"Konflik
Sosial: Kajian Sosiologis Hubungan Buruh, Perusahaan, dan Negara di
Indonesia"
Penulis
Dr. Susetiawan
Penerbit
Pustaka Pelajar
Yogyakarta,
2000
ISBN
979-9289-49-1
345
halaman
Buku
Konflik Sosial ini merupakan hasil penelitian tahun 1992-1993 yang menjadi
disertasi Pak Susetiawan (Dosen Jurusan Ilmu Sosiatri – FISIPOL UGM) sewaktu
menempuh studi doctor di Universitas Bielefeld – Jerman. Penelitian itu berkaitan
dengan dinamika hubungan antara buruh, perusahaan, dan negara dalam konteks hubungan
industrial di 2 perusahaan tekstil di Yogyakarta. Titik penelitian ini adalah
dampak kebudayaan dan nilai-nilai tradisional
terhadap hubungan industrial serta dampak hubungan industrial terhadap
perilaku para buruh di tempat kerja.
Harmoni
merupakan salah satu nilai budaya yang sangat dijunjung tinggi dalam masyarakat
Jawa. Hal ini yang kemudian dijadikan salah satu dasar dalam pengaturan
hubungan industrial di Indonesia di jaman Orde Baru. Pemerintah melalui
berbagai kebijakan berusaha mendorong iklim usaha yang kondusif dan harmonis agar
industri bisa berkembang sehingga bisa menciptakan lapangan kerja, memberikan
pendapatan untuk negara serta memberikan berbagai multiplier effect positif
lainnya.
Untuk
menciptakan iklim usaha kondusif tersebut, pemerintah Orba berusaha mengendalikan
Gerakan kaum buruh dengan adanya Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang
menjadi wadah advokasi gerakan buruh di Indonesia. SPSI sendiri dalam
kenyataannya tidak bisa terlalu banyak melakukan advokasi bagi kaum buruh
karena posisinya yang di-kooptasi oleh Pemerintah. Dalam banyak kasus
perburuhan, Pemerintah Orba yang seharusnya bertindak sebagai mediator
seringkali cenderung lebih memihak kepada kaum pengusaha daripada buruh
sehingga memperlebar jurang ketidak adilan sosial tersebut. Berbagai tindak
intimidasi dan kekerasan dialami oleh kaum buruh yang lantang memperjuangkan
nasibnya.
Di
tingkat Perusahaan, manajemen perusahaan tekstil yang padat karya menggunakan konsep
“harmoni” untuk mengontrol para buruh. Manajemen perusahaan biasanya merekrut
karyawan baru melalui “getok tular” atau dari mulut ke mulut oleh internal karyawan
perusahaan. Rekrutmen semacam ini diharapkan dapat dengan mudah memilih
orang-orang yang mempunyai semangat
kerja tinggi, loyal dan patuh terhadap perintah atasan. Selain itu rekrutmen
ini juga merupakan cara ampuh untuk mengontrol buruh karena si pemberi
rekomendasi secara moral nanti harus ikut mengontrol karyawan baru yang
direkomendasikannya. Cara control lain terhadap buruh adalah melalui struktur kerja
yang hirarkhis dengan pengawasan oleh coordinator atau mandor.
Nilai
lain yang dikembangkan oleh manajemen Perusahaan adalah “saling tolong menolong”.
Perusahaan mengharapkan mereka bisa membangtu memberi perkerjaan kepada para
buruh, namun sebaliknya mereka berharap buruh juga menolong perusahaan dengan
bekerja keras dan patuh agar Perusahaan bisa meraih untung seoptimal mungkin.
Konflik antara buruh dan perusahaan mulai muncul karena perbedaan kepentingan, terutama terkait dengan upah, kondisi kerja, dan keamanan kerja. Perusahaan yang dikejar target untuk maksimalisasi keuntungan, sering melakukan penyimpangan terhadap hak normative karyawan sepertu upah rendah, cuti, asuransi kesehatan dan lain-lain. Perusahaan berani melakukan pelanggaran tersebut karena bargaining position mereka yang kuat. Kaum buruh sendiri pada posisi tawarnya lemah dan terpaksa menerima perlakukan perusahaan karena mereka sangat membutuhkan pekerjaan tersebut dan peluang kerja di tempat lain sangat terbatas. Sebagian besar buruh kasar (blue collar), bekerja di perusahaan sambil mencari peluang tambahan penghasilan karena gaji dari Perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (bersama keluarga).
Dari
kacamata buruh, konsep nilai “harmoni” dan “tolong menolong” tersebut dirasakan lebih menguntungkan Perusahaan.
Namun untuk melakukan protes atau perlawanan terbuka, kaum buruh perlu berpikir
panjang karena posisi mereka yang lemah dan membutuhkan pekerjaan. Kaum buruh
kebanyakan melakukan “perlawanan dalam diam” dengan melakukan sabotase seperti
membolos kerja, tidak hadir dan pulang tepat waktu serta tidak terlalu
memperhatikan kualitas hasil kerja.
Secara spesifik terdapat tiga tipe buruh dalam mensikapi manajemen Perusahaan:
- Para buruh yang mengutamakan harmoni dan kedamaian/ketentraman. Mereka ini cenderung loyal, nerimo dan menjaga hubungan mereka terbebas dari konflik.
- Para buruh yang opportunis yang berusaha menjalin hubungan baik dengan manajemen untuk kepentingan/keuntungan pribadi. Mereka ini bisa jadi mata-mata untuk mengontrol buruh yang dianggap agresif.
- Para buruh yang memahami hak-hak buruh dan mengkritik Perusahaan atas pelanggaran yang dilakukan terhadap aturan-aturan ketenaga kerjaan yang berlaku.
No comments:
Post a Comment