Ketika saya masih kecil, di tahun 1970-an, didaerahku sering ada lomba doro (merpati) antar kampung yang berdekatan. Merpati yang diadu biasanya merpati jantan. Merpati tersebut dilepas dari jarak sekitar 5 kilometer atau lebih (tergantung kesepakatan antar pihak yang bertanding).
Jauh sebelum dilombakan, biasanya merpati perlu dilatih supaya hafal dengan rumah tinggalnya. Cara melatih merpati biasanya dilakukan ketika merpati tersebut sedang “giring” atau “nemplek” atau “ngeket” maksudnya ketika merpati jantan tersebut sedang jatuh cinta dan birahi pada si betina pasangannya sehingga selalu mengejar si betina. Pada saat giring, si jantan jadi mudah ditangkap (jinak) dan ketika si betina di pegang dan sayapnya dikelepakkan si jantan akan hinggap di atasnya. Cara melatih si jantan untuk terbang jarak jauh biasanya dimulai dengan dilepas dari jarak 300-500 meter di luar kampung. Kalau merpati tersebut pulang kemudian diulang atau jaraknya ditambah jadi 700 meter dan seterusnya hingga jarak 5 kilometer atau lebih. Untuk mempermudah mengetahui kedatangan merpati, biasanya di bagian bulu ekor si jantan di pasang “sawangan” atau semacam peluit yang dibuat dari duri cangkring atau seng atau tutup reumason yang akan berbunyi (misalnya seperti denging, atau dengung) ketika merpati tersebut terbang dengan kecepatan tinggi.
Pada saat itu juga dikenal adanya “begal” merpati. Pada saat ada yang melatih merpati, di desa tetangga seringkali ada orang yang “nakal”. Ketika merpati jantan yang sedang dilatih, orang tersebut berusaha “membegal” atau merampas dengan cara menghadang merpati yang sedang terbang dengan mengelepakkan merpati betina untuk memikatnya. Biasanya dengan teknik-teknik tertentu misalnya ketika merpati yang sedang dilatih hinggap di suatu rumah di desa tetangga, para begal dari desa tetangga tersebut berusaha memikat dengan cara menyodorkan merpati betina (sambil dipegang) dipinggir teras rumah yang seolah-oleh si betina siap dikawini. Nanti kalau merpati jantan sudah nangkring diatas si betina maka kaki si jantan “tetamu” tinggal dijepit dan si jantan akhirnya ketangkap. Biasanya merpati betina yang untuk mengumpan (menarik perhatian si jantan) adalah merpati betina yang parasnya cantik dan "lemer" atau "lenjeh". Lemer atau lenjeh adalah merpati yang mudah terpikat atau mudah nyerah pada si jantan, misalnya kalau si pejantan "mbekur" atau nyanyi wok..wok...ketekur maka si betina mengangguk-anggukan kepala tanda setuju atau "monggo mas" silahkan nangkring.... Ciri-ciri betina yang lemer tadi; selain mudah nyerah (jinak-jinak merpati) juga relatif jinak geraknya (tidak liar) alias nurut...di daerahku ada kepercayaan kalau merpati "panjing" atau di bagian ujung daging ekor (brutu) ada centil atau tonjolan dua maka itu potensial jadi merpati lemer dan bisa digunakan untuk mbegal merpati jantan.
Cara lain untuk menangkap pejantan tetamu adalah dengan diumpan makanan jagung atau minum air dan kemudian ditubruk pakai keranjang atau ditubruk langsung. Kalau merpatinya agak liar, biasanya merpati dibiarkan menginap dan malam hari saat gelap merpati tersebut baru ditangkap.
Ketika merpati tersebut hinggap di desa tetangga biasanya anak atau orang yang disuruh melatih merpati tersebut akan memburu ke kampung tersebut dan menghalau agar terbang. Terkadang mereka sudah keduluan oleh para begal, sehingga dia tidak menemukan merpati itu lagi. Terkadang begal tersebut kenal dengan si pemilik merpati sehingga merpati dikembalikan, tapi kadangpula harus ditebus atau bahkan si begal pura-pura tidak tahu keberadaan merpati itu. Hal ini tidak jarang menimbulkan perselisihan dan dendam.
Kalau merpati yang dilatih tersebut sudah dirasakan lancar dan hafal tempat tinggal serta dirasakan berkualitas bagus (mampu terbang cepat dan berani turun menghunjam ke tanah), merpati tersebut siap diadu. Aku sendiri punya pengalaman dengan merpatiku yang punya daya hafal cukup tinggi. Dalam hal ini merpatiku yang sudah kupelihara sekian tahun saat kujual seminggu kemudian pulang ke rumah. Hal ini berulangkali terjadi. Saat itu merpati jantanku laku Rp. 1.750,- suatu jumlah yang cukup lumayan karena uang saku sekolahku di SMP hanya 100 rupiah per hari. Tapi mungkin si pedagang lama-lama tahu kalau merpatiku sering pulang kandang, saat terakhir kali kujual merpatiku tidak pulang lagi. Mungkin merpati itu telah disembelih....
Om-ku sendiri pernah sedih luar biasa ketika merpati kesayangannya yang cukup mahal (sekitar 20.000 rupiah pada saat itu harga emas sekitar 1.500 per gram) hilang waktu dilatih terbang. Dicari ke berbagai kampung tapi tak ketemu jua....Namanya juga merpati kesayangan sehingga hubungannya sudah sangat dekat...Mungkin merpati om-ku itu termasuk merpati yang suka ingkar janji sehingga terpikat pada betina lain dan tidak mau pulang kandang....