Sunday, February 21, 2010

In memoriam Ibu Mertua (4)

Surat cintaku itu....

Ibu mertuaku menghabiskan sebagian besar waktunya dengan mengabdi menjadi Guru dan kemudian menjadi Kepala Sekolah SD. Beliau juga aktif di organisasi perempuan Muhammadiyah yang dikenal dengan Aisyiah ataupun di PKK. Dalam hal keluarga, belaiu cukup produktif dengan punya anak 4 laki-laki dan 5 perempuan. Konon kalau tidak ikut program sterilisasi, mungkin jumlah tersebut akan bertambah lebih banyak. Istriku sendiri anak nomor 7.

Dengan jumlah tanggungan yang cukup banyak dan penghasilan agak terbatas (gaji guru saat itu minim) maka ibu menjadi sangat disiplin dalam mengelola uang. Karena aktif di organisasi keagamaan beliau menjadi figur yang relijius dan disiplin dalam perilaku, misalnya setiap jam 21.00 malam semua anaknya harus sudah masuk rumah. Bila ada anaknya yang masih belum pulang ke rumah pada jam 21.00 maka beliau akan keliling kampung mencarinya. Nah, istriku dulu sering agak bandel dan melanggar aturan ini sehingga istriku sering kena jewer he..he...

Beliau juga disiplin dalam mengawasi lingkungan pergaulan putra-putrinya. Pernah suatu saat surat cintaku pada pacarku (yang anaknya no 7 itu) yang kukirim via pos (walau rumah kostku hanya berjarak 15 meter dari rumahnya), oleh pak pos diberikan pada ibu mertuaku. Tapi konon kata istriku beliau sempat tergelak-gelak membaca surat cintaku itu karena surat cintaku itu kubuat seperti format surat perjanjian resmi. Seingatku judul suratnya surat pernyataan, pada tanggal...bulan.,..tahun..., saya yang bertanda tangan dibawah ini,,,,,, jatuh cinta secara resmi kepada pihak kedua...... dst-dst.... Surat itu kububuhi materai.......makanya beliau tergelak-gelak sambil berujar apakah saya ini guyon atau serius.

Di hari berikutnya sayapun masih memberondong istriku dengan surat cinta.... karena saya rajin kirim surat cinta, maka beliau berusaha mendapatkan informasi tentang kesungguhan hatiku. Beliau sering mengajak ngobrol tetanggaku yang memiliki warung kecil dan aku biasa nongkrong disitu. Pemilik warung itulah yang menjadi penghubung saya dengan ibu calon mertua tadi. Setelah ibu mertua mendapatkan keyakinan bahwa saya serius maka ibu mendorong anaknya nomor 7 untuk menerima cintaku. Beliau juga meminta Bapak calon mertua untuk memanggilku untuk menanyakan keseriusanku. Hatiku berbunga-bunga menerima undangan bapak calon mertua. Sehabis shalat isya, saya menghadap Bapak calon mertua dan beliau menanyakan kesungguhan saya untuk berhubungan dengan anaknya yang no. 7. Dengan penuh percaya diri kujawab bahwa saya serius menjalani hubungan pacaran itu, sebagai proses untuk berumah tangga nanti.

Sejak saat itu resmilah aku menjadi pacar bagi anakmnya yang nomor 7. Aku biasa apel di malam minggu walau dibatasi sampai jam 9 malam. Tapi pernah suatu ketika jam tanganku rusak dan saat itu menunjukkan jam 20.30. Karena merasa masih sore maka aku asyik ngobrol ditemani doi dan calon kakak ipar perempuan. Tapi aku sedikit tidak enak karena ibu calon mertua bolak-balik dari kamar ke pintu dan melongok ke luar. Ternyata setelah aku lirik jam di rumah calon mertua. Saat itu sudah menujukkan jam 22....pantesan ibu calon mertua bolak-balik karena diua mau ngusir aku nggak enak kali ha..ha.,....ha...

Sesuai janjiku untuk serius, 5 bulan setelah kami pacaran bapakku dan kakak sulungku bersilaturahmi ke rumah doi dan beberapa bulan kemudian kami tunangan. Akhirnya pada tanggal 15 Mei 1995, kami menikah. ... ah kenangan manis yang tidak kan terlupakan dari ibu mertuaku......

