Tuesday, November 08, 2016

Rusmi ingin pulang (kumpulan cerpen)

Oleh: Ahmad Tohari
Penerbit Matahari
Yogyakarta, 2004
106 halaman

Cerpen Rusmi ingin pulang berkisah tentang kegalauan seorang ayah yang anaknya yang janda pergi merantau dan diisukan menjadi pelacur. Kang Hamim bimbang ketika Rusmi anaknya ingin pulang ke kampong halamannya. Dia takut warga sektarnya akan menolak kehadiran anaknya. Untunglah dia menemukan tetua kampong dan ustadz yang mampu mengajak warganya untuk berpikir positif dan menjauhkan diri dari syak wasangka. Bahkan ustadz berhasil menyadarkan warganya untuk melindungi warga lemah seperti kaum janda.

Cerpen Nyanyian malam, berkisah tentang Sar, istri Ratib. Ratib adalah seorang laki-laki muda yang menjadi imam di surau dekat rumahnya. Sar selama ini dilanda kebimbangan karena Jebris, teman masa kecilnya dan sekarang tinggal di pekarangannya, diisukan menjadi wanita panggilan di kota. Sar kuatir, profesi Jebris akan mengurangi berkah bagi lingkungannya termasuk bagi diri Sar sekeluarga. Untunglah suaminya yang berpengetahuan agama, menasehati Sar dengan lembut untuk berbuat kebaikan kepada Jebris dengan mengajaknya kembali ke jalan yang lurus.

Cerpen Si Minem beranak bayi, berkisah tentang perkawinan usia dini yang kemudian beranak pinak walau terkadang kondisi kesehatan bayinya tidak normal. Namun perkawinan usia dini ini masih menjadi tradisi di beberapa tempat. Karena merupakan sebuah kebanggan bagi orangtua bila anak gadisnya segera ada yang melamar.

Cerpen Blokeng bertutur tentang gegernya sebuah kampong karena seorang perempuan gila melahirkan seorang bayi. Para pria saling curiga, dan saling menghindar dengan penuh kemunafikan. Ketika pak RT yang jujur bersedia menjadi ayah bayi tersebut, Blokeng si wanita gila menolaknya. Karena dia tahu pak RT tidak berbuat jahat kepadanya.

Bulan Kuning sudah tenggelam berkisah tentang Yuning, seorang putri angkat Raden Barnas Rahadikusumah, bangsawan mantan Bupati. Yuning yang menikah dengan Koswara, tinggal di Ciamis untuk mengembangkan usaha ternak babi. Oleh Raden Barnas, Yuning diminta pindah ke garut untuk menemani dirinya dan istrinya yang sudah tua. Namun Yuning menolaknya karena merasa berat meninggalkan suaminya di Ciamis. Penolakan Yuning mengakibatkan Raden Barnas menjadi sakit jantung dan meninggal dunia. Yuning yang merasa berdosa, kemudian memohon ampunan almarhum ayahnya dan ibundanya. Perlahan-lahan hubungan dengan ibunya menjadi cair dan Koswara pun akhirnya bersedia untuk tinggal bersama dengan mertuanya.

Cerpen-cerpen disusun dengan alur yang sederhana, bahasa yang lugas dan pesan moral yang jelas dan mudah dtangkap maknanya. Membaca cerpen ini seperti melihat Ahmad Tohari sedang berdakwah dengan untaian kata-kata ...



Monday, November 07, 2016

Di kaki Bukit Cibalak

Oleh Ahmad Tohari
PT Gramedia Oustaka Utama
Jakarta, 2014 (cetakan ke empat)
ISBN 978-602-03-0513-4
176 halaman

Kisah ini mengambil setting desa Tanggir pada tahun 1970-an. Desa ini sedang mengalami perubahan dari pertanian tradisional kea rah mekanis. Suara orang menumbuk padi hilang, digantikan suara mesin kilang padi. Kerbau dan sapi pun dijual karena tenaganya sudah digantikan traktor. Mata pencaharian masyarakatnya sebagian besar petani, dengan beberapa bangsawan kecil yang mendominasi. Di desa yang sedang berubah itu muncul kemelut akibat pemilihan kepala desa yang tidak jujur. Pak Dirga yang culas berhasil mengalahkan pak Badi, calon yang dinilai oleh banyak orang sebagai orang yang jujur.

Pambudi, pemuda Tanggir yang mengelola Lumbung Desa ditekan oleh Pak Dirga untuk melakukan kecurangan dalam pembukuan Lumbung Desa. Pambudi melawan kehendak Kepala Desa tersebut. Penolakannya semakin keras ketika Pak Dirga tidak mengijinkan Pambudi menolong Mbok Ralem warga miskin yang ingin meminjam beras untuk biaya berobat di Yogyakarta. Terpanggil oleh rasa kemanusiaannya, Pambudi dengan sedikit tabungan yang dimilikinya akhirnya membantu Mbok Ralem tersebut berobat di Yogyakarta. Ternyata biaya pengobatan yang dibutuhkan sangat besar. Pambudi kemudian mendatangi sebuah koran local, untuk memasang iklan mencari donator  guna pengobatan Mbok Ralem. Tanpa diduga donasi para dermawan mengalir deras dan akhirnya cukup untuk biaya pengobatan Mbok Ralem.

Keberhasilan Pambudi mencarikan pengobatan untuk Mbok Ralem, membuat  dia jadi pahlawan di kampungnya. Termasuk di mata Sanis, gadis SMP jelita yang sedang mekar. Mereka saling memendam rasa cinta. Namun di mata Pak Dirga, keberhasilan Pambudi merupakan tamparan baginya karena dia sebagai lurah dimarahi Bupati dan Camat karena dianggap lalai mengobati warganya.

Rasa dendam Pak Dirga membuatnya berupaya menyingkirkan Pambudi ke luar desa. Pambudi akhirnya mengalah pergi ke Yogya. Di kota pelajar itu Pambudi bertemu teman lama yang memintanya meneruskan kuliah sambil bekerja di sebuah toko. Pindah kerja dari toko, Pambudi akhirnya diterima di surat kabar Kalawarta yang dulu membantunya mencari donasi untuk Mbok Ralem.

Pak Dirga yang merasa menang dari Pambudi akhirnya menikahi Sanis, kekasih Pambudi. Di Yogyakarta, melalui persuratkabaran, Pambudi melanjutkan perlawanannya terhadap kepala desa Tanggir yang curang, dan berhasil menjatuhkannya. Tetapi pemuda Tanggir itu kehilangan gadis sedesa yang dicintainya. Meski demikian akhirnya Pambudi mendapat ganti, anak pemilik toko tempatnya bekerja, yang diam-diam telah mencintai dirinya sejak lama.......


Buku ini sebenarnya alurnya cukup sederhana dengan pesan moral yang mudah dicerna. Kepandaian Ahmad Tohari dalam memilih dan merangkai kata, serta penguasaannya dalam menggambarkan kehidupan pedesaan membuatr buku ini enak untuk dinikmati. 

Di kaki Bukit Cibalak

Oleh Ahmad Tohari
PT Gramedia Oustaka Utama
Jakarta, 2014 (cetakan ke empat)
ISBN 978-602-03-0513-4
176 halaman

Kisah ini mengambil setting desa Tanggir pada tahun 1970-an. Desa ini sedang mengalami perubahan dari pertanian tradisional kea rah mekanis. Suara orang menumbuk padi hilang, digantikan suara mesin kilang padi. Kerbau dan sapi pun dijual karena tenaganya sudah digantikan traktor.  Mata pencaharian masyarakatnya sebagian besar petani, dengan beberapa bangsawan kecil yang mendominasi. Di desa yang sedang berubah itu muncul kemelut akibat pemilihan kepala desa yang tidak jujur. Pak Dirga yang culas berhasil mengalahkan pak Badi, calon yang dinilai oleh banyak orang sebagai orang yang jujur.

Pambudi, pemuda Tanggir yang mengelola Lumbung Desa ditekan oleh Pak Dirga untuk melakukan kecurangan dalam pembukuan Lumbung Desa. Pambudi melawan kehendak Kepala Desa tersebut. Penolakannya semakin keras ketika Pak Dirga tidak mengijinkan Pambudi menolong Mbok Ralem warga miskin yang ingin meminjam beras untuk biaya berobat di Yogyakarta. Terpanggil oleh rasa kemanusiaannya, Pambudi dengan sedikit tabungan yang dimilikinya akhirnya membantu Mbok Ralem tersebut berobat di Yogyakarta. Ternyata biaya pengobatan yang dibutuhkan sangat besar. Pambudi kemudian mendatangi sebuah koran local, untuk memasang iklan mencari donator  guna pengobatan Mbok Ralem. Tanpa diduga donasi para dermawan mengalir deras dan akhirnya cukup untuk biaya pengobatan Mbok Ralem.

Keberhasilan Pambudi mencarikan pengobatan untuk Mbok Ralem, membuat  dia jadi pahlawan di kampungnya. Termasuk di mata Sanis, gadis SMP jelita yang sedang mekar. Mereka saling memendam rasa cinta. Namun di mata Pak Dirga, keberhasilan Pambudi merupakan tamparan baginya karena dia sebagai lurah dimarahi Bupati dan Camat karena dianggap lalai mengobati warganya.

Rasa dendam Pak Dirga membuatnya berupaya menyingkirkan Pambudi ke luar desa. Pambudi akhirnya mengalah pergi ke Yogya. Di kota pelajar itu Pambudi bertemu teman lama yang memintanya meneruskan kuliah sambil bekerja di sebuah toko. Pindah kerja dari toko, Pambudi akhirnya diterima di surat kabar Kalawarta yang dulu membantunya mencari donasi untuk Mbok Ralem.

