Saturday, June 16, 2012

KENANGAN PEREMPUAN PENGHIBUR YANG MELANKOLIS (Memories of my melancholy whores)


Oleh: Gabriel Garcia Marquez
Selasar Surabaya Publishing
Surabaya, 2009
ISBN: 978-979-25-9366-2
158 halaman

Gabriel Garcia Marquez  merupakan sastrawan dari Colombia- Amerika Selatan yang lahir tahun 1927. Beliau merupakan peraih Nobel bidang Sastra tahun 1982.

Buku ini bertutur tentang seorang pria bangsawan berusia 90 tahun yang berprofesi sebagai jurnalis dan penulis kolom sura tkabar. Profesi itu telah dijalani selama lebih setengah abad. Pria tua tersebut hidup membujang seorang diri di sebuah rumah tua dan mengisi hari-harinya dengan menulis dan menikmati musik klasik. Penyaluran kebutuhan biologisnya di usia muda dilakukan dengan pergi  ke rumah bordil.

Ketika usianya menginjak 90 tahun, pria tua tersebut dilanda kegalauan karena  dia tidak bisa mengingkari bahwa dia membutuhkan kasih sayang yang tulus. Dia pergi ke rumah bordil langganannya dan menemukan seorang perawan keci, miskinl dan lugu berumur 14 tahun yang dia beri nama Delgadina. Keluguan Delgadina telah memikat pria tua itu, dan sebaliknya kelembutan pria itu telah membuat Delgadina terpesona. Hubungan mereka sempat terkoyak ketika Delgadina dijual oleh mucikarinya kepada pria lain.  Pria tua itu patah hati dan marah besar. Namun dengan seiring perjalanan waktu, pria tua dan gadis kecil itu menyadari bahwa mereka memang saling menyayangi dan saling membutuhkan. Akhirnya pria tua dan perawan kecil itu menyatu dalam kehidupan di penghujung usia.....

Pesan moral dari novel ini adalah: (1) perasaan cinta bisa datang kapanpun jua termasuk ketika sudah di usia senja, (2) perasaan cinta bisa datang dari manapun jua termasuk dari seorang penjaja seks sekalipun, (3) perasaan cinta antara dua orang cinta bisa tumbuh tanpa melihat selisih usia, status sosial dll (4) ketika cinta itu datang, nikmatilah karena menikmati cinta adalah menikmati hidup itu sendiri.

Secara umum buku ini cukup baik dengan bahasa yang mudah dipahami dan alur yang runtut. Cerita yang bersifat bertutur dari kacamata “keakuan” pria tua, disampaikan dengan bahasa yang cukup padat namun masih relatif mudah dicerna.



Wednesday, June 13, 2012

INDONESIA MENGAJAR; Kisah para pengajar muda di pelosok negeri


Oleh: Pengajar Muda
Penerbit Bentang
Yogyakarta, 2012
ISBN  978-602-8811-57-6
322 halaman

Indonesia Mengajar merupakan sebuah gerakan sosial  kesukarelawanan untuk mengembangkan pendidik muda yang berkualitas yang disebarkan diberbagai pelosok tanah air. Gerakan ini dipelopori  anatra lain oleh Anis Baswedan (Rektor Universitas Paramadina). Para anak muda diseleksi dan direkrut dari berbagai disiplin ilmu. Mereka kemudian dibekali melalui suatu pelatihan kependidikan dan baru diterjunkan di lapangan.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan pengalaman para pengajar muda yang ditempatkan di pelosok terpencil Kab. Bengkalis- Riau, Kab. Tulang Bawang- Lampung, Kab. Paser - Kaltim,  Kab Majene - Sulbar,  dan Kab Halmahera Selatan - Maluku Utara. Banyak cerita yang mengharukan dan membanggakan dari para pejuang muda ini.  Saya berulangkali menghapus air mata haru dan bangga membaca kisah-kisah mereka yang rela terjun ke masyarakat terpencil untuk membaktikan diri bagi nusa bangsa. Dalam diri mereka telah tumbuh sikap altruisme dimana mendidik tidak hanya menjadi tanggung jawab negara atau pemerintah, “mendidik adalah tugas mural bagi setiap orang terdidik”.

Dari berbagai pengalaman Pengajar Muda tersebut ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik yakni:
·         Di berbagai pelosok tanah air, dijumpai banyak anak-anak desa terpencil yang sangat cerdas yang selama ini tidak bisa dikembangkan dengan baik karena metode pengajaran yang kurang memberi kesempatan pada mereka untuk mengembangkan diri.
·         Di beberapa wilayah seperti Maluku dan Sulawesi, proses pendidikan di sekolah maupun di keluarga sering disertai dengan penggunaan kekerasan (sebagai hukuman). Hal ini membuat karakter anak menjadi cenderung kasar dan menyukai kekerasan (termasuk terhadap teman sekolahnya).
·         Dalam beberapa kasus, kemiskinan keluarga membuat seorang siswa menjadi rendah diri (inferior) dan menyukai budaya “bisu”.
·         Kasus multi etnis di sekolah di Bengkalis-Riau, membuat adanya segregasi  atau pengelompokan2 dalam lingkungan pergaulan anak sekolah. Sistem pendidikan yang ada belum banyak mencoba mengembangkan multi kulturalisme.
·         Dalam setiap sekolah pasti ditemukan anak-anak yang dianggap “nakal” atau agresif. Dalam sistem pendidikan yang ada, penanganan anak agresif cenderung dilakukan dengan hukuman. Hal ini menjadi stigma bagi siswa yang bersangkutan bahwa dirinya memang nakal.

Para Pengajar Muda  menghadapi masalah-masalah diatas dengan pendekatan “hati” dan “lateral”. Mereka ternyata bisa mengembangkan kecerdasan anak didik sesuai dengan kompetensinya, mereka mampu menyalurkan energi anak didik yang agresif melalui cara-cara yang positif, mereka mampu membangun cinta kasih antara guru dan siswa serta sesama siswa. Para pengajar muda juga mempunyai kerendah hatian dimana mereka juga mengakui bahwa mereka juga belajar banyak  dari anak didiknya, dari para guru senior dan juga dari masyarakat di lingkungan tinggalnya.

Sangat mencerahkan bila sistem pendidikan seperti yang diterapkan oleh Pengajar Muda  itu bisa dicangkokkan dalam sistem pendidikan resmi di Indonesia yang ada saat ini. Sistem penddikan yang ada saat ini cenderung  menggunakan keseragaman perlakuan terhadap semua siswa dan cenderung memberlakukan siswa sebagai obyek dalam proses belajar. Proses pendidikan harus dibangun bukan secara mekanistis karena murid adalah manusia yang punya hati dan jiwa.... Proses pendidikan harus dibangun dengan memanusiakan manusia dengan dilandasi dengan hati dan kasih sayang.