Sunday, March 27, 2016

PERAWAN REMAJA DALAM CENGKERAMAN MILITER; catatan pulau buru

PERAWAN REMAJA DALAM CENGKERAMAN MILITER; catatan pulau buru
Oleh: Pramoedya Ananta Toer
Kepustakaan Popular Gramedia
Jakarta, 2011
ISBN 978-979-91-0363-5
248 halaman

Buku ini merupakan sebuah cerita sejarah tentang tipu muslihat Jepang  pada saat melakukan penjajahan di Indonesia tahun 1943-1945, yang mengumpulkan gadis-gadis remaja di Jawa dengan janji mau dikirim sekolah ke Jepang. Padahal kenyataannya mereka dikirim ke beberapa daerah untuk dijadikan pelampiasan nafsu birahi tentara Jepang yang bertugas di garis depan.

Untuk menambah semangat juang para tentaranya, tentara Jepang di Indonesia mengumpulkan remaja wanita terpelajar untuk dijanjikan dikirim ke jepang guna bersekolah dan ketika Indonesia merdeka para wanita tersebut akan dipulangkan ke Indonesia dan akan menempati pos pekerjaan penting seperti perawat, tenaga kesehatan dll. Janji Jepang ini dilakukan secara mulut ke mulut atau gethok tular melalui para pejabat pribumi (mungkin ini untuk menghindarkan tuntutan kejahatan perang di belakang hari). Dengan cara “gethok tular” ini, remaja wanita yang direkrut rata2 cukup berpendidikan dan berpenampilan cantic karena berasal dari keluarga amtenar atau ningrat/priyayi. sebagian remaja tertarik program ini  karena ingin memberikan pengabdian terbaik untuk Indonesia negara baru yang akan di lahirkan. Namun dijumpai pula ada remaja dan orangtuanya yang tidak setuju namun tidak kuasa menolak ancaman tentara pendudukan Jepang

Dari penelusuran sejarah, diketahui bahwa para remaja wanita tersebut dibawa ke Jakarta dan kemudian dikirimkan ke berbagai wilayah Indonesia dan juga negara tetangga lainnya seperti di Singapura atau Malaysia yang menjadi garis depan bagi tentara jepang melawan tentara Sekutu dalam Perang Dunia ke 2. Pramoedya Ananta Toer yang sempat dibuang ke Pulau Buru oleh pemerintah Orde baru menemukan fakta menarik  bahwa beberapa remaja wanita yang dijadikan pelampiasan nafsu tentara Jepang ketika Perang Dunia ke 2, juga terdampar di Pulau Buru. Ketika Jepang kalah perang, para remaja wanita tersebut dibiarkan begitu saja dan sebagian kawin dengan penduduk asli Pulau Buru. Oleh suku yang mengambilnya mereka biasanya diajak tinggal di daerah pelosok pedalaman, diminta untuk meninggalkan identitasnya dan dilarang berkomunikasi dengan orang luar. Hal ini membuat mereka semakin sulit  untuk kembali merajut tali silaturahmi dengan keluarga yang ditinggalkannya di tanah Jawa. Para tahanan politik yang dibuang ke Pulau Buru tahun 70-an berhasil menjumpai beberapa wanita tersebut. Mereka biasanya takut berkomunikasi karena ancaman suami atau sukunya. Merekapun sebagian tidak mau pulang ke jawa karena mereka tidak kuat menanggung malu akibat perlakuan biadab tentara Jepang di waktu lalu....

Buku ini secara umum enak dan mudah dicerna. Kita diajak menyelami sejarah mimpi Indah remaja putri yang ingin membangun negeri, tetapi kemudian malah dijadikan tumbal nafsu berahi tentara Jepang dan kemudian terdampar di negeri antah berantah yang tidak mereka kenal sebelumnya. Aksesibilitas yang susah, budaya dan system nilai yang berbeda, kondisi alam yang terkadang ganas, menuntut mereka melakukan segala daya upaya untuk bertahan hidup.  Tragedi kemanusiaan yang sering disebut dengan “Jugun Ianfu”,  ini merupakan salah satu bentuk kebiadaban tentara Jepang selain bentuk kebiadaban lain seperti “romusha” (kerja paksa). Semoga kejahatan kemanusiaan seperti itu tidak terulang kembali di masa depan.


