Oleh: Tasaro GK
Penerbit Noura Books
Jakarta, 2014
ISBN 978-602-1606-90-2
380 halaman
Buku ini merupakan salah satu seri dari Trilogi Inspirasi
Dahlan Iskan. Edisi sebelumnya berjudul Sepatu Dahlan dan Surat Dahlan.
Dalam buku ini berkisah tentang Saptoto, anak seorang janda
yang pensiunan guru SD. Ibu Saptoto mempunyai anak 11, namun hanya 9 yang
hidup. Meski hanya mengandalkan pensiunan
dan kerja serabutan, Ibu Saptoto bertekad harus mampu menyekolahkan
anak-anaknya walau hidupnya harus irit dan sederhana. Ibu Saptoto ini merupakan
penggemar setia tulisan koran Dahlan Iskan.
Saptoto yang lulus SMA mencoba mendaftar UMPTN namun gagal.
Dia akhirnya diterima di UNY dengan
mengambil jurusan Jurnalistik. Di kampus itu dia berkenalan dengan Kanday,
seorang pemuda Sunda yang berasal dari keluarga petani yang sederhana.
Persahabatan yang erat timbul diantara mereka. Kanday yang punya minat kuat
jadi wartawan, meminjam kliping koran Ibu Saptoto yang berisi tulisan-tulisan Dahlan
Iskan. Kandaypun akhirnya jadi penggemar tulisan Dahlan Iskan.
Saptoto dan Kanday pun aktif dalam kegiatan kampus. Mereka
aktif mengikuti Praktek Kerja Lapangan hingga mereka diterima magang kerja di Radar
Bogor sebuah harian local milik grup Jawa Pos yang dikomandani Dahlan Iskan. Talenta dan keseriusan kerja mereka memikat
pimpinan Radar Bogor hingga mereka diterima bekerja disana. Mereka kemudian
merintis Radar Bandung dan Radar Bekasi. Namun Saptoto menyadari bahwa dia
tidak cocok jadi wartawan sehingga dia mengundurkan diri dan ingin menjadi
penulis lepas. Sedangkan Kanday yang ditinggalkannya, terus berusaha
mengembangkan Radar Bekasi yang mulai naik prestasinya.
Perjalanan Saptoto ingin menjadi penulis lepas, membuatnya
bertemu dengan seorang editor yang mempertemukannya dengan Dahlan Iskan. Dari pertemuan tersebut diungkap perjalanan
Dahlan Iskan sewaktu menjadi wartawan. Dahlan Iskan menjadi popular sewaktu menjadi
wartawan Tempo mengembangkan jurnalisme investigasi untuk mengupas kasus narapidana
criminal Kusni Kasdut yang dihukum mati. Dia bisa menggali aspek-aspek manusiawi
dari terhukum. Dahlan juga menggunakan investigasi untuk menampilkan kecelakaan
Kapal Tampomas II yang terbakar dan
tenggelam di Laut Masalembo pada awal tahun 1981. Tragedi Tampomas II tersebut
merenggut nyawa ratusan orang. Dahlan berhasil mewawancarai korban dan para awak
kapal Sangihe yang menjadi penyelamat dan telah berjuang mati-atian memberikan
bantuan kepada para penumpang Tampomas II. Meski demikian dijumpai keputusasaan
dari awak kapal Sangihe karena kondisi kapal Sangihe yang rusak membuat mereka
tidak bisa optimal memberikan bantuan. Mereka hanya bisa terkesima dan menangis
haru tak berdaya melihat korban
bergelimpangan kepanasan dengan lolong kesakitan dan akhirnya tenggelam
diterkam ombak laut Masalembo.
Perjalanan Dahlan Iskan kemudian bergerak ketika diberi
tugas mengelola koran Jawa Pos yang diakuisisi Tempo. Perlahan-lahan Jawa Pos
yang semula agak surut berhasil berkembang. Dari sisi jurnalistik, Dahlan
belajar banyak sama wartawan senior Tempo seperti Goenawan Moehammad. Dari sisi
bisnis dia belajar banyak kepada Eric Samola yang merupakan pebisnis handal dan
dekat dengan para politisi. Grup Jawa Pos makin berkembang dan mulai
mengembangkan koran-koran local daerah seperti Radar Kaltim, Radar Bogor dll. Grup
Jawa Pos akhirnya mendirikan Gedung Graha Pena di Surabaya sebagai monument tumbuh
kembangnya Jawa Pos. Pada saat Jawa Pos mulai berkibar, Eric Samola terkena
stroke hingga meninggal dunia. Meninggalnya “sang guru” membuat Dahlan Iskan
naik ke tampuk pimpinan grup Jawa Pos, dengan tetap memegang tuntunan yang
telah diberikan oleh Eric Samola.
Secara umum buku ini mudah dinikmati karena Bahasa yang
sederhana dan alur yang agak runtut. Meski demikian terkesan buku ini sangat “mengkultuskan”
sang tokoh utama yakni Dahlan Iskan. Hal ini agak terasa mengganggu karena
terkesan Dahlan Iskan seperti Dewa dan bukan sosok manusia...Walau buku ini
memiliki kekurangan, buku ini saya rekomendasikan untuk tetap dibaca karena ada
nilai2 moral positif yang bisa petik hikmahnya.