Monday, July 30, 2012

INDONESIA MENGAJAR 2 (Kisah para penyala harapan bangsa mengajar di pelosok tanah air)

Oleh Pengajar Muda II
Penerbit Bentang, Yogyakarta 2012
ISBN 978-602-8811-82-8
438 halaman

Buku ini merupakan serial ke 2 dari Indonesia Mengajar. Dalam buku ini  terdapat sekitar 72 artikel tentang pengalaman dan pembelajaran pengajar muda yang ditempatkan selama satu tahun mengajar di pelosok terpencil (dan cenderung merupakan daerah miskin) di Kabupaten Aceh Utara – Prop. NAD, Kabupaten Lebak – Prop Banten, Kabupaten Gresik – Prop. Jatim, Kabupaten  Kapuas Hulu – Prop. Kalbar, Kabupaten Kepulauan Sangihe – Prop. Sulut, Kabupaten Bima – Prop. NTB, Kabupaten Rote Ndao – Prop. NTT, Kabupaten Maluku Tenggara Barat – Prop. Maluku, dan Kabupaten Fakfak – Prop. Papua Barat.

Seperti serial pertama, kesuksesan para pengajar muda dalam mengembangkan proses belajar mengajar antara lain ditentukan oleh:
1. Adanya sikap tegar, ulet, pantang menyerah, sabar, senantiasa memperbaiki  diri (continues improvement) dan perasaan bersyukur dari para pengajar muda
2. Adanya perubahan metode mengajar yang lebih mengutamakan “hati dan cinta”. Setiap siswa diyakini mempunyai potensi kecerdasan masing-masing, tugas guru adalah menemukenali dan mengembangkan potensi tersebut dengan system pembelajaran yang penuh kasih dan empaty
3. Adanya dukungan dari orangtua dan masyarakat akan mempermudah proses belajar mengajar. Untuk itu seorang pengajar dituntut mampu melakukan pendekatan kepada orangtua murid dan lingkungan sekitarnya
4. Proses belajar mengajar tidak boleh tergantung pada fasilitas yang serba lengkap. Oleh karenanya pengajar di daerah terpencil dituntut untuk mampu dan kreatif memanfaatkan sumberadaya di lingkungannya sebagai media ajar,
5. Bagi anak-anak daerah terpencil, minimnya informasi dan sarana telekomunikasi membuat mereka terkungkung dalam dunianya sendiri. Untuk itu pengenalan dunia luar seperti laptop, buku dan media lain menjadi sangat penting untuk menumbuhkan visi dan mimpi mereka
6. Untuk membuka wawasan dan memberikan kebanggaan, berbagai ajang kompetisi seperti lomba olimpiade, lomba pramuka, lomba keagamaan dst menjadi sebuah system insentif yang cukup menarik bagi murid, orang tua murid atau pejabat local
7. Guru harus mau belajar dari murid. Empaty kepada murid harus dibangun oleh seorang guru. Guru mengajar harus dengan mempertimbangkan kondisi sosio psikologis murid dan latar belakang kehidupannya, dan tidak hanya sekedar mencurahkan pengetahuan secara sepihak.


Ucapan salut perlu dilontarkan pada para pengajar muda yang telah rela meninggalkan kehidupan yang mapan di kota dan mau ditempatkan di berbagai pelosok terpencil guna berkontribusi memenuhi janji kemerdekaan yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Mereka dengan penuh semangat telah mencoba menyalakan lilin-lilin kecil untuk menerangi kegelapan, disaat banyak orang hanya berteriak-teriak mengutuk kegelapan itu. Semoga perjuangan mereka menjadi amal ibadah di mata Tuhan. Selain itu semoga proses penempatan pengajar muda ini akan menjadi langkah untuk menemukan “mutiara-mutiara terpendam” atau anak didik yang berkualitas di berbagai pelosok tanah air. Bagi pengajar muda itu sendiri, semoga penempatan di lapangan ini bisa menjadi pembelajaran untuk menggembleng diri menuju manusia atau pemimpin Indonesia yang visioner dan berpihak kepada masyarakat kecil yang tersebar di berbagai pelosok negeri.

