Wednesday, April 27, 2011

CAPACITY WORKS

CAPACITY WORKS
The Management Model for Sustainable Development
GTZ
Eschborn – Germany, 2009
288 pages

Buku ini berisikan tentang model pendekatan yang dikembangkan oleh GTZ (Lembaga Kerjasama Teknis Pemerintah Jerman) dalam menjalankan program kerjasama pembangunan dengan negara mitra khususnya negara sedang berkembang. Materi ini disusun mendasarkan pengalaman lapang GTZ dalam melakukan pendampingan bantuan teknis di negara sedang berkembang sejak beberapa dasawarsa yang lalu.

Seiring berkembangnya program konsultansi bantuan teknis, GTZ mengembangkan prinsip konsultansi sebagai berikut:
1. Pengembangan sumberdaya manusia dan sumberdaya organisasi
2. Leverage
3. Variasi bentuk konsultansi (pengembangan policy, teknis dan organisasi)
4. Layanan konsultansi multi disiplin ilmu
5. Hasil jangka pendek sebagai bukti
6. Penggabungan inovatif beberapa metode
7. Pendekatan multi level
8. Fungsi katalisator
9. Energi perubahan di lembaga partner sebagai modal utama
10. Benefits and cost
11. Promosi pola pikir entrepreneurship

Dari pengalaman selama ini, keberhasilan suatu program kerjasama pembangunan (bantuan teknis) dipengaruhi oleh 5 Succes Factors:
1. Strategy: strategic positioning, agreement about and selection of options, consultancy strategies for Capacity Development, operationalisation
2. Cooperation: with internal partner (the cooperation system /‘skin’, form and content of cooperation, roles and responsibilities, networks dan with external (formation of managing barter relationships, establishing comparative advantages, negotiating)
3. Steering Structure; the governance model for the project, decisions, communication and responsibility in management, key topics and debriefing
4. Processes: processes in the project (internal: process improvement, interface management), design and composition of processes and process hierarchies, intervention architecture.
5. Learning and Innovation; design of a coherent learning architecture on four levels: policy field level, network and project level, organisational and personal levels

Dalam buku ini, juga diungkapkan berbagai instruments/tools untuk melakukan asesment dan peningkatan performance bagi masing-masing Success Factors. Dari uji coba terhadap instruments tersebut ditemukan bahwa beberapa instrument sudah cukup simple dan mudah dipahami. Namun masih terdapat instruments yang masih complicated, tidak jelas arahnya, multi interpretasi dll sehingga masih memerlukan penyempurnaan.
Walaupun masih mempunyai beberapa keterbatasan/kelemahan, secara umum buku ini sudah menunjukkan nadi-nadi penting untuk menjamin sustainabilitas program kerjasama teknis yang dirintis. Dengan demikian kebiasaan lama “Proyek tutup, kegiatan buyar” bisa dihindarkan.....

Tuesday, April 26, 2011

FREE, PRIOR, AND INFORMED CONSENT IN REDD+

FREE, PRIOR, AND INFORMED CONSENT IN REDD+
(Principles and approaches for Policy and Project Development)
The Center for People and Forests and GIZ
ISBN 978-626-90845-0-1
Bangkok, February 2011
80 pages

FPIC (free, Prior and informed Consent) adalah hak masyarakat untuk memberikan persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan. Prinsip FPIC telah diadopsi ke dalam kerangka aturan UNFCCC untuk pelaksanaan REDD+ berdasarkan kesepakatan di COP XVI di Cancun, Mexico (annex 1 dari decision CP 16 Cancun agreement). Sebelum diadopsi oleh UNFCCC, FPIC telah menjadi bagian dari aturan yang mengatur interaksi negara dengan masyarakat. Aturan ini dicantumkan dalam konvensi Keanekaragaman Hayati yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia, UNDRIP (UN Declaration on Right of Indegenous People/Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat/DHMA) yang juga telah diadopsi oleh Pemerintah RI. Aturan ini juga dicantumkan dalam konvensi ILO No. 169 yang di Indonesia masih menunggu ratifikasinya. UU Nomor 11 tahun 2005 tentang ratifikasi convenant tentang Hak-hak Ekonomi, sosial dan kultural dari ECOSOC juga dapat digunakan sebagai dasar implementasi FPIC dalm program/proyek REDD+.

