Pengembangan Konsep Gender untuk Program Kehutanan dan Perubahan Iklim (FORCLIME) di Indonesia
oleh Eva Engelhardt dan Rahmina,
Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ)
Jakarta, Desember 2010
60 hal
Buku ini merupakan laporan studi gender yang dilaksanakan untuk mendukung implementasi Program Kehutanan dan Perubahan Iklim (FORCLIME) di Indonesia. Kegiatan studi ini dilaksanakan dengan didahului Pelatihan Gender untuk 8 orang dari berbagai instansi kehutanan, perguruan tinggi dan LSM. Peserta pelatihan tersebut kemudian melakukan ujicoba kajian gender secara partisipatif di desa Manua Sadap – Kab. Kapuas Hulu, Prop. Kalimantan Barat.
Selain kajian gender di desa Manua Sadap, tim kajian juga melakukan studi analisis gender di lingkup instansi kehutanan tingkat Kabupaten Kapuas Hulu, tingkat Provinsi Kalimantan Timur dan tingkat Nasional.
Temuan pada tingkat Kelompok Sasaran, yang diperoleh dari studi ini antara lain:
• Laki-laki dan perempuan memiliki pola yang berbeda dalam menggunakan produk hutan
• Laki-laki dan perempuan memiliki kebutuhan yang berbeda mengenai akses ke dan ketersediaan produk hutan
• Laki-laki dan perempuan memutuskan bersama apakah menebang pohon atau tidak untuk membuka lahan pertanian baru.
• Perempuan memainkan peran menonjol dalam pertanian pangan dan terbuka terhadap metode-metode baru.
• Perempuan biasanya tidak terlibat dalam kegiatan penyuluhan pertanian dan hutan
• Kebutuhan dan prioritas yang berbeda dari laki-laki dan perempuan harus dipertimbangkan dalam perencanaan tata guna lahan dan rapat konsultasi publik CBFM/REDD
• Pendekatan CBFN/REDD harus menemukan cara melibatkan perempuan sebagai pemangku kepentingan aktif kegiatan mereka. Kegiatan CBFM/REDD mendatang dihadapkan dengan desas-desus tentang "eko-wisata", tuntutan terhadap sanitasi yang disempurnakan dan harapan tinggi terhadap pembangkit listrik tenaga air mikro
• Desa bergantung pada kiriman uang dari anggota keluarga yang bekerja di luar daerah.
Temuan tentang Proses pada tingkat Kelompok Sasaran:
• Lemahnya arus informasi dan transparansi di dalam masyarakat desa
• Rapat umum diarahkan dan didominasi oleh laki-laki, walaupun jumlah perempuan lebih banyak.
• Perempuan tampaknya tidak berminat pada rapat yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam
• Perempuan tidak cukup terlibat dalam pembuatan putusan publik, walaupun adanya wakil PKK yang vokal
• Interaksi antara orang luar dan orang desa terbatas karena merantaunya orang dan penghalang bahasa. Orang-orang yang lanjut usia (sesepuh) sering tidak dapat berbicara Bahasa Indonesia.
• Persiapan diskusi pleno dalam subkelompok yang homogen membawa kepada peranserta yang lebih baik bagi "kelompok lemah"
• Analisis gender partisipatif berguna sebagai titik masuk untuk membangun hubungan saling percaya antara penduduk desa dan staf penyuluhan yang mempromosi CBFM/REDD
• Analisis peran dan kebutuhan khusus gender harus terpadu ke dalam proses pembangunan jangka panjang CBFM guna menghindari rasa frustrasi atau harapan hampa
• Proses analisis juga dapat digunakan untuk menaikkan minat perempuan dalam mengenali kebutuhan khusus mereka dan berkontribusi pada diskusi dalam rapat perencanaan
Temuan terkait Analisis Kelembagaan Sektor Kehutanan;
• Kerja di sektor kehutanan masih dikonotasikan sebagai dunia laki-laki
• Minimnya pengetahuan tentang konsep pengarusutamaan gender di sektor kehutanan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten.
• Minimnya kecakapan memadukan kebutuhan khusus gender sebagai masalah lintas sektor ke dalam pengelolaan perencanaan dan program
• Sedikitnya kerjasama antara Kemenhut, MoWE, BAPPEDA, dan LSM lokal dalam menerapkan kegiatan pengarusutamaan gender
• Potensi untuk kemitraan srategis dengan proses desentralisasi dan peran serta pemangku kepentingan yang disyaratkan masih kurang berkembang
• Potensi Focal person Gender dan Kelompok Kerja Gender belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Laporan ini disertai juga dengan berbagai rekomendasi untuk mengatasi berbagai temuan diatas sehingga kesetaraan aspek gender diharapkan bisa diwujudkan di masa mendatang. Meski demikian disadari pula bahwa upaya pengarusutamaan gender di sektor kehutanan merupakan sebuah tantangan berat karena sektor kehutanan selama ini didominasi kaum laki-laki dan merebaknya isu degradasi dan deforestasi hutan saat ini membuat isu gender di sektor kehutanan agak terpinggirkan...
No comments:
Post a Comment