Mengenang Sjahrir; seorang negarawan dan tokoh pejuang kemerdekaan yang tersisih dan terlupakan.
H. Rosihan Anwar (editor)
PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta 2010
ISBN 978-979-22-5009-1
469 halaman
Buku yang sangat menarik buat para pemerhati sejarah dan politik di Indonesia. Buku ini berisi pendapat para teman seperjuangan Sutan Sjahrir dan juga pihak Belanda yang menjadi lawan diplomasi-nya. Sutan Sjahrir berperawakan kecil sehingga beliau sering disebut Bung Kecil. Beliau punya karakter ramah, suka tertawa, suka anak-anak, tidak suka kesepian, menyukai sastra, berwawasan luas, suka membaca, humanis dll. Beliau dulunya murid yang cerdas sehingga sempat menempuh pendidikan di negeri Belanda. Sekolahnya ini tidak selesai karena beliau aktif dalam dunia pergerakan kemerdekaan melalui partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) bersama Bung Hatta dan kemudian beliau mendirikan Partai Sosialis Indonesia.
Sebagai tokoh pergerakan beliau sempat diasingkan di Boven Digul dan Banda Neira. Sewaktu jaman penjajahan Jepang beliau bersama Tan Malaka dan Amir Sjarifuddin termasuk tokoh yang non kooperasi. Setelah merdeka, Syahrir kemudian menjadi Perdana Menteri dan beliaulah yang merintis perjuangan diplomasi melawan Belanda melalui Perjanjian Linggarjati. Walau Perjanjian Linggarjati itu bagi sebagian orang radikalis (misal Persatuan Perjuangan) dirasa kurang memuaskan, namun bagi sebagian tokoh konvensional hasil diplomasi saat itu dirasakan sudah memberikan hasil yang menggembirakan dengan munculnya pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia. Sayangnya karena pertentangan dengan Soekarno, Syahrir akhirnya menjadi tahanan politik hingga akhir hayatnya.
Beberapa kontribusi Sutan Sjahrir bagi perjuangan pergerakan kemerdekaan dan politik di Indonesia:
1. Mengembangkan partai kader (PNI dan PSI) yang menekankan pada “pendidikan politik” bagi kader dan masyarakat.
2. Mendorong sikap anti fasis dan otoritarianisme melalui pen gembangan demokrasi parlementer dan multi partai.
3. Memberikan keteladanan dalam perjuangan yang tanpa pamrih, kehidupan yang bersahaja dan tidak berorientasi pada kekuasaan.
4. Menjadi pejuang diplomasi untuk memperjuangkan penmgakuan kedaulatan terhadap negara Indonesia melalui Perjanjian Linggarjati dan forum lain di PBB.
5. Mendorong munculnya politik luar negeri yang bebas aktif (non blok)
6. Mendorong terwujudnya sosialisme Indonesia yang mengacu pada welfare state dimana negara benar-benar menjalankan pemerintahan dengan dilandasi nilai kemanusiaan, keadilan, kerakyatan, kebebasan, kesetaraan, kesejahteraan dan solidaritas.
Walaupun beliau diangkat jadi Pahlawan, namun nama, kisah perjuangan dan jasa beliau jarang muncul di buku sejarah....sebuah proses peminggirankah? Pemikiran Syahrir sebenarnya masih banyak yang kontekstual untuk saat ini...namun nampaknya perkembangan republik kita malah semakin jauh dari apa yang diimpikan oleh Syahrir.... Mungkinkah lahir Syahrir2 baru yang bisa mengawal Indonesia sesuai cita-cita kemerdekaan?
No comments:
Post a Comment