjut dan "awune tua" atau alur silsilah keluarganya termasuk di urutan tua sehingga banyak sanak famili yang berkunjung. Di kampungku sendiri dulunya masih tertanam budaya "gupuh, lungguh lan suguh" untuk menghormati tamu. Gupuh artinya ketika ada tamu datang (sekalipun tamunya anak-anak), tuan rumah akan tergopoh-gopoh segera menyambut tamu itu. Lungguh artinya tuan rumah akan segera mempersilahkan tamunya duduk. Suguh artinya tuan rumah akan segera menyajikan hidangan suguhan untuk tamu. Suguhan untuk tamu di daerahku ini biasanya berupa air minum (teh manis atau sirup dan belakangan soft drink), dan snack. Untuk famili dekat atau kerabat yang dari jauh, biasanya tuan rumah juga akan menyediakan jamuan makan. Jadi jangan heran kalau sewaktu lebaran dalam sehari kita bisa makan sampai 8 kali lebih karena ke sana kemari kita disuguhi makan terus. Saya sendiri biasanya sewaktu berangkat dari rumah sudah membuat rencana, nanti saya makan di rumah si A, B, H, F dst agar nanti nggak kekenyangan di jalan.

Mercon, kembang api, Long bumbung hingga balon

Ketika bulan puasa dan lebaran, anak-anak di kampungku dulu selain bermain dengan kembang api juga biasa bermain-main dengan mercon. Mercon didaerahku disebut dengan istilah "long". ada berbagai jenis long seingatku seperti "long ipret" yaitu mercon yang kecil-kecil (separuh ukuran kelingking sehingga tidak terlalu berbahaya). "Long rentengan" yaitu mercon yang dirangkai berenteng sehingga ketika salah satu mercon disulut, nantinya secara berentetan akan meledak. "Long Bantingan" yaitu mercon yang meledak dengan cara dibanting. "Long ses" yaitu mercon yang meluncur ke atas seperti roket dan meledak di udara.

Pada saat itu banyak anak yang biasa membuat mercon sendiri dengan membeli bubuk mesiu dan sumbunya di pasar Talun yang jaraknya sekitar 2 km dari rumahku. Dengan modal kertas, bubuk mesiu dan sumbunya, anak-anak berlomba-lomba membuat mercon. Biasanya mercon yang paling besar, efek ledaknya keras dan serpihan kertasnya paling banyak dianggap yang paling jago. Terkadang ada pula mercon yang "mejen" atau nggak meledak. Hal ini biasanya disebabkan sumbunya nggak bagus, mesiu yang kurang bagus atau basah, atau mesiu terlalu sedikit atau proses penutupan lubang mesiu tidak rapat. Terkadang ditemukan pula mercon yang dikira macet ternyata masih aktif, hal inilah yang sering menimbulkan kecelakaan. Salah seorang familiku putus beberapa ruas jarinya karena mengambil mercon yang "mejen" dan saat dipegang meledak di tangan.

Selain mercon, di kampungku anak-anak sering membuat "long bumbung" atau meriam dari bambu betung. Meriam dari bambu ini diisi dengan minyak tanah dan kemudian disulut. Karena tekanan udara dalam bumbung bambu meningkat maka bumbung itu akan mengeluarkan suara ledakan. Di beberapa tempat long bumbung ini diisi dengan karbit sehingga efek ledakannya lebih keras bahkan bambunya bisa terbelah.

Hiburan lain untuk anak-anak khususnya ketika lebaran adalah membuat balon udara dari plastik atau kertas. Balon ini berupa plastik/kertas yang ringan yang dirangkai dengan lem menjadi berbentuk silinder ukuran 1-2 meter atau lebih dengan diameter 70 cm ke atas. Agar balon udara ini bisa terbang, maka balon tersebut perlu diisi asap. Semakin besar balon itu dan bahannya semakin ringan maka balon itu akan semakin besar kemungkinan untuk mengudara. Di balon yang mengudara tersebut seringkali diberi mercon sehingga merconnya nanti bisa meledak diudara, terkadang diberi ucapan selama berkenalan dengan yang menemukan balon itu atau bahkan diberi souvenir kecil bagi penemu balon itu.