In Memoriam ibu mertua (3)

Menantu kesayangan

Di waktu lalu kalau saya pulang ke Bumiayu, ibu mertuaku biasanya menyambut gembira. Beliau biasanya lalu sibuk di dapur untuk memasak atau memesankan makanan kesukaanku seperti sate kambing muda yang maknyusss itu. Beliau di tiap pagi juga menungguin bakul kue untuk membelikan pisang rebus kesukaanku. Bahkan beliau sendiri yang membuatkan dan menghidangkan minuman teh untukku.

Melihat perlakuan istimewa ibu mertua pada diriku maka aku sering disebut sebagai salah seorang “menantu kesayangan” beliau. Saya sendiri terkadang “rikuh” (tidak enak hati) namun sakaligus bahagia dengan perlakuan ibu mertuaku tadi. Sebenarnya tidak ada hal istimewa yang kulakukan pada ibu sehingga beliau bersikap sangat sayang kepadaku. Mungkin karena sejak awal pacaran kami sudah direstui dan kami kelihatan bahagia maka beliau juga menjadi bahagia karena “pilihan” beliau tidak salah. Beliaulah yang juga mendorong istri saya untuk menerima cintaku saat saya memberondong mantan pacarku (yang akhirnya jadi istriku) dengan puluhan surat cinta....

Saya sendiri dengan tulus memperlakukan ibu mertua layaknya ibu kandung sendiri. Kami karena tinggal jauh di Jakarta dan kemudian pindah ke Samarinda, maka secara rutin kami bersilaturahmi via telepon ke beliau. Atau 2 tahun sekali kami pulang kampung untuk menengok beliau dan keluarga besar di Bumiayu. Kalau ada adik atau ponakan yang nganggur cari kerjaan, kamipun menyediakan tempat di samarinda untuk berlatih berjuang mencari harapan. Kalau punya sedikit rejeki, kamipun berbagi khususnya kalau ada hal-hal yang mendesak. Jadi sebenaranya tidak ada hal yang istimewa kulakukan untuk meraih kasih beliau...mungkin chemistry kami dengan beliau yang nyambung maka hubungan kami menjadi sangat erat.

Kalau pas di rumah mertua, aku suka membuat ibu jengah. Sehabis makan biasanya aku segera cuci piring dan gelas yang menumpuk. Melihat itu biasanya ibu jengah dan berteriak-teriak kepada istri atau kakak iparku perempuan karena aku dibiarkan mencuci piring sendiri padahal ada perempuan di rumah itu. Akhirnya istriku memberikan penjelasan bahwa hobbyku di rumah memang cuci piring maka dia sengaja memberi kesempatan padaku untuk cuci piring di rumah mertua...ah, ibu banyak kenangan indah yang telah kudapatkan darimu....Kami tulus menyayangimu ibu........

In Memoriam Ibu Mertua (2)

Makanan pesanan ibu

Sejak kami tiba sepuluh hari sebelum lebaran 2009, ibu yang kondisinya sakit-sakitan mulai berangsur membaik dan mau makan beberapa suap dan minum obat. Istriku sangat gembira sehingga secara rutin ibu dibuatkan juice buah. Karena kondisinya membaik ibu juga mulai minta disediakan makanan tertentu. Saya sendiri tanpa diminta, sering berinisiatif cari kue atau buah untuk ibu mertua tercinta.

Mengenai makanan pesanan ibu, saat itu ibu pernah minta dibikinkan "lotis" (rujak buah dengan sambal cabe rawit). Kami semua mengingatkan bahwa ibu masih sakit sehingga jangan makan makanan yang terlalu keras dan asam. Tapi ibu tetap bersikeras memintanya, akhirnya saat itu disediakan buah jambu air yang manis dan bengkuang yang segar yang sudah diiris-iris kecil. Beliau sempat memakannya beberapa potong.

Suatu saat beliau minta dibelikan "ketan pencok" (ketan yang ditumbuk dengan serundeng kelapa sebagai bumbunya). Saya dan istri berusaha mencari ke penjual pencok dan mendapatkannya. Ibupun kemudian memakannya beberapa potong. Di saat lain ibu meminta ayam panggang, kamipun berusaha memenuhi permintaan beliau dengan harapan beliau cepat sembuh.

