Friday, March 29, 2013

BULU AJAIB BURUNG YANG BIJAK; 75 kisah kearifan dari Timur Tengah



Oleh Zarita
PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2011
ISBN: 978-979-22-7081-5
411 halaman

Buku ini berisi berbagai kisah atau cerita kearifan dari beberapa Negara Timur Tengah yakni:

1.       Cerita Irak-Iran (19 buah cerita)
2.       Cerita dari Madinah-Mekkah (11 buah cerita)
3.       Cerita dari Maroko-Mesir (17 buah cerita)
4.       Cerita dari Afganistan-Pakistan (15 buah cerita)
5.       Cerita dari Palestina-Syria-Turki (13 buah cerita)

Cerita yang disajikan dalam buku ini berupa cerita pendek, sederhana dan kaya pesan moral. Banyak pesan moral dalam buku ini yang terkait kejujuran, kerja keras, kebajikan, kesabaran, cinta kasih, kedermawanan dan lain-lain.

Alur cerita dalam buku ini relative sederhana dengan bahasa yang mudah dipahami, walaupun dalam beberapa cerita terdapat bahasa-bahasa yang agak kurang mengalir (mungkin factor penterjemahan). Dalam setiap akhir cerita juga terdapat epilog berupa pesan moral dari cerita yang disampaikan. Hal ini membantu pembaca untuk mengambil hikmah walaupun terkadang epilog terkadang agak dipaksakan dengan bahasa yang kurang mengendap.

Saturday, March 09, 2013

PRINSIP PENDIDIKAN SECARA KEJAWEN



Prinsip pendidikan secara ajaran Kejawen:
  1. Mulat (menguasai materi yang diajarkan sehingga mampu membuka wawasan bagi anak didik),
  2. Milala (memberikan pujian secara tepat  untuk memotivasi anak didik)
  3. Miluta (mendidik ke arah budi pekerti yang benar)
  4. Palidarma (mampu menjadi teladan bagi anak didik)
  5. Palimarma (mampu memberikan maaf bagi anak didik ketika mereka berbuat kesalahan)

(dikutip dari Wawan Susetya, 2012)

DASA DARMA NARENDRA



DASA DARMA NARENDRA (sepuluh tuntunan sikap bagi pemimpin)
  1. Paricaga (rela berkorban)
  2. Ajava (berhati tulus)
  3. Dana (gemar berderma)
  4. Tapa (bersahaja dan sederhana)
  5. Susila (moralitas tinggi)
  6. Madava (ramah)
  7. Akodha (tidak gampang marah dan dendam)
  8. Khanti (kesabaran)
  9. Avirodhana (tidak suka mencari permusuhan)
  10. Avihimsa (tidak bersifat kejam)

(dikutip dari Wawan Susetya, 2012)

KEN DEDES: Sang Penggoda



Oleh Wawan Susetya

Penerbit Imania,

Depok, 2012

ISBN: 978-602-99756-3-5

447 halaman



Buku ini merupakan novel sejarah sengan seting tahun 1100-1200 Masehi tatkala mendekati runtuhnya Kerajaan Kediri dan berdirinya Kerajaan Singasari.


Ken Dedes merupakan putri Empu Parwa yang merupakan brahmana yang mumpuni di sebuah pelosok kampung. Di bawah bimbingan ayahnya, Ken Dedes tumbuh menjadi brahmani yang mampu melakukan olah batin melalui meditasi. Sehingga Ken Dedes juga dikenal sebagai symbol Prajnyaparamita atau orang yang sudah memiliki kemampuan ilmu olah batin yang cukup tinggi. Ken Dedes mempunyai daerah kewanitaan yang bercahaya yang dipercaya bahwa dia mempunyai wahyu “nareswari” atau akan melahirkan keturunan raja-raja besar di Jawa. Secara singkat bisa dikatakan Ken Dedes mempunyai penampilan fisik jelita dengan inner beauty yang mempesona.


Kejelitaan Ken Dedes telah mengundang ketertarikan dari Akuwu (Raja Kecil) Kerajaan Tumapel yang bernama Tunggul Ametung. Tunggul Ametung yang terpesona dan tidak sabar menikahi Ken Dedes kemudian menculik dan membawanya ke istana Tumapel. Ken Dedes pun hanya bisa pasrah menerima perlakuan tersebut, walaupun batinnya menderita.


Kerajaan Tumapel yang merupakan bawahan kerajaan Kediri,  menghadapi rongrongan dari para perampok yang merampok kekayaan Tumapel, merampok para pedagang dan merampok pengiriman upeti ke kerajaan Kediri. Perampok tersebut sering membagikan hasil jarahannya kepada masyarakat miskin. Kesewenang-wenangan Tunggul Ametung yang memeras pajak rakyatnya serta kesewenang-wenangan Kerajaan Kediri yang menyingkirkan kaum brahmana membuat munculnya gerakan perampokan tersebut. Salah satu tokoh perampok tersebut adalah seorang anak muda yang digdaya yang bernama Temu.