Ah sayang budaya-budaya tersebut sudah mulai langka...padahal permainan tersebut sangat merangsang tumbuhnya kreatifitas anak-anak...anak-anak bisa belajar kimia, belajar fisika, dll dengan bermain-main yang menyenangkan.....

Tuesday, September 23, 2008

Nostalgia menu buka puasaku

Saat aku masih kecil, aku sering minta pada ibuku untuk dihidangkan menu husus untuk buka puasa. Namanya bocah ndeso, permintaanku sebenarnya sederhana saja, tapi bagiku menu itu sudah luar biasa banget.

Untuk snack buka puasa biasanya aku minta dibelikan berbagai macam jajanan murah seperti slondokan singkong, pothil, kerupuk dll. Salah satu snack yang sangat kusuka adalah untir-untir atau kue tambang, yang bentuknya seperti tambang dipilin atau rambut dikepang itu. Selain itu aku juga menyukai roti bolu emprit yang warnanya merah jambon dan putih sehingga sering diplesetkan menjadi kue bodrex karena warnanya kayak bodrex obat sakit kepala terkenal itu.

Untuk lauk makan, biasanya aku minta dibelikan ikan tongkol pindang yang seukuran jari telunjuk. Ikan pindang ini biasanya dibungkus dengan besek (kotak) bambu. Ikan pindang ini nantinya digoreng untuk lauk makan...wah maknyus banget rasanya..karena kami sekeluarga tinggal di daerah gunung dan jarang masak ikan asin. Ikan pindang yang bagi masyarakat nelayan termasuk klas ikan murahanpun jadi terasa nikmat bagi keluargaku di bulan ramadhan...

Terkadang di bulan ramadhan aku diberi uang saku oleh ibuku untuk beli jajanan snack ala ndeso. Kalau pas ramadhan di musim kemarau, biasanya keluarga saya menanam tomat. Pada saat itu saya biasanya memilih tomat yang ranum-ranum untuk berbuka puasa. Saya juga sering bikin juice tomat ala ndeso, dengan cara tomat yang masak dipotong-potong kecil kemudian dimasukkan kedalam gelas dan diberi gula pasir trus diaduk-aduk...jadilah sudah juice tomat ala ndeso itu.....

Pada kesempatan lain saya dan kakakku mancing di kali kecil atau sawah-sawah untuk cari lauk buka puasa. Kakakku (Mas Tik) dulu sangat pinter dan sabar dalam memancing ikan, sehingga sering dapat ikan agak banyak. Ikan-ikan yang ada saat itu seperti mujahir, kotes (gabus), lele, ikan mas, wader, dll. Ikan-ikan itu ukurannya kecil-kecil seperti ikan gabus paling seukuran telunjuk. Ikan ini lama kelamaan makin habis karena banyaknya alat setrum ikan dan pestisida di sungai dan sawah-sawah.

Meski Allah kini memberikan karunia bagiku untuk bisa menikmati hidangan yang lebih baik, terkadang muncul rasa kangenku untuk menikmati indahnya saat-saat berprihatin dulu...

Tarawihku dulu...