Di hari keempat sebelum lebaran, sewaktu melihat kelapa hijau di dapur beliau meminta dibuatkan es kelapa muda. Aku kemudian mengupas kelapa itu dan mengeruknya kemudian istriku mengolahnya menjadi es kelapa muda. Beliau saat itu menikmati es kelapa itu beberapa teguk.

Saat mendengar permintaan ibu yang agak “aneh” tersebut dalam hatiku sudah terbersit suatu firasat bahwa kami tidak lama lagi akan berpisah dengan ibu. Karena kebiasaan diu daerahku, bila ada orang sakita meminta makanan yang “kurang lazim” biasanya merupakan salah satu bentuk “upacara perpisahan”. Demikian pula sikap ibu yang diam seribu basa, (padahal biasanya beliau suka curhat kalau saya dasn istri datang) merupakan salah satu bentuk “medhot tresno” atau latihan memutus cinta sebelum perpisahan itu datang.

Apapun yang terjadi, aku dan istriku gembira dengan kepulangan kami ke Bumiayu ini. Kami masih diberi kesempatan untuk bersilaturahmi dan melayani ibu kami tercinta. Kami masih bisa memberikan darma bakti untuk ibu kami.....Selamat jalan ibu mertuaku............

In memoriam Ibu Mertua (1)

Selamat jalan Ibu mertuaku.....

Ketika bulan Ramadhan 2009, saya dan istri mendengar kabar dari keluarga yang mengabarkan ibu mertua sedang sakit dan opname di rumah sakit. Kami tidak terlalu kaget karena ibu mertua memang sudah lama menderita beberapa komplikasi penyakit yang cukup akut seperti darah tinggi dan jantung. Penyakit darah tinggi tersebut selain faktor keturunan mungkin juga dipengaruhi oleh pola makan yang banyak mengkonsumsi daging, apalagi sate kambing muda di Bumiayu memang lezat banget. Selain ke dokter, beliau juga pernah memakai berbagai resep tradisional seperti mentimun, daun seledri, daun alpokat, bawang putih dan lain-lain.

Mendengar kabar tersebut, saya sekeluarga merencanakan pulang mudik lebaran lebih awal. Sepuluh hari sebelum lebaran kami pulang via Jakarta, dengan pertimbangan harga tiket belum mahal dan lalu lintas belum macet. Walau aku sempat kesal karena harus berdesak-desak rebutan bus di Pulogadung dan busnya lambat banget karena sering "ngetem" (berhenti cari penumpang), tanggal 11 September kami tiba di Bumiayu dengan selamat.

Saat kami tiba dan menghadap ibu mertua, aku menangis dalam hati melihat sosok ibu yang selama ini berperangai keras, saat itu kelihatan begitu kurus, lemah dan pucat. Beliau yang biasanya begitu riang gembira menyambut kedatanganku dan anak istri hanya diam seribu basa. Diajak berbicarapun hanya senyum tipis, diam atau tatapan kosong. Praktis selama beliau sakit dan aku disana, beliau tidak banyak berkata-kata.

Selama bulan ramadhan, karena kondisinya yang sakit-sakitan membuat ibu tidak berpuasa. Meski demikian biasanya beliau ikut menemani bapak mertua dan ana cucu saat berbuka puasa atau makan sahur. Dengan kondisinya yang sangat lemah, beliau harus dipapah ketika harus ke kamar kecil atau mau ke liuar kamar. Untunglah Ibu mempunyai 9 (sembilan) anak yang sebagian tinggal berdekatan sehingga bisa saling bergantian menjaga dan melayani ibu. Istriku sendiri berusaha melayani ibu dengan intensif, karena kami menyadari bahwa kesempatan melayani ibu tidak setiap hari bisa dilakukan.
Alhamdulillah, sejak kedatangan kami, beliau yang selama beberapa hari sebelumnya tidak mau makan dan makan obat, kemudian bersedia untuk makan beberapa suap, minum obat atau mau dibikinkan juice buah. Hal itu sangat menggembirakan kami maka kalau sore hari saya biasa jalan-jalan ke pasar untuk mencari kue tradisional atau buah untuk ibu. Walau pernah juga ibu protes sama istriku karena anggur dan jeruk yang kubelikan terasa asam ......

