Dia agak tinggi, ramping (tidak atletis karena ceking),
berambut berombak agak kemerahan, serta berpembawaan ceria. Kalau sekolah
sering mengendarai Vespa cat putih atau Honda GL warna hitam. Dia adalah satu
diantara sedikit kawan yang bersekolah mengenakan sepatu yang branded. Sepatunya
merk Nike warna putih keabu-abuan. Dia suka olah raga sepakbola, dribble bolanya
boleh juga walaupun belum seelok Ronaldo CR7. Dia juga olehraga volley karena postur
jangkungnya.
Tuhan mempertemukan kami menjadi karib di SMA. Sejak kelas 2
dan 3, kami selalu satu kelas dan tempat duduknya berdekatan. Sambil guyonan,kami
suka belajar bersama berbahasa Inggris dengan menggunakan kata-kata yang agak “nakal”.
Kelas kami letaknya dekat gerbang ke
lapangan olah raga di belakang sekolah, sehingga banyak siswa-siswi kelas lain
yang lewat di samping kelas kami untuk berolahraga dengan celana pendek (saat
itu istilahnya celana “short”). Pada saat itu kejahilan kami muncul dengan diam-diam
melakukan “penjurian” siswi yang bentuk betis
kakinya paling indah hahaha...
Sewaktu kelas 3 SMA, dia mulai pacaran dengan adik kelasnya.
Dia sangat mencintai kekasih dengan
segenap jiwa raga dan balung sumsumnya. Mungkin itu cinta pertamanya, sehingga
dia begitu “total” dalam menumpahkan perasaan cintanya.... Dia sering bercerita
tentang hatinya yang berbunga-bunga ketika habis membocengkan kekasihnya. Seingatku Jurang Jero yang saat itu ngetop
sebagai tempat pacaran menjadi salah satu destinasi pacaran yang disukainya
...:)
Dia belajar mencinta, tapi Tuhan pula yang menentukan
takdirnya. Suatu saat dengan wajah penuh muram durja, dia bercerita bahwa kisa
cintanya kandas di tengah jalan. Sebgaia pria
sejati, dia berusaha menahan tangis, walau aku tahu cintanya yang kandas telah membuat remuk redam perasaannya.
Apalagi orang yang dicintai masih sering dijumpai dan berlalu lalang di depan
mata. Aku lupa tentang sebab musababnya, tapi kuingat persis dia begitu “shock”
dengan tragedy cintanya. Untunglah,
perlahan-lahan dia bangkit dan bisa menata hidupnya kembali, walau kuyakin
cintanya itu tidak akan pernah terlupa...unforgetable.....karena cintanya
begitu mbalung sumsum dan mengendap lekat di relung kalbunya....
Takdir membawaku kembali bersamanya. Kami kuliah di kampus
yang sama di FISIPOL UGM. Dia di jurusan Sosiologi, aku di jurusan Ilmu Sosiatri
(Ilmu Kesejahteraan Sosial). Persahabatan kami makin marak karena teman SMA
yang lain yakni mas Heni Asmara juga masuk satu kelas denganku, dan kemudian disusul Mohtar di
jurusan Administrasi Negara (walaupun kemudian tidak tuntas). Ketika pulang dari
Jogja ke Muntilan bareng, kami biasa mampir di warung pojok Pak Dul di njero
pasar Muntilan untuk menikmati soto babat yang maknyuss dan cetar membahana....
Menjelang aku lulus tahun 1990, aku jarang bertemu
dengannya. Kesibukanku riset dan menulis skripsi membuatku jarang ke kampus dan
bersua. Aku sempat kuatir dia drop di tengah jalan. Sampai aku lulus dan kerja,
aku tak mendengar kabar beritanya. Aku cari alamat dia, aku hunting namanya
lewat internet tapi tiada kutemukan. Dia menghilang bagai di telan bumi.
Tapi Tuhan Maha Mendengar dan mendengarkan doa hambanya, di
tahun 2011 aku mendapatkan informasi keberadaannya yang ada di kota kecil di
sumatera. Pada akhir tahun 2011 kami bisa bertemu setelah 20 tahun lebih tak
jumpa. Tidak ada yang heboh dengan pertemuan itu, kecuali kami sama-sama
menyadari sudah botak walaupun botakku lebih kinclong darinya. Aku bersyukur bisa
bertemu dengan teman lama yang kelakuannya tidak banyak berbeda dari dulu...Aku
bersyukur bisa bersilaturahmi kembali dengannya, semoga persahabatan kami
abadi.... Siapakah “Dia”?
No comments:
Post a Comment