Saat aku masih berumur kurang dari 12 tahunan, suasana Ramadhan di malam hari terasa sekali berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Hal itu disebabkan adanya kesibukan orang-orang di kampungku untuk menunaikan shalat tarawih dan tadarus al Qur'an di musholla. Kampung yang biasanya gelap gulita dengan penerangan lampu teplok/tempel, berubah menjadi benderang karena di mushola dipasang lampu petromax. Anak-anakpun riang gembira bermain dengan diterangi sorot lampu itu. Tidak sedikit pula, anak-anak yang menyalakan kembang api. Kembang api ini dibeli di pasar yang berjarak 1-2 kilometer dari kampungku. Meski daerahku termasuk daerah "Islam abangan", namun di bulan puasa suasana kemeriahan sekaligus kekhusukan ibadah cukup kental terasa.
Pada masa itu, AKABRI di Gunung Tidar - Magelang sering membunyikan suara meriam sebanyak 3 kali untuk menandakan saat maghrib. Suara dentuman meriam itu terdengar sampai di kampungku yang berjarak sekitar 15 kilometer dari kota Magelang. Biasanya menjelang magrib, saya dan teman-teman duduk-duduk di pojok kampung yang terbuka sambil mengamati dan menantikan suara dentuman meriam itu. Di kampungku, jarang ada budaya ta'jil atau buka puasa bersama. Masing-masing keluarga berbuka puasa di rumahnya sendiri kemudian setelahnya mereka melakukan shalat maghrib di mushola atau di rumah. Setelah shalat Isya, acara dilanjutkan dengan shalat tarawih. Shalat tarawih dan witir di kampungku memakai cara tradisional yakni 23 rakaat. Sehingga agak lama dan bagi anak-anak dirasa melelahkan. Terkadang ada beberapa anak yang ikut tarawih 8 rakaat trus istirahat dan nanti ketika si Imam shat witir, anak-anak itu ikut bergabung shalat lagi.
Seusai shalat tarawih dan witir, para jemaah menyanyikan kidung pujian dengan diiringi beduk yang dipukul bertalu-talu. Kidung pujian ini setahuku berisi sebutan Asmaul Husna. Tapi sejak saya kecil, syair kidung pujian ini sudah mulai terkikis karena tidak adanya proses pewarisan ke generasi berikut baik secara tertulis maupun dengan diajarkan secara lisan. sayang memang budaya-budaya luhur semacam ini hilang tak tersisa...
Setelah kidung pujian selesai dinyanyikan, untuk anak-anak biasanya dibagikan minuman "jaburan" atau semacam bajigur. Inilah saat-saat yang ditunggu oleh anak-anak. Minuman jaburan ini biasanya dibuat hanya saat ramadhan, dan setiap rumah di kampungku mendapat jatah secara bergilir untuk menyuguhkan jaburan pada anak-anak yang shalat tarawih di mushola.
Untuk orang-orangtua, acara biasanya dilanjutkan dengan tadarus Al Quran. Meski didominasi orang-orang tua, terkadang ada anak-anak yang ikut tadarus ini karena dalam tadarus biasanya juga akan dihidangkan berbagai macam kue dan teh manis. Pada saat itu, kue-kue lokal tradisional macam kue bolu, kue pipis, nogosari, jadah ketan, wajik dll masih menjadi makanan mewah... Karena rumahku persis di depan musholla, akupun dulu rajin untuk berebut jaburan maupun ikut-ikutan tadarus agar dapat snack he..he...Tadarus ini dilakukan sampai malam ke 21 karena di malam 21 satu ini pembacaan Al Quran sudah harus khatam (selesai). Di malam 21 ini biasanya juga dilakukan kenduri khataman untuk mengucap syukur atas selesainya pembacaan Quran.
Tadarus biasanya dilakukan sampai jam 12 malam. pembacaan Al Quran biasanya dilakukan secara bergantian. Setelah tadarus biasanya banyak anak-anak yang tidur di musholla dan mereka akan bangun awal sekitar jam 3 pagi untuk meronda keliling kampung membangunkan warga untuk sahur. Saat itu musholla di kampungku belum memiliki pengeras suara sehingga untuk membangunkan warga, kami keliling kampung sambil memukul kentongan secara berirama sambil teriak: sahur...sahur......sahur........
Ah, kenangan masa kecilku yang kini telah musna tergerus aliran jaman...betapa cepat waktu trus berlalu...........