Kami semua gembira dengan perkembangan kesehatan ibu yang membaik. Mengingat saya sehabis lebaran akan pulang ke Samarinda, maka saya diskusi dengan seorang kakak ipar untuk membelikan kursi roda buat ibu agar ibu bisa mudah keluar kamar tanpa harus dipapah karena saat hari-hari biasa nanti hanya Bapak mertua (yang juga sudah sepuh/tua) yang bisa menemani 24 jam karena anak menantu dan cucu harus kerja atau sekolah. Malam itu saya sempat browsing internet untuk mencari kursi roda yang tepat untuk ibu.

Saat hari ketiga sebelum lebaran ibu masih menemani kami sahur dan kemudian pindah ke kamar yang biasa kutempati untuk tiduran. Tapi setelah beberapa lama beliau minta pindah ke kamar lain dengan ditemani istriku. Karena kupikir ibu mertua sudah tertidur, setelah subuh aku sendiri kemudian tidur di kamar adik iparku. Tahu-tahu jam 05.30 aku terbangun karena istriku membangunkanku dengan teriak-teriak bahwa ibu kumat jantungnya. Aku segera melompat dari tempat tidur dan berlari ke kamar ibu. Di situ beberapa kakak iparku sedang menangis dan merubung ibu. Saat itu ibu sedang menghadapi sakratul maut. Ibu terkadang minta didudukkan dan terkadang minta dibaringkan, tetapi beliau sudah semakin pucat dan bagian kaki mulai dingin. Bapak mertua yang tidur di kamar lain kemudian terbangun karena mendengar suara tangisan anak-anaknya. Beliau kemudian datang dan merangkul ibu. Sebagian dari kami membaca doa surah Yasin, dan sebagian menuntun ibu dengan kalimah syahadah. Kami semua bergantian meminta maaf sama ibu mertua dan beliau bnilang bahwa semua telah dimaafkan. Beliau juga berpamitan bahwa beliau akan bepergian jauh dan jangan ada yang ikut... sambil tanganya melambai seperti lambaian perpisahan.

Perawat dan ambulan dari rumah sakit yang dipanggil sebelumnya sebenarnya sudah datang. Namun kakak-kakak ipar melihat kondisi ibu sudah sangat kritis sehingga dirasa tidak perlu dibawa ke rumah sakit karena kalau di rumah sakit anak dan cucunya tidak bisa menunggui saat kritis ibu, Perawat yang mencoba mengukur tekanan darahpun mendapati kenyataan bahwa denyut nadi ibu sangat lemah. Kami semua hanya bisa pasrah dan menuntun ibu dengan doa dan syahadat. Tidak lama berselang nafas ibu mulai tersenggal dan dari bibir beliau keluar air liur yang sedikit berbusa. ...dan plasss...mata ibu terpejam dengan lembut dan mulut terkatup rapat. Wajah beliau kelihatan tenang seperti orang tidur. Melihat keadaan itu kami tidak bisa menahan isak tangis kami...untunglah kemudian ada yan g mengingatkan agar kami jangan menangis agar arwah beliau bisa tenang menghadap ke haribaan-Nya.

Meski sedih karena berpisah dengan ibu yang kami cintai, tapi kami juga mengucap syukur karena ibu meninggal dengan tenang dan prosesnya sempurna karena beliau bisa mengucap syahadat. Ibuku yang kucintai, semoga kau diterima di sisi-nya dan Yang Maha Pengampun memberikan rahmat ampunan yang berlimpah buat ibu tercinta. Semoga amal baik perbuatan ibu menjadi bekal yang cukup untuk menghadapi hari akhir. Aku akan senantiasa slalu memanjatkan doa untukmu......

Saturday, February 20, 2010

KISAH SEBUAH OMPRENG TUA

Kupandangi ompreng alumunium tua yang gagang pegangannya tinggal sebuah. Gagang yang satunya patah ketika ompreng itu terjatuh ketika dicuci oleh adik iparku. Ompreng untuk menanak nasi itu sudah tua dan setia mengiringi kehidupan rumahtanggaku selama 15 tahun.