Secara umum buku ini runtut, ringan dibaca alias mudah dipahami, terkadang lucu terkadang mengharukan, sangat menginspirasi…Prolog oleh Anis Baswedan sangat excellent. Beliau bisa  memotivasi dan menumbuhkan nasionalisme serta keberpihakan dengan penuh semangat namun juga penuh keharuan. Di saat banyak pejabat, politisi dan orang awam mulai skeptis dan hanya berpikir tentang “periuk nasinya sendiri”, apa yang dilakukan oleh Anis Baswedan dan Indonesia Mengajar merupakan salah satu tetesan embun yang menyejukan hati. Semoga Allah memberikan kemuliaan dan kemudahan bagi beliau dan Indonesia Mengajar dalam menjalankan kewajiban moral kaum terdidik yakni mendidik bangsa. Amin….



Wednesday, July 25, 2012

KAPITALISME: Dulu dan Sekarang


M. Dawam Rahardjo (editor)
LP3ES, Jakarta 1987
ISBN: 979-8015-339
331 halaman

Buku ini merupakan kumpulan karangan tentang Kapitalisme dari 9 orang penulis asing yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.  Dawam Rahardjo memberikan pengantar yang berisi benang merah rangkuman dari karangan-karangan tersebut.

Apakah Kapitalisme itu?
Istilah kapitalisme merupakan terminologi yang semula sulit dicari rujukannya baik dari kalangan pendukung kapitalisme maupun yang anti kapitalisme. Istilah kapitalisme sebagai sistem ekonomi dan sistem sosial muncul agak intensif dalam tulisan Karl Marx yang mengutarakan bahwa era kapitalisme akan jadi pemicu bagi munculnya revolusi sosial. Kapitalisme itu sendiri muncul sekuitar tahun 1500-an sebagai perkembangan dari era Feodalisme.  Feodalisme itu sendiri dicirikan dengan kondisi sebagai berikut:
• Hubungan tuan tanah dan penyewa.
• Sistem Pemerintahan yang mempribadi di tingkat lokal dan pembangian fungsi pemerintahan terbatas.
• Pola penguasaan tanah didasarkan pada pemberian hak atas tanah sebagai imbalan atas jasa yang diberikan
• Sistem ketentaraan bersifat swasta
• Hak tuan tahan atas penggarap (penguasaan tenaga kerja oleh pemilik modal)

Istilah kapitalisme pada mulanya berkonotasi negatif di mata publik, karena kapitalisme dikaitkan dengan SISTEM NILAI atau ETIKA. Dari sisi etika, kapitalisme sering dimaknai sebagai sebuah kehidupan yang penuh persaingan bebas, berorientasi mencari keuntungan/ kekayaan  duniawi dan mengabaikan moralitas universal.

Pada perkembangannya, kapitalisme dianggap sebagai sebuah “isme” dalam SISTEM SOSIAL EKONOMI  maka banyak kalangan ahli yang berusaha memberikan pemahaman kapitalisme sebagai sebuah sistem yang “bebas nilai” atau netral.  Adapun sistem ekonomi yang Kapitalistik dicirikan oleh : (1) pemilikan modal yang berhadapan dengan tenaga kerja/buruh, (2) Adanya pasar bebas yang membangkitkan persaingan bebas, (3) minimnya campur tangan negara, (4) apropriasi laba oleh pemilik modal (Abercombrie,...). Sedangkan Meghnad Desai mengemukakan ciri sistem ekonomi yang kapitalistik  sebagai berikut: (1) Hasil produksi untuk dijual, (2) adanya pasar (3) penggunaan uang sebagai alat tukar, (4) proses produksi berada dibawah kontrol pemilik modal, (5) pengambilan keputusan terkait keuangan berada di tangan pemilik modal, (6) adanya persaingan bebas.

Kapitalisme sendiri muncul dan berkembang dipengaruhi oleh beberapa hal yakni: (1) berkembangnya Etika Protestan yang menekankan pada kerja keras dan peningkatan kesejahteraan duniawi, (2) adanya revolusi harga dan penumpukan emas serta tabungan sebagai akumulasi modal oleh golongan orang kaya, (3) berkembangnya merkantilisme yang menimbulkan surplus dari ekspor yang mendukung adanya akumulasi modal. Adanya akumulasi modal dan didukung revolusi teknologi golongan kaya mampu melakukan investasi ke berbagai sektor industri.

