Majalah Forest Digest edisi 22, April-Juni 2022 mengangkat isu Perdagangan Karbon. Dalam rangka berkontribusi untuk mitigasi perubahan iklim global, Indonesia mempunyai target penurunan emisi 29-49% hingga 2030. Salah satu strategi yang dikembangkan untuk mencapai target tersebut adalah mendorong perusahaan industry untuk secara sukarela menurunkan emisi melalui penggunaan teknologi yang rendah karbon.
Strategi yang lain adalah mengenakan perdagangan karbon
seperti “cap and trade” dimana perusahaan produsen emisi yang melebihi
ambang batas yang ditetapkan pemerintah, wajib membeli hak mengemisi perusahaan
mitra yang lebih rendah emisinya pada periode tertentu. Skema lain untuk
perdagangan karbon adalah “carbon off set” dimana Perusahaan tidak
wajib menurunkan emisi namun mereka bisa
membeli “hak” atau sertifikat dari pihak lain yang telah melakukan kegiatan
menurunkan jumlah CO2 di atmosfer. Dengan membeli sertifikat tersebut,
seseorang atau kelompok dapat mendanai proyek untuk melawan perubahan iklim.
Sertifikat tersebut dapat "mengimbangi" emisi CO2 pembeli dengan
jumlah pengurangan CO2 yang sama di tempat lain.
Strategi ketiga adalah pengenaan pajak karbon kepada perusahaan produsen emisi.
Pajak ini dibayarkan ke negara dengan
tarif Rp. 30.000 per ton (US$ 2 per ton). Disinsentif pengenaan pajak
ini diharapkan bisa mendorong Perusahaan untuk mengembangkan teknologi yang lebih
ramah lingkungan.
Dari berbagai kebijakan tersebut, muncul kekuatiran bahwa
harga karbon dan pajak karbon yang rendah (hanya Rp. 30.000), akan membuat
produsen emisi lebih suka menghapus dosa dengan membeli karbon atau membayar
pajak karbon daripada mengembangkan teknologi yang lebih ramah lingkungan.
No comments:
Post a Comment