Wednesday, March 24, 2010

Kidung yang Indah

Bel Canto: Kidung yang Indah
oleh: Ann Patchett
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2004
ISBN 979-22-0767-8
496 halaman

Sebuah novel dengan setting sebuah negara Amerika Latin. Sebuah pesta diselenggarakan oleh pemerintah sebuah negara di rumah Wapres untuk merayakan ulang tahun calon investor besar dari Jepang (Mr. Hosokawa). Pesta untuk menarik hati Mr Hosokawa dimeriahkan dengan kehadiran Ms. Roxane Coss, penyanyi Orkestra favorit Mr. Hosokawa. Pesta berubah menjadi kekacauan dengan adanya serbuan teroris yang menyandera para tamu yang. Untunglah teroris itu teroris yang “lunak” dan tidak banyak menggunakan kekerasan. Teroris yang berjumlah sekitar 20 orang, dipinpin 3 jendral dan anggotanya sebagian besar terdiri remaja 13-17 tahun, kemudian membebaskan sandera kaum perempuan, anak-anak dan orang sakit. Akhirnya dari sandera yang semula berjumlah 200 orang, akhirnya tinggal 40 orang saja yang terdiri dari berbagai kebangsaan seperti amerika, rusia, jerman, prancis, jepang dan wapres dari negara itu.

Dalam kurun waktu penyanderaan yang lebih 1 bulan akhirnya muncul kisah-kisah manusiawi seperti munculnya kisah cinta Mr. Hosokawa dengan Roxane, kisah cinta penterjemah Mr. Hosokawa yang beernama Gen Watanabe dengan Carmen (teroris remaja perempuan), kisah persahabatan yang tulus antara remaja Ismael dengan Wapres, kisah Cesar yang punya bakat alam menyanyi dan kemudian jadi murid Roxane, kisah Ismael yang punya talenta dalam main catur dan kisah Carmen yang ingin belajar kuat dalam hal bahasa dll...Proses persahabatan yang tulus yang mulai bermunculan, akhirnya hangus oleh serbuan tentara anti teroris yang tidak pandang bulu menyikat habis para teroris....Teroris remaja yang sedang belajar memahami arti kehidupan akhirnya tumpas di ujung peluru.....

Sebuah novel yang bisa dijadikan pengisi waktu luang... walaupun secara kualitas, isi dan bahasanya kurang bernas...banyak kejadian yang sifatnya tempelan-tempelan keberuntungan dan kurang menegangkan serta kurang menggugah emosi......

Monday, March 22, 2010

Profil Kawasan Lindung Sungai Lesan dan Rencana Strategis Periode 2006-2008

Profil Kawasan Lindung Sungai Lesan dan Rencana Strategis Periode 2006-2008
Edy Marbyanto (Penyunting)
Badan Pengelola Kawasan Lindung Habitat Orangutan di Sungai Lesan
Tanjung Redeb – Berau, 2006
94 halaman

Dalam rangka pelestarian hutan dan lingkungan, Pemerintah Kabupaten Berau melalui Perda Nomor 3 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Berau Tahun 2001 – 2011 telah mengalokasikan 31% dari seluruh wilayah daratan (685.332 ha) merupakan Kawasan Lindung. Salah satu daerah yang diusulkan menjadi Kawasan Lindung dalam RTRWK tersebut adalah wilayah hutan di Sungai Lesan yang memiliki luasan sekitar 12.192 ha. Beberapa alasan yang melatar belakangi pengusulan wilayah hutan Sungai Lesan menjadi Kawasan Lindung adalah: (a) Kawasan tersebut merupakan habitat satwa langka seperti Orangutan (b) Kawasan hutan Sungai Lesan memiliki tingkat bahaya erosi yang cukup tinggi (c) Kawasan hutan Sungai Lesan yang terletak di DAS Kelay merupakan daerah tangkapan air dan pengendali banjir bagi wilayah bawahnya termasuk kota Tanjung Redeb (d) Kawasan ini juga sangat dekat dengan perbatasan antara Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur, yang juga memiliki kawasan dengan populasi Orangutan yaitu di Kelompok Hutan Wehea (Wahau).