Dampak Kapitalisme
Di level negara, negara Eropa dan Amerika Serikat memperoleh keuntungan berupa   hasil akumulasi kapital dari imperialisme dan perdagangan mereka dengan negara dunia ketiga serta adanya revolusi teknologi di negaranya.  Negara maju bisa mengembangkan industri yang membanjiri negara dunia ketiga. Hal ini menimbulkan ketimpangan yang semakin melebar.  Beberapa dampak lain dari kapitalisme ini adalah:
• Terjadinya over eksploitasi sumberdaya alam dengan orientasi mencari keuntungan semata.
• Meningkatnya polusi lingkungan
• Terjadinya kesenjangan golongan kaya – miskin (maupun negara kaya-negara miskin)
• Munculnya berbagai stress sosial karena kehidupan yang berorientasi duniawi, pembagian kerja yang kaku, tuntutan pemenuhan target keuntungan dll.
• Meningkatnya konsumerisme.
• Kompetisi antar produsen atau sebaliknya monopoli melalu kartel yang menekan konsumen.
• Berkembangnya mekanisasi yang dapat melemahkan posisi tawar buruh.
• Marginalisasi masyarakat miskin, karena negara berpihak pada pemilik kapital.
• Capital flight yang muncul akibat kong kalikong antara penguasa negara berkembang dengan multi national corporation dari negara maju.
• Ketergantungan teknologi dan modal negara berkembang kepada negara maju.
•Perang berkepanjangan karena sektor strategis Industri peralatan perang di negara maju perlu menjual produk2nya.

Bagaimana masa depan Kapitalisme?
Adanya gerakan kemerdekaan di berbagai belahan benua, telah memunculkan adanya negara-negara baru. Di antara berbagai negara baru tersebut banyak yang berkiblat ke negara2 kapitalis dan mereka mengembangkan pembangunan di negaranya dengan menggunakan sistem kapitalis. Negara-negara inilah yang disebut sebagai “KAPITALISME PINGGIRAN”. Mereka membangun negaranya tetapi mereka bukan menjadi kapitalis murni karena mereka berada di bawah sub ordinasi negara kapitalis inti (seperti Eropa dan Amerika). Posisi subordinasi negara yang baru merdeka tersebut terlihat dari ketergantungan ekonomi dan politik mereka kepada negara-negara kapitalis yang sudah maju.

Dalam teorinya, Marx menyebutkan bahwa kapitalisme akan ambruk dan digantikan oleh komunisme/sosialisme. Namun kenyataannya, teori Marx tersebut tidak terbukti. Bila dihitung, jumlah negara2 makmur yang kapitalis adalah lebih banyak daripada jumlah negara makmur yang komunis.  Mengapa ramalan Marx tidak terbukti? Ada beberapa alasan yakni: (1) negara kapitalis terus memperbaiki konsep kapitalisme yang dianutnya. Mereka mengambil sisi baik konsep sosialisme dan mengintegrasikannya dengan sistem kapitalis. Konsep negara sejahtera atau welfare state seperti penyediaan asuransi, jaminan sosial, pengenaan pajak progresif dll merupakan bentuk2 integrasi tersebut, (2) negara kapitalis membangun demokrasi politik melalui penghormatan hak individu dan hak politik warga. Hal ini terbukti cukup efektif untuk meredam gejolak sosial dan ketidakpuasan warga termasuk buruh. (3) Idiologi “kanan” dan “kiri” semakin kehilangan relevansinya di masyarakat karena sistem ekonomi yang ada saat ini sudah semakin campur aduk. Negara kapitalis mengadopsi konsep sosialis/komunis. Sebaliknya negara komunis pun nampaknya mengadopsi konsep2 kapitalis.

