Thursday, May 22, 2025

Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977


 


Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977

Penulis Ramadhan K.H.

Pusataka Sinar Harapan

Jakarta 1993

ISBN 979-416-165-9

534 halaman

 

 

Ali Sadikin merupakan mantan Gubernur DKI Jakarta tahun 1966-1977 yang legendaris. Beliau berlatar belakang militer KKO – marinir. Dia dikenal tegas tanpa kompromi bahkan kepala batu. Sifat itu yang mungkin menjadi salah satu alasan Bung Karno mengangkatnya menjadi Gubernur Jakarta. Untuk menata Jakarta yang saat itu semrawut dan penuh persoalan sosial akibat urbanisasi, menjadi sebuah kota metropolitan ibu kota negara yang tertata diperlukan orang yang tegas dan taktis.

 

Beberapa terobosan yang dilakukan Bang Ali, ketika menjabat sebagai Gubernur antara lain:

1. Análisis kemampuan keuangan daerah. Di tahun 1966,  APBD Jakarta hanya 66 juta rupiah yang sebagian besar berasal dari bantuan Pemerintah Pusat (APBN). Satu dollar Amerika saat itu berkisar Rp. 250,-  sehingga setara 264,000 US$.  Jumlah yang tidak mencukupi untuk membiayai pembangunan Jakarta. Melihat kondisi tersebut Bang Ali mengembangkan  strategi menggenjot PAD seperti pajak motor, pajak judi untuk orang Cina, dan mengundang investasi. Hasil pajak yang berlipat tersebut  digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik berbagai sektor  di Jakarta. APBD disusun dengan melihat rencana dan kebutuhan pembangunan yang mengacu pada masterplan Jakarta, dan bukan melihat duit yang tersedia. Kenaikan APBD ini terus berlanjut hingga tahun 1977/1978 mencapai sekitar 39,7 milyar rupiah (atau setara 95,6 juta US$ dengan kurs 1 US$ setara Rp. 415)

2.  Penataan organisasi birokrasi DKI Jakarta untuk menghindarkan overlapping dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi kerja. Instansi yang tidak penting dihapus dan instansi baru dibentuk sesuai urgensi dan kewenangan yang ada. Pembagian kewenangan Pusat dan Daerah diperjelas termasuk tata hubungan kerja antar lembaga.Meski demikian dalam implementasi program, Bang Ali melalui pendekatan pragmatisnya sering mengambil alih peran Pemerintah Pusat ketika pemerintah Pusat dirasa lamban bergerak terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan publik seperti pembangunan jalan, sekolah dan lain-lain.  

3.  Peningkatan pelayanan publik sector pendidikan dan kesehatan melalui pembangunan ratusan gedung sekolah, pengadaan tenaga guru, pembangunan gelanggang mahasiswa, pembangunan Puskesmas di setiap kelurahan dan pengadaan tenaga kesehatan.

4.  Pembenahan tata kota mengacu masterplan Jakarta dan prinsip efisiensi. Terdapat pembangian zona perkantoran, permukiman, industri dll yang terintegrasi dengan infrastruktur transportasi, listrik, gas dan telepon. Pengembangan Tata Kota ini bahkan sudah memikirkan perluasan wilayah Jakarta dan integrasi dengan daerah Bogor, Tangerang dan Bekasi. Dalam pembenahan Tata Kota ini juga siintegrasikan adanya ruang terbuka hijau dan program penghijauan didalmnya.

5.  Peningkatan pelayanan publik sector transportasi melalui penambahan armada kendaraan, pendirian perusahaan angkutan PPD, pembangunan prasarana jalan serta penataan becak sebagai angkutan umum.

6.  Jakarta sebagai daerah metropolitan banyak mengundang ketertarikan warga propinsi lain untuk menguad nasib di ibukota. Fenomena ini terjadi dalam bentuk urbanisasi. Sayangnya tidak semua orang yang berurbanisasi mempunya bekal ketrampilan dan modal yang cukup. Hal ini berakibat munculnya kantong-kantong kemiskinan, permukiman kumuh,  pelacuran, kriminalitas dan lain-lain. Bang Ali berusaha mengatasi hal ini melalui pembenahan Kampung melalui Program Muhamad Husni Thamrin (MHT) yang mencakup pembangunan sanitasi, drainase, air minum, penanganan sampah dan penataan perumahan. Untuk pelacuran, Bang Ali melakukan kebijakan lokalisasi untuk memudahkan mengontrol mereka. Guna mengatasi urbanisasi ini, Bang Ali mendorong kerjasama dengan Jawa Barat, jawa Tengah dan daerah lain namun hasilnya belum optimal.

7.  Pembangunan ekonomi melalui pengembangan iklim investasi yang kondusif, pameran produk dalam negeri melalui Pekan Raya Jakarta, memfasiltasi pendidan KADIN, pembangunan pasar tradisional serta lapangan kerja tenaga trampil. Di tahun 1976 terdapat investasi Penanaman Modal Asing sebanyak 357 buah dengan total investasi sekitar 950 juta US$.

