PERAWAN REMAJA DALAM CENGKERAMAN MILITER; catatan pulau buru
Oleh: Pramoedya Ananta Toer
Kepustakaan Popular Gramedia
Jakarta, 2011
ISBN 978-979-91-0363-5
248 halaman
Buku ini merupakan sebuah cerita sejarah tentang tipu
muslihat Jepang pada saat melakukan
penjajahan di Indonesia tahun 1943-1945, yang mengumpulkan gadis-gadis remaja di
Jawa dengan janji mau dikirim sekolah ke Jepang. Padahal kenyataannya mereka
dikirim ke beberapa daerah untuk dijadikan pelampiasan nafsu birahi tentara
Jepang yang bertugas di garis depan.
Untuk menambah semangat juang para tentaranya, tentara
Jepang di Indonesia mengumpulkan remaja wanita terpelajar untuk dijanjikan
dikirim ke jepang guna bersekolah dan ketika Indonesia merdeka para wanita
tersebut akan dipulangkan ke Indonesia dan akan menempati pos pekerjaan penting
seperti perawat, tenaga kesehatan dll. Janji Jepang ini dilakukan secara mulut
ke mulut atau gethok tular melalui para pejabat pribumi (mungkin ini untuk
menghindarkan tuntutan kejahatan perang di belakang hari). Dengan cara “gethok
tular” ini, remaja wanita yang direkrut rata2 cukup berpendidikan dan
berpenampilan cantic karena berasal dari keluarga amtenar atau ningrat/priyayi.
sebagian remaja tertarik program ini
karena ingin memberikan pengabdian terbaik untuk Indonesia negara baru
yang akan di lahirkan. Namun dijumpai pula ada remaja dan orangtuanya yang
tidak setuju namun tidak kuasa menolak ancaman tentara pendudukan Jepang
Dari penelusuran sejarah, diketahui bahwa para remaja wanita
tersebut dibawa ke Jakarta dan kemudian dikirimkan ke berbagai wilayah
Indonesia dan juga negara tetangga lainnya seperti di Singapura atau Malaysia
yang menjadi garis depan bagi tentara jepang melawan tentara Sekutu dalam
Perang Dunia ke 2. Pramoedya Ananta Toer yang sempat dibuang ke Pulau Buru oleh
pemerintah Orde baru menemukan fakta menarik
bahwa beberapa remaja wanita yang dijadikan pelampiasan nafsu tentara
Jepang ketika Perang Dunia ke 2, juga terdampar di Pulau Buru. Ketika Jepang
kalah perang, para remaja wanita tersebut dibiarkan begitu saja dan sebagian
kawin dengan penduduk asli Pulau Buru. Oleh suku yang mengambilnya mereka
biasanya diajak tinggal di daerah pelosok pedalaman, diminta untuk meninggalkan
identitasnya dan dilarang berkomunikasi dengan orang luar. Hal ini membuat
mereka semakin sulit untuk kembali
merajut tali silaturahmi dengan keluarga yang ditinggalkannya di tanah Jawa.
Para tahanan politik yang dibuang ke Pulau Buru tahun 70-an berhasil menjumpai
beberapa wanita tersebut. Mereka biasanya takut berkomunikasi karena ancaman
suami atau sukunya. Merekapun sebagian tidak mau pulang ke jawa karena mereka
tidak kuat menanggung malu akibat perlakuan biadab tentara Jepang di waktu
lalu....
Buku ini secara umum enak dan mudah dicerna. Kita diajak menyelami
sejarah mimpi Indah remaja putri yang ingin membangun negeri, tetapi kemudian
malah dijadikan tumbal nafsu berahi tentara Jepang dan kemudian terdampar di
negeri antah berantah yang tidak mereka kenal sebelumnya. Aksesibilitas yang
susah, budaya dan system nilai yang berbeda, kondisi alam yang terkadang ganas,
menuntut mereka melakukan segala daya upaya untuk bertahan hidup. Tragedi kemanusiaan yang sering disebut
dengan “Jugun Ianfu”, ini merupakan
salah satu bentuk kebiadaban tentara Jepang selain bentuk kebiadaban lain
seperti “romusha” (kerja paksa). Semoga kejahatan kemanusiaan seperti itu tidak
terulang kembali di masa depan.
No comments:
Post a Comment