Secara umum buku ini cukup menarik untuk mendapatkan pencerahan tentang kapitalisme.  Dawam Raharjo cukup piawai dalam memberikan benang merah dengan bahasa yang runut. Meski demikian ketika kita membaca karangan penulis asing-nya,saya yang berbackground pendidikan non ekonomi dipaksa untuk lebih berkonsentrasi  karena beberapa makalah pembahasannya sangat teoritik, terkadang cepat berubah haluan antara pembahasan konteks ekonomi mikro dan ekonomi makro serta pembahasan terkadang bersifat historis dengan kasus2  pada beberapa abad  lalu sehingga susah dibayangkan dengan mind set kondisi saat ini.

Wednesday, July 18, 2012

THE LAST JUROR


Oleh: John Grisham
PT. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta 2007
ISBN; 978-979-22-2598-3
536 halaman

Buku ini merupakan salah satu karya penulis John Grisham dengan seting  daerah Misissipi – US pada tahun 1970an dimana integrasi rasial kulit hitam dan kulit putih sedang didorong di berbagai bidang kehidupan.
Buku ini bercerita dengan tokoh Wilie Traynor seorang mahasiswa drop out yang  mengambil alih kepemilikan sebuah koran mingguan  lokal Ford County Times. Koran lokal itu dibeli seharga US$ 55.000,- dalm kondisi mendekati kebangkrutan.  Koran lokal semacam itu dibutuhkan oleh penduduk lokal untuk mengetahui perkembangan lokal di daerah mereka karena sarana komunikasi dan informasi saat itu masih minim.

Suatu ketika terjadi kasus pembunuhan  secara kejam oleh Danny Padgitt terhadap seorang wanita malam. Danny merupakan seorang anggota keluarga Padgitt yang menjadi mafia di daerah itu. Keluarga Padgitt berusaha membeli kebebasan Danny dengan mempengaruhi sheriff, yuri, saksi dan lain-lain. Namun upaya itu tidak sepenuhnya berhasil. Walau berhasil menghindarkan hukuman mati, Danny harus menjalani hukuman seumur hidup. Danny yang merasa geram dan tidak puas, kemudian mengancam akan membalas dendam kepada tim yuri.

Willie Traynor berusaha menegakkan keadilan dengan memberikan informasi-informasi secara berimbang kepada pembaca terhadap kasus pengadilan Danny.  Koran Times semakin mendapatkan hati di masyarakat ketika koran ini berani membongkar borok-borok rezim setempat yang korup dan cenderung melindungi Danny. Lama kelamaan jumlah pelanggan semakin meningkat mencapai 5.000 - 6.000 exemplar per minggu.
Kasus pengadilan Danny merupakan sebuah kasus dimana warga kulit hitam mulai bisa duduk sebagai anggota Tim Yuri. Hal ini menarik perhatian Willie dan dia mulai terjun untuk membangun integrasi rasial melalui korannya. Dia mengangkat kasus-kasus human interest seperti persahabatannya dengan keluarga Miss Callie, yang merupakan warga kulit hitam namun 7 orang anaknya sukses memperoleh gelar PhD. Dia juga sukses menarik perhatian pembacanya dengan mengangkat hasil kunjungannya ke gereja-gereja lokal di daerah itu ataupun kisah gerakan menolak  wajib militer dan lain-lain.

Kesuksesan koran Times menarik perhatian pengusaha besar yang menawarkan nilai US$ 1,3 juta untuk mengambil alih koran itu. Willie yang masih bujangan dan mulai merasa jenuh dengan jurnalisme, bimbang ingin menjual koran itu.  Namun saat itu muncul kejadian mengejutkan bahwa Danny Padgitt menerima pembebasan bersyarat. Hal itu disusul dengan adanya teror berupa tewasnya dua orang anggota Tim Yuri dan satu orang yuri cedera setelah selamat dari pemboman. Orangpun mengaitkan pembunuhan itu dengan ancaman Danny terhadap Tim Yuri sewaktu di persidangan. Publik kemudian menuntut Danny untuk dijebloskan kembali ke penjara. Namun dalam persidangan berikutnya , Danny yang baru memasuki ruang sidang ditembak mati oleh penembak jitu yang bersembunyi di langit2 gedung pengadilan. Akhirnya terbongkar bahwa penembak Danny dan juga penembak para yuri adalah mantan kekasih wanita malam yang dibunuh Danny. Laki-laki bernama Hank itu menderita kelainan jiwa dan dia mempunyai dendam tak terkendali terhadap Danny.  Dia membunuh para yuri, karena yuri yang dibunuhnya merupakan 3 orang yuri yang menentang hukuman mati bagi Danny di pengadilan pertama.

