Sunday, May 18, 2014

SEKOLAH UNTUK KAUM MISKIN

Oleh James Tooley
PT Pustaka Alvabet
Jakarta 2013
ISBN 978-602-9193-27-5
488 halaman

James Tooley merupakan professor bidang pendidikan dari Newcastle University, Inggris. Beliau pernah bekerja sebagai guru di Zimbabwe, Kanada dan Afrika Selatan. Beliau menaruh perhatian yang intens terhadap dunia pendidikan di Negara sedang berkembang.

Buku ini bercerita tentang ketertarikan Tooley kepada sekolah swasta yang melayani masyarakat miskin di perkotaan dan pelosok perdesaan. Di tengah gencarnya tekanan internasional dan suara nyaring para pakar pembangunan untuk adanya “pendidikan gratis” di Negara sedang berkembang, Tooley mempunyai pendapat berbeda. Riset yang dilakukan Tooley di India, Ghana, Nigeria dan China menunjukkan bahwa pengembangan program pendidikan gratis melalui pembangunan “sekolah negeri” yang dibiayai pemerintah ternyata tidak selamanya tepat karena membutuhkan sumberdaya finansial yang sangat besar dan membutuhkan keberanian reformasi birokrasi di sector pendidikan.

Tooley dalam risetnya menemukan bahwa secara alamiah di banyak daerah terdapat sekolah-sekolah swasta sederhana yang memberikan layanan kepada kaum miskin dengan  biaya sekolah yang sekedarnya.  Sekolah swasta ini dalam beberapa aspek mempunyai kelebihan dibanding sekolah negeri yakni: (1) guru lebih disiplin dan bertanggungjawab karena diawasi kepala sekolah dan orangtua murid, (2) kurikulum pelatihan lebih fleksibel dan sesuai kebutuhan siswa, (3) guru berasal dari lingkungan murid sehingga interaksi dan komunikasi guru dan murid menjadi intensif, (4) rasio guru dan murid di sekolah swasta lebih kecil dibanding sekolah negeri sehingga pembelajaran intens, (5) biaya sekolah per siswa di sekolah swasta lebih efisien, (6) ada subsidi silang antara siswa dari keluarga mampu dan kurang mampu. Dalam risetnya Tooley juga menemukan bahwa belajar bersama antar siswa (peer learning) sebenarnya sudah lama dikembangkan di sekolah-sekolah tradisional di India.  Metode ini yang kemudian dikenal dengan Metode Madras. Metode ini kemudian diadopsi dan dikembangkan di Inggris dan belahan dunia lainnya.

Pembangunan pendidikan di Negara berkembang yang seringkali berkiblat ke Negara maju (“Barat”) seringkali mematikan kreatifitas bangsa itu sendiri. Pembangunan sekolah negeri yang berlangsung massif dengan hibah atau pinjaman dari lembaga keuangan internasional, terkadang hasilnya tidak optimal. Oleh karenanya Tooley berpikiran untuk memberikan akses pendidikan kepada seluruh lapisan masyarakat,  pemerintah di Negara sedang berkembang harusnya tidak hanya mengembangkan sekolah negeri tetapi juga harus mengoptimalisasikan keswadayaan masyarakat melalui sekolah swasta. Masyarakat miskin bukan berarti mereka tidak punya apa-apa, mereka  mempunyai sumberdaya hanya saja nilainya terbatas. Sumberdaya yang terbatas inilah yang harus dikelola dengan baik agar mereka mampu menolong dirinya sendiri untuk hidup bermartabat dan sejahtera di masa depan.


Secara umum buku ini sangat bagus untuk dibaca oleh pengambil keputusan, aktivis atau pemerhati pendidikan. Kita diajak berpikir lateral dalam menghadapi carut marutnya dunia pendidikan Negara sedang berkembang. Terkait dengan Indonesia, walaupun tidak semua yang dikupas di buku ini sesuai dengan kondisi kita, namun ada banyak hal yang bisa dijadikan renungan bila kita ingin mewujudkan Indonesia pintar dan berdaulat dimasa depan.....   

Saturday, May 17, 2014

AMUK WISANGGENI; Ksatria Sejati dari Kawah Candradimuka

Oleh; Suwito Sarjono
Penerbit Diva Press
Yogyakarta 2012
344 halaman

Buku ini bercerita tentang kisah wayang babad Mahabarata. Alkisah, Arjuna yang telah mengalahkan raja raksasa Niwitakawaca mendapatkan anugerah dewa untuk tinggal di kahyangan dan bidadari cantik Betari Dersanala, putri Dewa Brahma. Namun kisah manis itu berakhir tragis karena raja dewa yakni Betara Guru terkena hasutan anaknya yang bernama Dewasrani, yang ingin menyunting Betari Dersanala. Arjuna diusir dari kahyangan dan Betari Dersanala yang sedang mengandung diculik oleh Dewasrani.

Betari Dersanala yang sedang mengandung kemudian melahirkan anak secara prematur. Demi menuruti keinginan Dewasrani yang ingin menyunting Betari Dersanala, Betara Guru mengutus dewa bawahannya untuk membunuh jabang bayi anak Dersanala. Dewa yang disuruhnya tidak tega membunuh jabang bayi yang tidak bersalah dan membuangnya ke dalam hutan dan kemudian ke kawah Candradimuka  yang terkenal panas membara. Namun jabang bayi tersebut mempunyai kesaktian sehingga kawah Candradimuka tidak bisa menghanguskannya bahkan jabang bayi segera tumbuh cepat dan semakin meningkat kesaktiannya.

Semar yang melihat kesewenang-wenangan Betara Guru tergerak untuk menegakkan kebenaran. Dia kemudian mendampingi jabang bayi  yang sudah tumbuh remaja tersebut, untuk meminta pertanggungjawaban Betara Guru. Remaja yang diberi nama Wisanggeni tersebut mengejar Betara Guru untuk meminta keterangan tentang jatidirinya. Betara Guru mengerahkan pasukannya namun mereka tidak bisa menandingi kesaktian Wisanggeni. Betara Guru kemudian kabur ke Amarta untuk meminta pertolongan Pandawa, namun dikejar terus oleh Wisanggeni. Kemudian Betara Guru pergi ke tempat Dewasrani, namun Dewasranipun dikalahkan oleh Wisanggeni. Akhirnya Betara Guru mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada Wisanggeni, Arjuna dan Dersanala.

Secara umum buku ini mudah dicerna, karena Bahasa dan alur yang sederhana (khususnya bagi pembaca yang sering mendengar cerita wayang). Sayangnya pesan-pesan moral terkesan “ditempelkan” dan kurang merasuk dalam alur cerita secara terintegrasi.