Sebagai tindaklanjut dari pelestarian Kawasan Lindung Sungai Lesan, pada tanggal 7 Oktober 2004 telah diterbitkan Surat Keputusan Bupati No. 251 tahun 2004 tentang Pembentukan Badan Pengelola Kawasan Lindung Habitat Orangutan di Sungai Lesan, yang anggotanya berasal dari berbagai unsur (multi stakeholder). Untuk memberikan arah yang lebih jelas bagi Badan Pengelola dalam menjalankan tugas dan fungsinya, pada tanggal 13-15 Desember 2005bertempat di Pulau Derawan telah diselenggarakan Lokakarya Penyusunan Rencana Strategis Pengelolaan Hutan Lindung Sungai Lesan. Lokakarya ini diikuti oleh sekitar 50 orang dari unsur Pemerintah, Masyarakat, Perusahaan Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat dan dunia pendidikan. Dalam lokakarya ini telah disepakati Visi Pengelolaan kawasan Lindung adalah:” Terwujudnya Kelestarian Hutan Lindung Sungai Lesan sebagai Habitat Orangutan dan mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat”. Untuk mewujudkan Visi tersebut, Misi yang ditempuh adalah: (a) Mempertahankan Fungsi Hutan Lindung Sungai Lesan sebagai habitat orangutan dan daerah tangkapan air serta daerah perlindungan flora dan fauna (b) Meningkatkan kapasitas para pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari (c) Mengembangkan pola pengelolaan hutan lindung yang partisipatif dan kolaboratif (d) Melakukan pemberdayaan sosial ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan (d) Melakukan monitoring dan evaluasi pengelolaan Hutan Lindung Sungai Lesan (f) Mengembangkan sistem pendanaan mandiri dan berkelanjutan untuk pengelolaan hutan lindung sungai Lesan dan (g) Menyiapkan infrastruktur dan sarana pendukung pengelolaan kawasan.

Dalam upaya menggapai Visi tersebut, Nilai-nilai Dasar atau core value yang dipegang teguh adalah; (a) Kelestarian (b) Keadilan (c) Kemitraan (d) Partisipatif (e) Transparansi dan (f) Kemandirian. Visi dan Misi yang ada, dijadikan acuan untuk menetapkan Tujuan (target 3 tahun) dan Sasaran (target tahunan). Dari beberapa item Tujuan dan Sasaran, item Penetapan dan Pemantapan Kawasan, Penguatan Kapasitas Internal Badan Pengelola dan Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat merupakan kebutuhan prioritas yang perlu segera ditangani dalam jangka pendek. Apabila status kawasan sudah jelas, Badan Pengelola sudah solid dan partisipasi masyarakat sudah terbangun maka upaya-upaya teknis pelestarian dan pengelolaan kawasan akan lebih mudah dilakukan. Suatu hal yang perlu dicatat adalah dinamika kebijakan maupun dinamika yang ada di lapangan seringkali cukup tinggi. Oleh karena itu aplikasi Rencana Strategis dalam kegiatan lapangan perlu disesuaikan dengan perkembangan yang ada.

Laporan kegiatan Pengelolaan Hutan Lindung Sungai Lesan Tahun 2008

Anonim
Laporan kegiatan Pengelolaan Hutan Lindung Sungai Lesan Tahun 2008
Pemerintah Kabupaten Berau, BP Lesan, The Nature Conservancy dan World Education.
18 halaman

Untuk mendukung pelestarian Hutan Lindung Sungai Lesan, Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai lesan bekerjasama dengan mitra (The Nature Conservancy dan World Education) telah menyelenggarakan berbagai upaya yang meliputi: (1) Penelitian (sarang orangutan, monitoring illegal logging, keterbukaan kawasan, burung bangau storm); (2) pemberdayaan masyarakat (pemetaan tata guna lahan partisipatif, perencanaan desa, keuangan mikro, pelatihan pertanian); (3) kampanye lingkungan (kotbah konservasi, kunjungan sekolah, promosi media massa nasional, radio komunitas, lomba-lomba); (4) Kunjungan peneliti dan tamu asing.
Laporan ini sifatnya deskriptif dan sederhana sehingga jangan diharap terlalu banyak analisis didalamnya karena memang hanya dimaksudkan sebagai laporan kegiatan semata.