Kisah ini kemudian ditutup dengan meninggalnya Miss Callie karena sakit jantung.  Willie yang menjadi sahabat baik Miss Callie merasa sangat kehilangan, dan artikel meninggalnya Mis Callie menjadi artikel terakhirnya untuk Times karena pada akhirnya dia setuju untuk menjual koran itu seharga US$  1,5 juta.

Secara umum, alur cerita buku ini cukup menarik dan runtut. Bahasa yang digunakan juga cukup mudah dipahami. Dalam beberapa hal terjadi alur2 yang menegangkan dan penuh kejutan. Namun sayangnya saat mendekati akhir, jalan cerita agak mudah ditebak sehingga unsur kejutannya kurang terasa.


Saturday, July 07, 2012

KEBUDAYAAN MENTALITAS DAN PEMBANGUNAN


Oleh: Koentjaraningrat
PT Gramedia
Jakarta 1983
151 halaman

Buku ini merupakan karya klasik Begawan Antropologi Koentjaraningrat yang edisi pertamanya terbit tahun 1974. Dalam buku ini beliau menjabarkan secara sederhana pengertian tentang budaya, adat, mentalitas, modernisasi dll. Benang Merah dari buku ini adalah  Sikap mental ideal seperti apakah yang diperlukan untuk mendukung kelancaran pembangunan di Indonesia? Bagaimanakah kondisi mentalitas bangsa Indonesia saat ini? Upaya apakah yang diperlukan untuk meningkatkan mentalitas bangsa kita?

Mentalitas merupakan keseluruhan dari isi serta kemampuan alam pikiran dan alam jiwa manusia dalam hal menanggapi lingkungannya. Prof. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kondisi mentalitas yang ideal untuk menunjang pembangunan antara lain:
Berorientasi ke masa depan/visioner
Mau berinovasi untuk pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal,
Berorientasi pada mutu,
Mempunyai need of achievement (hidup untuk berkarya lebih baik)
Mampu berdikari, tidak tergantung pada orang lain dan percaya diri,
Teliti dan hemat
Bertanggung jawab
Disiplin murni

Kondisi ideal tersebut masih belum dimiliki secara penuh oleh masyarakat kita. Hal ini dibuktikan oleh adanya fakta-fakta, sebagai berikut:
 Masyarakat kita masih banyak yang bekerja hanya sekedar untuk pemenuhan makan dan lahiriah. Termasuk dalam hal ini banyak anak sekolah hanya untuk mengejar ijazah.
 Banyak masyarakat masih berorientasi pada masa lampau atau masa kini, termasuk misalnya dengan mengagung2kan hal-hal mistik, benda pusaka, kejayaan leluhur dst.
 Menggantungkan terhadap nasib
 Sikap konfromisme yang tinggi seperti sama rasa-sama rata dan sungkan menonjolkan diri.
 Orientasi vertical kepada pejabat, orang tua dll shg tdk percaya diri, lemah disiplin bila tdk ada pengawasan dr atas dan  tdk bertanggung jawab.
 Suka menerabas atau potong kompas untuk mengejar sesuatu jabatan atau kekayaan.
 Tidak menghargai mutu,
 Rendahnya jiwa bersaing

Meski demikian beliau juga menemukan bahwa terdapat nilai-nilai tradisional yang berguna untuk pembangunan bangsa yakni:
 Adanya orientasi vertical, dapat dijadikan media untuk mendorong perubahan social dengan adanya suri keteladanan dari para atasan, pejabat dll,
 Adanya pandangan kosmologis agar manusia tahan menderita dan konsep ikhtiar (wajib berusaha),
 Adanya toleransi terhadap pemikiran orang lain yang sangat sesuai untuk kondisi Indonesia yang majemuk,
 Adanya pandangann kosmologis  bahwa manusia merupakan bagian dari alam dan masyarakat membuat tumbuhnya rasa aman secara psikologis.

