Sandiwara yang disiarkan melalui stasiun
radio, sangat marak pada tahun 1980-an saat saya bersekolah di SMA. Meskipun kalau
ditelusur lebih jauh , sandiwara radio tersebut sudah banyak ditayangkan sejak
tahun 1970-an atau bahkan jauh sebelumnyaketika radio transistor masih menjadi
barang mewah saat itu. Dari sisi jenis materi sandiwara, pada periode tahun
1970-an, sandiwara radio lebih banyak menayangkan topik kehidupan sehari-hari
dengan bumbu aroma percintaan. Sedangkan sandiwara radio tahun 1980-an banyak
dibumbui dengan cerita action yang dikemas dalam kisah kerajaan tertentu
seperti cerita Tutur tinular-nya Brahma Kumbara, Arya Kamandanu, Bende
Mataram-nya Sangaji dan Senopati Pamungkas-nya UpasaraWulung. Selain itu ada
cerita yang berbumbu mistis seperti Mak Lampir. Sandiwara tersebut sangat
ngetop saat itu dan banyak stasiun radio yang menayangkannya. Sehingga untuk
sebuah episode dari cerita yang sama, dalam sehari kita bisa mendengarkan 4
atau lima kali dalam sehari karena stasiun-stasiun radio berlomba
menayangkannya pada hari yang sama cuma jamnya yang berbeda. Beberapa sandiwara
radio tersebut kemudian diangkat ke film
layar lebar, namun nampaknya tidak terlalu sukses karena adegan yang muncul di
film tidak “seheboh” adegan yang diimajinasikan oleh pendengar sandiwara radio itu....
Kala jaman SMA, sebuah teater sandiwara
radio di magelang berhasil membuat sandiwara berbahasa daerah (Jawa) yang cukup ngetop rating-nya di wilayah
magelang dan sekitarnya. Sandiwara yang berbumbu sedikit horror mistis,
tersebut berjudul “TRINIL”. Secara garis besar cerita sandiwara Trinil
bercerita tentang seorang Bagus Rahmad yang jatuh cinta kepada seorang janda
yang mempunyai anak perempuan bernama Trinil. Ketika Trinil beranjak remaja
yang jelita, Bagus Rahmad terpesona olehnya dan gayung cintanya bersambut
karena Trinil mempunyai perasaan yang sama. Mereka menjalin cinta secara
sembunyi-sembunyi, dan bahkan kemudian bersekongkol melakukan pembunuhan
terhadap ibunya. Sepeninggal ibunya timbul keanehan-keanehan karena ternyata
arwah ibunya bergentayangan untuk membalas dendam kepada Bagus Rahmad dan
Trinil.....
Menurutku, sandiwara radio
tersebut cukup bagus karena para pemainnya terkesan sangat menjiwai perannya
masing-masing. Di kampungku yang di pelosok desa yang sepi dan bertabur gelap
karena belum terjangkau listrik saat itu, sandiwara radio itu ditayangkan
menjelang senja/magrib sehingga aransemen musiknya yang menyayat hati diselingi
lolongan serigala menimbulkan kesan mistis tersendiri.......
Sayang sekali sandiwara radio
semacam itu sekarang tergilas oleh kehadiran TV swasta... jadi berbahagialah
kita yang tumbuh ditahun 1970-1980 an karena mempunyai banyak kenangan indah yang
sekarang sulit ditemukan kembali........
No comments:
Post a Comment