Friday, September 12, 2008

Hilangnya romantisme akibat budaya HP dan email

Seingatku, HP di Indonesia mulai ngetrend sekitar tahun 1995-an. Saat itu HP masih barang lux dan ukurannya gede-gede sehingga bisa buat nimpuk anjing. Kartu HP saat itu masih paska bayar dan persyaratan untuk memperoleh kartu HP cukup njelimet (harus diverifikasi/dicek dulu seperti orang mau mengajukan kredit motor). Sebelum HP, sebenarnya ada alat "penyeranta" yang fungsinya hanya untuk sms saja dan tidak bisa buat nelpon. Penyeranta ini ukurannya agak kecil sekitar 3 x 5 x 1 cm saja. Tapi penyeranta ini emudian tergilas oleh HP yang sangat praktis dan bisa mempunyai banyak fungsi (telpon, sms, foto, musik, video dll).

Sebelum ada HP, untuk komunikasi dengan orang yang berjauhan domisilinya biasanya dilakukan melalui surat, telegram ataupun telepon. Saya sendiri dulu rajin berkomunikasi melalui surat dengan beberapa kawan karibku termasuk kawan-kawan perempuan yang kucinta. Setiap minggunya saya terima 3-4 pucuk surat dari kawan2ku, sehingga petugas posnya sambil guyon pernah bilang; "Mas, sampeyan buka Kotak Pos aja... karena sampeyan sering sekali terima surat"...
Karena jarak yang jauh, ketika kita nulis suratpun kita sangat hati-hati. Kita berusaha menjaga kertas surat itu tetap bersih, bebas dari coretan koreksi dan rapi. Kitapun berusaha mencurahkan segenap konsentrasi untuk mengaduk kosa kata yang kita miliki untuk memilih kata-kata terindah yang bisa menggambarkan perasaan cinta kita, rasa kangen kita, rasa sayang kita untuk orang tercinta. Orang yang sedang jatuh cinta biasanya mempunyai keajaiban dimana mereka bisa menggubah kata-kata ibarat seorang pujangga.... Kitapun akan berusaha menuliskan dengan tulisan terbaik yang kita bisa. (saya sampai saat ini lebih menyukai menerima surat dengan tulisan tangan "yang sulit dibaca" daripada tulisan ketikan komputer atau ketik manual. Ketika seseorang menulis surat dengan tulisan tangan, hal itu menggambarkan hubungan emosi yang intens dan sifatnya pribadi).


Ada keasyikan tersendiri ketika menulis surat apalagi untuk orang yang dicintai. Karena jarak yang jauh sehingga sepucuk surat sering menempuh perjalanan cukup lama misal terkadang perlu waktu 3 minggu atau sebulan baru dapat balasan. Hal ini terkadang rasa kangen menumpuk di hati , wajah jelita sang kekasih senantiasa terbayang di pelupuk mata, suaranya yang merdu senantiasa terngiang di telinga...... Ketika dengar suara klakson motor atau suara kring-kring sepeda pak pos, hati begitu berdebar menantikan balasan surat sang kekasih (makanya The Beatles bikin lagu Mr. Postman). Tak sabar rasanya ingin membaca surat itu, dan setelahnya surat itu senantiasa dibaca ulang di waktu luang...seolah-olah kita akan menemukan butiran mutiara baru tiap kali membacanya....

Sayang romantisme seperti itu sudah mulai hilang. Sejak adanya teknologi email dan terlebih HP, budaya menulis surat dengan tulisan tangan menjadi hilang. Teknologi email yang sangat memudahkan orang berkirim kabar, membuat kita ketika nulis surat menjadi kurang mampu mengeksplorasi kata-kata indah. Karena kalau ada hal yang kurang jelas nanti bisa dijelaskan lagi melalui email berikutnya. Waktu tempuh email yang sangat cepat juga membuat kita kehilangan "waktu penantian" sehingga hati belum berdebar kangen, surat balasan udah muncul.... ini romantisme yang hilang menurutku....