Upaya yang perlu dilakukan untuk membina mentalitas yang produktif antara lain:
 Adanya keteladanan dari para pejabat, orang tua dan kalangan yang mempunyai status social ekonomi tinggi.
 Adanya stimulant untuk bersikap mental positif
 Adanya persuasi melalui penerangan atau kampanye.
 Adanya penanaman mentalitas kepada generasi baru secara dini melalui pendidikan keluarga, sekolah, budaya baca, karya sastra dll.

Dalam upaya mendorong pembangunan bangsa, beberapa hal yang perlu diantisipasi antara lain:
Munculnya individualisme yang extrim
Hilangnya nilai-nilai rohaniah yang mempertinggi mutu hidup.
Keretakan prinsiop-prinsip kekeluargaan
Penggunaan kelebihan harta/uang dan waktu luang yang tidak wajar,
Polusi lingkungan hidup.

Prof. Koenjara ningrat juga menekankan bahwa dalam membangun banbgsa, kita tidak bisa menjiplak konsep dari Eropa, Amerika , Jepang dll karena kondisi sosio cultural kita berbeda dengan meraja. Yang bisa kita lakukan dengan konsep luar tersebut adalah kita mengadopsi konsep positif dan memodifikasinya agar sesuai dengan kondisi bangsa kita.

Buku ini ditulis untuk menjawab sejumlah pertanyaan dari wartawan Kompas, sehingga cara pembahasannyapun per topic dan bahasanya simple dan sangat mudah dicerna oleh orang awam. Pemikiran2 beliau saat ini masih sangat relevan dengan kehidupan bangsa kita. Sangat disayangkan bahwa Indonesia memiliki  banyak pemikir social dan pendidik2  hebat seperti Koenjaraningrat, Selo Soemardjan, Sajogjo, Satjipto Raharjo dll, namun pengelola Negara ini tidak banyak mengadopsi dan menjalankan secara konsisten sumbangsih pemikiran dari beliau-beliau tersebut…..



Tuesday, July 03, 2012

ASTA BRATA; 8 Unsur Alam Simbol Kepemimpinan


Oleh; J. Syahban Yasasusastra
Pustaka Mahardika
Yogyakarta, 2011
204 halaman

Buku ini bertema leadership dari sisi kearifan lokal Jawa. Isu kepemimpinan merupakan isu menarik dewasa ini ketika bangsa kita sedang dirudung banyak masalah. Kualitas dasar kepemimpinan yakni; Integritas, Kecerdasan, Keberanian, Inisiatif dan Kemampuan mengambil keputusan secara tepat merupakan barang langka yang sulit diperoleh di kalangan pemimpin-pemimpin formal yang ada saat ini. Demikian pula karakter-karakter seorang pemimpin seperti: Kejujuran, Kompeten, Visioner, Inspiratif, Cerdas, Obyektif/adil, berwawasan luas, berani mengambil resiko, tegas dan penuh imajinasi, merupakan karakter yang sukar dijumpai di kalangan pemimpin bangsa.

Buku ini menggali 8 sifat dewa (asta brata), yang menjadi simbol kepemimpinan, yakni:
•  Indra Brata (Dewa Hujan), pemimpin hendaknya mampu menciptakan kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyatnya
• Yama Brata (Dewa Penegak Kebenaran),  Pemimpin hendaknya tidak pilih kasih dalam menjatuhkan hukuman bagi pelanggar hukum.
• Surya Brata (Dewa Matahari), pemimpin harus tegas dalam mengambil keputusan dan bisa memberikan pencerahan kepada warganya,
• Candra Brata (Dewi Rembulan), pemimpin  hendaknya menyejukkan, tenang dan lemah lembut serta memberikan ketentraman bagi warganya,
• Bayunila Brata (Dewa Angin), pemimpin hendaknya bisa merasuk ke semua lapisan, mampu mengayomi dan memberi rasa aman dan bertanggungjawab secara transparan,
• Kuwera Brata (Dewa Pemurah hati pemberi kekayaan), pemimpin harus mampu mengelola sumberdaya alam untuk kesejahteraan rakyatnya dan bersikap welas asih kepada sesama.
• Baruna Brata (Dewa Penguasa Laut), pemimpin hendaknya memiliki pengetahuan yang luas untuk menampung dan mengikat semua pendapat. Pemimpin harus mampu menampung kemajemukan dari warganya.
• Agni Brata (Dewa Api) seorang pemimpin harus tidak boleh pandang bulu, bisa mengobarkan semangat seluruh rakyat untuk membangun dan berani menghadapi setiap tantangan.

