Oleh: Prof. Mr. R. H. Kasman Singodimejo
Penerbit Permata, Jakarta
Edisi 1967
249 halaman
Bagi generasi sekarang, mungkin banyak yang tidak kenal
dengan Kasman Singodimejo. Beliau dilahirkan di Purworejo-Jawa Tengah tahun
1908. Pada usial yang belia, tahun 1923 beliau sudah aktif sebagai pengurus
Organisasi Jong Java dan kemudian bergabung di Jong Islamieten Bond. Beliau
kemudian bekerja sebagai agronom dan dosen ekonomi (1939-1941). Pada jaman
penjajahan Jepang, beliau bergabung dalam
tentara Pembela Tanah Air (PETA). Pada era kemerdekaan, beliau menjadi salah
satu anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan kemudian duduk dalam
berbagai jabatan pemerintahan serta menjadi dosen di Universitas islam
Indonesia Yogyakarta. Beliau juga aktif sebagai pengurus Organisasi
Muhammadiyah (1939-1974). Di dunia politik, beliau bergabung dengan Masyumi
(1949 sd Masyumi dibubarkan oleh Pemerintah rezim Soekarno). Pada era Soekarno
(1963/1964?), beliau ditahan karena
sianggap berbeda pandangan politik dengan pemerintah saat itu. Pemerintah saat
itu sedang getol dengan idiologi NASAKOM (Nasionalis, Agama dan Komunis), yang
ditolak mentah-mentah oleh Mr. Kasman yang berdalih bahwa Golongan Agamis tidak
akan mungkin disatukan dengan Golongan Komunis karena dasar filosofi
idiologinya berseberangan.
Dalam buku ini Mr. Kasman menekankan bahwa sebagai agama
amaliyah yang kaffah (utuh), Islam hendaknya diterapkan dalam segenap sendi kehidupan termasuk
kehidupan bernegara. Sehingga tata kehidupan bernegara-pun harus bertujuan untuk mewujudkan negara yang
baik dan mendapatkan ridho Tuhan (baldatun toyibatun wa rabbun ghofur). Ada
beberapa butir pemikiran beliau yang diungkap dalam buku ini, yakni:
- Beliau tidak menentang adanya demokrasi terpimpin sepanjang pemimpinnya adalah orang taat beragama Islam dan mendudukkan aturan agama sebagai pegangan hidupnya.
- Beliau berpendapat bahwa umat islam harus berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan karena Islam sendiri menggariskan bahwa umatnya harus memiliki etos kerja keras untuk kebaikan dirinya sendiri dan lingkungannya.
- Kehidupan Islami perlu dikembangkan tanpa harus merubah status negara menjadi Negara Islam.
- Nilai-nilai Pancasila adalah selaras atau in-line dengan Islam, namun nilai-nilai Islam jauh lebih lengkap. Sehingga bisa disebutkan seorang Islam sejati pasti seorang Pancasilais sejati, namun seorang Pancasilais Sejati belum tentu seorang Islam.
- Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sila pertama sehingga harusnya menjadi landasan bagi sila-sila yang lain, dalam arti segala sesuatunya harus didasarkan untuk mendapatkan ridho Tuhan.
- Tidak perlu ada kekuatiran dan ketakutan bagi masyarakat non muslim, karena Islam adalah agama yang toleran dan rahmatan lil’alamin) serta akan melindungi masyarakat yang non muslim.
- Golongan Agamis tidak akan mungkin disatukan dengan Golongan Komunis karena dasar filosofi idiologinya berseberangan
Secara umum buku ini cukup menarik untuk memahami pergolakan
politik yang ada pada zaman Orde Lama walaupun pembaca juga dituntut untuk
mempunyai referensi sejarah dari sisi yang lain, supaya informasi bisa seimbang
dan “nyambung”. Penulisan buku yang menggunakan pendekatan story telling
membuat buku ini mudah dicerna dan mengalir runtut.