Dalam sebuah pertempuran Temu hampir binasa, namun dia diselamatkan oleh Dewa Wisnu yang kelak akan menitis ke dalam dirinya. Temu kemudian disuruh berguru kepada Begawan Tantriyana dan melanjutkan ke Begawan Loh Gawe. Setelah mengalami penggemblengan mental, Temu yang kemudian berubah nama menjadi Ken Arok, mengikuti sayembara tanding untuk menjadi pengawal Akuwu Tumapel. Siasat ini dilakukan agar Ken Arok bisa masuk dan menyelidiki kerajaan Tumapel dari dalam.


Ken Arok yang berhasil menjadi pengawal Akuwu Tumapel, kemudian menjalankan siasat dengan membangun jaringan dengan kawan-kawannya yang eks perampok serta membangun hubungan dengan para brahmana. Ken Dedes sendiri sangat berharap kehadiran Ken Arok akan mampu membebaskan tekanan batin yang dideritanya. Ken Dedespun terus berusaha mendekati Ken Arok untuk menumpahkan deritanya.

Di Kerajaan Tumapel sendiri, kondisi Tunggul Ametung  yang sudah tua dan sakit-sakitan juga mengundang munculnya rencana kudeta dari salah satu pengawal Tunggul Ametung yang bernama Kebo Ijo. Dia bersekongkol dengan Belakangka (brahmana penasehat raja) dan Empu Gandring (pembuat senjata).  Tunggul Ametung meninggal  dalam ontran-ontran kudeta. Dengan kecerdikannya, Ken Arok bisa melucuti rencana kudeta tersebut.  Ken Arok kemudian diangkat menjadi raja Tumapel menggantikan Tunggul Ametung.


Setelah menduduki tahta Tumapel, Ken Arok kemudian memperluas wilayahnya dan akhirnya berhasil merebut tahta Kerajaan Kediri dari Raja Kertajaya. Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singosari, dengan didampingi Ken Umang seorang wanita yang dikenal sejak kecil dan menjadi teman seperjuanganya. Selain itu, Ken Arok akhirnya juga menyunting Ken Dedes sebagai istri mudanya yang kelak akan melahirkan keturunan raja-raja besar di Jawa.

Buku ini ceritanya mengalir sederhana dan tidak banyak “kagetan” di dalamnya. Dalam novel ini ditemukan istilah dalam bahasa Jawa/Jawa Kawi/sanskerta. Penggunaan istilah-istilah tersebut nampaknya dimaksudkan untuk menambah bobot artistic selain beberapa kata tersebut sulit dicari padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Namun penggunaan istilah tersebut saya rasakan terkadang agak berlebihan sehingga malah terasa mengganggu. Gangguan tersebut pasti akan lebih dirasakan bagi para pembaca yang tidak bisa berbahasa Jawa (meski di tiap bab, disediakan terjemahannya).

Tuesday, March 05, 2013

PUBLIC DISOBEDIENCE: Telaah Penolakan Publik Terhadap Kebijakan Pemerintah



Oleh: Dwiyanto Indiahono
Penerbit Gava Media
Yogyakarta, 2009
ISBN: 978-979-1078-54-2
197 halaman

Buku ini bercerita tentang berbagai kasus pembangkangan (penolakan/ketidaktaatan) public terhadap kebijakan pemerintah. Berbagai kebijakan pemerintah yang dirasa tidak memperhatikan rasa keadilan public, biasanya akan menuai penolakan. Berbagai contoh kebijakan yang dirasa kurang adil tersebut antara lain: (a) biaya pendidikan yang semakin mahal sehingga pendidikan sulit diakses oleh masyarakat miskin, (b) system anggaran pembangunan yang lebih didominasi oleh kepentingan para pejabat dan politisi, (c) kebijakan pemberian berbagai insentif/tunjangan bagi anggota DPR/DPRD. 

Untuk mengeliminir adanya pembangkangan public tersebut, penulis menyarankan: (1) pemerintah hendaknya mempunyai hati nurani dan mau memperhatikan rasa keadilan masyarakat, (2) Pemerintah harus membuka ruang bagi partisipasi masyarakat dalam perumusan dan implementasi kebijakan (3) Pemerintah harus mau bersikap transparan dan akuntabel, (4) Pemerintah harus tanggap (responsive) terhadap aspirasi masyarakat, (5) pemerintah harus konsisten dalam menjalankan peraturan secara adil, (6) pengembangan administrasi public yang lebih berorientasi pada pelayanan prima kepada public.

Untuk mendorong munculnya kebijakan pemerintah yang “pro public”, penulis menyarankan beberapa langkah yang perlu dilakukan masyarakat, yakni: (1)  adanya proses advokasi yang didukung oleh data akurat dan solusi yang obyektif rasional, (2) adanya proses pengorganisasian yang baik untuk menyatukan berbagai elemen civil society dan melakukan pembagian peran atau membentuk aliansi strategis. Berbagai pengalaman kolaborasi militer-mahasiswa (seperti jaman awal berdirinya Orba dan jaman Orde Reformasi) ataupun kolaborasi Ulama-Intelektual dalam revolusi di Iran, bisa menjadi sumber pembelajaran dalam membangun aliansi strategis.  

Secara umum buku ini enak dibaca, relative ringan isinya  dan mudah dipahami. Meski demikian bagi sebagian orang yang ingin menggali isu public disobedience secara mendalam mungkin buku ini dirasa kurang analisis. tapi menurut saya, buku ini setidaknya telah memberikan informasi awal tentang public disobedience ini…