Secara umum buku ini bersifat sederhana, meski demikian terdapat beberapa kelemahan dari buku ini yakni:
• Terdapat dua halaman kosong karena salah cetak.
• Beberapa bagian buku ini  terdapat beberapa ilustrasi cerita yang terkesan bertele-tele (meski sebenarnya maksudnya baik yakni untuk memperjelas content).
• Buku ini diangkat dari kearifan lokal berlatar belakang Jawa sehingga ditemukan berbagai istilah yang mungkin agak sulit dipahami oleh orang2 yang tidak mendalami budaya Jawa.

Sunday, July 01, 2012

PERUBAHAN SOSIAL DI YOGYAKARTA



Oleh: Selo Soemardjan
Komunitas Bambu,
Jakarta 2009
ISBN: 979-3731-41-9
508 halaman


Buku ini merupakan sebuah penelitian  tentang perubahan social di Yogyakarta pada akhir jaman kolonialisme Belanda, jaman pendudukan Jepang, revolusi kemerdekaan dan paska kemerdekaan sampai dengan tahun 1958. Perubahan ideology kenegaraan dari system kerajaan ke kolonialisme Belanda dilanjutkan ke kolonialisme Jepang  dan ke era revolusi kemerdekaan serta paska merdeka telah membawa dampak perubahan bagi berbagai bidang kehidupan masyarakat seperti di bidang system pemerintahan, tumbuh berkembangnya  partai politik, pertanian rakyat, tumbuhnya perusahaan asing, pendidikan masyarakat dan lain-lain.

Dari penelitian di Yogyakarta ini, beliau merumuskan dalil umum perubahan social sebagai berikut:
1. Kalau ada rangsangan yang cukup kuat untuk mengatasi hambatan-hambatan yang menghalangi tahap permulaan proses perubahan, maka hasrat akan perubahan social  bisa menjadi tindakan untuk mengubah.
2. Orang-orang yang mengalami tekanan kuat dari luar cenderung untuk mengalihkan agresi balasan mereka dari sumber tekanan yang sebenarnya ke sasaran-sasaran  materiil yang ada sangkut pautnya dengan sumber itu.
3. Rakyat yang tertekan oleh kekuatan dari luar cenderung untuk bekerjasama dengan kekuatan dari luar, tetapi hanya untuk mempertahankan ketentraman jiwa mereka.
4. Orang-orang yang tertekan cenderung untuk menjadi lebih agresif. Hal ini disebabkan  mereka menjadi semakin menyadari adanya kesenjangan antara keadaan hidup sekarang dengan keadaan yang diinginkan
5. Proses perubahan social di kalangan pelopor perubahan bermula  dari pemikiran  ke sesuatu di luar (ide ke aksi) sedangkan di kalangan warga  masyarakat perubahan bermula dari fakta realitas eksternal kemudian menyesuaikan diri (fakta ke adaptasi internal).
6. Harta kekayaan yang diinginkan, tetapi tidak bisa lagi diperoleh karena jalan itu tertutup oleh kekuatan  luar sehingga telah kehilangan nilai sosialnya oleh rasionalisasi. Dalam hal ekstrim harta kekayaan itu tidak dihargai.
7. Rakyat menolak perubahan karena beberapa alas an; (a) mereka tidak memahaminya, (b) perubahan itu bertentangan dengan nilai serta norma yang ada; (c) para anggota masyarakat yang berkepentingan/vested interest  dengan keadaan yang ada, cukup kuat menolak perubahan itu, (d) resiko yang terkandung dalam perubahan itu lebih besar daripada  jaminan social dan ekonomi yang bisa diusahakan, (e) pelopor perubahan ditolak.
8. Perubahan  yang tidak merata pada berbagai sector kebudayaan masyarakat  cenderung menimbulkan ketegangan-ketegangan dan mengganggu keseimbangan social.
9. Dalam proses perubahan social, kebiasaan-kebiasaan lama dipertahankan dan diterapkan pada inovasi sehingga tiba saatnya kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih menguntungkjan menggantikan hal yang lama.
10. Kalau rakyat terus menerus tidak diberi kesempatan  untuk memuaskan kebutuhan sosialnya, mereka cenderung beralih  merenungkan hal  bukan keduniawian untuk mendapatkan ketenteraman jiwa. Dalam hal sebaliknya, mereka cenderung  untuk menjadi lebih sekuler dalam system kepercayaannya.
11. Suatu perubahan social yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pelopor yang berlawanan dengan vested interest   cenderung untuk berhasil.
12. Perubahan yang dimulai dengan pertukaran pikiran secara bebas diantara warga masyarakat yang terlibat, cenderung mencapai sukses yang lebih lama daripada perubahan yang dipaksakan dengan dekrit pada mereka.
13. Perubahan  dari system kelas tertutup ke kelas terbuka akan disertai dengan  perubahan dari system komunikasi  vertical satu arah ke system komunikasi vertical dua arah.
14. Perubahan  dari system kelas tertutup ke kelas terbuka cenderung untuk mengalihkan orientasi rakyat dari tradisi, maka mereka menjadi lebih mudah menerima perubahan lainnya.
15. Semakin lama dan semakin berat penderitaan yang telah dialami rakyat karena berbagai ketegangan psikologis dan frustasi maka semakin tersebar luas dan cepat kecenderungan perubahan yang akan menuju pada kelegaan.


