Oleh Nawal el- Saadawi
Yayasan Obor Indonesia
Jakarta, 1983
160 halaman
Novel ini merupakan karya Nawal
el Saadawi, seorang sastrawan dari Mesir. Novel ini berkisah tentang seorang
perempuan bernama Firdaus yang dipidana hukuman mati karena membunuh seorang
pria yang berprofesi sebagai germo atau mucikari. Firdaus yang misterius dan tertutup,
tidak gentar menghadapi hukuman mati. Hal inilah yang menarik perhatian seorang
dokter untuk menyelidiki latar belakang kehidupan Firdaus.
Firdaus yang dilahirkan di tengah
keluarga yang miskin, sejak kecil sudah terbiasa dengan didikan keluarga yang
meletakkan kaum perempuan sebagai pekerja keras untuk mengurus rumah tangga. Kemiskinan
yang dideritanya, membuat dia tidak bisa makan cukup kenyang karena dia harus
berbagi dengan adik-adiknya. Selain itu budaya patriarchal membuat peran ayah
menjadi sangat sentral dan dominan dalam
pengambilan keputusan maupun dalam jatah makanan. Masa kanak-kanaknya yang
polos, telah membuatnya menikmati percintaan seksual anak-anak termasuk sentuhan birahi dari pamannya.
Beranjak dewasa, Firdaus ikut pamannya untuk bersekolah di kota dan
bisa menyelesaikan sekolah menengah dengan gemilang karena Firdaus rajin
membaca. Dalam masa sekolah ini Firdaus sempat jatuh cinta sesame jenis kepada
seorang gurunya. Namun percintaan tersebut tidak berlanjut.
Kehidupan pamannya yang tidak
cukup kaya, membuat Firdaus dianggap sebagai beban keluarga. Akhirnya Firdaus
dinikahkan dengan seorang duda tua yang kaya namun kikir. Firdaus sering
mengalami kekerasan dalam rumah tangga, sampai akhirnya melarikan diri dari
suaminya. Pengembaraan Firdaus berujung di jalanan. Kepolosannya membuat dia
diperdaya menjadi pelacur tanpa imbalan oleh para mucikari. Dia sempat jatuh cinta
kepada seorang pria, tapi cintanya bertepuk sebelah tangan karena pria itu
hanya menginginkan kehangatan tubuhnya secara percuma.
Tempaan hidup membuat Firdaus
menjadi mandiri dan menjajakan cinta dengan tariff yang tinggi. Kalangan elite
pejabat banyak yang terpesona dan ingin mencicipi kehangatan tubuhnya. Kemakmuran
duniawi membuat seorang mucikari memaksa Firdaus masuk dalam genggamannya.
Firdaus yang merasa dunia penuh ketidakadilan terhadap dirinya dan kaum
perempuan lainnya, memberontak dan membunuh mucikari tersebut. Dendam Firdaus
begitu meluap terhadap para penguasa dan kaum pria yang telah membuat hidupnya
menderita. Firdaus menganggap bahwa pembunuhan yang dilakukannya adalah “jalan
kebenaran” untuk menghindarkan diri dari penindasan kaum pria. Hal itulah yang
membuat dirinya tidak takut menghadapi hukuman mati karena kebenaran ada di
pihaknya.
Novel ini secara umum cukup menarik,
walaupun banyak sisi psikologis yang ditampilkan. Menarik pula untuk melihat
sisi-sisi kelam budaya patriarchal yang secara sadar atau tidak sadar sering
meminggirkan atau bahkan menindas kaum perempuan.
No comments:
Post a Comment