Thursday, July 31, 2014

SANG PEMULA

Oleh: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit Hasta Mitra
Jakarta 1985
418 halaman

Buku ini bercerita tentang kisah RM. Tirto Adhi Soerja (1890-1918) yang merupakan tokoh Perintis Pers Nasional Indonesia. Beliau dilahirkan di kalangan bangsawan keturunan Mangkunegara, Panembahan Madura dan Bupati Blora.

RM Tirto Adhi Soerja merupakan generasi yang ingin mandiri dan terbebas dari feodalisme keluarganya. Beliau tidak ingin menjadi amtenar dan lebih memilih hidup sebagai jurnalis. Beberapa penerbitan yang beliau kembangkan antara lain Chabar Hindia Olanda, Pembrita Betawi, Pewarta Priangan, Bromartani, Soenda Berita(1903), Staatsblad Melajoe, dan Medan Prijaji (1908). Soenda Berita yang terbit 1903 merupakan pers nasional pertama yang dikelola oleh pribumi dan dimodali oleh orang pribumi.

Dalam perjalanannya sebagai jurnalis, RM Tirto Adhi Soerja bersikap tegas dalam menyuarakan aspirasi masyarakat saat itu. Hal itu membuatnya sempat diasingkan, namun disisi lain hal itu juga membuat beliau bisa masuk dan disegani di kalangan amtenar. Panggilan jiwanya yang  ingin menyuarakan suara masyarakat membuat beliau aktif dalam dunia pergerakan politik dan mendirikan Sarekat Dagang Islam (meski sejarah versi lain menyebutkan Sarekat Dagang Islam didirikan oleh Haji Samanhudi). Dalam prakteknya, beliau tidak selalu menggunakan pendekatan non cooperative. Beliau juga melakukan loby dengan pejabat Belanda untuk pengembangan politik pribumi dan penegakan keadilan. Beberapa  pemikiran dan aksi RM Tirto Adhi Soerja yang cemerlang saat itu antara lain:
  • Mengembangkan sarikat atau Organisasi untuk memperkuat bargaining position politik masyarakat,
  •  Melakukan lobby untuk pengembangan politik pribumi dan penegakan keadilan,
  • Mengembangkan pers sebagai media artikulasi kepentingan masyarakat dan social control,
  • Memberikan bantuan hukum untuk warga masyarakat yang ditindas oleh para amtenar dan bangsawan yang korup,
  • Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan melalui kegiatan usaha kelompok (missal pemasaran bersama untuk memotong rantai pemasaran),
  • Mendorong pengembangan bank atau lembaga keuangan mikro untuk melayani permodalan masyarakat,
  • Mendorong pengembangan emansipasi perempuan di bidang pendidikan, ketenagakerjaan dan kehidupan social lainnya yang saat itu sedang berkembang sejalan dengan “politik etis” yang dicanangkan oleh Van Deventer.


Melihat pergerakan RM Tirto Adhi Soerjo tersebut, Pramoedya berpendapat bahwa RM Tirto Adhi Soerjo tidak cukup dihargai sebagai perintis pers nasional karena beliau sejatinya merupakan salah satu tokoh perintis pergerakan Indonesia. Pram berpendapat bahwa RM Tirto Adhi Soerjo tidak banyak dikenal sebagai tokoh pergerakan karena informasi tentang beliau banyak disembunyikan atau dihilangkan oleh intel penyusup Belanda.

RM Tirto Adhi Soerjo, selain sebagai jurnalis juga menerbitkan beberapa karangan  fiksi yang terkait dengan kehidupan social saat itu seperti kehidupan pergundikan para nyai yang menjadi simpanan para pejabat Belanda atau amtenar pribumi. Membaca tulisan non fiksi maupun artikel pers yang ditulis RM Tirto Adhi Soerjo, kita akan dihadapkan pada tulisan yang cukup padat, bernas dan mampu memotret kondisi social saat itu dengan cukup jeli.

Salah satu kekurangan buku ini yakni hilangnya beberapa dokumen-dokumen karya RM Tirto Adhi Soerjo sehingga ada beberapa kisah yang agak terpenggal. Selain itu gaya bahasa yang tidak banyak merubah isi artikel atau karangan  termasuk beberapa kosa kata dalam Bahasa Belanda membuat pembaca yang jarang membaca tulisan awal tahun 1900-an mungkin akan perlu waktu untuk mengunyah dan memahami isi pesan yang disampaikan. Meski demikianmembaca buku ini akan membuat kita semakin takjub dengan Pramoedya yang mampu merangkai kisah ini dengan begitu elok. Selain itu buku ini menahbiskan kemampuan Pram yang luar biasa untuk melakukan riset-riset terhadap dokumen-dokumen kesejarahan yang telah using ditelan jaman. 

Buku ini saya rekomendasikan dibaca untuk para pemerhati sejarah, maupun generasi muda supaya tidak tercerabut dari akar kesejarahan bangsa kita sendiri.