Oleh: Eknath Easwaran
Penerbit Bentang
Yogyakarta, 2013
ISBN 978-602-7888-90-6
268 halaman
Mohandas Karamchand Gandhi dilahirkan di Sudamapuri India
1869. Beliau dimasa kecil dikenal sebagai anak yang rendah diri, kurang pintar,
kurang pergaulan namun sangat berbakti kepada orangtuanya. Saat usia 13 tahun
dan masih di sekolah menengah atas, beliau dinikahkan dengan Kasturbai.
Pernikahan di usia muda membuat rumah tangga mereka sering bergejolak walaupun
mereka juga berusaha untuk saling menyesuaikan diri.
Setelah lulus sekolah menengah atas dengan nilai pas-pasan,
Gandhi melanjutkan study di Inggris di bidang hokum. Di sana dia belajar
beradaptasi dengan budaya bangsawan Inggris, namun hal itu malah menimbulkan
alienasi (keterasingan). Gandhi akhirnya berusaha mencari jati dirinya sendiri
dengan menanggalkan budaya Inggris yang selama ini dipakainya. Setalah 3 tahun,
Gandhi berhasil menamatkan pendidikannya dan pulang ke India. Disana dia
mendapati kenyataan pahit bahwa ibunda yang disayanginya telah meninggal.Di
India Gandhi berusaha menjadi pengacara namun rasa mindernya membuat dia gagal.
Gandhi kemudian mendapatkan pekerjaan sebagai konsultan hukum
di sebuah perusahaan di Afrika Selatan yang saat itu masih kental dengan budaya apartheid
dan banyak orang India di sana. Karena menjadi konsultan hokum swasta yang
sedang menghadapi masalah perdata, Gandhi mengalami kesulitan tentang
akuntansi. Gandhi tidak patah semangat sehingga dia mulai belajar pembukuan
(akuntansi). Semangat kerja kerasnya
membuahkan hasil sehingga dia menguasai teknik pembukuan dengan baik. Kasus
perdata yang ditanganinya pun berhasil dia selesaikan dengan pendekatan
musyawarah win-win solution dengan pihak lawannya. Kepiawaian Gandhi yang
memecahkan persoalan hokum dengan “hati” kemudian menarik banyak pihak lain,
sehingga konsultan hokum Gandhi berkembang dan mengalami kejayaan pada saat Gandhi
menginjak usia 27 tahun.
Meski Gandhi sudah makmur secara ekonomi, Gandhi mempunyai
kegelisahan melihat banyak warga keturunan India yang memperoleh perlakuan
tidak adil di Afrika Selatan tersebut. Gandhi kemudian mulai meninggalkan
kehidupannya yang mapan dan beralih
sederhana. Gandhi kemudian terlibat dalam aktivitas pelayanan social seperti
merawat orang sakit dan terlibat dalam Korps Ambulan India ketika terjadi
Perang Boer di Afrika Selatan.
Ketaatan terhadap agama Hindu yang dianutnya dan juga dari
beberapa kitab suci lain yang dibacanya, membuat Gandhi menemukan kembali beberapa
ajaran penting yang kemudian dipergunakan sebagai pegangan hidup garis perjuangannya
yakni Satyagraha, Ahimsa dan Swadeshi. Ajaran2 tersebut mula-mula dia
kembangkan di Afrika Selatan, namun kemudian
makin berkembang ketika beliau pulang ke India di tahun 1915.
Satyagraha adalah berpegang teguh pada jalan kebenaran dan
keadilan. Kebenaran dan keadilan adalah menjadi “tujuan perjuangan”. Beberapa poin penting dalam
ajaran Satyagraha ini adalah (a) setiap orang pasti mempunyai nilai kebenaran universal
dalam sanubarinya. Oleh karenanya untuk mengatasi konflik harus diupayakan
untuk bicara dari hati ke hati dan kompromi guna menemukan nilai kebenaran
tersebut tanpa rasa permusuhan, (b) Kebenaran
sejati akan muncul bila kita tidak mempunyai pamrih kecuali pamrih menegakkan kebenaran
itu, (c) satyagraha bukan merupakan
sebuah metode resolusi konflik, tapi merupakan pola pikir dan pola hidup bagi
pemeluknya, (d) satyagraha menuntut pemeluknya untuk mau berempati dan berani menghadapi
penderitaan, (e) pihak yang berseberangan seperti lawan politik
yang dihadapi haruslah dianggap sebagai mitra untuk menemukan kebenaran dan
bukan sebagai musuh, (f) penegakan satyagraha diarahkan untuk merubah system yang
menindas dan bukan perlawanan terhadap individu tertentu.
Ahimsa merupakan ajaran Gandhi berikutnya dimana beliau
menekankan perlunya pendekatan anti kekerasan (nirkekerasan). Untuk mencapaui
tujuan perjuangan yakni mewujudkan kebenaran (dan keadilan (Satyagraha),
pejuang haruslah menempuh cara nir kekerasan (Ahimsa). Lebih baik mengorbankan diri sendiri seperti
protes, mogok kerja, pembangkangan kebijakan publik dll untuk menegakkan
kebenaran daripada melakukan aksi yang menumpahkan darah.
Swadhesi merupakan ajaran Gandhi yang menekankan perlunya
swasembada untuk mengurangi ketergantungan dan penjajahan oleh pihak lain.
Contoh yang dikembangkan oleh Gandhi adalah pengembangan kain tenun local untuk
mengurangi ketergantungan terhadap import textile dari Eropa.
Pengaruh ajaran Gandhi tersebut makin meluas di India
sehingga beliau menjadi tokoh pergerakan kemerdekaan India yang terkemuka. Beliau
menjadi tokoh spiritual yang bijak dan negarawan yang disegani tidak hanya oleh
bangsanya tetapi juga disegani di tingkat dunia. Kesederhanaan beliau dan
kehidupan yang tanpa pamrih membuat beliau begitu diagungkan dan mampu
meluluhkan hati lawan-lawannya dalam memperjuangan kemerdekaan bangsanya. Beliau
orang yang sudah melepas dendam, sehingga beliau memaafkan orang yang telah
membunuhnya.
Di balik keagungan hidup Gandhi, beliau mengakui bahwa peran
Kasturbai (istrinya) sangat besar. Gandhi mengakui bahwa sifat mengalah serta
keseimbangan menjaga harmoni dari istrinya menjadi salah satu factor yang
membuatnya bisa menemukan kembali ajaran satyagraha dan ahimsa. Memang benar
kata pepatah “ dibalik pria yang sukses, dibelakangnya terdapat wanita-wanita
yang hebat”…..
Buku ini sangat mengasyikkan untuk dibaca. Kita diajak
menelusuri jejak pemikiran Gandhi yang penuh spiritualisme Timur (Hindu dan Buddha).
Saya sendiri merasa banyak ajaran Gandhi yang sejalan dengan budaya dan
filosofi yang berkembang di Indonesia. Itu mungkin banyak ajaran dan nilai2
yang berkembang di Indonesia juga dipengaruhi oleh ajaran Hindu, tapi mungkin
itu juga disebabkan oleh begitu universalnya pemikiran2 seorang Mahatma Gandhi……