Dari pelatihan Fasilitator Penyusunan RPJM Desa di Kutai Timur tanggal 7-11 Juli 2008, ada banyak kasus dimana pemerintah dan masyarakat mampu membangun sesuatu (misal gedung) tapi jarang berpikir tentang bagaimana memelihara dan memfungsikan secara optimal. Dari analisis saya terhadap aktor perencana, saya mempunyai hipotesis bahwa kondisi itu disebabkan bias maskulin oleh para perencana yang kecenderungannya berjenis kelamin laki-laki.
Asumsi saya yang melatarbelakangi hipotesis itu adalah:
1. Para perencana atau orang yang terlibat dalam perencanaan (di desa maupun di pemerintahan sekalipun) sebagian besar adalah laki-laki.
2. Laki-laki cenderung mau enaknya saja.... mau untuk membuat sesuatu tapi enggak mau repotnya.... misalnya rajin dan bersemangat untuk "bikin" anak tetapi enggan kalo disuruh menjalankan fungsi "merawat" anak. Urusan merawat anak cenderung dilempar ke istri.
3. Asumsi no "2" di atas dimana laki-laki suka enaknya saja juga terbawa dalam proses perencanaan, dimana secara bawah sadar laki-laki cenderung suka bangun ini dan itu tapi seringkali lupa untuk merawatnya.
Kondisi serupa juga terjadi di dunia LSM. Banyak aktivis (yang sebagian laki-laki) suka "menghamili" dan "membidani" lahirnya lembaga baru. Tapi jarang yang menjalankan fungsi "baby sitter" yang mau merawat lembaga baru itu bisa berjalan, bisa tumbuh kembang dengan baik hingga mandiri.
Oh laki-laki.....egois memang yah......he..he...he....
No comments:
Post a Comment