Tuesday, January 29, 2008

Cinta Jilid IV

Cintaku jilid IV bersemi ketika aku sudah lulus kuliah dan aku diterima bekerja di Yayasan Bina Swadaya tahun 1991. Saat itu sebagai karyawan baru, aku harus mengikuti on the job training selama 2 bulan di Diklat Bina Swadaya di Cimanggis, Jln. Raya Bogor Km. 30. Terdapat sekitar 8 karyawan baru yang ikut on the job training dan 2 diantaranya perempuan.

Salah seorang perempuan sebut saja Dahlia, telah mempesona hatiku. Gadis itu alim, berjilbab, cerdas, cantik, berkulit kuning, berkacamata, lincah, dewasa cara berpikirnya dan photogenic. Yang juga tak terlupakan adalah dia pintar memainkan gitar. Aku selalu terkenang saat jari lentiknya memainkan gitar sambil mendendangkan lagunya Rod Steward yang bertitel “I don’t want to talk about it” . Pokoknya mak nyuss membuat angan melayang terbayang wajah ayu nan jelita itu….

Meski kutahu dia sudah bertunangan, aku tidak bisa menipu diriku sendiri bahwa aku terpesona padanya….Lama-kelamaan, diapun merasa bahwa aku menaruh hati padanya… Kawan-kawanpun membaca gelagatku, dan mereka malah memberi angin padaku untuk mendekati Dahlia yang penuh pesona itu….

Sampai suatu ketika saat kami habis on the job training di lapangan (aku dapat lokasi di Klaten dan Dahlia di Bogor), kami harus menyusun laporan praktek lapang. Kelompokku (area Jateng) cepat menyelesaikan laporan karena laporan sudah kami cicil sejak di lapangan. Sedangkan kelompok Dalia (area Jabar), belum selesai menyusun laporan karena data-data kurang lengkap. Aku kemudian mendatangi Wisma B atau wisma perempuan tempat Dahlia dan seorang teman perempuan menginap, untuk membantu menyusun laporan itu. Di Wisma tersebut aku dan Dahlia menyusun laporan didalam kamar Dahlia dengan menggunakan mesin ketik manual (computer masih jadi barang mewah saat itu). Adapun teman perempuan Dahlia, menyusun laporan di kamar lain di wisma B itu…Untuk menghindarkan fitnah dan prasangka, aku dan Dahlia membuka pintu lebar-lebar kamarnya dan kami duduk bersebarangan…

Dalam kesunyian malam itu yang diiring oleh nyanyian jengkerik, sambil menulis laporan Dahlia membuka kata: “Ed, aku merasa selama ini sikapmu padaku kok agak lain sih… Aku merasa kamu memberikan perhatian khusus padaku. Apakah perasaanku ini yang salah? Ataukah apa sesungguhnya yang terjadi?” Melihat dia memulai membuka hatinya, ibarat elang di angkasa menyambar mangsa, aku segera menyambar pertanyaan yang kunanti-nanti itu. Keberanianku bergejolak dan membludak laksana air bah membobol benteng rasa minder dan sifat pemaluku. Kujawab; “Dahlia, aku tahu bahwa kamu sudah bertunangan. Namun aku tak bisa mengingkari nuraniku bahwa aku menyayangimu. Aku tahu, aku pasti ditolak…tapi aku tak peduli karena yang penting aku telah jujur pada nuraniku dan aku telah berusaha berbuat sesuatu untuk orang yang kusayangi walaupun hal yang kulakukan hanya memberikan seberkas perhatian padamu. Aku memimpikan aku bisa menyuntingmu, tapi aku sadar kau telah berdua dan aku tidak ingin merusak kebahagiaanmu bersama kekasihmu itu.”. Dahlia termangu mendengar jawabanku itu dan dia bilang: “Terima kasih Ed atas perhatian dan uluran kasihmu. Tapi itulah realita yang kita hadapi, aku sudah berdua…mungkin kalau aku belum berdua, keadaan akan lain jadinya…Meski demikian kita harus kembali ke realita hidup, kuharap kita akan terus senantiasa menjalin persahabatan dan persaudaraan ini”. Cintaku bertepuk sebelah tangan, namun aku lega karena aku telah berani mengungkapkan isi hati dan berani jujur terhadap diri sendiri….. Aku bahagia dan ikhlas menerima penolakan itu karena penolakan itu sudah kuprediksi sebelumnya dan aku meyakini bahwa cinta tak mesti bersatu….

