Negeri Tapal Batas: sebuah
catatan pengabdian di batas negeri
Penulis: Tim KKN-PPM UGM KTU-02
Sebatik Indonesia, 2016
314 halaman
Buku ini berkisah tentang
perjalanan dan pengabdian Tim Kuliah Kerja Nyata – Universitas Gadjah Mada (KKN
UGM) di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara pada tahun 2016.
Pulau Sebatik merupakan pulau
kecil yang merupakan perbatasan Indonesia-Malaysia. Bahkan pulau ini terbagi
dua menjadi Sebatik Indonesia dan Sebatik Malaysia. Pulau ini dihuni oleh
masyarakat yang mayoritas berasal dari suku Bugis (Sulawesi Selatan). Konon
migrasi masyarakat Bugis ke pulau ini dimulai sekitar 1970-an. Dominasi oleh
masyarakat Bugis di Sebatik ini tidaklah terlalu mengherankan karena suku Bugis
dikenal sebagai suku penjelajah lautan dan wilayah Sulawesi Selatan relative
berdekatan dengan Kalimantan Timur dan Utara. Dominasi pendatang suku Bugis dan
masyarakat Sulawesi Selatan juga terdapat di banyak daerah pesisir lain di
Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur. Mata pencaharian masyarakat di pulau
Sebatik ini sebagian besar nelayan dan petani kebun, dimana secara umu
kesejahteraan masyarakat petani relative lebih baik dari masyarakat nelayan.
Beberapa isu yang ditemukan oleh
Tim KKN dalam observasi lapangan adalah:
·
Polusi sampah di pantai dan di permukiman
penduduk karena minimnya pengelolaan sampah.
·
Keterbatasan air bersih yang disebabkan oleh
areal pembukaan perkebunan sawit dan intrusi air laut (yang dipengaruhi
oleh abrasi pantai).
·
Pemasaran produk perikanan dan pertanian secara
mentah ke Malaysia sehingga minim added value bagi masyarakat local.
·
Ketergantungan terhadap produk asing seperti
snack dan minuman kaleng Malaysia karena biaya transportasi yang lebih murah
dibanding mendatangkan produk asli Indonesia.
·
Kelompok nelayan sudah dibentuk namun belum
solid dan keswadayaan kelompok nelayan masih rendah (selalu mengharap bantuan
pemerintah).
·
Sudah muncul inisiatif-inisiatif local untuk
memajukan pendidikan di Sebatik. Meski demikian upaya peningkatan kualitas pendidikan
dasar dan menengah di sana masih perlu dilakukan.
·
Sanitasi lingkungan dan perbaikan gizi keluarga
(khususnya nelayan) masih perlu dilakukan.
Dengan mendasarkan temuan tersebut Tim KKN UGM
yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, mencoba mengembangkan berbagai
program seperti introduksi dan kampanye pengelolaan sampah, pengenalan
teknologi GPS untuk membantu nelayan menemukan daerah yang sedang banyak ikan,
pelatihan untuk guru, pengolahan
berbagai produk berbahan dasar ikan dan lain-lain. Buku ini ditulis tahun 2016,
semoga saat ini kondisi Sebatik sudah semakin membaik dan masyarakat semakin
sejahtera.
Buku ini ditulis dengan gaya
bercerita (story telling) sehingga mudah dicerna dan alurnya mengalir.
Walaupun ada beberapa pengulangan, namun tidak terlalu mengganggu. Buku ini
bagus dibaca untuk public termasuk untuk anak-anak usia pendidikan dasar dan
menengah (SMP ke atas). Membaca buku ini membuat saya jadi terkenang KKN yang
pernah saya ikuti sekitar tahun 1988 di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
KKN sebagai wujud dari Tri Darma
Perguruan Tinggi khususnya Dharma “Pengabdian Masyarakat”, secara konseptual
sebenarnya sangat baik untuk melatih mahasiswa agar bisa mengaplikasikan ilmu
yang dimilikinya untuk masyarakat. Di sisi lain mashasiswa juga memperoleh
manfaat karena mahasiswa diajari untuk peka, bisa mendengar, bisa mengamati dan
bisa memfasilitasi persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat. Hanya saja waktu KKN yang terbatas yakni
hanya sekitar 2 bulan, membuat inisiatif-inisiatif yang didorong melalui
program KKN ini seringkali tidak bisa berkelanjutan. Hal ini yang nampaknya
perlu diperbaiki oleh lembaga penyelenggaran KKN dan juga Pemerintah Daerah
yang jadi lokasi KKN, supaya program KKN bisa berkesinambungan. Mungkin
Dokumen-dokumen perencanaan desa/daerah yang sudah discreening secara matang,
bisa dijadikan sebagai masterplan perencanaan KKN di sebuah daerah
tertentu. Sehingga kegiatan-kegiatan yang diinisiasi oleh suatu Tim KKN , nanti
bisa ditindaklanjuti oleh Tim KKN periode berikutnya beserta dengan pemangku
kepentingan lain. Sehingga tim KKN periode berikutnya tidak harus memulai dari
nol.
Menurut saya, KKN ini sebenarnya juga agak mirip dengan
konsep Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang banyak didengungkan oleh Kementerian
Pendidikan. Bahkan KKN ini bisa disebut merupakan salah satu bagian dari MBKM,
karena dalam KKN ini mahasiswa sebenarnya
sedang magang untuk menerapkan dan mengembangkan ilmunya di masyarakat.
Saya merasa KKN ini bisa menjadi
skema potensial untuk membantu pengembangan masyarakat di berbagai daerah
pedesaan atau komunitas yang selama ini kurang terjangkau oleh agen-agen
perubahan atau pelayan publik. Meski demikian perbaikan-perbaikan mekanisme
perlu dilakukan agar KKN ini bisa memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat
target group dan juga bagi mahasiswa itu sendiri.
No comments:
Post a Comment