KORUPSI; Sifat, Sebab dan Fungsi
SH Alatas
LP3ES Jakarta, 1987
ISBN 979-8015-37-1
Hal 323
Korupsi merupakan upaya sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban atau tanpa hak menggunakan kekuasaan dengan tujuan memperoleh keuntungan yang sedikit banyak bersifat pribadi. (Brooks, 1910). Korupsi tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan
2. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta atau masyarakat umumnya
3. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum demi kepentingan khusus
4. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan dimana orang-orang yang berkuasa atau bawahannya menganggap tidak perlu
5. Melibatkan lebih dari satu pihak atau satu orang
6. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama
7. Terpusatnya kegiatan korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya
8. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk pengesahan hokum
9. Melakukan fungsi ganda yang kontradikstif pada mereka yang melakukan korupsi. (Alatas 1968)
Alatas dalam buku ini membagi korupsi dalam beberapa jenis yakni:
• Transactive corruption yaitu korupsi yang didasari kesepakatan ti,bal balik antara pemberi dan penerima demi keuntungan keduabelah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya (biasanya anatara pemerintah dengan sector usaha/masyarakat).
• Extorsion corruption (korupsi yang memeras) dimana pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau hal-hal yang dihargainya.
• Korupsi defensive yaitu perilaku korban korupsi pemerasan atau korupsi untuk mempertahankan diri
• Korupsi Investif yaitu pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan datang
• Korupsi perkerabatan/nepotisme yatu penunjukan yang tidak sah terhadap teman atau sanak keluarga untuk memegang jabatan pemerintahan atau tindakan yang mengutamakan kepada mereka dg cara yang bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku
• Korupsi dukungan tindakan untuk memperkuat korupsi yang ada missal terror terhadap antivis anti korupsi.
Alatas lebih lanjut menuturkan bahwa dari sisi sejarah korupsi sudah berlangsung sejak jaman sebelum Masehi (bahkan ada sumber menyebutkan 1200 SM). Kasus korupsi ini terjadi di jaman sejarah Mesir, Babilonia, Ibrani, India, Cina, Yunani dan Romawi Kuno. Korupsi tersebut terjadi di kalangan pemerintahan, militer maupun lembaga peradilan. Meski demikian pada zaman tersebut sudah muncul berbagai aturan hukum maupun aksi untuk pemberantasan korupsi.
Terkait dengan korupsi yang berkembang di negara berkembang khususnya Asia paska kemerdekaan hingga saat ini, Alatas menilai bahwa faktor yang berpengaruh adalah rekrutmen pegawai yang banyak dan tidak disertai income yang memadai. Di sisi lain muncul keserakahan akibat budaya materialisme yang didukung oleh banyaknya peluang untuk melakukan korupsi seperti birokrasi yang kaku dan lemah kontrol sosial akibat budaya individualistik. Alatas menggaris bawahi bahwa koruptor atau homo venalis merupakan orang yang melanggar nilai moral (immoral) dan bukan produk budaya karena di dunia ini tidak ada masyarakat yang secara sadar mengembangbiakkan korupsi.
Dari sisi efek, korupsi menimbulkan berbagai efek yakni:
• Efek Metastatik yaitu korupsi cenderung makin menyebar dan membesar sehingga pejabat korup cenderung kelihatan lebih besar pengaruhnya dimata orang yang membutuhkannya.
• Efek Perkomplotan, yaitu korupsi cenderung membukakan jalan bagi korupsi lainnya atau menggurita, dimana sinergi antar kelompok akan menjadi semakin berkembang.
• Efek pemberian tertentu, yaitu efek yang ditimbulkan akibatn pemberian tertentu dan ini bisa beraneka ragam misalnya korupsi dalam pembelian kapal Tampomas mengakibatkan kualitas kapal buruk dan menimbulkan bencana kemanusiaan karena kapal tersebut tenggelam. Korupsi dalam pembuatan jalan mengakibatkan jalan cepat rusak sehingga akses masyarakat terganggu.
• Efek penghilangan potensi, yaitu korupsi yang digunakan untuk proyek2 penguasa sehingga anggaran pembangunan pelayanan publik terpinggirkan.
• Efek Transmutasi, yaitu munculnya pergeseran nilai dimana tokoh korup dianggap sebagai warga kehormatan atau Robinhood bagi sebagian kalangan.
• Efek Pamer, yaitu pamer hasil korupsi seperti perhiasan, rumah mwah dll sehingga korupsi seperti sesuatu yang menguntungkan dan positif.
• Efek Derivasi Kumulatif, yaitu efek kumulatif yang muncul dari tindakan-tindakan korupsi seperti korupsi yang dilakukan menteri akan banyak membawa efek bagi kebijakan dan progra di departemennya
• Efek Psikosentris yaitu munculnya ketagihan untuk melakukan tindakan korupsi ulang.
• Efek Klikmatis yaitu munculnya penyimpangan nilai dimana orang-orang yang berjuang secara jujur malah tidak memperoleh reward yang memadai.
• Efek Ekonomis Korupsi yaitu pemiskinan penduduk melalui penggerogotan ekonomi pemerintah.
Alatas sangat mengecam upaya-upaya dan pemikiran yang bersifat menetralisir nilai negatif korupsi. Beliau mengecam Samuel Hutington yang berpendapat bhwa korupsi oleh perusahaan nasional bisa dimaafkan demi mendorong modenrisasi di negara berkembang yang korup. Kecaman lain ditujukan kepada Robert Merton dan juga Nathaniel Leff yang melihat bahwa korupsi terkadang diperlukan bila pemerintahan lamban sehingga mereka menyebut korupsi sebagai “extra legal institution”. Kecaman Alatas ini muncul dari adanya kesadaran bahwa pelemahan upaya pemberantasan korupsi seringkali dimulai dari bahasa yang tranmutasi.
Dalam buku ini Alatas menggaris bawahi bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan menciptakan SDM handal yang credibel dan juga didukung adanya penegakan aturan hukum secara adil dan konsisten. Untuk bisa menjalankan hal itu dibutuhkan adanya leadership yang visioner.
Secara umum buku ini sangat menarik dan masih kontekstual untuk meneropong kasus korupsi yang masih marak saat ini. Salah satu kesulitan yang saya temui adalah pembahasan bab “Ideologi Korupsi” yang agak berbau filsafat ilmu sehingga perlu mengerinyitkan dahi dan merenung untuk bisa mengunyah kata-kata yang tertuan dalam Bab tersebut.
No comments:
Post a Comment