Pak Dirga yang merasa menang dari Pambudi akhirnya menikahi Sanis, kekasih Pambudi. Di Yogyakarta, melalui persuratkabaran, Pambudi melanjutkan perlawanannya terhadap kepala desa Tanggir yang curang, dan berhasil menjatuhkannya. Tetapi pemuda Tanggir itu kehilangan gadis sedesa yang dicintainya. Meski demikian akhirnya Pambudi mendapat ganti, anak pemilik toko tempatnya bekerja, yang diam-diam telah mencintai dirinya sejak lama.......


Buku ini sebenarnya alurnya cukup sederhana dengan pesan moral yang mudah dicerna. Kepandaian Ahmad Tohari dalam memilih dan merangkai kata, serta penguasaannya dalam menggambarkan kehidupan pedesaan membuatr buku ini enak untuk dinikmati. 

Monday, October 24, 2016

Kubah

Oleh: Ahmad Tohari
PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, Juni 1995
ISBN: 978-979-22-8774-5
216 halaman

Buku ini berkisah tentang Karman, seorang tahanan politik yang baru dibebaskan dari Pulau Buru. Karman dilanda kegalauan untuk pulang ke kampungnya karena  orang-orang yang dicintainya telah menghilang selama dia diasingkan selama 12 tahun. Istrinya sudah menikah lagi dengan orang lain, anaknya yang nomor tiga meninggal dan dua anak lainnya tidak mengenalnya karena tidak ada komunikasi selama masa pembuangan.

Kegalauan juga muncul karena Karman menyadari di waktu lalu dia pernah melukai masyarakat di sekitarnya. Pak Haji Bakir yang telah mengasuhnya sewaktu kecil dengan penuh kasih, telah dia musuhi karena hasutan oleh rekan-rekan  separtainya.

Takdir membawa Karman singgah di rumah adiknya. Dan kegalauan di hatinya perlahan mulai sirna karena masyarakat menerima baik kehadirannya dan memaafkan kesalahan masa lalunya. Mantan istrinya dan anak-anaknya telah mulai berkomunikasi dengannya. Karman menangis gembira karena anak gadisnya kemudian dilamar oleh cucu Haji bakir yang dulu dimusuhinya.  Karman berusaha menghapus dosa masa lalunya dengan aktif kegiatan sosial dan keagamaan di kampungnya. Dia yang terampil dalam hal mengelas, diberi kepercayaan untuk membuat Kubah Masjid yang sedang direhabilitasi. Kesungguhan hatinya, membuat kerjanya menghasilkan karya yang Indah. Disitulah Karman merasa menemukan dirinya kembali, menemukan martabat hidunya, menemukan ketentraman jiwa yang sempat menjauh darinya.


Membaca karya Ahmad Tohari, ibarat mengunyah bulir padi yang bernas berisi. Walau alurnya sederhana, namun karena pilihan kata-katanya indah serta banyak detail yang mempesona membuat karyanya senantiasa nikmat untuk dibaca. 

Integrated Human Resource Development

Oleh: Noor Fuad dan Gofur Ahmad
PT Grasindo
Jakarta 2009
ISBN: 978-979-025-592-0
240 halaman

Buku ini mencoba membangun konsep Integrated HRD dengan menggunakan pilar Competence Based Human Resource Management (CB-HRM), Talent Based Human Resource Management (TB-HRM), Competence Based Training (CBT) dan Continuing Professional Development (CPD).

Langkah yang perlu dikembangkan dalam I-HRD adalah:
1.       Penyusunan Standar Kompetensi (Teknikal dan manajerial) untuk masing-masing posisi jabatan.  Stabdar Kompetensi disini meliputi jenis Kompetensi dan derajat keahlian/leve of proficiency.
2.       Setiap karyawan diberi kesempatan untuk mengikuti program pencarian bakat kepemimpinan pada jabatan2 kunci di institusi/lembaga. Hal ini dimaksudkan agar bisa ditemukan the right man on the right position/place.
3.       Perlu dikembangkan pola dan jalur karir dalam lembaga baik yang bersifat linier ataupun generalis.
4.       Perlu dikembangkan assessment center yang bertugas untuk melakukan penilaian kesenjangan Kompetensi dan penilaian pola karir.
5.       Karyawan harus senantiasa dikembangkan kapasitasnya melalui pelatihan dll sesuai dengan standar Kompetensi yang harus dimilikinya.
6.       Karyawan hendaknya memiliki standar kinerja tertentu yang harus senantiasa diupgrade atauu ditingkatkan (ada continuous improvement) melalui pengumpulan angka kredit misalnya.
7.       Perlu pengembangan Sistem Informasi Manajemen Kompetensi sebagai data base lembaga, utamanya berbasis teknologi informasi

Secara umum buku ini menarik dan mudah dicerna. Ada 2 hal yang sedikit mengganggu yakni (1) penyampaian definisi-definisi dari berbagai sumber menyebabkan buku ini terkesan seperti diktat dan kurang mengalir pembahasannya, (2) pembahasan isu HRD terkadang lompat dari sector bisnis ke sector pemerintahan attau sebaliknya. Antara kedua sector ini ada hal2 prinsip yang sama namun terdapat detail-detail  yang berbeda. Pembahasan yang melompat-lompat membuat alur agak terganggu.




Thursday, October 20, 2016

SENYUM DAHLAN

Oleh: Tasaro GK
Penerbit Noura Books
Jakarta, 2014
ISBN 978-602-1606-90-2
380 halaman

Buku ini merupakan salah satu seri dari Trilogi Inspirasi Dahlan Iskan. Edisi sebelumnya berjudul Sepatu Dahlan dan Surat Dahlan.

Dalam buku ini berkisah tentang Saptoto, anak seorang janda yang pensiunan guru SD. Ibu Saptoto mempunyai anak 11, namun hanya 9 yang hidup. Meski hanya mengandalkan  pensiunan dan kerja serabutan, Ibu Saptoto bertekad harus mampu menyekolahkan anak-anaknya walau hidupnya harus irit dan sederhana. Ibu Saptoto ini merupakan penggemar setia tulisan koran Dahlan Iskan.

Saptoto yang lulus SMA mencoba mendaftar UMPTN namun gagal. Dia akhirnya diterima di UNY  dengan mengambil jurusan Jurnalistik. Di kampus itu dia berkenalan dengan Kanday, seorang pemuda Sunda yang berasal dari keluarga petani yang sederhana. Persahabatan yang erat timbul diantara mereka. Kanday yang punya minat kuat jadi wartawan, meminjam kliping koran Ibu Saptoto yang berisi tulisan-tulisan Dahlan Iskan. Kandaypun akhirnya jadi penggemar tulisan Dahlan Iskan.
Saptoto dan Kanday pun aktif dalam kegiatan kampus. Mereka aktif mengikuti Praktek Kerja Lapangan hingga mereka diterima magang kerja di Radar Bogor sebuah harian local milik grup Jawa Pos yang dikomandani Dahlan Iskan.  Talenta dan keseriusan kerja mereka memikat pimpinan Radar Bogor hingga mereka diterima bekerja disana. Mereka kemudian merintis Radar Bandung dan Radar Bekasi. Namun Saptoto menyadari bahwa dia tidak cocok jadi wartawan sehingga dia mengundurkan diri dan ingin menjadi penulis lepas. Sedangkan Kanday yang ditinggalkannya, terus berusaha mengembangkan Radar Bekasi yang mulai naik prestasinya.

Perjalanan Saptoto ingin menjadi penulis lepas, membuatnya bertemu dengan seorang editor yang mempertemukannya dengan Dahlan Iskan.  Dari pertemuan tersebut diungkap perjalanan Dahlan Iskan sewaktu menjadi wartawan. Dahlan Iskan menjadi popular sewaktu menjadi wartawan Tempo mengembangkan jurnalisme investigasi untuk mengupas kasus narapidana criminal Kusni Kasdut yang dihukum mati. Dia bisa menggali aspek-aspek manusiawi dari terhukum. Dahlan juga menggunakan investigasi untuk menampilkan kecelakaan Kapal Tampomas  II yang terbakar dan tenggelam di Laut Masalembo pada awal tahun 1981. Tragedi Tampomas II tersebut merenggut nyawa ratusan orang. Dahlan berhasil mewawancarai korban dan para awak kapal Sangihe yang menjadi penyelamat dan telah berjuang mati-atian memberikan bantuan kepada para penumpang Tampomas II. Meski demikian dijumpai keputusasaan dari awak kapal Sangihe karena kondisi kapal Sangihe yang rusak membuat mereka tidak bisa optimal memberikan bantuan. Mereka hanya bisa terkesima dan menangis haru tak berdaya  melihat korban bergelimpangan kepanasan dengan lolong kesakitan dan akhirnya tenggelam diterkam ombak laut Masalembo.