Sunday, March 20, 2016

Cinta


AYAH

Oleh Andrea Hirata
Penerbit Bentang Pusataka,
Yogyakarta 2015
ISBN 978-602-291-102-9
412 halaman,

Buku ini mengisahkan perjalanan kasih tak sampai, seorang anak kampong Belitong di kala remaja duduk di bangku SMA. Sabari sebagai  tokoh sentral novel ini merupakan anak guru Bahasa Indonesia, yang hidupnya sangat bersahaja, tidak rupawan dan berpenampilan kampungan. Namun dia mempunyai kelebihan dengan sikapnya yang lugu, penuh jiwa setia kawan kepada teman-temannya, hormat kepada orangtua,pintar berpuisi dan pintar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Oleh ayahnya, Sabari ditempa dalam hal puisi, sehigga tdaklah mengherankan kalau dia mempunyai kepekaan luar biasa  untuk menangkap fenomena guna dipuisikan.

Ketka memasuki SMA, Sabari terpesona pada Marlena teman SMP yang menyontek lembar jawabannya ketika sedang ujian SMP. Marlena yang anak pengusaha batako, tidak melirik sedikitpun kepada Sabari yang miskin dan tidak rupawan. Hal itu tidaklah menyurutkan cinta Sabari ke Marlena. Ketulusan cinta Sabari kepada Marlena telah memacunya untuk berjuang dan berprestasi di sekolah, kegiatan ekstra kurikuler dan di lingkungannya.  Walaupun Marlena tetap tidak meliriknya.

Ketika lulus SMA, Sabari sempat merantau ke kota. Namun rasa rindunya kepada Marlena telah memanggilnya pulang. Sabari yang lugu dan kampungan  kemudian kemudian melamar kerja di perusahaan batako milik Markoni (ayah Marlena), supaya dia bisa berdekatan dengan Marlena. Dia diterima bekerja di perusahaan itu dan dia bekerja keras untuk meraih prestasi demi Marlena yang dicintainya. Tapi apa daya Marlena yang anak kota dan keluarga berada, tidak sedikitpun meliriknya, bahkan makin membencinya.

Suatu ketika Marlena yang terbiasa dengan pergaulan bebas, kedapatan telah berbadan dua tanpa ketahuan siapa ayah bayi yang dikandungnya. Demi cintanya, Sabari mengorbankan diri untuk menikahi Marlena. Ketika bayi itu lahir, Sabari sangat menyayangi bayi yang dinamainya Zorro. Dibawanya Marlena dan Zorro ke rumah yang dibangunnya dengan tetesan keringatnya.

Marlena yang terbiasa dengan kehidupan bebas, tidak tahan hidup dengan Sabari yang hidup bersahaja. Marlena melarikan diri  untuk mencari jati diri. Sabari tetap tabah dan berusaha membesarkan Zorro seorang diri.  Zorro yang dianggap sebagai tinggalan dari Marlena, berusaha dirawat dengan sebaik-baiknya. Diajarinya Zorro dengan dongeng dan puisi. Sabari rela meninggalkan pekerjaan di perusahaan batako dan  membuka usaha warung agar dia bisa mencari nafkah tanpa harus terpisah dari Zorro

Zorro tumbuh menjadi anak yang tampan dan berbudi pekerti mulia seperti Sabari. Cobaan menerpa Sabari, karena Zorro hilang diculik oleh Marlena. Kehilangan Zorro merupakan pukulan berat bagi Sabari hingga mendekati gila. Ununglah ada Tamat dan Ukun, teman kecil Sabari yang selalu mendapinginya. Dicarinya Zorro ke berbagai pelosok Sumatra. Setelah melalui perjalanan panjang. Ukun dan tamat berhasil menghadirkan Zorro ke hadapan Sabari.....

Membaca cerita ini, kita akan tersenyum dan tertawa membayangkan keluguan penampilan dan keluguan berpikir anak kampong seperti Sabari, Tamat dan Ukun. Di sisi lain kita juga akan terharu melihat cinta kasih Sabari sebagai ayah pada Zorro (anak tiri) yang begitu tulus dan sebaliknya, cinta kasih Sabari yang begitu mulia kepada Marlena, serta cinta, kesetiakawanan dan pengorbanan untuk sahabat (perjuangan Ukun dan Tamat mencari Zorro). Cerita yang mengalir kocak  dan kadang juga disertai tetesan air mata sangat enak untuk dinikmati. Andrea Hirata, dalam cerita ini juga “menggugat” budaya berbahasa Indonesia yang perlu ditumbuhkan kembali, budaya pemberian nilai di sekolah dan juga menghidupkan budaya “sahabat pena” yang sebenarnya sangat bermanfaat untuk menambah silaturahmi. Top Markotop!!!