Jurusan Ilmu Sosiatri: "Hidup" Tak Banyak Orang Tahu, "Mati" Jangan Dulu.
Penulis: Susetiawan
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik ISSN 1410-4946
Volume 9, Nomor 2, November 2005
(179 - 203)
Artikel ini merupakan sebuah
refleksi dan otokritik dari Pak Susetiawan yang menjadi pengajar di Jurusan
Ilmu Sosiatri FISIPOL UGM. Beliau merasa
Jurusan Ilmu Sosiatri yang didirikan sejak tahun 1957 memang bergerak namun
seperti jalan di tempat. Publik jarang sekali mengetahui keberadaan jurusan
Ilmu Sosiatri ini. Bahkan lowongan kerja di instansi pemerintah pun seringkali
tidak mencantumkan alumni jurusan Ilmu Sosiatri dipersilahkan sebagai pelamar.
Jurusan ilmu Sosiatri awal
mulanya didirikan untuk membantu menjawab persoalan sosial yang ada paska
kemerdekaan. Nama Sosiatri itu sendiri diambil dari analogi Psikologi (ilmu
Kejiwaan) dan Psikiatri (ilmu Penyakit Jiwa). Makanya Ilmu Sosiologi (ilmu yang
mempelajari Hubungan antar Manusia) mempunyai turunan Ilmu Sosiatri (ilmu yang
mempelajari penyakit-penyakit sosial dalam Masyarakat). Meski demikian dalam
perkembangannya, Ilmu Sosiatri tidak hanya mempelajari ilmu penyakit masyarakat
namun juga mempelajari pengembangan masyarakat. Bahkan konten Pengembangan
Masyarakat menjadi lebih dominan.
Di level internasional istilah
“Sosiatri” jarang ditemukan. Ada satu-dua istilah Sosiatri tapi lebih merupakan
bagian bidang psikiatri yang berkaitan dengan konflik lingkungan sosial. Pak
Sus melihat minimnya istilah Sosiatri di level internasional akhirnya juga
menghambat Upaya pengembangan jejaring keilmuan.
Meskipun istilah Ilmu Sosiatri berkembang di Indonesia
dan sangat jarang ditemukan di dunia internasional, namun kalau ditilik dari
ruang lingkup utama yang mencakup “Pemberdayaan Masyarakat”, kita tidak bisa
meng-klaim bahwa “pemberdayaan Masyarakat” adalah ilmu dari pribumi. Karena
Pengembangan Masyarakat juga telah berkembang lama di negara-negara lain. Kita
melakukan pembaharuan hanya dari sisi istilah dan ideologi semata.
Di sisi lain membuang atau
mengganti nama Sosiatri juga bukan hal mudah, karena nama sosiatri mempunyai
nilai sejarah hasil pemikiran para guru besar saat itu. Ruang lingkup Ilmu
Sosiatri yang berdekatan dengan
Pengembangan Masyarakat sebetulnya lebih dekat dengan “Community Development”.
Namun mengapa para guru besar lebih memilih istilah “Ilmu Sosiatri”?? Pak Sus
menduga para guru besar saat itu tidak menyukai istilah “community development”
karena istilah community development
dekat dengan idiologi rezim kapitalis liberal. Indonesia yang baru merdeka
harus berani mengeluarkan istilah baru yang lebih menonjolkan nasionalisme ke-Indonesiaan-nya.
Sehingga seandainya terjadi perubahan nama Sosiatri hendaknya jangan sampai
menghilangkan ruh ideologinya.
Untuk membumikan Jurusan Ilmu
Sosiatri, Pak Sus menyarankan perlunya: (1) meninjau penamaan dan ruang lingkup
kajian Ilmu Sosiatri dengan memperhatikan ruh akademik Ilmu Sosiatri yang
berorientasi pada national character building (2) kajian terhadap output dari
proses pendidikan formal dan konsekwensi perubahan kurikulum, Pak Sus
menyarankan keluaran Ilmu Sosiatri adalah fasilitator pemberdayaan masyarakat
atau agen-agen pembangunan (3) kajian
terhadap profesi ataui keahlian khusus yang akan didalami oleh jurusan Ilmu
Sosiatri, yang dalam hal ini Pak Sus menyarankan Ilmu Sosiatri bisa
mengembangkan profesi agen-agen perubahan/Pembangunan yang punya keberpihakan
kepada kaum marjinal seperti yang banyak dilakukan oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat.
No comments:
Post a Comment