Ompreng itu kubeli bulan september 1995 di Pasar Kranji - Bekasi, sebuah pasar dekat aku mengontrak sebuah rumah sederhana di Perumahan Pondok Cipta - Bintara. Panci itu kubeli untuk persiapan menyambut kedatangan istriku yang kunikahi bulan Mei 1995. Sebagai pengantin baru, istriku semula kutitipkan sama ibuku terus kutitipkan ke mertuaku karena aku kerja di Jakarta dan belum punya rencana mengontrak rumah di Jakarta. Untunglah rejeki berpihak kepadaku, Mas Haryo seorang kawan baikku mau pindah ke Pandeglang dan menawarkan aku untuk melanjutkan kontrak rumah yang dia tinggali dengan harga sewa yang miring. Akupun setuju untuk melanjutkan kontrak rumah yang disewanya dan mulailah aku mempersiapkan kepindahan istriku. Istriku hanya seorang ibu rumahtangga biasa sehingga tidak perlu repot mengurus kepindahannya. Meski demikian aku ingin kedatangan istriku berjalan mulus, maka aku mencoba menyiapkan perabotan dapur ala kadarnya.

Ditemani kawan baikku yakni Mas Ibnu dan Mas Ruruh, aku membersihkan rumah yang aku kontrak. Berbekal uang Rp. 600.000,- aku melangkah ke Pasar Kranji untuk membeliperabotan sekedarnya. Dengan uang itu aku bisa membeli beberapa meter karpet plastik. dua lembar tikar plastik, dua buah kasur gulung yang berbusa tipis dengan bantal, kompor minyak butterfly, setengah lusin piring, setengah lusin gelas, sendok, mangkok, kipas angin kecil, 2 buah lemari plastik, ompreng, wajan, sutil, talenan dll.

Aku bukan orang kaya, maka aku tidak bisa beli banyak perabotan. Untuk meja, aku bikin sendiri meja model jepang untuk lesehan. Aku bikin meja itu dari kaso dan tripleks bekas yang kututup karpet diatasanya. aku belum punya TV sehingga kalo mau nonton TV harus nebeng kepada tetanggaku yang sangat baik hati yakni Pak Rudi Widarto. Aku bisa beli TV di tahun 1996. TV itu ukuran 14 inchi merk samsung yang kubeli di pasar senen dengan harga Rp. 450.000,-. Aku beli springbed murahan juga di tahun 1996, supaya anakku yang lahir di bulan september 1996 itu tidak kedinginan bobo di lantai.

Seiring perjalanan waktu, walau gajiku di LSM tdk terlalu besar, aku masih bisa menyisihkan penghasilan untuk beli tape deck, lemari kayu dan almari bufet kecil. Semuanya serba murahan karena aku bukan orang kaya yang berkecukupan.

Di akhir tahun 1997, seorang tetangga terbaikku yang sekaligus "mama angkat" anakku yakni Mama Dita boyongan pindah ke Pati, namun karena repot maka barang-barang perabotannya dititipkan ke rumahku. Mulai saat itulah, di ruang tamu rumah kontrakanku ada meja tamu, ada kulkas, ada dispenser, ada mixer dll. Barang2 tersebut baru diambil setelah aku mau pindah ke samarinda di tahun 1999.

Ketika pindah ke samarinda, ompreng dan perabotan dapur kubawa serta. sedangkan untuk springbed, kasur gulung, barang pecah belah dan lemari murahan kukirim ke ibuku di magelang sana. Di samarinda aku mengulang kembali beli perabotan murah seperti kasur murah, tikar plastik, pecah belah dll. Namun omprengku yang lama tidak tergantikan karena dia masih bagus kondisinya walaupun mulai penyok sana sini. aku bisa beli tempat tidur bekas, ketika ada tetangga yang mau pindahan dan melego barang-barangnya. demikian kulkas pertama yang kubeli adalah kulkas bekas milik tetangga yang kesulitan duit...

