Sebentar lagi mau lebaran....aku lalu teringat kenangan puluhan tahun silam ketika aku masih kecil. Saat itu seperti tradisi di kampung lainnya, ayah ibuku biasa membelikan baju baru untuk anak-anaknya termasuk aku. Dengan kondisi kehidupan ekonomi yang sederhana, terkadang moment untuk beli baju ya di saat lebaran itu alias beli baju hanya setahun sekali...
Saat SMA, aku sudah dipercaya beli baju sendiri. Mungkin melihat perjuangan Bapak Ibu untuk mencari duit tidak mudah, aku juga terbiasa menghargai uang. Ketika tahun 82, aku beli celana abu-abu sekolah yang seharga Rp. 3.000 (harga standar Rp.5.000). Demikian pula ketika aku disuruh beli baju lebaran dengan dibekali uang Rp. 5.000, aku beli yang seharga Rp. 2.000 dan uang kembaliannya kukembalikan pada ibuku...
Saat SMA, aku sudah dipercaya beli baju sendiri. Mungkin melihat perjuangan Bapak Ibu untuk mencari duit tidak mudah, aku juga terbiasa menghargai uang. Ketika tahun 82, aku beli celana abu-abu sekolah yang seharga Rp. 3.000 (harga standar Rp.5.000). Demikian pula ketika aku disuruh beli baju lebaran dengan dibekali uang Rp. 5.000, aku beli yang seharga Rp. 2.000 dan uang kembaliannya kukembalikan pada ibuku...
Ketika SMP-SMA, aku engin banget beli celana jeans. Tapi karena harganya mahal maka keinginanku terpaksa kupendam jua. Celana jeans pertama yang kubeli adalah merk Lee (tapi aspal) yang kubeli seharga Rp. 13.000 (tahun 1986-an) di sebuah toko di Muntilan. Ketika kuliah salah seorang kawanku yakni Sukri Sinurat, juga mengibahkan beberapa baju dan T shirt-nya untukku. Baju2 itu masih bagus banget namun kekecilan untuk tubuh Sukri yang gagah perkasa..(Terima kasih kepada rekanku Sukri yang sudah memberikan tambahan baju untukku...)
Ketika sudah kerjapun, seleraku nggak berubah. Masih suka beli baju yang modis (modal diskon) dan obralan. Yah memang seleraku dalam berpakaian sangat sederhana atau mungkin "parah" bagi orang-orang yang suka dandan. Dalam berpakaian, aku cukup berprinsip asal sopan. Soal keserasian, nyaman di badan, merk dll itu urusan nomor ke sekian.. Tapi aku cukup puas dengan prinsipku itu, dan itulah buah dari kesederhanaan hidup yang tumbuh dari didikan bapak ibuku yang memang ndeso dan nggak suka neko-neko...
No comments:
Post a Comment