Perjalanan Dahlan Iskan kemudian bergerak ketika diberi tugas mengelola koran Jawa Pos yang diakuisisi Tempo. Perlahan-lahan Jawa Pos yang semula agak surut berhasil berkembang. Dari sisi jurnalistik, Dahlan belajar banyak sama wartawan senior Tempo seperti Goenawan Moehammad. Dari sisi bisnis dia belajar banyak kepada Eric Samola yang merupakan pebisnis handal dan dekat dengan para politisi. Grup Jawa Pos makin berkembang dan mulai mengembangkan koran-koran local daerah seperti Radar Kaltim, Radar Bogor dll. Grup Jawa Pos akhirnya mendirikan Gedung Graha Pena di Surabaya sebagai monument tumbuh kembangnya Jawa Pos. Pada saat Jawa Pos mulai berkibar, Eric Samola terkena stroke hingga meninggal dunia. Meninggalnya “sang guru” membuat Dahlan Iskan naik ke tampuk pimpinan grup Jawa Pos, dengan tetap memegang tuntunan yang telah diberikan oleh Eric Samola.

Secara umum buku ini mudah dinikmati karena Bahasa yang sederhana dan alur yang agak runtut. Meski demikian terkesan buku ini sangat “mengkultuskan” sang tokoh utama yakni Dahlan Iskan. Hal ini agak terasa mengganggu karena terkesan Dahlan Iskan seperti Dewa dan bukan sosok manusia...Walau buku ini memiliki kekurangan, buku ini saya rekomendasikan untuk tetap dibaca karena ada nilai2 moral positif yang bisa petik hikmahnya.




Saturday, July 09, 2016

HOW THE WORLD WORKS

Oleh: Noam Chomsky
Penerbit Bentang
Yogyakarta, 2015 (edisi ketiga)
ISBN 978-602-291-059-6
444 halaman

Noam Chomsky dilahirkan tahun 1928 asal Amerika Serikat. Dia merupakan kritikus social yang menurut saya cenderung beraliran “kiri”. Mungkin karena factor “ kiri” tersebut membuat gagasannya tidak terlalu diterima di negaranya sendiri yang dikuasai kaum”kanan” yang kapitalis.

Sesudah Perang Dunia ke 2, Amerika Serikat berada dalam posisi sangat menguntungkan karena menang perang namun dengan kerusakan yang sangat kecil. Amerika menguasai hampir 50% kekayaan dunia dengan penduduk yang hanya 6,3% dari total populasi penduduk dunia. Dengan posisi tersebut, Amerika  tentu saja ingin mempertahankan posisi sebagai penguasa ekonomi, politik dan keamanan dunia.

Dalam aspek  “perdagangan bebas”, keberpihakan pemerintah Amerika Serikat terhadap pengusaha semakin telihat. Banyak riset-riset industry strategis dikelola Pentagon dan dibiayai dengan dana public, dan setelah berhasil baru dialihkan kepada pengusaha. Dengan cara demikian pengusaha tidak terlalu dibebani biaya riset yang mahal, dan ini akan berdampak pada meningkatnya daya saing usaha mereka. 

Tidak jarang Amerika menggunakan kekuatan militer untuk menundukkan negara lain yang dianggap melawan dominasi ekonomi Amerika ataupun dianggap mengembangkan kebijakan yang tidak menguntungkan pengusaha Amerika. Kasus intervensi militer Amerika ke Panama, Kosta Rika, Nikaragua, Somalia, Irak dll, tidak terlepas dari pertimbangan mempertahankan dominasi ekonomi Amerika. Negara2 yang sedang membangun diri dan dianggap berpotensi mengganggu dominasi ekonomi,akan dilemahkan dengan berbagai cara termasuk cara halus (embargo ekonomi) maupun cara kasar (intervensi militer ataupun politik adu domba). Amerika tidak jarang merekrut algojo penjahat perang Nazi yang kejam untuk melakukan intervensi yang penuh kekerasan dan kebiadaban. Tidak mengherankan bila Chomsky berkata bahwa: “ sejak perang dunia ke dua, hampir setiap presiden Amerika seharusnya bisa diajukan ke Mahkamah internasional dengan tuduhan sebagai penjahat perang”. Amerika digolongkan sebagai negara yang hipokrit dan menggunakan standar ganda, demi melanggengkan kekuasaannya.

Dominasi Amerika ini mengakibatkan kesenjangan antar negara juga semakin melebar. Negara berkembang hanya dijadikan supplier bahan mentah, tenaga kerja murah dan pasar. Investasi oleh pengusaha Amerika  dilakukan di negara berkembang lebih didasari pertimbangan upah murah dan kelonggaran dari sisi pengelolaan lingkungan/ekologi.

Amerika juga memanfaatkan keberadaan berbagai lembaga internasional seperti GATT, WTO, NAFTA bahkan PBB untuk mempertahankan dominasinya. Tidak jarang kesepakatan-kesepakatan internasional yang dirasa merugikan pengusahanya, diabaikan dan dianggap sebagai angin lalu oleh Amerika. 

Dalam buku ini Chomsky juga mengkritisi dominasi kaum kapitalis didalam negeri Amerika. Banyak subsidi dan kemudahan diberikan kepada para pengusaha/korporasi dengan menggunakan uang public. Keberpihakan kepada pengusaha juga diwujudkan dalam bentuk regulasi dan kebijakan yang pro pengusaha seperti upah murah, kebijakan longgar dalam aspek lingkungan, penekanan terhadap serikat buruh dan lain-lain.  Akibatnya terjadi kesenjangan yang semakin melebar antara pengusaha yang semakin kaya dengan masyarakat luas termasuk kaum buruh di Amerika.

Dominasi kaum pengusaha di dalam negeri dan luar negeri ini muncul tidak terlepas dari dukungan media massa yang cenderung “dikuasai” dan disetir oleh kaum pengusaha. Mereka bisa menyembunyikan fakta-fakta penting bahkan melakukan propaganda yang memutar balikkan fakta kepada public. Ketergantungan masyarakat terhadap dunia mass media membuat masyarakat menjadikan media massa sebagai sumber informasi utama. Ketika media massa menyampakan sebuah berita, agak sulit bagi public untuk mengecek validitasnya dan melakukan check and balances.

Secara umum buku ini cukup menarik dan didukung beberapa dokumen resmi. Penterjemahan dilakukan dengan baik sehingga alur tulisan cukup mengalir dan kalimatnya cukup bernas. Meski demikian ada beberapa poin yang membuat saya sedikit mengerinyitkan dahi ketika membacanya yakni: (1) dalam penggambaran beberapa kasus intervensi Amerika, kita dituntut mempunyai beberapa referensi pendukung karena apa yang disajikan di tulisan ini tidak terlalu detail, (2) dalam artikel ini juga dimuat kasus Timor Timur dan pemberontakan PKI dari perspektif Chomsky. Pendapatnya bisa subyektif karena keterbatasan referensi, (3) buku ini disusun berdasarkan empat buah tulisan Chomsky sehingga dijumpai ada beberapa bagian yang terkesan mengulang-ulang dari artikel sebelumnya.

Thursday, June 30, 2016

BANDA NEIRA

Oleh Mayon Sutrisno
Penerbit Tara Media
Jakarta, 2001 (cetakan ke dua)
516 halaman

Novel ini ditulis dengan setting akhir abad ke 16,  saat Belanda mulai ikut berlomba untuk mencari koloni baru  mengikuti jejak Portugis dan Spanyol.

Alkisah, Pieter van Hoorn merupakan seorang anak  laki-laki dari Jacobus Groningen  dan Marie du Bois. Walaupun sesungguhnya van Hoorn merupakan anak dari perselingkuhan Marie  dengan pemuda Inggris, James Sinclair. Groningen yang pelaut sangat menyayangi van Hoorn sehingga van Hoorn pun juga sangat menyayangi Groningen yang sesungguhnya ayah tirinya.

Meski sudah menikah dengan Groningen, Marie masih melanjutkan perselingkuhan dengan pria lainnya. Sampai suatu saat Marie dan Jeff kekasihnya, bersekongkol meracuni Groningen hingga tewas. Mengetahui ulah ibu dan pacar gelapnya, van Hoorn marah dan membalas dendam dengan meracuni ibu dan kekasih gelapnya.

Untuk meninggalkan jejak, van Hoorn  kemudian ikut berlayar bersama kakeknya Joseph du Bois. Mereka ikut ekspedisi yang dipimpin Kapten Jenderal Nicolaus Speelman untuk mencari daerah koloni di  wilayah Hindia Timur. Dalam perjalan van Hoorn bertemu dengan Cornelia seorang gadis muda yang disekap untuk jadi pelayan seks Speelman. Kondisi fisik Cornelia yang penuh penuh rasa takut dan  bekas luka, membuka rahasia bahwa Speelman mengidap penyakit jiwa “machoism” dimana kepuasan seksualnya hanya bisa dicapai  melalui jalan kekerasan atau penyiksaan terhadap pasangannya. Perjalanan ekspedisi tersebut mengarah ke Jepang dan dalam perjalanan banyak menemui badai sehingga beberapa kapal pendamping mereka tenggelam dan puluhan awak kapal hilang. Dalam perjalanan ini van Hoorn banyak belajar dari kakeknya untuk menjadi seorang pelaut sejati yang handal. Van Hoorn juga banyak belajar tentang ilmu bintang dan tentang kisah-kisah para pelaut dunia dari Frans Valenntijn yang bertugas mendokumentasikan perjalanan ekspedisi tersebut.

Sesampai di Jepang, ekspedisi Speelman diterima oleh penguasa Jepang Daimyo Matsunaga. Dalam pertemuan awal, wakil Matsunaga didampingi oleh  Antonio Argensola yang bertindak sebagai penterjemah. Argensola merupakan seorang paderi Fransiskan dari Spanyol yang telah lama menetap di Jepang. Ekspedisi Speelman diperbolehkan untuk berdagang disana dan awak kapal banyak turun ke darat untuk menghibur diri. Van Hoorn yang menginjak remaja terpikat dengan Michiko, seorang pelacur muda pelayan geisha. Van Hoorn pun banyak bergaul dengan Argensola untuk belajar tentang agama. Rasa cinta yang begitu dalam kepada Michiko, membuat van Hoorn kemudian menebus Michiko dari induk semangnya dan menikahinya.