Omprengku sayang, kamu adalah saksi bisu perjalanan hidup rumah tanggaku yang penuh dengan kesederhanaan... namun dibalik itu, kau telah banyak berjasa untuk merajut cinta dan kebahagiaan dalam keluargaku selama ini....

MIE ANDALAN MADE IN JAPAN

Monday, February 15, 2010

MONALISA VAN JAKARTA

Usulan Penetapan Kelompok Hutan Sungai Lesan sebagai Kawasan Lindung di Kabupaten Berau

Usulan Penetapan Kelompok Hutan Sungai Lesan sebagai Kawasan Lindung di Kabupaten Berau
Fakultas Kehutanan UNMUL
The Nature Conservancy
Samarinda
14 halaman

Kawasan Lindung Sungai Lesan di Kabupaten Berau merupakan areal seluas 12.192 hektar dengan tipe lahan Pandereh (PDH) yang sebagian didominasi topografi kelerengan curam hingga sangat curam dan memiliki tingkat erosi sedang hingga sangat berat. Seluas 10.538 hektar kawasan tersebut merupakan kawasan berhutan dengan berbagai keanekaragaman hayati didalamnya termasuk satwa endemik Orangutan yang cukup tinggi populasinya.

Dalam proses penetapan kawasan ini sebagai kawasan lindung, dukungan dari multi pihak sangat signifikan keberadaannya. Meski demikian proses penetapan tersebut masih panjang karena Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Berau belum selesai penyusunannya. Untuk mengatasinya diperlukan ada solusi antara berupa penetapan kawasan lindung dengan Surat Keputusan Bupati berau. Kawasan ini nantinya perlu dikelola oleh suatu unit manajemen khusus agar pengelolaannya bisa efektif dan intensif.

Friday, February 12, 2010

Recommendations for Management of the Sungai lesan Conservation Area

Recommendations for Management of the Sungai lesan Conservation Area
Gabriella Fredriksson
The Nature Conservancy
Samarinda, 2005
12 halaman

Kawasan Sungai Lesan merupakan sebuah kawasan budidaya non kehutanan seluas 12. 168 hektar yang ditetapkan sebagai kawasan lindung oleh Pemerintah Kabupaten Berau – Prop. Kaltim karena menjadi habitat orangutan dan memiliki keanekaragaman hayati lainnya. Ancaman terhadap kelestarian kawasan ini antara lain; perburuan liar, fragmentasi wilayah yang mengancam ruang hidup satwa dan kebakaran hutan.
Untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah setempat, strategi kampanye yang perlu dilakukan adalah membangkitkan kebanggaan bahwa pelestarian kawasan lindung Sungai Lesan merupakan wujud komitmen Pemerintah Kabupaten Berau terhadap kelestarian lingkungan. Sedang untuk mendapatkan dukungan masyarakat, pengelolaan kawasan lindung hendaknya didorong mempunyai manfaat langsung bagi masyarakat misalnya melalui jasa ekoturisme.
Beberapa rekomendasi untuk pengembangan kawasan lindung Sungai Lesan ini antara lain: (1) penguatan status hukum kawasan (2) pembentukan Badan Pengelola dan Unit Pelaksana pengelola Kawasan Lindung yang dilengkapi dengan job description dan kewenangan yang jelas (3) Penyusunan rencana Stratejik Pengelolaan Kawasan secara partisipatif (4) Mendorong komitmen yang lebih besar dari Pemerintah Kabupaten (5) Kampanye dan Penyadartahuan tentang Konservasi (6) Penataan Kawasan dan pengembangan pola pemanfaatan sumberdaya hutan secara lestari (7) Pengembangan program pemberdayaan masyarakat termasuk ekoturisme (8) pengembangan kapasitas mitra lokal misal LSM sebagai aktor konservasi dan sebagai bagian dari exit strategy di masa depan.

Laporan ini cukup tajam dalam memberikan rekomendasi pengelolaan kawasan lindung. Hal ini tidaklah mengherankan karena Gabriella sebelumnya telah memiliki pengalaman memadai dalam mendorong pengelolaan hutan lindung Sungai wain di Balikpapan. Persoalannya adalah apakah para stakeholder punya komitmen cukup untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut?