Tuesday, December 23, 2014

IL PRINCIPE (Sang Pangeran)

Niccolo Machiavelli
Penerbit Narasi,
Yogyakarta 2014
ISBN 978-979-168-342-5
184 halaman

Niccolo Machiaveli dilahirkan di Florence - Italia pada tahun 1469. Ia sempat ditahan dan disiksa karena dituduh berkomplot melawan penguasa Medici. Karena bersikeras tidak bersalah, Machiaveli kemudian dibebaskan. Sebagai salah satu bentuk ucapan terima kasih kepada penguasa, Machiaveli kemudian menulis buku Il Principe. Buku ini ditulis di saat Italia dan Eropa dikuasai oleh kerajaan-kerajaan kecil dan besar yang saling berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaannya.  Melalui buku ini Machiaveli menyampaikan pandangan dan saran pollitik terhadap persoalan kenegaraan saat itu  seperti strategi melakukan invansi dan mengelola Negara jajahan, mengelola militer dan membangun leadership.

Terkait dengan strategi mengelola negara jajahan/taklukan, Machiaveli menyatakan bahwa di Negara yang kultur paternalismenya sangat kuat, biasanya akan lebih sulit ditaklukkan dibanding Negara yang mempunyai “middle class”. Hal ini disebabkan kalangan middle class akan lebih mudah dihasut untuk melakukan pemberontakan. Sebaliknya bila kita sudah menaklukkan Negara yang kulturnya paternalistic, mereka akan lebih mudah dikendalikan. Negara yang memiliki “middle class” akan susah dikendalikan karena mereka akan memiliki ekspektasi-ekspektasi tinggi yang terus berkembang.

Untuk menjamin keberlangsungan kekuasaan di negara taklukan, Machiavelli  sendiri menyarankan beberapa strategi yang perlu dikembangkan, yakni: (1) menumpas habis penguasa terdahulu beserta keluarganya agar mereka tidak tumbuh menjadi pemberontak di belakang hari, (2) membentuk pemerintahan koloni yang menetap di negara taklukan agar bisa melakukan pengelolaan pemerintahan dan pengawasan intensif di Negara taklukan, (3) memberikan hukuman  yang kejam  yang memberikan efek jera bagi orang yang akan memberontak, (4)  Merampas harta miik penguasa lama dn pihak yang berpotensi menjadi pembangkang, (5) berhati-hati dalam menerapkan aturan baru yang memberatkan supaya tidak mengganggu zona nyaman dari masyarakat di Negara jajahan, (6) jangan mendukung terbentuknya satu partai politik besar yang berpotensi melakukan pembangkangan, (7) jangan melakukan suatu aktivitas yang membuka peluang kekuatan asing untuk menyusup, (8) lakukan sentralisasi kekuasaan.

Dalam mengelola kekuatan militer, Machiavelli menyarankan; (1) Negara berdaulat bila mempunyai militer domestik yang kuat, (2) jangan tergantung pada kekuatan tentara bayaran atau milisi sewaan karena mereka kaum opportunis, (3) masa damai hendaknya digunakan untuk menguatkan kapasitas dan simulasi kemiliteran, (4) seorang Pangeran/Raja harus bisa mengendalikan militernya bahkan kalau perlu dengan cara menghancurkan militer lama dan mengganti yang baru.

Terkait dengan leadership, Machiavelli menyampaikan beberapa hal yang kontroversial yakni: (1) seorang pemimpin Negara idealnya harus mampu menampilkan sosok diri yang suci, beriman, ramah, tegas dan sikap positif lainnya walaupun itu hanya sifatnya kamuflase saja. Namun dalam rangka mempertahankan kekuasaannya, bisa saja sifat-sifat tersebut ditanggalkan, (2) pemimpin terkadang harus  kikir supaya operasi ekspansi untuk memperluas wilayah jajahan tidak dibebankan ke rakyatnya, (3) lebih baik menumbuhkan perasaan takut dari masyarakatnya daripada perasaan cinta. Adanya perasaan takut akan memudahkan masyarakat untuk dikendalikan sekehendak hatinya, (4) seorang pemimpin tidak perlu takut akan konspirasi-konspirasi bila masyarakat berada di pihaknya, (5) seorang pemimpin harus bisa menjadi harimau yang perkasa namun juga bisa bersikap seperti rubah yang penuh muslihat cerdik dan atau licik, (6) aturan harus selalu ditegakkan kalau perlu dengan kekerasan, (6) pemimpin harus bisa mengambil hati masyarakatnya, setidaknya jangan sampai masyarakat membencinya karena masyarakat adalah benteng pertahanan terbaik yang dimilikinya.

Melihat pola pikir Machiavelli memang Nampak bahwa pemikiran-pemikirannya terkadang kontroversial karena era saat itu penuh dengan kolonialisme dan perebutan kekuasaan antar kerjaaan. Demi mempertahankan kekuasaan, tindak kekerasan atau kekejaman serta tindakan yang tidak etis bisa dilakukan. Terlebih lagi buku ini ditulis sebagai ungkapan terima kasih kepada raja yang telah mengampuninya, maka unsur “menjilat” untuk membenarkan tingkah raja menjadi suatu hal yang mudah ditemukan didalamnya.

Secara umum buku ini berhasil menyajikan pemikiran2 Machiavelli, walaupun terkadang tulisannya kurang terstruktur, Bahasa yang kurang mudah dicerna (mungkin karena factor penterjemahan) dan setting kejadian yang terjadi lebih dari 5 abad lalu sehingga kita harus meraba-raba kejadian saat itu.


Monday, December 08, 2014

KECIL ITU INDAH (Ilmu ekonomi yang mementingkan rakyat kecil)

E.F. Schumacher
Penerbit LP3ES – Jakarta, 1985 (cetakan kelima)
286 halaman

E.F. Schumacher adalah cendekiawan ekonomi  dan penggagas teknologi madya, yang dilahirkan di Jerman namun kemudian banyak berkecimpung dalam dunia pendidikan dan bisnis di Amerika, Inggris dan Jerman. Pemikiran beliau banyak dipengaruhi oleh filsafat Buddha, Kristen dan ajaran kearifan dari Gandhi.
E.F. Schumacher mengkritik pola pembangunan yang pada saat itu (tahun 1970-an) berorientasi pada materialism dan pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya (tanpa batas). Pendekatan pertumbuhan ekonomi tersebut mendorong munculnya usaha skala besar dan mekanisasi/otomatisasi. Hal ini membawa beberapa dampak merugikan, yakni:
  • Hancurnya struktur dan ikatan social karena pekerja disibukkan oleh urusan pekerjaan, dan tidak mempunyai waktu cukup waktu membina hubungan social dengan lingkungannya,
  • Meningkatnya tekanan psikologis terhadap pekerja, yang harus selalu mencapai target kinerja perusahaan,
  • Penggunaan teknologi padat modal yang tidak sesuai dengan kondisi local sehingga menimbulkan pengangguran dan ketergantungan sumberdaya asing,
  • Adanya sentralisasi kawasan industry yang menimbulkan arus urbanisasi dan perkotaan memikul beban kependudukan yang sangat tinggi,
  •  Adanya pengurasan sumberdaya alam khususnya non renewable resources,
  • Adanya resiko kerusakan lingkungan akibat penggunaan teknologi yang tidak eco-friendly seperti pemakaian pestisida dan pupuk an-organic yang mengakibatkan menururnnya kesuburan alami tanah dan juga resiko akibat penggembangan teknologi nuklir dll.
  • Pendidikan berorientasi pada pengembangan “know-how” (teknologi) dan kurang menekankan pada sisi etika yang akhirnya menelorkan orang yang terampil tapi tidak mempunyai karakter.


Sebagai solusinya, beliau menawarkan beberapa konsep yakni: 
  • Pengembangan indicator pembangunan yang juga memasukkan indicator social seperti kebahagiaan/kesejahteraan.
  • Penciptaan lapangan kerja melalui pengembangan sector usaha berskala kecil-sedang yang memungkinkan usaha dikelola dalam skala ekonomis namun ikatan social tetap terbina dengan baik.
  • Pengembangan teknologi madya yang disesuaikan dengan kondisi local, sehingga teknologi tidak “meminggirkan” masyarakat dan tetap memberikan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat.
  • Redistribusi kepemilikan asset dan keuntungan usaha kepada karyawan dan kepada masyarakat sekitarnya.
  •  Reorientasi Pendidikan yang menyeimbangkan unsur etika dan know how.
  • Redistribusi pembangunan ke wilayah pedesaan untuk menghindarkan adanya urbanisasi yang tidak terkendali.


Secara umum buku ini mudah dicerna dan dipahami. Ide-ide yang dikemukakan penulis-pun masih sangat relevan untuk diterapkan di Indonesia saat ini. Walaupun untuk menerapkannya,  tantangan besar sudah menghadang berupa kuatnya cengkeraman kaum pengusaha yang ”kapitalis” yang lebih mementingkan kepentingan keuntungan pribadi daripada kesejahteraan masyarakat secara luas. Saya rekomendasikan buku ini untuk dibaca kalangan aktivis social, mahasiswa maupun pengambil kebijakan di pemerintahan yang peduli terhadap nasib bangsa di masa depan.