Di malam yang semakin sunyi dan larut itu teman perempuan Dahlia pergi ke kamar kecil kemudian balik ke kamarnya. Tiba-tiba dengan tergopoh-gopoh dia datang ke ruangan kami dan bertanya: “Ed, tadi ada kawan yang masuk ke kamarku kah?”. Kujawab: “Kayaknya nggak ada tuh... Kenapa?”. Kawan tadi berkata: “Perasaanku tadi aku belum mengetik huruf “R”, tapi sewaktu aku kembali dari kamar mandi kok ada ketikan huruf “R” di kertasku. Jangan-jangan ada hantu di wisma ini”. Memang selama ini sering ada rumor cerita horror tentang hantu di wisma itu. Dahlia dan teman perempuan itu menjadi takut dan memohon padaku: “Ed, kamu malam ini tidur menemani kami di ruangan ini ya..”. Aku tiada kuasa menolak permintaan mereka yang ketakutan itu. (walau sesungguhnya aku juga sangat gembira karena bisa tidur sekamar berdua dengan pujaan hati he..he..he…). Di dalam kamar itu kebetulan ada dua ranjang, akhirnya Dahlia dan teman perempuannya tidur di satu ranjang dan aku tidur di ranjang lain yang bersebelahan. Paginya aku buru-buru bangun jam 04.30, dan sambil mengendap-endap aku balik ke kamarku karena takut digerebek Satpam penjaga Wisma he..he…he…

Setelah on the job training selesai, Dahlia ditempatkan di Bogor dan aku di Bumiayu – Brebes. Aku sempat mengantarnya ke terminal Cililitan. Tatkala berpisah kulihat matanya sendu…. Sejak saat itu aku jarang bertemu dengannya namun silaturahmi dan persahabatan kami tetap terjalin erat walau hanya melalui surat menyurat saja. Akhirnya setelah sekitar satu tahun, dia mengundurkan diri dari Bina Swadaya karena mau menikah dan ikut suami. Sayangnya aku tidak bisa memenuhi undangan untuk hadir dalam pernikahannya karena kesibukan kerja di lapangan saat itu….

Kudengar saat ini dia sudah berputera dan bekerja di Riau. Dahlia yang kucinta telah pergi, namun dia meninggalkan sejuta rasa bahagia di dada. Ya Tuhanku limpahkanlah kebahagiaan dan lindungan untuk Dahliaku tercinta….Tunjukkanlah kepadanya jalan hidup yang gemilang nan terang benderang….Percikkanlah surgamu untuk di setiap nafas kehidupan Dahliaku ….Now and forever….I can’t stop loving you…..

Cinta Jilid III

Kisah cintaku ini terjadi ketika aku sudah duduk di bangku kuliah tahun ke 4 (sekitar 1988-1989). Aku jatuh hati kepada seorang gadis yang masih termasuk family jauh keluargaku. Gadis yang sebut saja bernama Teratai ini berpenampilan sederhana, berperawakan ramping cenderung kurus, berkulit hitam manis dan beralis lebat.

Saat itu dengan mengumpulkan segenap keberanianku, aku mencoba untuk mengutarakan isi hatiku padanya. Berjuta harapan dan impian indah terhampar dalam anganku untuk menyunting gadis pujaan hatiku….

Namun harapan indah itu luluh lantak pecah berkeping-keping tatkala tahu bahwa keluarga gadis itu menolak kehadiranku karena keluargaku yang sederhana berbeda derajat dengan keluarga gadis Teratai yang lebih berada. Saat itulah aku baru merasakan pedihnya sebuah “cinta kasih yang tak sampai”. Siang malam selalu terbayang wajah pujaan hati. Dia selalu hadir dalam setiap jagaku maupun dalam tidurku….Kehancuran hatiku merupakan hal yang sulit untuk dilupakan dan disembuhkan. Hati bagai disayat-sayat sembilu bila terbayang raut wajah Teratai yang sendu itu…

Kuliahku sempat terbengkelai selama satu semester karena gundah gulananya hatiku. Setiap malam, aku begadang bermain kartu dengan teman-temanku, sedangkan di siang hari tidur bermalasan seharian. Semua itu kulakukan hanya untuk bisa melupakan kepedihan hatiku. Untunglah dalam kegundahanku hadir teman karibku SMP yang bernama Wiwi Waryanti. Mbak Wiwi-lah yang banyak memberikan support moral dan berhasil membangkitkan semangat hidupku…Bagiku Mbak Wiwi merupakan sahabat sejati yang berjasa besar dalam kehidupanku. Beliau yang mengembalikanku ke arah kehidupan yang benar dan mengajakku untuk bersikap rasional dan tidak cengeng. Aku berhutang sangat besar atas dukungan beliau ketika aku sedang dilanda keterpurukan….

Kepedihan hatiku ini membuatku trauma selama beberapa lama bahkan terkadang masih terkenang sampai sekarang. Tatkala kudengar lagu Boulevard, Knife atau Nothings gonna change my love for you, aku terkenang kepedihan hatiku saat itu karena peristiwa itu terjadi ketika lagu-lagu sentimentil itu masih sedang ngetop.

Sejak peristiwa itu terjadi (sekitar 20 tahun lalu), aku tidak pernah bertemu muka secara langsung dengan Teratai. Sekitar 2-3 kali aku melihat dia namun hanya dari kejauhan. Hubunganku dengan keluarganyapun menjadi renggang, apalagi aku sudah 15 tahun hidup di rantau. Memang benar kata pepatah bahwa mengakhiri cinta dengan persahabatan itu ternyata tidak mudah….

Saat ini Teratai konon sudah punya anak dua. Semoga Teratai menemukan cinta dan bahagia dalam keluarganya….. Tak lupa teriring doa untuk sahabat sejatiku Mbak Wiwi yang telah banyak memberikan sentuhan kasih warna cerah dalam kehidupanku…. You are my real best friend…….You make my world so colourful............

Monday, January 28, 2008

Cinta Jilid II

Ketika aku di kelas 3 SMA, aku merasa tertarik pada seorang kawan sekelasku yang sebut saja namanya “Melati”. Gadis itu berperawakan imut alias mungil, berkulit hitam manis, centil, lincah, cerdas dan alim. Rambutnya yang dikuncir ekor kuda menambah kelincahannya … Walaupun wajahnya sedikit dihiasi jerawat kecil, namun jerawat itu malah semakin mempermanis tampilan wajahnya….:-)

Karena aku pemalu, kepada Melati aku juga tidak berani ngomong langsung tentang perasaanku, namun aku menunjukkan perasaan kasihku padanya secara tidak langsung melalui tingkahku. Diapun kayaknya memberikan sinyal positif padaku. Suatu hari Melati mengunjungi rumahku yang di pelosok desa...tak terbayangkan alangkah bahagianya hatiku saat itu.....… Meski demikian kami tidak pernah berbicara tentang perasaan kami masing-masing secara terbuka.

Setelah lulus SMA, saya bertiga dengan kawan karibku bernama Prahanto dan Melati sama-sama mendaftar UMPTN di UGM di Jogja. Alhamdulillah kami bertiga lolos seleksi. Saya dan Prahanto diterima di FISIPOL UGM dan Melati di Fak. Hukum UGM. Kebetulan kampus kami juga berdekatan…

Namun karena kesibukan kuliah setelah beberapa lama aku tidak bertemu dengannya. Tahu-tahu kudengar kabar Melati sudah berhenti dari Fak Hukum dan pindah ke IKIP Karangmalang (sekarang bernama Universitas Negeri Yogyakarta). Dari beberapa rekan yang kuhubungi kemudian kudengar kabar pula bahwa dia hanya bertahan sebentar di IKIP Karangmalang karena dia mau menikah…

Sajak tahun 1985 sampai saat ini aku tidak pernah bertemu lagi dengan Melati. Kawan-kawan yang kuhubungipun kehilangan jejak dia yang bagai lenyap ditelan bumi. Kuakui bahwa sesungguhnya aku sangat mencintainya....Ah Melati….semoga dengan harummu kau bisa menemukan kebahagiaan abadi … Cintaku padamu walau tidak sempat bersemi, namun kan selalu kukenang sebagai bagian perjalanan indah hidup ini…..

Cinta Jilid I

Aku mulai tertarik kepada lawan jenis (perempuan) ketika aku duduk di bangku sekolah SMP. Saat itu ada kawan sekolah sebut saja namanya “Bogenville” yang telah memikat hatiku. Gadis itu langsing, tinggi semampai, berkulit kuning, rambut lurus dipotong pendek, cuek dan suka pakai rok span sehingga dimataku, tampilan dia sangat sporty… Cilakanya, meski aku tertarik padanya namun aku tidak berani mengungkap isi hati karena saat itu aku sangat pemalu… Sikap dia yang cuek membuat aku tambah minder kepadanya…

Waktu terus bergulir hingga kami lulus SMP. Saat itu dia melanjutkan sekolah SPG di Ambarawa (dekat Semarang) dan aku sekolah di SMA di Muntilan. Untunglah seorang tetanggaku satu sekolah dengannya di Ambarawa. Tetanggaku itulah yang kemudian jadi “tukang pos” surat kami. Dari surat menyurat yang mengalir sebulan sekali, saat aku kelas 2 SMA dia mengirim sepucuk surat yang pada intinya mengatakan:” Edy, hubungan persahabatan kita sudah berjalan beberapa tahun. Maukah kau meningkatkan hubungan kita ke arah yang lebih serius?”

Menerima surat itu, aku jadi bingung. Aku bingung karena kami berbeda agama dan aku juga merasa saat itu aku masih belum cukup dewasa. Setelah menimbang beberapa lama, kubalas surat itu dengan bahasa halus dan kusampaikan bahwa: “Bogenville, kita adalah generasi mudah harapan nusa dan bangsa. Perjalanan masa depan kita masih jauh. Kupikir belum saatnya kita merajut tali kasih di antara kita”.

Selang beberapa hari dia membalas suratku dan aku merasa dia agak shock atas penolakanku itu namun dia memahami alasanku untuk belum mau berhubungan kasih dengannya. Sejak saat itu, sampai saat ini saya tidak pernah bertemu lagi dengannya walaupun saya sebenarnya sangat ingin untuk menjalin dan memelihara tali persahabatan dengannya. Terkadang aku menyesali penolakanku itu karena aku kuatir penolakan yang sudah kuusahakan sehalus mungkin itu masih membuat perasaannya terluka dan sulit disembuhkan….Semoga saat ini Bogenville telah menemukan kebahagiaan cintanya yang sejati….