Kelakuan anak buah Speelman  yang sering berbuat onar dan perilaku Speelman yang arogan telah membuat ketersinggungan Daimyo Matsunaga. Rombongan Speelman kemudian dibantai dan diusir dari jepang. Paderi Argensola pun ikut terusir karena dianggap bersekongkol dengan Speelman. Bahkan gereja dan pengikut Argensola ikut dibinasakan. Michiko yang sudah mengandung anak van Hoorn, tidak bisa ikut melarikan diri  karena kondisi fisiknya.

Seteah terusir dari Jepang, ekspedisi Speelman berlayar menuju Banda. Dalam perjalanannya mereka dihadang ekspedisi Inggris yang sudah menguasai sebagian wilayah Banda.  Di saat kritis tersebut datanglah bala bantuan dari tentara Belanda yang sudah bercokol di Banda, selamatlah mereka. Di Banda, van Hoorn yang tampan berkenalan dengan Eveline  anak Jan Hasselaer, pejabat belanda untuk wilayah Belanda.  Mereka saling jatuh cinta.

Di Banda, Speelman kemudian melakukan penaklukan terhadap benteng Portugis dan Spanyol.  Van Hoorn yang bertindak heroic dalam pertempuran tersebut mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Kapten. Namun perjalan karirnya yang mulud tidak berjalan seiring dengan perjalanan cintanya. Ayah Eveline tidak menyetujui perintaan Eveline dengan van Hoorn. Dia menjodohkan Eveline dengan Speelman yang jabatannya jauh lebih tinggi disbanding van Hoorn. Evelinepun tidak bisa menolak kehendak ayahnya karena dia tidak tega melukai perasaan  ayah yang disayanginya.

Speelman yang arogan dan ambisius berusaha menguasai Banda dengan tangan besinya. Hal itu membangkitkan perlawanan penduduk local yang kemudian membantai Jan Hasselaer, Josep du Bois (kakek van Hoorn), Eveline  dan  sebagian pasukannya. Speelman kemudian melakukan pembersihan dan pembantaian termasuk di gereja Argensola. Kekejaman Speelman membuat van Hoorn muak dan melarikan diri untuk bergabung dengan tentara Inggris. Mereka kemudian bersekutu dengan penduduk local untuk melawan Speelman. Perlawanan ini berjalan sukses dan membuat Speelman melarikan diri ke Jacatra dan meninggalkan Cornelia di Banda. Cornelia kemudian diasuh oleh Paderi Argensola dan diminta membantu di gereja.

Untuk memperkuat posisi Inggris  di Banda, van Hoorn diutus untuk meminta bantuan ke benteng Inggris di Malaka. Van Hoorn diterima oleh Lord Aragon dan jatuh cinta dengan Elizabeth, putri semata wayang Lord Aragon. Ketika di Malaka, van Horn bertemu kembali dengan Michiko, istrinya yang dulu ditinggalkan di Jepang. Michiko dihadiahkan sebagai pelayan  oleh  Damyo Matsunaga kepada Lord Aragon karena nala tentara inggris mempunyai hubungan yang sangat baik dengan Jepang. Perjumpaan yang tidak terduga tersebut membuat Michiko bersedih melihat van Hoorn mau menikah dengan Eliabeth. Ketika van Hoorn merayakan pernikahan dengan Elizabeth, Michiko melakukan seppuku (bunuh diri ala Jepang). Michiko berpesan bahwa anak buah cintanya dengan van Hoorn  tinggal di Jepang dan diberi nama Pieter Argensola untuk menghormati dua orang yang berpengaruh terhadap jalan hidup Michiko.

Dalam perbincangan dengan lord of Aragon, van Hoorn akhirnya tahu bahwa Lord Aragon adalah james Sinclair yang sejatinya ayah kandungnya. Perasaan bersalah karena menikahi adik tiri dan marah  pada Lord Aragon yang meninggalkan ibunya,  membuat van Hoorn marah dan meninggalkan Malaka tanpa pesan.

Speelman yang merasa dendam dengan Inggris, mengetahui bahwa sebagian armada Inggris di Banda sedang pergi ke Malaka. Speelman bersekutu dengan Pangeran jacatra kemudianmenyerbu Banda dan membumi hanguskan tentara Inggris dan penduduk lokalnya.  Paderi Argensola pun terpaksa melarikan diri dari satu pulau ke pulau lainnya.  Van Hoorn yang tiba kembali di Banda bersama Argensola dan bala tentara yang masih tersisa di Banda kemudian mengatur strategi untuk menghadapi Speelman.  Suatu ketika Lord Aragon tiba dari Malaka untuk menuntut balas pada van Hoorn yang meninggalkan Elizabeh hingga Elizabeth merana dan bunuh diri. Setelah melalui duel pedang, akhirnya Lord Aragon tahu bahwa van Hoorn adalah anak kandungnya. Keduanya kemudian saling menerima.

Dukungan bala tentara Lord Aragon dan dukungan penduduk local kemudian dimanfaatkan untuk mengatur strategi melawan Speelman. Van Hoorn sangat mengagumi kejeniusan paderi Argensola dalam mengatur strategi peran. Dikemudian hari baru diketahui bahwa Argensola merupakan panglima ekspedisi Spanyol yang kemudian memilih masuk menjadi paderi karena tidak tahan menyaksikan kekejaman kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa Eropa.  Strategi jitu Argensola berhasil melumpuhkan bala tentara Speelman. Speelman yang terluka akhirnya tewas mengenaskan ditangan Cornelia yang mendendamnya. Van Hoorn yang sudah lama memendam cinta akhirnya menikahi Cornelia...

Buku ini sangat menarik untuk dibaca. Kita seperti di lemparkan ke sejarah masa lampau ketika kolonialisme bangsa Eropa mulai mengoyak kemerdekaan bangsa di belahan dunia lainnya. Kekejaman dan kebiadaban  menjadi senjata untuk memupuk kekuasaan. Alur plot buku ini sebenarnya sederhana, namun kepandaian pengarang dalam memberikan bumbu cerita dan memilih kata membuat buku ini sangat enak dibaca. Saya menduga pengarang melakukan riset sebelum menulis atau setidaknya membaca banyak referensi sebelum menulis. Hal ini tercermin dari kemampuan pengarang merajut cerita berdasar sejarah secara runut dan memberikan deskripsi budaya secara detail. Selain itu banyak pelajaran moral yang bisa dipetik dari buku ini. Salutttt...





Saturday, June 25, 2016

Janji Saijah dan Adinda


LEBAK, DULU DAN KINI


Dalam buku Max Havelaar yang dituliskan tahun 1859, dikisahkan Lebak merupakan daerah kantong kemiskinan dan prasarana transportasinya buruk. Kondisi tersebut antara lain disebabkan oleh  adanya perampasan harta masyarakat oleh pejabat local dan mobilisasi tenaga masyarakat untuk kepentingan pribadi pejabat daerah. Dari sisi birokrasi, pejabat local yang diangkat menjadi kepala distrik biasanya berasal dari bangsawan local dan saling terikat hubungan kekerabatan dengan kepala distrik lain atau jabatan lain.

Pada saat saya duduk di bangku SD, Lebak juga masih terkenal sebagai kantong kemiskinan. Demikian pula saat ini, dibandingkan dengan daerah kabupaten lainnya, Kabupaten Lebak nampaknya masih memiliki banyak penduduk miskin. Dari sisi birokrasi, ternyata birokrasi di wilayah Banten  yang saat ini membawahi Lebak nampaknya juga tidak banyak berubah. Hal ini dibuktikan dengan adanya kasus korupsi yang melibatkan Ratu Atut (mantan Gubernur Banten) dan Wawan (adiknya). Hubungan kekerabatan antar pejabat juga masih marak dengan adanya “politik dinasti” di wilayah Propinsi Banten.

Ternyata sudah seratus lima puluh tahun lebih , kondisi di Banten - Lebak belum cukup menggembirakan. Semoga Allah s.w.t mengirimkan pemimpin yang amanah, berintegritas dan benar2 mau dan mampu berjuang menghantar masyarakat Lebak dan banten ke pintu kesejahteraan dan kemakmuran.


SAIJAH DAN ADINDA (Kisah kasih tak sampai ala Sunda)

Oleh Multatuli

Crita ini meruakan bagian dari novel Max Havelaar yang ditulis Multatuli 1859.

Saijah merupakan seorang anak laki-laki yang berasal dari keluarga petani sederhana di wilayah Lebak. Suatu ketika kerbau milik ayah Saijah, dirampas oleh Kepala Distrik Parangkujang. Sebagai orang desa, ayah saijah tidak kuasa dan tidak berani melawan kehendak pemimpinnya.
Hilangnya kerbau, membuat ayah saijah kuatir dia tidak bisa menggarap sawahnya dan tidak bisa mencukupi kebutuhan pangan keluarganya. Dia kemudian menjual keris harta pusakanya untuk kemudian dibelikan kerbau. Kerbau baru dirawat penuh kasih oleh Saijah, dan kerbau itu menjadi penurut ditangan Saijah dan sangat giat bekerja.

Tak berapa lama, saat usia Saijah sembilan tahun, kerbau tersebut dirampas lagi oleh kepala Distrik Parangkujang. Ayah saijah tak kuasa melawan, dan hanya bisa merelakan kerbaunya berpindahtangan. Ayah saijah kemudian menjual harta pusaka laiinya untuk membeli kerbau lagi. Walau kerbau barunya lebih kecl, saijah berusaha merawatnya sebaik mungkin. Kerbau tersebut juga tahu diri dengan majikannya dan membantu menyelamatkan Saijah ketika Saijah akan diterkam harimau.

Namun kerbau inipun dirampas kembali oleh Kepala Distrik Parang Kujang. Ibu Saijah kemudian sakit-sakitan karena hartanya selalu dirampas pemimpin daerahnya. Ayah Saijah pun ikut frustasi dan lari ke daerah lain di Bogor. Namun nasib malang menimpanya karena dia tertangkap kembali dan dihukum cambuk karena meninggalkan kampong halamannya tanpa ijin. Ayah Saijah kemudian dijebloskan ke penjara dan meninggal disana.

Saijah yang yatim piatu, kemudian bertekad merantau ke Batavia untuk mengumpulkan modal guna membeli kerbau. Sebelum berangkat merantau, Saijah berpamitan kepada Adinda. Adinda merupakan seorang gadis tetangganya dan sudah dijodohkan dengan Saijah oleh orangtuanya. Adindapun ternyata juga menaruh hati kepada Saijah.Mereka saling berjanji setia untuk bertemu di bawah pohon ketapang di pinggir desa setelah 3 tahun ke depan.

Saijah yang anak kampong terheran-heran melihat majunya kota Pandeglang, Serang, Tangerang dan Batavia. Keluguan dan tekadnya untuk bekerja keras telah mengantarnya untuk bekerja pada sebuah keluarga. Sikapnya yang rajin membuat saijah disukai oleh keluarga itu dan mendapatkan gaji yang memadai. Sampai tahun ke tiga, Saijah merasa tabungannya sudah cukup untuk membeli kerbau untuk modal berumahtangga dengan Adinda. Saijah kemudian mengundurkan diri untuk pulang ke kampong halamannya dan bertemu Adinda kekasih hatinya.

Rasa rindunya kepada Adinda, membuat Saijah tak sabar ingin segera sampai di kampungnya. Ditunggunya Adinda di bawah pohon ketapang di batas desa. Namun dari fajar hingga mentari tenggelam, Adindanya tidak menampakkan batang hidungnya.  Saijah memasuki kampungnya dan dia terkejut rumahnya dan rumah Adinda-nya telah musnah dan hanya tonggak-tonggak yang tersisa. Dari penuturan tetangga, diketahui ayah Adinda melarikan diri beserta anak-anaknya setelah kerbaunya dirampas kepala Distrik Parangkujang 2 tahun setelah kepergian Saijah untuk merantau. Ditengarai, ayah Adinda kabur dengan perahu ke wilayah Lampung.

Demi cintanya, Saijah kemudian memburu ke Lampung. Di sana dia mendapatkan ayah dan adik-adik Adinda sudah menjadi jazad di bawah tikaman bayonet tentara Belanda. Dia juga mendapati jenazah Adinda yang tanpa busana dan telah dianiaya dengan penuh kebiadaban. Saijah menjadi beringas dan menuntut balas. Dibunuhnya tentara Belanda dan dia sendiripun akhirnya tewas dalam upaya menuntut balas nyawa kekasihnya......



MAX HAVELAAR

Oleh Multatuli
Penerbit Narasi
Yogyakarta, 2014
396 halaman
ISBN 979-168-088-4 atau 978-979-168-088-2

Buku ini ditulis oleh Multatuli di Belgia tahun 1859. Multatuli adalah nama samaran Eduard Douwes Dekker. Dia adalah anggota Dewan Pengawas Keuangan Pemerintah Belanda yang ditempatkan di Batavia tahun 1840. Tahun 1842, dia dipindahkan ke Sumatera Barat terus ke Sumatera Utara. Setelah itu dia ditempatkan di Lebak - Banten sebagai Asisten Residen. Cerita ini merupakan novel tetapi didalamnya banyak cerita yang berawal dari kisah nyata yang dibuat fiksi.

Pada saat penjajahan Belanda, pemerintahan Belanda di Hindia Belanda dipimpin oleh Gubernur Jendral. Gubernur Jenderal dibantu oleh Residen (seperti kepala provinsi). Dan di bawah Kabupaten terdapat Asisten Residen (Pengawas Tingkat Divisi/Kabupaten). Jabatan Gubernur Jendral, Residen dan Asisten Residen diisi oleh orang-orang Belanda. Di tingkat divisi, Asisten Residen lebih merupakan pengawas karena pimpinan daerahnya biasanya berasal dari bangsawan local  yang bergelar adipati atau sering disebut “Regen”. Di sinilah kecerdikan pemerintah Belanda yang menyadari masyarakat Hindia Belanda adalah paternalistic maka mereka menggunakan pemimpin local sebagai pimpinan daerah dan mereka mengendalikan pemimpin local dengan menggunakan pengawas (Asisten Residen).

Tokoh utama cerita ini yakni Max Havelaar merupakan seorang tokoh idealis, cerdas dan mempunyai empati tinggi terhadap masyarakat di wilayah tugasnya. Sikap empatinya tercermn dengan kehidupannya yang sederhana dan punya banyak hutang demi membantu sahabat atau warga di lingkungannya. Namun sikap idealismenya dirasa mengganggu kedamaian “atasannya” sehingga dia dibuang ke daerah-daerah yang minus dan bergolak seperti Natal – Sumatera Utara dan Lebak – Banten.

Sebagai Asisten Residen di Lebak,  Max Havelaar bertugas untuk mendongkrak pendapatan daerah dari pajak dan hasil bumi, memobilisasi sumberdaya tenaga masyarakat untuk kepentingan penjajah, melindungi masyarakat local dari pemerasan yang dilakukan pejabat local (adipati dan keluarganya) serta mencegah dan mengendalikan pemberontakan di wilayahnya. Selama sebulan bekerja di Lebak, Max dihadapkan pada fakta bahwa kemiskinan penduduk Lebak masih tinggi sehingga pendapatan daerah dari pajak relative kurang memadai.  Fakta lain yang dijumpai adalah penduduk usia produktif di Lebak relative sedikit disbanding divisi lainnya. Dari penyelidikan yang dilakukan, Max menemukan bahwa  adipati dan kroninya seringkali merampas ternak penduduk (missal kerbau) sehingga penduduk tidak bisa mengolah lahannya secara optimal.  Perbuatan lain dari adipati adalah mengerahkan tenaga penduduk untuk mengolah lahan sang adipati, sehingga penduduk tidak cukup punya waktu mengelola lahan pertanian miliknya sendiri.  Tidak adanya ternak untuk mengelola lahan pertanian dan terbatasanya waktu untuk mengelola lahannya sendiri berakibat produksi pertanian mereka rendah produktivitasnya.  Untuk menggenjot pendapatan dari pajak, sang adipati memberikan pajak yang tinggi dan tidak jarang disertai hukuman bagi yang menunggaknya.  Hal inilah yang memicu banyak warga Lebak pindah ke daerah lain yang pemimpin daerahnya relative lebih akomodatif.  Dengan kondisi jumlah warga yang terbatas yang bisa dimobilisasi untuk gotong royong, tidak mengherankan pembangunan infrastruktur seperti jalan menjadi terabaikan.

Menghadapi situasi tersebut, Max melaporkan kepada Residen Banten selaku atasannya.  Namun Residen Banten merasa terusik ketenangan dan prestasinya dengan laporan itu. Residen Banten malah memojokkan Max. Max tidak putus asa  dan melaporkan kasusnya kepada Gubernur Jenderal di Batavia. Namun Gubernur Jenderal yang berada di ambang pension malah mengacuhkan Max karena laporan Max dianggap berpotensi merusak reputasinya. Max kemudian “dibuang” dan  akan dipindahkan ke Ngawi Jawa Timur. Max yang merasa diperlakukan tidak adil karena tidak diberi kesempatan membeberkan kasus dan melakukan pembelaan diri secara terbuka, secara ksatria kemudian minta dipecat dengan hormat dari jabatannya.

Max yang diberhentikan dengan hormat kemudian melanjutkan perjuanganya melalui tulisan. Dia sadar bahwa selama ini banyak kebohongan yang dilakukan pemerintah Belanda di Hindia Belanda. Warga Belanda di Eropa, saat itu hanya mendengar cerita manis tentang perlakuan pemerintah Belanda untuk membuat warga Hindia Belanda supaya lebih beradab.  Padahal kenyataannya jauh berbeda  karena pemerintah Belanda di Hindia Belanda  banyak melakukan pembiaran terhadap ulah pejabat pribumi yang menyalahgunakan jabatan untuk merampas harta masyarakat dan menguras tenaga rakyat untuk kepentingan pribadinya.  Tulisan dari Max kemudian memperoleh sambutan yang luar biasa yang menggugah kesadaran warga Belanda di Eropa terhadap sikap perilaku pemerintahnya di negara jajahan.

Secara umum, cerita dalam buku ini cukup menarik walau terkadang ada beberapa bagian yang susah dipahami. Mungkin ini disebabkan factor penterjemahan karya yang sudah seabad lebih sehingga Bahasa Belanda  yang digunakan saat itu berbeda dengan Bahasa Belanda saat ini, selain itu context cerita saat itu juga sudah berbeda sehingga sulit untuk membayangkan context yang ada saat itu.



Tuesday, June 21, 2016

TUKANG BATU YANG TIDAK PERNAH PUAS

Ada seorang pemahat batu yang rajin namun berupah kecil. Dia tidak puas dengan  upahnya, sehingga dia berteriak: “oh seandainya aku kaya, aku bisa istirahat di atas bale-bale dengan kelambu sutera”. Teriakannya terdengar oleh malaikat yang turun dari langit, dan dikabulkannya.
Ketika dia beristirahat di atas bale-bale , lewatlah seorang raja yang mengendarai kereta kencana dipayungi payung emas. Pemahat batu berkeluh kesah: “alangkah enaknya bila aku jadi raja kemana-mana bisa berkereta dan diiring pasukan.”. Malaikat di langit mendengarkan keluhnya dan mengabulkannya menjadi raja.
Suatu ketika musim kemarau yang terik melanda kerajaannya. Sinar mentari membuat tanaman di kerajaannya menjadi layu dan gersang. Sang raja berkeluh kesah; “ seandainya aku jadi matahari, aku akan menjadi terkuat di dunia.” Malaikatpun berbaik hati mengabulkan permintaannya menjadi matahari.
Matahari berlaku seenaknya dan membakar bumi. Suatu ketika awan datang dan menghalangi sinar teriknya. Mataharipun kecewa karena ada  lawan yang lebih kuat darinya. Mataharipun berkata; “aku ingin jadi awan yang sangat kuat”. Malaikatpun mengujinya dengan menjadikannya sebagai awan.
Awan kemudian memamerkan kekuatannya. Dihimpunnya uap air dan diturunkan menjadi hujan deras yang menyebabkan banjir bandang. Bangunan, pohon, jembatan dan semua diterjang. Namun awan terkesima ketika melihat sebuah batu yang tegak kokoh berdiri tak bergeming dari banjir. Awan berpikir, batu lebih kuat darinya. “jadikanlah aku menjadi batu” teriaknya.  Malaikatpun menuruti kehendaknya menjadi batu.
Batu menikmati keberadaannya yang kokoh, tapi suatu ketika dia merasa kesakitan ketika ada seorang pemahat datang dan membelahnya. Batu tersadar bahwa ada pihak lain yang lebih kuat darinya. “Jadikanlah aku seorang pemahat”, jeritnya. Malaikatpun kembali menyetujui pintanya menjadi pemahat batu.
Sejak saat itu si pemahat batu tersadar bahwa keinginan manusia tidak akan pernah ada putusnya. Kebahagiaan hanya akan bisa dicapainya bila dia bisa mengelola rasa cukup dan syukurnya.  Sejak sata itu di menjadi pemahat yang rajn bekerja, tapi dia merasa puas dengan hasil kerjanya walau upahnya tetap kecil dan tiada jauh berbeda dengan awalnya.  (Dikutip dari buku Max Havelaar karya Multatuli , 1859 yang edisi bahasa Indonesia terbit tahun 2014)

Sudahkah puasa Ramadhan kali ini membuat kita menjadi seorang pemahat batu yang sudah mengalami pencerahan  sehingga bisa lebih bersyukur dan merasa cukup atas rejeki yang kita peroleh?

TRIPLE FILTER TEST STORY DARI SOCRATES

Filsuf Yunani Kuno, Socrates, terkenal memiliki pengetahuan yang tinggi dan sangat terhormat lagi bijaksana. Suatu hari seorang kenalannya bertemu dengan filsuf besar itu dan berkata; “Tahukah Anda, apa yang saya dengar tentang teman Anda?”  “Tunggu sebentar,” jawab Socrates.  “Sebelum Anda menceritakan apapun pada saya, saya akan memberikan suatu test sederhana. Ini disebut triple filter test.” “Triple filter test?” tanya temannya. “Benar,” kata Socrates.  “Sebelum kita bicara tentang teman saya, kita perlu menyaring apa yang akan Anda katakan. Itulah sebabnya saya menyebutnya triple filter test.”

Filter pertama adalah: KEBENARAN
“Apakah Anda yakin sepenuhnya bahwa yang akan Anda katakan pada saya BENAR?” tanya Socrates. “Tidak,” jawab orang itu, “Sebetulnya saya hanya mendengar tentang itu.” “Baik,” kata Socrates. “Jadi Anda tidak yakin bila itu benar. Sekarang saya berikan filter yang kedua.”

Filter kedua: KEBAIKAN
Apakah yang akan Anda katakan tentang teman saya itu sesuatu yang BAIK?” lanjut Socrates. “Tidak, malah sebaliknya.. .” jawab temannya. “Jadi,” Socrates melanjutkan, “Anda akan berbicara tentang sesuatu yang buruk tentang dia, tetapi Anda tidak yakin apakah itu benar. Anda masih memiliki satu kesempatan lagi karena masih ada satu filter lagi.”

Filter ketiga:  MANFAAT
Apakah yang akan Anda katakan tentang teman saya itu bermanfaat bagiku?” tanya Socrates. “Tidak, sama sekali tidak.” temannya menjawab.  “Jadi,” Socrates menyimpulkannya, “Bila Anda ingin mengatakan sesuatu yang belum tentu benar, buruk dan bahkan tidak bermanfaat, mengapa Anda harus mengatakannya kepada saya?”

Itulah mengapa Socrates adalah filsuf besar dan sangat terhormat. Dalam percakapan sehari-hari, sering kali kita terjebak dalam kegiatan memulai gosip. Mulai saat ini, setiap datang godaan untuk menyampaikan cerita mengenai orang lain, pastikan terlebih dahulu informasi tersebut telah berhasil melalui triple filter test Socrates. Apabila yang hendak kita katakan belum tentu benar, buruk, dan tidak bermanfaat, maka lebih baik kita jangan membuka mulut.


Demikian pula dengan maraknya media social saat ini, sangat mudah bagi kita untuk memforward, copy paste dan menyebarluaskan berita. Marilah kita belajar untuk bisa berpikir lebih jernih, bijak dan sabar sehingga tidak asal forward informasi yang kita terima yang belum tentu jelas kebenarannya...

Sunday, June 05, 2016

AGROFORESTRI KARET: Benarkah kaya akan Imbalan Jasa Lingkungan?

Oleh: Pye-Smith C.
Penerbit World Agroforestry Center (ICRAF)
Nairobi – Kenya, 2013
ISBN 978-92-9059-352-2
32  halaman

Buku ini berisi pengalaman ICRAF dalam pengembangan agroforestry karet di Sumatera dan Kalimantan.

Masyarakat local di Jambi dan Kalimantan di Sumatera dan Kalimantan, selama ini sudah mengembangkan budidaya tanaman karet secara tradisional. Pengelolaan karet tradisional yang ditandai dengan pemakaian bibit cabutan dari anakan liar dan pemeliharaan yang sekedarnya serta minim pemupukan, mengakibatkan produktifitas pohon karet tradisional cenderung rendah. Di sisi lain, banyak introduksi kebun karet intensif oleh perusahaan besar yang menggunakan bibit unggul, pemupukan intensif, system monokultur dan membutuhkan modal besar. System monokultur perkebunan besar tersebut dikuatirkan akan menggusur kebun karet tradisional yang kaya akan keanekaragaman hayati. 

Oleh karena itu ICRAF mencoba melakukan penelitian tentang tumpangsari (agroforestry) di kebun karet untuk mencari win-win solution yang bisa menjembatani aspek ekonomi dan aspek ekologi budidaya karet.  Beberapa hal yang diintroduksi dalam penelitian ini antara lain pemakaian bibit karet unggul, pola tanam, jenis tanaman tumpangsari, dan pemupukan.

Hasil penelitian ICRAF menunjukkan hal sebagai berikut:
  1. Kebun karet agroforestry yang menggunakan bibit unggul dan pemupukan memberikan hasil pendapatan 3 kali lipat dibandingkan kebun karet tradisional.
  2. Dibandingkan  kebun karet intensif monokultur, kebun karet  agroforestry yang menggunakan bibit unggul dan pemupukan memberikan hasil pendapatan yang lebih rendah. Meski demikian investasi modal untuk kebun karet monokultur sangat tinggi. Dengan memperhitungkan modal, pendapatan dari kebun karet agroforestry memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibanding kebun karet monokultur.
  3. Kebun karet agroforestry memberikan berbagai pilihan komoditi sebagai sumber pendapatan sehingga ketahanan pendapatan keluarga lebih kokoh karena tidak tergantung satu produk saja.
  4. Kebun karet agroforesty memberikan peluang bagi tumbuh berkembang keaneka ragaman hayati di tingkat local dan perbaikan unsur hara.
  5. Kebun karet agroforestry memberikan kesempatan kepada warga local dalam proses inovasi seperti pengembangan kebun bibit rakyat karet unggul.
  6. Kebun karet agroforestry bisa berkembang menjadi kebun tua yang mirip hutan sekunder. Hal ini berpeluang untuk didorong menjadi jasa lingkungan melalui skema REDD atau skema lain yang relevan. Meski untuk itu masih diperlukan advokasi yang lebih intensif.



Secara umum buku ini ringan dibaca dan mengalir narasinya. Meski demikian, perlu disayangkan data-data numerik seperti penghasilan keluarga, investasi modal yang diperlukan tidak dimunculkan dalam buku ini. Bagi saya, data numerik perlu ditampilkan untuk memberikan gambaran deskriptif yang lebih kongkrit.

Thursday, June 02, 2016

MENGGELINDING 1; Tulisan awal Pramoedya Ananta Toer

Oleh Pramoedya Anata Toer
Penerbit Lentera Dipantara
Jakarta 2004
576 halaman
ISBN 979-97312-2-4

Buku ini berisi tulisan-tulisan awal  Pramoedya Ananta Toer yang dimuat di bulletin Mimbar Penyiaran DUTA,  dan berbagai majalah  seperti Mimbar Indonesia, majalah Pemuda, majalah sadar dan lain-lain. Tulisan yang dimuat berasal dari tulisan tahun 1947-1957. Tulisan yang dimuat dalam buku ini sebagian berupa opini, cerpen, reportase  dan sajak.

Pram dalam beberapa cerpen menyoroti berbagai perubahan social pada saat revolusi 1945 seperti maraknya tukang catut, pelacuran, pengkhianatan terhadap pergerakan, boss yang korup, dan lain-lain. Sedangkan dalam tulisan opini, Pram banyak mengkritisi peran kesusasteraan dalam menyokong pergerakan dan pembentukan karakter bangsa. Dia mengkritisi tulisan Buya Hamka yang terkesan mengekor Hemingway, mengkritisi HB Jassin yang kritikus sastra, dia mengkritisi dukungan pemerintah yang rendah terhadap kesenian. Pram juga mengkritisi tentang nasib para pengarang yang tidak memperoleh imbalan memadai yang membuat mereka sulit menghasilkan karya sastra yang menawan. Pram berpendapat bahwa kesusasteraan dan kesenian adalah media untuk membangun karakter bangsa dan mengobarkan semangat juang, oleh karenanya kesusasteraan tidak boleh lembek dan mengikuti selera pasar.


Membaca buku Pram ini, saya dibuat kagum oleh keluasan pengetahuan beliau. Ternyata pengetahuan beliau yang sangat luas ditopang oleh kerajinan membaca karya-karya sastra maestro dunia maupun buku pengetahuan lainnya. 

Seperti buku Pram yang lain, membaca buku ini kita dihadapkan pada karya yang padat dan cerdas dalam memilih kata-kata. Meski demikian kita terkadang dituntut untuk mengetahui latar belakang sejarah saat tulisan dimuat, karena artikel opini yang ditulis Pram terkadang merupakan sebuah reaksi terhadap suatu kejadian atau reaksi terhadap opini dari orang lain. Buku ini saya pikir sangat cocok untuk kawan2 yang menyukai belajar tentang filsafat kesusasteraan....

Monday, May 09, 2016

KELUARGA GERILJA ; kisah keluarga manusia dalam tiga hari tiga malam

Oleh: Pramoedija Ananta Toer
Penerbit Pembangunan - Djakarta, 1955
239 halaman

Buku ini berkisah tentang sebuah kehidupan keluarga sederhana di Jakarta yang terombang-ambing oleh revolusi kemerdekaan dengan setting tahun 1949 pada saat aksi polisionil pemerintah colonial Belanda.

Alkisah tinggallah Amilah seorang janda tua dengan anak-anaknya Saaman (Aman), Salamah (Amah), Fatimah (Imah), Salami (Mimi) dan Hasan. Amilah menikah dengan Paidjans seorang kopral tentara Hindia Belanda. Dia selama ini hidup di tangsi, namun perilakunya gemar berselingkuh sehingga dia sering dijuluki Bunga Tangsi Selendang Mayang. Amilah sangat menyayangi Aman yang berusia 24  tahun karena dia merupakan anak dari Benny mantan kekasih sejatinya. Aman sendiri orangnya sangat penyabar, pintar mendidik adik2nya, sangat menghormati dan berbakti pada ibudanya. Amah berusia 19 tahun, berpenampilan cantic dengan hidung mancung. Sejatinya Amah merupakan anak hasil perselingkuhannya dengan Letnan Gedergeder seorang tentara Belanda. Fatimah, merupakan anak perempuan berusia 16 tahun yang cakap dan cerdas. Sedangkan Mimi, merupakan anak perempuan yang agak kurang cerdas. Hasan, anak terkecilnya merupakan anak yang cerdas dan sigap dalam banyak hal. Selain mereka terdapat pula Mimin dan Maman yang sebenarnya anak Amilah pula. Maman yang berambut keriting dan berkulit gelap merupakan anak hasil perselingkuhan Amilah dengan tentara dari Ambon.

Ketika aksi polisionil Hindia Belanda, Kopral Paijan yang semula keluar dari ketentaraan di jaman Jepang, mendaftar kembali menjadi tentara Hindia Belanda (KNIL). Sikap Paidjan yang tidak nasionalis, sombong dan suka mabuk-mabukan mendapat perlawanan dari anak-anaknya yang sudah menjadi pemuda nasionalis. Aman, Tjanimin (Mimin) dan Kartiman (Maman) kemudian membunuh Paidjan di sebuah sungai. Untuk membuang jejak dari tentara KNIL, Mimin dan Maman kemudian ikut bergerilya dengan Divisi Siliwangi dan ikut menumpas pemberontakan komunis di Madiun. Kondisi Amilah yang menjanda dan tidak bisa menerima perubahan di lingkungan hidupnya, membuat Amilah depresi.

Aman sebagai kepala keluarga kemudian bekerja sebagai tukang becak untuk menafkahi keluarganya. Sampai suatu saat  Aman ditangkap oleh Polisi Militer karena Aman diketahui menjadi pimpinan gerilyawan yang sudah membunuh puluhan orang antek Belanda. Selama Aman anak kesayangannya ditahan, kondisi depresi Amilah makin menjadi. Apalagi tidak ada lagi anaknya yang mencari nafkah. Untunglah Darsono tunangan Amah memberikan sebagian gajinya yang kecil untuk menyokong kehidupan keluarga Amilah. Mimin dan Maman yang menjadi gerilyawan, akhirnya terbunuh dalam sebuah peperangan di kantong gerilya.

Di penjara, Aman dijatuhi hukuman mati. Aman tidak takut menghadapi hukuman itu karena dia meyakini apa yang dia  lakukan adalah benar. Kesabaran dan kesetiaan Aman kepada negara, telah membangkitkan kesadaran bagi teman-teman  di penjara. Bahkan Direktur Penjara tempatnya ditahan pun secara ksatria mengakui dan menghormati keteguhan hati Aman. Direktur tersebut menawarkan grasi kepada Aman, namun Aman menolaknya dan hanya meminta pena dan kertas untuk menuangkan pesan-pesan terakhir buat keluarganya. Sebagai bentuk penghormatan kepada Aman, Direktur itu mengantar surat Aman ke keluarganya. Saat itu dia hanya menjumpai Darsono, Imah, Mimi dan Hasan.  Direktur itu jug menawarkan uang untuk membantu biaya pemakaman Aman kelak, namun hal itu ditolak oleh Imah. Tawaran dari Direktur untuk bantuan biaya sekolah bagi Imah dan adik-adiknya juga ditolak mentah-mentah oleh Imah yang tidak sudi menerima uang dari penjajah.

Salamah yang menjadi tunangan Darsono, demi membebaskan Aman bersedia diajak oleh sersan Kasdam untuk menengok Aman di penjara. Namun Sersan Kasdam  yang hidung belang, tidak membawa Amah ke penjara dimana Aman ditahan. Amah malah dibawa ke Bogor untuk dinodai ketika Aman sedang dijatuhi hukuman mati.

Tekanan hidup yang berat, membuat Amilah makin depresi. Dia membakar rumahnya sendiri dan menjalar menjadi kebakaran besar di kampungnya. Amilah akhirnya menemukan penjara tempat Aman ditahan. Namun dia hanya menemukan jazad Aman yang ternyata sudah dieksekusi hukuman mati. Rasa sedih yang begitu mendalam ditinggal anak kesayangannya membuat Amilah tidak mampu menahan diri dan menghembuskan nafas di pusara anak yang baru dikuburkannya.

Akhir cerita, Amah kembali dari Bogor dan Darsono pun tetap menerimanya walau dia sudah tidak perawan lagi.  Darsono sadar bahwa apa yang dilakukan Amah adalah demi kebebasan Aman kakak kesayanganya. Mereka kemudian bersama-sama adik-adiknya kemudian melakukan ziarah kubur ke makam Amilah dan Aman untuk mendoakan kebahagiaan bagi mereka yang telah meninggalkannya.

Seperti buku Pram yang lain, buku ini sarat dengan nilai-nilai nasionalisme. Penderitaan hidup yang pahit, tidak melunturkan semangat nasionalisme bahkan menjadi bahan bakar untuk tumbuh menyalanya api nasionalisme itu sendiri. Alur cerita buku ini sebenarnya sederhana. Namun di tangan Pram sang pujangga, cerita ini menjadi indah dan menarik untuk dibaca.  





Wednesday, April 13, 2016

Beberapa catatan dari diskusi untuk menggali input guna revisi UU No. 5 tahun 1990

Input untuk revisi UU No. 5 tahun 1990, (1) Masyarakat tradisional di Indonesia memiliki banyak kearifan local dan inisiatif di bidang konservasi, hal ini perlu masuk dalam landasan sosio antropologis, (2) Konservasi tidak harus menjadi dominasi negara (state), karena masyarakat (community) bahkan korporasi (corporate) bisa berkontribusi dalam kegiatan konservasi, (3) Pendekatan konservasi harus local specific, dan harus dihindarkan adanya pendekatan “penyeragaman” dalam konservasi karena kondisi social budaya, geografis, potensi sumberdaya alam yang berbeda-beda, (4) Pendekatan konservasi membutuhkan pendekatan lintas sector dan lintas actor/level pemerintahan, (5) Pengmbangan konservasi hendaknya dilakukan dengan mengoptimalkan struktur dan pranata social yang masih eksis di masyarakat, (6) Perlu penguatan lembaga Pengelola konservasi di tingkat tapak, (7) Dperlukan pengembangan skema-skema pemberdayaan masyarakat di kawasan konservasi, (8) Perlu dikembangkan reslusi konflik tenurial di kawasan konservasi melalui pendekatan win-win solution, (9) Perlu perngembangan insentif ekonomi dan non ekonomi bagi para pelaku konservasi termasuk dalam hal ini deregulasi perijinan, keringanan pungutan/pajak dll.

Sunday, March 27, 2016

PERAWAN REMAJA DALAM CENGKERAMAN MILITER; catatan pulau buru

PERAWAN REMAJA DALAM CENGKERAMAN MILITER; catatan pulau buru
Oleh: Pramoedya Ananta Toer
Kepustakaan Popular Gramedia
Jakarta, 2011
ISBN 978-979-91-0363-5
248 halaman

Buku ini merupakan sebuah cerita sejarah tentang tipu muslihat Jepang  pada saat melakukan penjajahan di Indonesia tahun 1943-1945, yang mengumpulkan gadis-gadis remaja di Jawa dengan janji mau dikirim sekolah ke Jepang. Padahal kenyataannya mereka dikirim ke beberapa daerah untuk dijadikan pelampiasan nafsu birahi tentara Jepang yang bertugas di garis depan.

Untuk menambah semangat juang para tentaranya, tentara Jepang di Indonesia mengumpulkan remaja wanita terpelajar untuk dijanjikan dikirim ke jepang guna bersekolah dan ketika Indonesia merdeka para wanita tersebut akan dipulangkan ke Indonesia dan akan menempati pos pekerjaan penting seperti perawat, tenaga kesehatan dll. Janji Jepang ini dilakukan secara mulut ke mulut atau gethok tular melalui para pejabat pribumi (mungkin ini untuk menghindarkan tuntutan kejahatan perang di belakang hari). Dengan cara “gethok tular” ini, remaja wanita yang direkrut rata2 cukup berpendidikan dan berpenampilan cantic karena berasal dari keluarga amtenar atau ningrat/priyayi. sebagian remaja tertarik program ini  karena ingin memberikan pengabdian terbaik untuk Indonesia negara baru yang akan di lahirkan. Namun dijumpai pula ada remaja dan orangtuanya yang tidak setuju namun tidak kuasa menolak ancaman tentara pendudukan Jepang

Dari penelusuran sejarah, diketahui bahwa para remaja wanita tersebut dibawa ke Jakarta dan kemudian dikirimkan ke berbagai wilayah Indonesia dan juga negara tetangga lainnya seperti di Singapura atau Malaysia yang menjadi garis depan bagi tentara jepang melawan tentara Sekutu dalam Perang Dunia ke 2. Pramoedya Ananta Toer yang sempat dibuang ke Pulau Buru oleh pemerintah Orde baru menemukan fakta menarik  bahwa beberapa remaja wanita yang dijadikan pelampiasan nafsu tentara Jepang ketika Perang Dunia ke 2, juga terdampar di Pulau Buru. Ketika Jepang kalah perang, para remaja wanita tersebut dibiarkan begitu saja dan sebagian kawin dengan penduduk asli Pulau Buru. Oleh suku yang mengambilnya mereka biasanya diajak tinggal di daerah pelosok pedalaman, diminta untuk meninggalkan identitasnya dan dilarang berkomunikasi dengan orang luar. Hal ini membuat mereka semakin sulit  untuk kembali merajut tali silaturahmi dengan keluarga yang ditinggalkannya di tanah Jawa. Para tahanan politik yang dibuang ke Pulau Buru tahun 70-an berhasil menjumpai beberapa wanita tersebut. Mereka biasanya takut berkomunikasi karena ancaman suami atau sukunya. Merekapun sebagian tidak mau pulang ke jawa karena mereka tidak kuat menanggung malu akibat perlakuan biadab tentara Jepang di waktu lalu....

Buku ini secara umum enak dan mudah dicerna. Kita diajak menyelami sejarah mimpi Indah remaja putri yang ingin membangun negeri, tetapi kemudian malah dijadikan tumbal nafsu berahi tentara Jepang dan kemudian terdampar di negeri antah berantah yang tidak mereka kenal sebelumnya. Aksesibilitas yang susah, budaya dan system nilai yang berbeda, kondisi alam yang terkadang ganas, menuntut mereka melakukan segala daya upaya untuk bertahan hidup.  Tragedi kemanusiaan yang sering disebut dengan “Jugun Ianfu”,  ini merupakan salah satu bentuk kebiadaban tentara Jepang selain bentuk kebiadaban lain seperti “romusha” (kerja paksa). Semoga kejahatan kemanusiaan seperti itu tidak terulang kembali di masa depan.


Sunday, March 20, 2016

Cinta


AYAH

Oleh Andrea Hirata
Penerbit Bentang Pusataka,
Yogyakarta 2015
ISBN 978-602-291-102-9
412 halaman,

Buku ini mengisahkan perjalanan kasih tak sampai, seorang anak kampong Belitong di kala remaja duduk di bangku SMA. Sabari sebagai  tokoh sentral novel ini merupakan anak guru Bahasa Indonesia, yang hidupnya sangat bersahaja, tidak rupawan dan berpenampilan kampungan. Namun dia mempunyai kelebihan dengan sikapnya yang lugu, penuh jiwa setia kawan kepada teman-temannya, hormat kepada orangtua,pintar berpuisi dan pintar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Oleh ayahnya, Sabari ditempa dalam hal puisi, sehigga tdaklah mengherankan kalau dia mempunyai kepekaan luar biasa  untuk menangkap fenomena guna dipuisikan.

Ketka memasuki SMA, Sabari terpesona pada Marlena teman SMP yang menyontek lembar jawabannya ketika sedang ujian SMP. Marlena yang anak pengusaha batako, tidak melirik sedikitpun kepada Sabari yang miskin dan tidak rupawan. Hal itu tidaklah menyurutkan cinta Sabari ke Marlena. Ketulusan cinta Sabari kepada Marlena telah memacunya untuk berjuang dan berprestasi di sekolah, kegiatan ekstra kurikuler dan di lingkungannya.  Walaupun Marlena tetap tidak meliriknya.

Ketika lulus SMA, Sabari sempat merantau ke kota. Namun rasa rindunya kepada Marlena telah memanggilnya pulang. Sabari yang lugu dan kampungan  kemudian kemudian melamar kerja di perusahaan batako milik Markoni (ayah Marlena), supaya dia bisa berdekatan dengan Marlena. Dia diterima bekerja di perusahaan itu dan dia bekerja keras untuk meraih prestasi demi Marlena yang dicintainya. Tapi apa daya Marlena yang anak kota dan keluarga berada, tidak sedikitpun meliriknya, bahkan makin membencinya.

Suatu ketika Marlena yang terbiasa dengan pergaulan bebas, kedapatan telah berbadan dua tanpa ketahuan siapa ayah bayi yang dikandungnya. Demi cintanya, Sabari mengorbankan diri untuk menikahi Marlena. Ketika bayi itu lahir, Sabari sangat menyayangi bayi yang dinamainya Zorro. Dibawanya Marlena dan Zorro ke rumah yang dibangunnya dengan tetesan keringatnya.

Marlena yang terbiasa dengan kehidupan bebas, tidak tahan hidup dengan Sabari yang hidup bersahaja. Marlena melarikan diri  untuk mencari jati diri. Sabari tetap tabah dan berusaha membesarkan Zorro seorang diri.  Zorro yang dianggap sebagai tinggalan dari Marlena, berusaha dirawat dengan sebaik-baiknya. Diajarinya Zorro dengan dongeng dan puisi. Sabari rela meninggalkan pekerjaan di perusahaan batako dan  membuka usaha warung agar dia bisa mencari nafkah tanpa harus terpisah dari Zorro

Zorro tumbuh menjadi anak yang tampan dan berbudi pekerti mulia seperti Sabari. Cobaan menerpa Sabari, karena Zorro hilang diculik oleh Marlena. Kehilangan Zorro merupakan pukulan berat bagi Sabari hingga mendekati gila. Ununglah ada Tamat dan Ukun, teman kecil Sabari yang selalu mendapinginya. Dicarinya Zorro ke berbagai pelosok Sumatra. Setelah melalui perjalanan panjang. Ukun dan tamat berhasil menghadirkan Zorro ke hadapan Sabari.....

Membaca cerita ini, kita akan tersenyum dan tertawa membayangkan keluguan penampilan dan keluguan berpikir anak kampong seperti Sabari, Tamat dan Ukun. Di sisi lain kita juga akan terharu melihat cinta kasih Sabari sebagai ayah pada Zorro (anak tiri) yang begitu tulus dan sebaliknya, cinta kasih Sabari yang begitu mulia kepada Marlena, serta cinta, kesetiakawanan dan pengorbanan untuk sahabat (perjuangan Ukun dan Tamat mencari Zorro). Cerita yang mengalir kocak  dan kadang juga disertai tetesan air mata sangat enak untuk dinikmati. Andrea Hirata, dalam cerita ini juga “menggugat” budaya berbahasa Indonesia yang perlu ditumbuhkan kembali, budaya pemberian nilai di sekolah dan juga menghidupkan budaya “sahabat pena” yang sebenarnya sangat bermanfaat untuk menambah silaturahmi. Top Markotop!!!