Friday, March 12, 2010

Di Balik Sarung Presiden

Di Balik Sarung Presiden: Pledoi Sufi dari Matador hingga Kalijogo
Muhammad Luqman Hakiem
Penerbit Pustaka Ciganjur , Jakarta 2001
210 halaman

Buku ini merupakan kumpulan rubrik di Harian Rakyat Merdeka pada tahun 2001 dengan setting gejolak menjelang lengsernya (impeachment) Gus Dur dari kursi kepresidenan. Luqman Hakiem yang konon mendalami sufi mencoba menelaah langkah zigzag dari Gus Dur yang selama ini seringkali susah dipahami orang awam. Penulis menyoroti bahwa selain penghargaan terhadap pluralisme, langkah-langkah Gus Dur banyak dipengaruhi oleh pendekatan kultural yang begitu kental. Selain itu, visi kebijakan pemerintahan Gus Dur dengan “daya linuwih-nya” dipandang secara sufistik sebagai langkah-langkah menuju pada pelaksanaan kodrat pembawa rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil’alamin).

Dalam buku ini terdapat beberapa logika dan kalimat mutiara sufisme yang cukup menarik. Meski demikian karena penulis kayaknya merupakan “pengagum berat Gus Dur”, buku ini terkesan melakukan pembelaan yang agak membabi buta tanpa mencoba melihat dan menganalisis logika serta argumentasi lawan politik Gus Dur secara jernih. Akhirnya buku ini jadi terjebak dalam Hitam dan Putih. Apa yang dilakukan oleh Gus Dur kelihatan menjadi PUTIH (benar) semua, sedangkan yang dilakukan oleh lawan Politik Gus Dur menjadi HITAM (salah) semua....Padahal realitas kehidupan menunjukkan bahwa HITAM PUTIh terkadang bersifat sementara dan juga banyak aneka warna lain di kehidupan ini

Sunday, March 07, 2010

Siddhartha, sebuah novel

Siddhartha
Hermann Hesse
Penerbit Jejak,
Yogyakarta Oktober 2007
224 halaman

Herman Hesse merupakan peraih Nobel sastra tahun 1946 dari Jerman. Beliau aktif menyuarakan perdamaian dan anti perang.

Dalam novel yang bersetting agama Buddha ini diceritakan Siddharta yang muda dan tampan rela meninggalkan keluarga, sahabat, status sosial dan sang Buddha demi memperoleh pencerahan diri. Dia rela menanggalkan status brahmin (kasta yang tinggi) untuk bergabung dengan kaum “samana”. Kaum ini berusaha untuk mematikan nafsu duniawi dengan hanya berpakaian minim seadanya, makan dari hasil meminta-minta dan tidur didalam dekapan alam beratapkan bintang rembulan. Setelah bergabung dengan kaum Samana, Siddhartha kemudian berjumpa dengan sang Gotama (Buddha), Namun perjumpaan tersebut belum mampu menjawab pertanyaan batin Siddhartha sehingga dia terus mencari dan mencari. Dalam perjalanannya dia kemudian terus belajar menemukan pencerahan dengan berguru dan bercinta dengan Kamala yang merupakan seorang pelacur kelas tinggi. Siddhartha juga kemudian belajar menjadi kaum pedagang yang berorirentasi pada kehidupan duniawi. Siddharta belajar mengeruk harta sebanyak-banyaknya, belajar berjudi, mabok dan lain sebagainya.

Semua proses belajar itu ternyata belum berhasil menjawab pertanyaan batinnya, sampai akhirnya dia bertemu seorang tukang sampan yang hidup di pinggir sungai dan bekerja sehari-hari untuk melayani orang yang mau menyeberangi sungai itu. Dari persahabatan yang tulus inilah kemudian Siddharta belajar menemukan dirinya. Dia akhirnya belajar dari alam (“sungai”) tentang makna dan tujuan hidup... mau menunggu, mau mendengarkan, bersabar, melayani dan senantiasa bergerak berpikir dari hulu ke hilir dengan dinamika yang ada.....