8.  Memfasilitasi pembangunan budaya melalui pembentukan Dewan Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, pendirian Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta, dukungan untuk festival musik, film, teater remaja dan lain-lain. Bang Ali mengaku tidak mempunyai bakat di bidang seni namun día sangat senang bergaul dengan para seniman karena seniman merupakan orang bebas sehingga akan obyektif ketika memberikan kritik dan masukan untuk pemerintah. Bang Ali juga memfasilitasi pembangunan beberapa museum karena beliau ingin Jakarta sebagai kota metropolitan juga tetap bsa menunjukkan budaya asli Indonesia. Demikian pula Bang Ali mendukung pembangunan Taman Mini Indosia Indah karena diharapkan bis amenjadi ministur budaya Indonesia

9.  Di bidang keagamaan, Bang Ali berkontribusi dalam upaya  perbaikan pelayanan pemerintah kepada calon jamaah ibadah haji seperti dalam pemeriksaan kesehatan, pelayanan akomodasi, pendampingan oleh petugas bimbingan haji, transportasi dan lain-lain. Bang Ali juga berkontribusi dalam penyelenggaraan festival MTQ yang meriah dan melibatkan publik luas.

10. Memfasilitasi pembangunan Olahraga yang mencakup pembangunan fasilitas olahraga, terlibat dalam penyelenggaraan PON, serta pembinaan olahraga untuk remaja

11. Di bidang politik, Bang Ali nenjadi salah satu petinggi Golkar meski demikian beliau secara tegas menyatakan bahwa sebagai Gubernur yang demokratis día adalah milik bersama. Oleh karenanya beliau mendorong kampanye yang fair bagi semua Parpol tanpa harus saling mengejek dan menjatuhkan.  Di saat pemilu 1977, PPP unggul di Jakarta, sedang Golkar hanya nomor 2. Sikap dewmokratis bang Ali juga ditunjukkan dengan pribadi yang mau menerima kritik. Tidak mengherankan bila Bang Ali kemudian banyak bergaul akrab dengan para aktivis demokrasi, mahasiswa kritis, seniman, dan pers/media. Bang Ali menganggap massa kritis tadi bisa menjadi sumber infornasi dan inspirasi yang tidak pernah habis.

12. Pembangunan di bidang hukum dilakukan melalui fasilitasi pembentukan Lembaga Bantuan Hukum yang diinisiasi bersama Adnan Buyung Nasution. LBH ini ditugaskan untuk memberikan pendampingan layanan hukum  gratis kepada para pencari keadilan khususnya kaum miskin.

13. Memfasilitasi Pembangunan sarana rekreasi bagi warga ibukota seperti Ancol, Taman Mini Indonesia Indah, bioskop-bioskop, museum dan lain-lain. Selain sebagai fasilitas hiburan sarana rekreasi tadi juga dimaksudkan untuk menggali sumber pendapatan daerah.

14. Untuk mendorong jakarta sebagai kota metropolitan modern, Bang Ali mendorong kerjasama luar negeri antara Jakarta dengan Amsterdam. Salah satu aspek yang dikembangkan adalah komputerisasi untuk peningkatan efektivitas dan efisiensi  pelayanan publik warga ibukota.


Jakarta di bawah kepemimpinan Bang Ali, memperoleh kemajuan yang sangat pesat. Atas kepemimpinannya Bang Ali memperoleh penghargaan internasional Ramon Magsaysay dari Philipina tahun 1971. Di dalam negeri banyak lembaga yang memberikan apresiasi serta penghargaan kepada Bang Ali atas kepemimpinannya selama menjabat Gubernur di Jakarta baik dari perguruan tinggi, seniman, organisasi profesi maupun masyarakat awam.

Tak ada gading yang tak retak, meski telah menorehkan berbagai prestasi selama menjabat Gubernur Jakarta, Bang Ali menyatakan bahwa prestasi yang dicapai adalah prestasi bersama. Selain itu beliau secara sportif juga mengakui bahwa masih banyak masalah yang belum bisa diselesaikan olehnya seperti masalah sampah, pengadaan tanah untuk pembangunan, sanitasi, kemiskinan dan lain-lain khususnya yang berkaitan dengan isu urbanisasi.  

Penampilan Bang Ali yang charming membuat banyak orang terpikat. Sampai seorang wartawan Jepang menyebutnya “Gubernur yang berparas Bintang film”. Tapi saya meyakini orang terpikat kepada beliau tidak hanya karena penampilan fisiknya, tetapi utamanya terpikat karena integritas, ketegasan, sportivitasnya, keterbukaannya, dan keperpihakannya kepada rakyat Jakarta. Sebuah suri teladan kepemimpinan yang semakin langka saat ini.  Sebuah quote yang saya temukan di toko kaos Joger Bali menyatakan: “ Bang Ali Sadikin adalah salah satu orang yang sebenarnya paling pantas, perlu dan mampu jadi Presiden kita yang baik, tapi kita tidak pernah memilih beliau untuk itu“.

Buku setebal 534 halaman ini, ditulis dengan bahasa yang ringan sehingga mudah dipahami. Saya belum menemukan tulisan lain tentang Bang Ali, sehingga secara subyektif, pendapat saya tentang pribadi Bang Ali sangat dipengaruhi oleh isi buku ini. Meski demikian, ketika membaca Kata Pengantar-nya ditulis oleh Mochtar Lubis yang merupakan orang yang kritis dan berintegritas, maka saya berpikir bahwa buku biografi ini BUKAN merupakan memoar glorifikasi, tapi merupakan sebuah cerita yang obyektif apa adanya… Sangat direkomendasikan dibaca untuk para calon pemimpin (daerah), orang-orang yang bergerak di birokrasi atau yang suka menggeluti isu kepemimpinan…

No comments: