Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Jakarta 2012,
ISBN: 978-979-91-0524-0
160 halaman
Buku ini merupakan salah satu
dari seri buku TEMPO tentang tokoh militer Indonesia. Buku ini bercerita
tentang peran dan sepak terjang Penglima Besar Jendral Sudirman dalam
perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.
Soedirman dilahirkan tanggal 24
Januari 1916 di Bodas, Karangjati, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Masa kecilnya
dihabiskan untuk belajar di HIS (setara SD) dan MULO (setara SMP jaman Belanda)
di Cilacap Jawa Tengah. Soedirman merupakan murid yang tekun, rajin, disiplin, cerdas
dan suka menolong temannya. Dia aktif berorganisasi dalam kepanduan Hizbul
Wathan dan Pemuda Muhamadiyah. Lulus dari MULO, tahun 1934 Soedirman juga
sempat mengenyam pendidikan Kweekschool (Sekolah Guru Bantu) di Solo walaupun
tidak tuntas. Meski tidak lulus sekolah Guru, keaktifannya di Muhamadiyah
membuat Soedirman berhasil menjadi guru di HIS Muhamadiyah Cilacap. Pada tahun
1936, Soedirman menikahi Alfiah yang juga merupakan aktivis Pemudi Muhamadiyah.
Sekolah HIS Muhamadiyah Cilacap ditutup oleh Belanda tahun 1941-1942.
Pada saat jepang mulai masuk
Indonesia, Soedirman kemudian mencari ladang pengabdian yang lain dengan
mengembangkan koperasi untuk membantu perekonomian masyarakat yang mulai krisis.
Soedirman kemudian juga mendirikan Badan Pengurus Makanan Rakyat yang bertugas
mengumpulkan dan mendistribusikan makanan
bagi warga yang membutuhkannya. Kepemimpinan Soedirman tersebut
membuatnya menjadi tokoh yang disegani di Cilacap. Pada tahun 1943 Jepang
kemudian mengirimnya ke Bogor untuk mengikuti pendidikan daidancho atau
komandan battalion Pasukan Sukarela Pembela Tanah Air (PETA). Soedirman sendiri
semula tidak percaya diri masuk ke militer karena kakinya agak cacat (bekas
terkilir) dan mata kirinya agak kabur. Setelah pendidikan, pada tahun 1944
Soedirman dilantik jadi daidancho dan ditugaskan di Kroya-Cilacap, Jawa Tengah.
Prestasi Soedirman di Cilacap ini antara lain berhasil melucuti tentara Jepang
secara damai di wilayah Banyumas, setelah negaranya menyerah kepada Sekutu.
Setelah Indonesia merdeka, lascar-laskar
perjuangan dihimpun dalam wadah Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Dalam persidangan Markas Tinggi TKR di Yogyakarta,
Soedirman terpilih sebagai Panglima Besar TKR dengan suara terbanyak. Soedirman
merupakan salah satu tokoh kharismatik yang berusaha mempersatukan elemen TKR
yang berasal dari KNIL (tentara Hindia Belanda), Peta (yang dibentuk jaman
Jepang) dan berbagai lascar lainnya. Beberapa prestasi gemilang Soedirman di
bidang militer antara lain: (1)
memenangkan pertempuran Palagan Ambarawa melawan tentara Sekutu, (2)
menumpas Pemberontakan PKI Madiun 1948 walaupun hal ini menjadi beban pikiran
bagi Soedirman yang sedih melihat bangsanya saling berbunuhan, (3) melakukan
gerilya sewaktu Aksi Polisionil Belanda Pertama dan Kedua, walaupun kondisinya
sedang sakit sehingga perlu ditandu. Keberhasilan Soedirman di bidang militer
tersebut, didukung oleh adanya tim yang kuat dibelakangnya seperti TB
Simatupang, Oerip Soemohardjo, Tjokropranolo, Latief Hendraningrat, Soepardjo
Rustam, Soeprapto dan AH Nasution. TB Simatupang merupakan salah seorang
perwira yang mengembangkan system gerilya (Wehkreise). Buku tentang system gerilya
yang ditulis AH Nasution bahkan kemudian dijadikan buku pedoman bagi tentara AS
sewaktu bertempur di Vietnam.
Soedirman merupakan seorang
pejuang sejati yang tanpa kompromi (merdeka 100% atau tidak sama sekali).
Sehingga beliau lebih dekat dengan politisi kalangan militant (non kooperasi) seperti
Tan Malaka dan kurang dekat dengan politisi lobby seperti Amir Sjarifuddin atau
Sjahrir. Meski demikian Soedirman sangat menghormati konstitusi sehingga
sebagai panglima militer, beliau tetap tunduk pada keputusan pemerintahan sipil
Soekarno – Hatta (walau setelah melalui perdebatan sengit). Beliau tidak mau
memanfaatkan kekuatan pasukannya untuk merebut tahta.
Soedirman merupakan sosok
kharismatik yang dihormati dan dicintai oleh pasukkannya dan masyarakatnya.
Perjuangan gerilya yang dilakukannya sukses karena memperoleh dukungan dari
masyarakat di sekitarnya. Soedirman merupakan sosok sederhana, teguh dan penuh
pengabdian kepada Negara. Beliau meninggal tanggal 29 Januari 1950 dalam usia
34 tahun karena penyakit TBC. Semoga amal perjuangan beliau menjadi bernilai ibadah. Semoga
nilai-nilai luhur yang beliau ajarkan senantiasa tertanam kuat di dalam dada
TNI di masa kini dan masa mendatang….
Buku ini secara umum mudah
dicerna atau dipahami. Meski demikian saya rasa terdapat pengulangan isi dan keruntutan
alurnya kurang terjag, walaupun hal itu tidak terlalu mengganggu…
No comments:
Post a Comment