Secara umum novel ini cukup menarik dari sisi alur cerita dan bahasa yang indah. Salah satu kekurangannya adalah dalam novel yang bersetting agama Buddha ini terdapat beberapa istilah yang belum diterjemahkan sehingga mungkin akan menyulitkan pembaca yang tidak memiliki banyak pengetahuan tentang agama Buddha.

Peraturan Perundangan terkait dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

Peraturan Perundangan terkait dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
Ali Djajono, Roosi Tjandrakirana & Lilit Siswanty
Departemen Kehutanan – GTZ Forclime
Jakarta, Desember 2009
39 halaman

Buku ini memuat beberapa regulasi yang menjadi acuan pembentukan KPH. Regulasi tersebut antara lain;
(1) UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Psl 17, 21, 22,
(2) PP 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan Psl 26-32,
(3) PP 6 tahun 2007 jo PP 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan Psl 1-16, 21, 40, 42, 60-65, 71-73, 75-77, 79, 81, 83, 86, 89, 93, 96, 123, 140-141,
(4) PP 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lampiran AA Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan) Sub bidang 8-11, 16-18
(5) Permenhut No. P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Psl 1-16.

Karena sarat dengan regulasi kehutanan, maka buku ini mungkin hanya akan bisa dipahami oleh pembaca yang memang mempunyai pemahaman di bidang kehutanan. Sebuah refleksi terhadap buku ini adalah dari regulasisektor kehutanan di Indonesia sebenarnya sudah sangat banyak, tetapi mengapa pengelolaan hutan di Indonesia masih buruk? Saya kuatir kita saat ini terjebak dalam suatu kondisi yang oleh Reinald Khazali disebut: “kita menyukai pendekatan struktural tapi melupakan pendekatan kultural”. Kita sering membuat peraturan baru, organisasi baru, struktur baru dsb tapi kita lupa melakukan upaya bagaimana mendorong peraturan dan organisasi agar bisa berjalan secara efektif dan efisien.

Tanya Jawab Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

Tanya Jawab Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
Departemen Kehutanan
Departemen Kehutanan – GTZ Forclime
Jakarta, November 2007
16 halaman

Buku ini berisi tentang penjelasan singkat mengenai konsep Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang sedang dikembangkan oleh Departemen Kehutanan (Dephut). Dalam konsep KPH, wilayah hutan berdasarkan ekosistem Daerah Aliran Sungai dibagi dalam satuan-satuan KPH. KPH ini nanti akan ditangani oleh suatu organisasi KPH yang tugasnya akan fokus pada penanganan kegiatan teknis kehutanan di lapangan. Dengan demikian KPH nantinya tidak akan overlapping dengan tugas Dinas Kehutanan yang akan lebih fokus pada penanganan pelayanan administrasi pengurusan (perijinan) dan supporting bagi KPH dalam menjalankan tugasnya.

Karena sifatnya booklet, buku ini tidak mengupas banyak hal didalamnya. Seperti konsep KPH yangdiadopsi oleh Dephut ini apakah berasal dari konsep KPH yang dikembangkan oleh Perum Perhutani di Jawa? Ataukah konsep ini berasal dari konsep KPH yang pernah dikembangkan oleh Proyek KPHP (kerjasama dengan ODA England di Kalteng/Kalbar tahun 1995an)?

Walaupun konsep KPH ini dilandasi semangat untuk memperbaiki pengelolaan hutan di Indonesia di masa depan, namun penerapannya kayaknya tidak akan mudah. Selain persoalan SDM yang profesional yang terbatas jumlahnya, persoalan pembentukan organisasi KPH di daerah juga membutuhkan bimbingan yang serius agar organisasi tadi mampu menjalankan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) secara konsisten. Persoalan lain adalah sbeerapa jauh konsep ini akan diterima oleh Pemerintah daerah (khususnya kabupaten/Kota)? Pembentukan KPH yang lebih difokuskan di tingkat propinsi, apakah tidak akan memunculkan resistensi dari Pemkab/Pemkot yang merasa terusik kewenangannya?

Thursday, March 04, 2010

PROGRAM KEHUTANAN NASIONAL (PKN)

Program Kehutanan Nasional (PKN)
Departemen Kehutanan – GTZ SMCP
Jakarta, 2006
14 halaman.

