Thursday, October 09, 2008

Sungkeman di hari lebaran

Sungkeman merupakan acara bersalaman khususnya dari yang muda ke yang tua. Caranya adalah yang tua duduk di kursi atau bale-bale (amben), trus yang muda jongkok di lantai sambil menyalami setengah menyembah kepada pihak yang tua. Adapun kalau usianya sebaya, biasanya cukup bersalaman biasa saja. Acara sungkeman ini mungkin dipengaruhi budaya di daerah kami masih relatif paternalistik..

Ketika sungkeman tersebut, biasanya memakai bahasa Jawa halus (kromo inggil) seperti yang ada di dalam kethoprak. Pihak yang muda biasanya akan mengucapkan maaf lahir batin dengan bahasa halus misalnya: "Dalem ngaturaken sembah pangabektos kulo dumateng ibu, mbok bilih wonten klenta klentunipun atur dalem lan tingkah solah ingkang kirang mranani ing penggalih ibu, dalem nyuwun lumebering samudro pangaksami". (saya menghaturkan sembah bakti kepada ibu, bila selama ini ada kata dan perbuatan yang kurang berkenan di hati, saya mohon limpahan ampun dan maaf).

Pihak yang tua sendiri kemudian akan menjawab dengan saling memaafkan dan mendoakan agar keluarga yang muda tadi bisa bahagia, atau bisa momong anak dengan baik atau si anak bisa lancar sekolahnya dll. Ucapan orang yang lebih tua biasanya dalam bentuk bahasa jawa sedang, misalnya: "Semono ugo yo nak, wong tuwo sok akeh klera-klerune, sliramu sing enom sing akeh pangapurane. Ing dino bodo syawal iki, aku ndedonga mugo-mugo sliramu tansah pinaring raharjo, pinter momong putro lan tata tentrem sakabehe" (Demikian pula saya sebagai orang tua sering khilaf sehingga kamu yang muda diharap mau memberi maaf. Di hari lebaran ini saya berdoa semoga kamu bisa membimbing anak-anakmu sehingga bisa mewujudkan keluarga yang bahagia sejahtera).

Acara sungkeman itu sebagian masih berlangsung sampai sekarang. Namun dengan banyaknya sanak keluarga yang merantau ke luar daerah dan generasi sekarang kesulitan berbahasa jawa halus, maka bahasa yang digunakanpun sekarang sudah banyak yang bergeser ke bahasa Indonesia.

Kondisi yang berbeda, kujumpai di kampung istriku di daerah Brebes. walau masih sama-sama masuk wilayah Jawa Tengah tradisi di tempat istriku berbeda. Ketika lebaran, orang bersalaman begitu saja bahkan pake bahasa Jawa ngoko (kasar). Hal ini saya pikir dipengaruhi budaya di daerah istriku sudah relatif egaliter, seperti juga budaya masyarakat Banyumas.

2 comments:

papipuPEPOBH said...

matur suwun bro : sudah sharing ^^

Edy Marbyanto said...

sami-sami...sugeng riyadi nggih...