Dalam buku ini, secara tidak langsung beliau menggaris bawahi pentingnya peran Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai pelopor perubahan di Yogyakarta. Beberapa kepeloporan Sri Sultan HB IX antara lain:
• Di bidang kenegaraan, beliau sebagai raja berdaulat dengan legowo menyatakan diri sebagai bagian dari Republik Indonesia.
• Di bidang  pemerintahan, beliau mendorong aktif kehidupan berdemokrasi di Yogyakarta melalui pengembangan lembaga perwakilan/DPRD padahal situasi politik dan cultural saat itu sangat memungkinkan Sri Sultan untuk bersikap otoriter.
• Di bidang ekonomi, beliau mendorong adanya ekonomi kerakyatan melalui pengembangan koperasi rakyat. Selain itu beliau berusaha mendorong pengembangan BUMN untuk menggantikan perusahaan asing di Indonesia.
• Di bidang pendidikan, Sri Sultan secara aktif berusaha mendirikan Perguruan Tinggi di Yogyakarta bahkan merelakan sebagian istananya sebagai ruang belajar mengajar.

Walaupun tidak semua gagasan beliau bisa berjalan lancer namun hal itu tidak mengurangi pandangan public terhadap Sri Sultan sebagai negarawanan yang visioner dan bijak. Kondisi kebatinan masyarakat Yogyakarta saat itu, dimana rakyat masih sangat menghormati Raja,  digunakan oleh Sri Sultan untuk menuntun proses perubahan social di Yogyakarta dengan penuh kedamaian dan tidak banyak gejolak.

Secara umum buku ini sangat bagus. Dari sisi isi, buku ini cukup komprehensif karena mengupas berbagai aspek kehidupan masyarakat (ekonomi, pemerintahan, politik dll) secara cukup mendalam. Kemampuan analisis komprehensif ini mengindikasikan tingkat kepakaran yang sulit dicari tandingnya. Dari sisi bahasa, bahasa yang dipakai di buku ini sangat runtut dan sederhana sehingga mudah  dipahami. Salah satu kelebihan utama dalam penulisan buku ini adalah kemampuan Prof. Selo Soemardjan untuk menulis dengan gaya bertutur (story telling). Membaca buku ini seperti membaca cerita sejarah yang mengalir lembut dan menghanyutkan…….