PKN merupakan sebuah pendekatan antar sektor yang dilakukan oleh suatu negara untuk mengelola hutan secara lestari di tingkat nasional, daerah maupun unit manajemen. Tujuan PKN ini adalah: (1) menerapkan pendekatan antar sektor untuk mengatasi konflik antar pemangku kepentingan, (2) membangun kesadaran dan komitmen untuk pengelolaan hutan lestari, (3) meningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan dari para pemangku kepentingan, (4) mendorong kemitraan di tingkat lokal, nasional dan internasional, (5) menggerakan dan mengorganisasikan program dari berbagai pemangku kepentingan, (6) merencanakan dan melaksanakan berbagai program kehutanan sebagai bentuk kontribusi dalam inisiatif pembangunan nasional dan global.

Prinsip dalam PKN ini antara lain: (1) Kedaulatan Negara, (2) Kelestarian Sumberdaya Hutan, (3) Partisipasi dan Kemitraan, (4) Pendekatan holistik dan antar sektor, (5) Proses yang berkesinambungan dan iteratif/adaptif, (6) Peningkatan kapasitas (7) reformasi kebijakan dan kelembagaan (8) Konsisten dengan perencanaan pembangunan nasional dan inisiatif global (9) penyadaran (10). Penggalangan Komitmen Nasional (11) Komitmen Internasional sebagai acuan.

Kegiatan dalam PKN: (1) Pernyataan nasional mengenai hutan (2) Telaah sektor (3) Reformasi kebijakan dan peraturan (4) Penyusunan Strategi (5) Penyusunan Rencana Aksi (6) Program Investasi (7) Program Pengembangan Kapasitas (8) Sistem Monev (9) Mekanisme koordinasi dan partisipasi.

Secara pribadi, saya terkadang ragu dengan program atau terobosan baru seperti PKN ini. Karena selama ini sudah terlalu banyak contoh gembar-gembor program yang ternyata tidak ditindak lanjuti dengan serius pada tataran implementasinya...just NATO...No Action Talking Only...

Wednesday, March 03, 2010

BIMALA

Bimala
Karya: Rabindranath Tagore
Penerbit Jejak, Yogyakarta 2008
284 halaman

Novel ini ditulis oleh Tagire yang merupakan pemenang Nobel Sastra tahun 1913. Tagore bersama Gandhi juga merupakan sepasang sosok guru bangsa yang sangat berpengaruh di India.

Novel Bimala ini mengambil setting dunia ningrat India di sekitar tahun 1908 ketika gerakan swadhesi (cinta produk dalam negeri) mulai digulirkan di India. Seperti kisah perjuangan lainnya, dalam gerakan swadhesi ini juga terdapat aliran revolusioner yang ingin mendorong proses perubahan secara fundamental dalam tempo yang singkat. Gerakan ini terkadang menjadi gerakan yang “machiavelian” atau menghalalkan segala cara untuk mewujudkan perubahan itu. Karena tidak punya landasan moral yang kokoh, gerakan ini juga mudah ditunggangi oleh kepentingan para pimpinan yang mengatasnamakan rakyat.

Di sisi lain, dalam gerakan swadeshi terdapat kalangan pro perubahan evolusioner. Gerakan ini memakai cara-cara anti kekerasan dan mendudukan etika universal ataupun etika agama (settingnya: Hindu) sebagai pilar gerakan. Bahwa perubahan harus dimaksudkan untuk menuju pada kebenaran dan bukan menciptakan penindasan baru.... Ending dari cerita ini gerakan moral-lah yang akhirnya memenangkan pertarungan itu...

Novel yang diterjemahkan dari bahasa Inggris ini mempunyai alur yang enak dinikmati, gaya bahasanya padat dan penuh mutiara filsafat yang bisa dijadikan sumber pembelajaran dalam kehidupan ini....

Tuesday, March 02, 2010

Berapa Kali Pria Pikirkan Seks dalam Sehari?

By Petti Lubis
2 Maret 2010

VIVAnews - Berdasarkan penelitian terbaru dari badan survei www.Onepoll.com, menghasilkan fakta mengejutkan. Ternyata, kebanyakan pria memikirkan seks 13 kali sehari (total 4745 kali selama setahun). Jadi, bisa dibilang pria memikirkan seks hampir 5000 kali selama setahun.