Budaya HP juga semakin menghancurkan budaya romantisme itu... karena budaya telepon langsung via HP cenderung membuat orang berkomunikasi tanpa mikir panjang atau berkomunikasi tanpa berusaha memilih kata-kata indah. Apaagi sms, karena keterbatasan space kata maka bahasa di sms biasanya bahasa yang pendek, singkatan dan to the point tanpa ada bunga-bunga kata yang indah.... Melalui sms orang tidak diberi ruang memadai untuk belajar sastra...

Tapi mungkin keluhanku ini merupakan cerminan dari generasi yang telat mengikuti perkembangan jaman ya...(Seingatku comment serupa tentang pudarnya romantisme surat juga pernah muncul dari wartawan besar kita Rosihan Anwar)... Tapi begitulah, aku sekarang jarang melihat karya sastra ataupun musik yang kata-katanya begitu indah memukau.... novel ataupun lirik lagu kebanyakan encer dan dangkal maknanya.... Kupikir selain pengaruh budaya global (email dan HP), kondisi ini juga didukung oleh lemahnya pendidikan sastra di dunia sekolah kita..... anakku yang sekolah di SMPpun kini lebih menyukai komik Naruto, padahal pada usia yang sama (pada tahun 1980an) saya saat itu sedang mulai jatuh cinta dengan karya-karya klasik sastrawan Pujangga Baru atau Balai Pustaka...

Tuesday, September 09, 2008

Sepatu-ku....

Ketika aku kecil, seingatku sepatu yang pertama kumiliki dalah sepatu Bata warna hitam yang berbahan karet dan di bagian alasnya ada relief kecil bermotif berbagai jenis telapak kaki satwa. Karena bahannya karet, sepatu itu terasa panas kalau dipakai di saat terik mentari. Untunglah saat kecil aku jarang pake sepatu karena saat sekolah di SD, aku dan kawan-kawanku cukup "nyeker" alias telanjang kaki saja. Karena jarang dipakai maka sepatu itu awet banget sampai terpaksa diberikan orang karena kekecilan.
Ketika SMP, aku bersekolah dengan bersepatu secara rutin (seingatku di SMP aku sempat nyeker 2-3 kali karena sepatuku jebol). Sepatu pertamaku di SMP adalah sepatu beludru warna hitam model sepatu kungfunya Bruce Lee. Karena sepatu itu agak kegedean maka di bagian ujung depan sepatu diganjal pakai potongan kain bekas. Di SMP ini aku jarang punya sepatu serep (cadangan). Sepatu itu dipakai untuk upacara, olahraga termasuk jalan kaki 2 km dari rumah ke sekolah setiap paginya karena aku pagi hari jalan kaki ke sekolah. Karena nggak punya cadangan dan kualitas sepatunya nggak terlalu bagus, aku setiap 3 bulan harus ganti sepatu karena sepatu lamaku jebol. Hal ini berlangsung sampai SMA. Di SMA mulai kenal sepatu "Warrior" yang sampai mata kaki. Harganya agak murah, enak dipakai dan agak nge-trend saat itu. Terkadang aku juga pake sepatu kulit jatah kantor milik kakakku yang kerja sebagai sipir penjara. Tapi karena sepatu kulit itu kegedean, aku jarang pake sepatu kulit itu. Sepatu warrior inilah sepatu termewah bagiku, karena harga sepatu bermerk macam Fila, Nike, Lotto, Diadora dll terasa jauh di luar kemampuan keuangan ayah ibuku. Di sekolahku SMA, kawan2 yang pake sepatu bermerk juga bisa dihitung dengan jari alias sedikit banget.
Ketika kuliahpun, aku masih pake sepatu2 murahan. Sepatuku yang paling mewah adalah sepatu tenis merk Eagle seharga Rp. 18.000,- di tahun 1989-an. akupun sering merasa menyesal beli sepatu itu, karena untuk beli sepatu itu, ayah ibuku harus pontang panting ngumpulin duit....
Ketika aku sudah kerja, sepatu yang kusukai masih yang murah dan awet. Aku menyukai merk Gats, Scorpion, Pakalolo yang kayaknya merk2 dalam negeri. Terkadang kalo pas jalan di mall dan lihat sepatu bermerk, aku tergoda untuk beli tapi alhamdulillah aku lalu ingat lagi perjuangan bapak ibuku dalam mengumpulkan sesuap nasi. Semoga kesederhanaan bapak ibuku senantiasa memberikan inspirasi bagiku untuk tidak bersikap boros....

