Friday, January 05, 2018

BUNGA RAMPAI DARI SEJARAH

Oleh Mohamad Roem
Penerbit Bulan Bintang, Jakarta
1972
226 halaman

Mohamad Roem dilahirkan tahun 1908 di Parakan, Jawa Tengah. Beliau  berasal dari keluarga lurah dan belajar hingga lulus Sekolah Hukum.  Sejak belia, Roem aktif dalam Kepanduan Islam, Jong Islamieten Bond dan Stedenten Islam Studie Club. Pada tahun 1933 beliau menjadi anggota PSII dan kemudian bergabung dalam Pergerakan Penyadar. Beliau kemudian bergabung dalam partai Masyumi (tahun 1945-1960).  Dalam dunia politik Mohamad Roem terkenal sebagai diplomat ulung yang merintis terwujudnya Persetujuan Roem-Royen. Beliau kemudian menduduki jabatan menteri dalam beberapa kabinet di awal kemerdekaan. Karena berbeda pandangan politik, Roem menjadi tahanan politik tahun 1962-1966 sewaktu rejim Soekarno berkuasa.

Dalam Bagian 1 buku ini Roem bercerita tentang jaman pergerakan kemerdekaan antara lain: (1) Kongres Nasional Syarikat Islam yang dipelopori HOS Cokroaminoto, (2) Penculikan dan Persiapan Proklamasi Kemerdekaaan Indonesia, (3) Aksi agresi Belanda  dan serial perjanjian RI-Belanda, (4) Penyerahan Kedaulatan kepada RI. Di bagian 2, Roem bercerita tentang sahabat-sahabatnya seperti Soekarno, Syahrir, Faqih Usman , Haji Agoes Salim, Prawoto Mangkusasmito, Samuel de Heer dll.

Buku ini menyajikan informasi sejarah pergerakan yang ditulis oleh pelaku sejarah itu sendiri. Banyak cerita humanis yang tampil ketika Roem menceritakan kondisi sahabat-sahabatnya. Membaca buku ini sangat mengasikkan karena alurnya  runtut, bahasanya sederhana dan didampaikan dengan cara bertutur (story telling). Saya tidak mengenal Roem secara dekat, tapi saya merasa beliau adalah salah satu tokoh yang berintegritas sehingga sayapun meyakini cerita2 beliau yang disampaikan dalam buku ini. Apalagi dalam menulis buku ini, beliau melakukan riset mendalam dengan mempelajari berbagai dokumen di berbagai lembaga dan tidak sekedar mengarang saja...



Tuesday, January 02, 2018

RENUNGAN DARI TAHANAN

Oleh: Prof. Mr. R. H. Kasman Singodimejo
Penerbit Permata, Jakarta
Edisi 1967
249 halaman

Bagi generasi sekarang, mungkin banyak yang tidak kenal dengan Kasman Singodimejo. Beliau dilahirkan di Purworejo-Jawa Tengah tahun 1908. Pada usial yang belia, tahun 1923 beliau sudah aktif sebagai pengurus Organisasi Jong Java dan kemudian bergabung di Jong Islamieten Bond. Beliau kemudian bekerja sebagai agronom dan dosen ekonomi (1939-1941). Pada jaman penjajahan Jepang,  beliau bergabung dalam tentara Pembela Tanah Air (PETA). Pada era kemerdekaan, beliau menjadi salah satu anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan kemudian duduk dalam berbagai jabatan pemerintahan serta menjadi dosen di Universitas islam Indonesia Yogyakarta. Beliau juga aktif sebagai pengurus Organisasi Muhammadiyah (1939-1974). Di dunia politik, beliau bergabung dengan Masyumi (1949 sd Masyumi dibubarkan oleh Pemerintah rezim Soekarno). Pada era Soekarno (1963/1964?), beliau ditahan  karena sianggap berbeda pandangan politik dengan pemerintah saat itu. Pemerintah saat itu sedang getol dengan idiologi NASAKOM (Nasionalis, Agama dan Komunis), yang ditolak mentah-mentah oleh Mr. Kasman yang berdalih bahwa Golongan Agamis tidak akan mungkin disatukan dengan Golongan Komunis karena dasar filosofi idiologinya berseberangan.

Dalam buku ini Mr. Kasman menekankan bahwa sebagai agama amaliyah yang kaffah (utuh), Islam hendaknya diterapkan  dalam segenap sendi kehidupan termasuk kehidupan bernegara. Sehingga tata kehidupan bernegara-pun  harus bertujuan untuk mewujudkan negara yang baik dan mendapatkan ridho Tuhan (baldatun toyibatun wa rabbun ghofur). Ada beberapa butir pemikiran beliau yang diungkap dalam buku ini, yakni:
  1. Beliau tidak menentang adanya demokrasi terpimpin sepanjang pemimpinnya adalah orang taat beragama Islam dan mendudukkan aturan agama sebagai pegangan hidupnya.
  2. Beliau berpendapat bahwa umat islam harus berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan karena Islam sendiri menggariskan bahwa umatnya harus memiliki etos kerja keras untuk kebaikan dirinya sendiri dan lingkungannya.
  3. Kehidupan Islami perlu dikembangkan tanpa harus merubah status negara menjadi Negara Islam.
  4. Nilai-nilai Pancasila adalah selaras atau in-line dengan Islam, namun nilai-nilai Islam jauh lebih lengkap. Sehingga bisa disebutkan seorang Islam sejati pasti seorang Pancasilais sejati, namun seorang Pancasilais Sejati belum tentu seorang Islam.
  5. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sila pertama sehingga harusnya menjadi landasan bagi sila-sila yang lain, dalam arti segala sesuatunya harus didasarkan untuk mendapatkan ridho Tuhan.
  6. Tidak perlu ada kekuatiran dan ketakutan bagi masyarakat non muslim, karena Islam adalah agama yang toleran dan rahmatan lil’alamin)  serta akan melindungi masyarakat yang non muslim.
  7. Golongan Agamis tidak akan mungkin disatukan dengan Golongan Komunis karena dasar filosofi idiologinya berseberangan


Secara umum buku ini cukup menarik untuk memahami pergolakan politik yang ada pada zaman Orde Lama walaupun pembaca juga dituntut untuk mempunyai referensi sejarah dari sisi yang lain, supaya informasi bisa seimbang dan “nyambung”. Penulisan buku yang menggunakan pendekatan story telling membuat buku ini mudah dicerna dan mengalir runtut.