Bahkan, hasil survei yang melibatkan 3000 responden ini menyatakan, hal pertama kali yang muncul di benak pria ketika bangun tidur adalah seks. Maka itu, jika suami memandang Anda penuh gairah di pagi hari, Anda sudah bisa menebak apa yang ada di pikirannya.

Juru bicara dari salah satu badan online ini menyatakan: "Sebenarnya, bukan hal langka lagi, pria dianggap sering memikirkan tentang seks. Tapi, fakta ini terbilang cukup megejutkan."

Tampaknya, kesimpulan dari hasil survei mengungkapkan, bagian terbesar dari otak pria adalah dorongan seks. Entah itu, pria dalam kondisi buruk atau sedang mengalami stres.

Sebagai perbandingan, wanita memikirkan seks hanya 5 kali sehari (total 1825 kali selama setahun).

Namun, dalam hal aktivitas bercinta, pria rata-rata melakukannya 2 kali seminggu atau 104 kali selama setahun. Dan, hampir tiga perempat responden mengaku tidak masalah dengan frekuensi ini. Selain itu, hasil survei juga mengungkap, 43 persen pria mengaku lebih sering punya inisiatif untuk mengajak bercinta.

Peneliti pun menyimpulkan, satu dari tiga pria merasa makan malam romantis dan pijat sensual bisa meningkatkan gairah bercinta. Sedangkan bagi wanita, memasang musik romantis dan memasakkan makanan favorit pasangan bisa sebagai sinyal ajakan bercinta.

Menguak Tipe Pria yang Tak Pernah Selingkuh

Tipe Pria yang Tak Pernah Selingkuh
By: Petti Lubis, Lutfi Dwi Puji Astuti
Selasa, 2 Maret 2010


VIVAnews - Berdasarkan sebuah penelitian, pria yang tergolong cerdas cenderung tidak akan mengkhianati pasangan mereka. Ini merupakan hasil sebuah analisis baru yang menunjukkan tren sosial.

Peneliti di sebuah universitas di Inggris menemukan, pria dengan IQ lebih tinggi akan lebih setia pada pasangannya dan selalu menjunjung tinggi nilai monogami dibandingkan pria lain yang IQ-nya tergolong rendah.

Namun, dari hasil penelitian ini, hubungan antara moralitas seksual konvensional dan intelektualitas tidak tercermin pada wanita. Para peneliti tidak menemukan bukti bahwa wanita yang IQ-nya lebih tinggi memiliki sikap sama seperti pria cerdas dengan IQ tinggi.

Pola-pola kesetiaan justru hanya ditemukan dalam diri pria yang diteliti oleh Dr. Satoshi Kanazawa dari London School of Economics pada jurnal yang dipublikasikan di 'Psikologi Sosial Quarterly' edisi Maret. Sebagai bagian dari studi, Dr. Kanazawa menganalisis dua survei utama AS yang dipastikan sikap sosial dan IQ dari ribuan remaja dan orang dewasa.

Dia menyimpulkan: "Sebagai analisis empiris menunjukkan, pria yang lebih cerdas cenderung lebih monogami dan selalu menjunjung nilai eksklusivitas seksual dibandingkan dengan pria kurang cerdas alias ber-IQ rendah."

Dr. Kanazawa juga mengklaim, korelasi antara kecerdasan dan monogami pada pria memiliki asal-usul dalam perkembangan evolusioner. Menurutnya, eksklusivitas seksual adalah sebuah "evolusi novel" kualitas yang bermanfaat bagi orang-orang di zaman purba, yang diprogram untuk mengetahui tingkat kesetiaan seseorang.

Dunia modern tidak lagi menganugerahkan keuntungan evolusioner untuk orang-orang yang memiliki beberapa mitra seksual, tetapi hanya orang-orang cerdas yang mampu melepaskan beban psikologis spesies mereka dan mengadopsi cara-cara baru berperilaku.

Berdasrkan studi ini "evolusi novel" merupakan kualitas yang lebih umum di kalangan orang-orang dari kecerdasan yang lebih tinggi.

Termasuk golongan manakah anda?