Free prior and inform consent adalah satu proses yang memungkinkan masyarakat adat dan atau masyarakat lokal untuk menjalankan hak-hak fundamentalnya untuk menyatakan apakah mereka setuju atau tidak setuju terhadap sebuah aktivitas, proyek atau kebijakan yang akan dilaksanakan di ruang kehidupan masyarakat dan berpotensi berdampak kepada tanah, kawasan, sumberdaya dan perikehidupan masyarakat. Masyarakat adat dan atau masyarakat lokal yang akan menerima dampak dari implementasi REDD+ diposisikan sebagai subyek utama dalam FPIC. Terutama sekali masyarakat adat dan masyarakat lokal yang kehidupannya tergantung pada sumberdaya hutan. Yang dimaksud dengan masyarakat lokal disini adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan dan atau ekosistem hutan tetapi tidak mengidentifikasi dirinya sebagai masyarakat adat.

Dalam buku ini konsep Free (Bebas) dimaksudkan proses pengambilan keputusan oleh masyarakat dilakukan tanpa paksaan, intimidasi dan manipulasi. Konsep Prior (didahulukan) dimaksudkan sebagai persetujuan dari masyarakat telah diperoleh sebelum mulainya suatu kegiatan proyek dan menghormati kebutuhan waktu bagi masyarakat untuk melakukan musyawarah. Konsep Informed (diiinformasikan) dimaksudkan informasi yang disampaikan kepada masyarakat bersifat lengkap dan obyektif termasuk cakupan proyek, tujuan, prosedur, resiko dll. Konsep Consent (Keputusan) dimaksudkan proses pengambilan keputusan harus dilaksanakan dengan niat baik, partisipatif, memperhatikan keterwakilan antar komponen dan waktu yang memadai.

Dalam buku ini, penerapan FPIC ditujukan untuk proyek REDD+, namun sejatinya konsep FPIC bisa diterapkan untuk pembangunan di sektor lain. Langkah dalam implementasi Proyek REDD+ antara lain:
A. Mempersiapkan keterlibatan pemegang hak
Unsur 1: Memetakan hak, para pemegang hak dan penggunaan lahan
Unsur 2: Menemukenali lembaga pengambil keputusan yang tepat
Unsur 3: Menemukenali struktur pendukung nasional untuk advokasi hak Unsur 4: Mengembangkan sebuah proses untuk mengupayakan dan mendapatkan persetujuan
Unsur 5: Mengembangkan isi kesepakatan persetujuan
Unsur 6: Menyepakati sebuah rencana komunikasi
Unsur 7: Mengembangkan strategi peningkatan kapasitas
B. Melaksanakan proses untuk penghormatan hak atas FPIC
Unsur 8: Memadukan hak atas FPIC dengan Rancangan Proyek REDD+
Unsur 9: Memastikan informasi alternatif dan nasehat independen
C. Pemantauan dan pencarian perlindungan: Memelihara persetujuan
Unsur 10: Memantau pelaksanaan atas apa yang sudah disepakati
Unsur 11: Mengembangkan proses pengaduan (perkara)
Unsur 12: Melakukan verifikasi persetujuan

Secara umum Patrick Anderson sebagai penulis utama buku ini berusaha memberikan gambaran yang ideal untuk penerapan FPIC. Meski di sisi lain, beberapa detail konsep ini khususnya untuk proses fasilitasi secara independen dan genuine mungkin agak sulit untuk diadopsi oleh birokrasi Pemerintah. Walaupun demikian buku ini cukup bagus sebagai sebuah konsep untuk melindungi kepentingan masyarakat adat yang selama ini sering terpinggirkan oleh sebuah aksi pembangunan.