Baju baru

Sebentar lagi mau lebaran....aku lalu teringat kenangan puluhan tahun silam ketika aku masih kecil. Saat itu seperti tradisi di kampung lainnya, ayah ibuku biasa membelikan baju baru untuk anak-anaknya termasuk aku. Dengan kondisi kehidupan ekonomi yang sederhana, terkadang moment untuk beli baju ya di saat lebaran itu alias beli baju hanya setahun sekali...

Saat SMA, aku sudah dipercaya beli baju sendiri. Mungkin melihat perjuangan Bapak Ibu untuk mencari duit tidak mudah, aku juga terbiasa menghargai uang. Ketika tahun 82, aku beli celana abu-abu sekolah yang seharga Rp. 3.000 (harga standar Rp.5.000). Demikian pula ketika aku disuruh beli baju lebaran dengan dibekali uang Rp. 5.000, aku beli yang seharga Rp. 2.000 dan uang kembaliannya kukembalikan pada ibuku...
Ketika SMP-SMA, aku engin banget beli celana jeans. Tapi karena harganya mahal maka keinginanku terpaksa kupendam jua. Celana jeans pertama yang kubeli adalah merk Lee (tapi aspal) yang kubeli seharga Rp. 13.000 (tahun 1986-an) di sebuah toko di Muntilan. Ketika kuliah salah seorang kawanku yakni Sukri Sinurat, juga mengibahkan beberapa baju dan T shirt-nya untukku. Baju2 itu masih bagus banget namun kekecilan untuk tubuh Sukri yang gagah perkasa..(Terima kasih kepada rekanku Sukri yang sudah memberikan tambahan baju untukku...)
Ketika sudah kerjapun, seleraku nggak berubah. Masih suka beli baju yang modis (modal diskon) dan obralan. Yah memang seleraku dalam berpakaian sangat sederhana atau mungkin "parah" bagi orang-orang yang suka dandan. Dalam berpakaian, aku cukup berprinsip asal sopan. Soal keserasian, nyaman di badan, merk dll itu urusan nomor ke sekian.. Tapi aku cukup puas dengan prinsipku itu, dan itulah buah dari kesederhanaan hidup yang tumbuh dari didikan bapak ibuku yang memang ndeso dan nggak suka neko-neko...

Monday, September 08, 2008

Ibuku dan anakku

Tadi malam habis shalat tarawih, aku sempatkan telpon ibuku yang ada di pelosok desa di kaki gunung Merapi Jawa Tengah. Rencana menelpon ini sudah kusiapkan sejak beberapa hari sebelumnya karena tertunda lupa ataupun sinyal hp yang kurang bagus.

Setelah ngobrol basa-basi sebentar dengan kakakku yang pegang hp, hpnya kemudian dioper ke ibuku. Ibuku sangat gembira menerima teeponku karena sudah sekitar 2-3 minggu aku tidak nelpon beliau. Kalau aku lama tidak menelpon beliau, biasanya beliau akan merasa kuatir jangan-jangan aku dan keluargaku di samarinda sedang repot atau tertimpa sesuatu musibah. Ibuku cerita bahwa di kampungku panen padi sedang gagal...hasil panen nggak mencukupi untuk upah potong padi...padahal sebentar lagi lebaran tiba dan banyak sanak famili yang mau punya hajatan. Tai ibuku tidak patah semangat, beliau bertekad untuk tetap merayakan lebaran walau dengan cara yang sangat bersahaja,......

Dari suaranya, aku menangkap rasa kecewa ibuku ketika kuberitahu bahwa aku sekeluarga mungkin belum bisa berlebaran di kampung karena harga tiket Balikpapan - joga sangat mahal yakni mendekati 2 juta per kepala per sekali jalan. Kalo untuk aku, istri dan anakku pulang pergi berarti dibutuhkan biaya sekitar 11 juta untuk tiket... wah mahal banget. Tapi akhirnya ibuku bisa mengerti keadaanku itu, karena memang ada beberapa kebutuhan yang lebih mendesak untuk didahulukan...

Aku memahami kekecewaan ibuku karena ibuku sangat menyayangi dan kangen dengan anakku dan istriku... Kalao aku telpon, ibuku selalu mencari2 dan ingin ngobrol dengan anak dan istriku. Untunglah anak dan istriku cukup hormat pada ibuku....aku sangat bahagia bila ibuku gembira ketika diajak ngobrol oleh anak dan sitriku, waau hanya obrolan say hello saja... bahkan ibuku di kampung sering meluapkan kebanggaannya, dengan menginformasikan ke saudara2ku bahwa si Dudi habis nelpon beliau dan minta dikirimi ini dan itu.... atau si Dudi habis kirim surat untuk simbah dan didalamnya ada foto-foto Dudi....Aku menyadari bahwa aku tidak bisa membalas jasa-jasa ibuku yang penuh kasih terhadapku...Oleh karenanya aku hanya berharap di sisa kehidupan ibuku yang sudah berumur 76 tahun, aku, istri dan anakku senantiasa bisa memberikan senyum kebanggaan dan berbagi kebahagiaan dengan ibuku.. Aku tidak bisa memberikan harta yang melimpah, tapi aku berharap tetap bisa melakukan sesuatu untuk membahagiakan ibuku....

Mental pengemis....

Pagi-pagi saat jam 8 aku sudah diuji kesabaranku. Di koran Tribun Kaltim tanggal 8 September 2008, terpampang tulisan besar bahwa para anggota DPRD Kaltim sudah mengajukan surat ke Pemprop Kaltim untuk minta pesangon karena mereka akan mengakhiri masa bakti tahun 2009 nanti. Mereka minta hadiah tanah dan mobil karena mereka mereka merasa "berjasa" atas pengabdiannya selama ini....
Artikel itu membuatku emosi....Inilah perilaku para petualang politik yang busuk dan tidak tahu diri... Ketika berkampanye mereka memberikan janji manis bahkan banyak yang pepesan kosong pada publik..Mereka berjanji akan berjuang untuk kesejahteraan masyarakat, tapi buktinya mereka hanya berjuang untuk melampiaskan nafsu ketamakan dan kerakusannya sendiri....
Aku nggak habis pikir akan kerakusan mereka itu...Di saat banyak masyarakat menderita karena kenaikan berbagai kebutuhan hidup, anggota DPRD yang selama ini bergelimang kemewahan masih minta-minta pesangon atau tali asih macem itu... Mereka sama sekali nggak punya emphaty terhadap penderitaan masyarakat...Dasar mental pengemis yang tidak tahu malu....

Friday, September 05, 2008

Kerusakan kecil hal biasa, kerusakan besar jadi proyek

Aku selama ini numpang ngantor di Kantor Gubernur Kaltim di Samarinda. Gedungnya lumayan besar (6 lantai). Pengelolaan gedung ini nampaknya diserahkan pada pihak ketiga (outsourcing). Beberapa hari ini ada hal kecil yang menarik bagiku, yakni sepotong lantai tegel di tangga ke lantai 2 terlepas dari posisinya. Kupikir, kalau tegel tersebut dibetulkan mungkin hanya perlu semen 1/4 kg.

Tapi kenapa dibiarkan saja ya?
apa karena nggak ada yang mengelolanya?
tapi mosok nggak ada pengelola, wong di kantor gubernur ada Biro Umum dan Perlengkapan serta ada perusahaan outsourcing....
atau nggak ada duitnya?
tapi mosok sih untuk beli semen 1/4 kg nggak mampu padahal APBD trilyunan rupiah,......
ataukah nggak sempat?
ah untuk mbetulin tegel lepas itu paling hanya perlu 5-10 menit dan cukup 1 orang saja...

Ataukah ini potret bahwa instansi pemerintah itu nggak punya pembagian kerja jelas?
ataukah memang ini sikap biasa lepas tanggungjawab?
ataukah ini cerminan sikap tidak peduli terhadap kerusakan kecil?
ataukah ini cerminan sikap tidak ada rasa memiliki terhadap lingkungan kerja sendiri?
ataukah ini cerminan sikap kerusakan kecil dibiarkan agar nanti kerusakan membesar dan bisa jadi proyek?

Padahal pasti banyak duit yang bisa dihemat kalo kerusakan2 kecil itu diperbaiki secepatnya tanpa menuinggu merembet jadi kerusakan besar. Mungkin lebih baik dana rehabilitasi yang bisa dihemat itu, bisa dialokasikan untuk membuatkan sekolah atau puskesmas atau fasilitas layanan umum bagi kaum miskin dan papa lainnya.....

Wednesday, September 03, 2008

Duit utang kok dihambur terus....

Di Kaltim, DPRD dan Pemda sedang bancakan (pesta) dengan bagi-bagi bantuan sosial.... Kasus anggota DPRD Kukar yang diperiksa dan dipaksa oleh KPK untuk mengembalikan uang Bansos nampaknya nggak membuat DPRD lain takut dan jera.... Di tingkat propinsi uang milyaran masih dihambur, padahal masih banyak warga miskin yang perlu dibantu dan disantuni mengingat salah satu tugas negara adalah melindungi fakir miskin, anak terlantar....
Belum lagi soal bansos, eh sudah ada isu tentang pemutihan kendaraan dinas yang sudah melebihi umur ekonomisnya. Dengan alasan sudah tidak efisien biaya pemeliharaan dan sebagai penghargaan atas pengabdian para pejabat, mobil dinas itu boleh dibeli oleh sang pejabat dengan harga bantingan (bisa separo bahkan sepertiga dari harga pasar). Ini adalah ketidak adilan !!! Seharusnya mobil itu dijual dengan harga pasar dan duitnya masuk kas negara/daerah, karena mobil itu juga dibeli dengan uang rakyat. Kalo harga bantingan itu dilakukan dengan alasan sebagai penghargaan atas pengabdian sang pejabat, ini juga nggak fair karena hanya sang pejabat yang diberi penghargaan? bagaimana dengan di tukang sapu, satpam, staf rendahan, pa mereka dianggap tidak "mengabdi" sehingga nggak diberi insentif semacam inventaris yang diputihkan itu?
Belum hilang isu itu, dipusat anggota KPU dengan tidak tahu malu malah mau ngelayap ke luar negeri, mau beli mobil baru dll. Pemerintah sendiri juga mau menaikkan gaji PNS. Saya setuju gaji PNS naik, tapi harus selektif. PNS yang kerjanya bener sangat berhak untuk dapat kenaikan
gaji. Tapi kalo PNS yang kerjanya nggak jelas, ya nggak usah naik gaji...
Menyakitkan memang, ketika banyak warga masyarakat terlilit kesulitan ekonomi, angka kemiskinan naik terus...masih banyak pihak yang hambur-hambur duit negara padahal duit tadi sebagian dari tetesan airmata warga miskin dan sebagian dari utangan yang menjadi tanggungan anak cucu....... Apakah ini memang saatnya untuk memulai street justice ya?