Sunday, September 22, 2024

Gadis Kretek



Gadis Kretek

Penulis Ratih Kumala

PT Penerbit Gramedia Pustaka Utama

Jakarta, 2012

ISBN 978 979 22 8141 5

275 halaman

 

Buku novel ini bercerita tentang petualangan tiga bersaudara Tegar, Karim  dan Lebas  dalam mencari “Jeng Yah”, seorang perempuan yang sering diigaukan oleh ayahanda mereka yang sudah lanjut usia.

Pak Soeraja pemilik pabrik rokok Djagad Raja yang sudah berusia tua, sering menyebutkan nama Jeng Yah ketika mengigau. Hal ini membangkitkan kecemburuan Ibu Purwanti (istri Pak Soeraja). Mengingat Pak Soeraja sudah lanjut usia dan penyakitan, anak2nya (Tegar, Karim dan Lebas) berinisiatif mencari Jeng Yah yang barangkali bisa menjadi obat kerinduan pak Soeraja terakhir.

Penelusuran jejak Jeng Yah membawa mereka ke kota Kudus, kota “M” dan Kota Magelang. Perjalanan mereka juga menguak sejarah panjang industry rokok skala rumah tangga sejak jaman penjajahan Belanda yang  dikenal dengan rokok klobot yakni tembakau dan cengkeh yang dilinting (dibungkus) daun jagung yang sudah dikeringkan. Untuk varian lain rokok klobot  biasa ditambahkan pula batang klembak dan kemenyan. Varian lain adalah rokok kawung yang dilinting dengan menggunakan daun aren yang dikeringkan

 Industri rokok klobotdi Kota M saat itu diwarnai persaingan antara Idroes Moeria dan Soedjagad. Mereka berasal dari keluarga miskin yang kemudian belajar mengembangkan industry rokok. Mereka juga bersaing mendapatkan kembang desa Roemaisa yang akhirnya dimenangkan Idroes yang kemudian menikahi Roemaisa. Idroes yang visioner dan mempunyai naluri bisnis lebih baik, berhasil mengembangkan industry rokok Klobot Djojobojo. Sedangkan Soedjagad kemudian mengembangkan rokok Klobot Djagad. Sebagai pelarian frustasinya, Djagag kemudian menikah dengan gadis Madura  yang kaya raya bernama Lilis.

Di saat penjajahan Jepang, Idroes  sempat disuruh kerja paksa di Surabaya. Namun dia berhasil pulang setelah penjajahan Jepang berakhir. Idroes kemudian mempunyai 2 anak perempuan yakni Dasiyah dan Rukayah. Sebagai bentuk rasa nasionalismenya, Idroes kemudian memproduksi rokok  merk Merdeka. Soedjagad gak mau kalah dan memproduksi rokok merk Proklamasi.

Ketika Dasiyah beranjak remaja, dia tertarik menggeluti dunia rokok. Dia membantu Idroes untuk membuat ramuan saus rokok yang harum dan produknya menjadi terkenal dengan rokok merk Rokok Gadis dan merambah ke kota lain. Inovasi yang dilakukan Idroes termasuk dari sisi pemasaran, membuatnya unggul dibanding Soedjagad.

Usianya yang menginjak remaja mengantar Dasiyah berkenalan Soeraja, seorang pemuda kampung miskin namun pekerja keras. Soeraja kemudian membantu di pabrik rokok Gadis dan membantu meracik saus dan ilmu lain di bidang industry rokok. Soeraja sendiri bercita-cita  ingin mandiri di bidang usaha industry rokok, sehingga dia keluar dari pabrik rokok Gadis untuk merintis karir usahanya. UDjagadsaha industrinya mendapatkan dukungan dari Partai Komunis Indonesia. Nasib sial melanda, PKI terlibat dalam pemberiontakan Gestapu dan Soeraja yang dianggap sebagai simpatisan PKI dicari-cari. Bahkan keluarga Idroes Moeria dan Dasiyah juga terseret dalam kasus ini walaupun bisa bebas.

Soeraja untuk beberapa lama bersembunyi berpindah tempat yang menghantarnya sampai ke pabrik rokok milik Soedjagad. Soeraja yang punya pengalaman di industry rokok akhirnya diminta membantu mengembangkan industry rokok Djagad yang dipindahkan ke kota Kudus. Soeraja akhirnya diambil menantu oleh Soedjagad, dan namanya di-merger menjadi merk rokok “Djagad Raja”. 

Dasiyah yang ditinggalkan oleh Soeraja akhirnya marah dan menghajar Soeraja pada saat resepsi pernikahan Soeraja. Setelah menikah Soeraja sendiri akhirnya pindah ke Jakarta dan tidak pernah berhubungan dengan Dasiyah lagi. Industri rokok Kretek Gadis pun semakin redup di pasaran.

Dari penelusuran Tegar, Karim dan Lebas, diketahui bahwa rasa rokok kretek Gadis sangat mirip dengan rasa rokok Kretek Djagad Raja. Dari kronologi sejarah mereka menyimpulkan bahwa kemarahan Dasiyah ke Soeraja mungkin tidak  hanya sekedar cemburu, tapi lebih utama lagi adalah Soeraja mencuri rahasia perusahaan rokok Kretek Gadis terutama resep membuat saus, dan menirunya serta mengembangkannya di Perusahaan rokok kretek Djagad Raja. “Pencurian” rahasia Perusahaan tadi nampaknya yang menjadi beban moral bagi Soeraja sehingga sering mengigau. Akhirnya dengan kebesaran jiwa dan meringankan beban dosa Soeraja, anak-anak Soeraja kemudian membeli hak usaha rokok Kretek Gadis dari ahli waris Idroes Moeria dengan harga yang memadai.

 

 

Catatan:

Cerita novel ini sebenarnya sederhana, namun bisa dikemas menjadi cerita yang menarik. Cerita novel ini mengingatkan saya pada film-film tahun 1980an yang relative datar dan tidak banyak kejutan, namun bisa menjadi alternatif hiburan.

 

 

Thursday, September 19, 2024

Seperti dendam, rindu harus dibayar tuntas

 


Seperti dendam, rindu harus dibayar tuntas

Penulis Eka Kurniawan

PT Gramedia Pustaka Utama

Jakarta, 2014

ISBN 978 602 03 2470 8

243 halaman

 

Novel ini bercerita tentang perjalanan hidup dua sekawan Ajo Kawir dan Tokek. Sebagai lazimnya anak-anak, mereka sering berbuat nakal dan berkelahi dengan sebayanya. Mereka yang tumbuh akil balig juga sering mengintip pak Kades yang jadi pengantin baru. Mereka terkena batunya ketika mereka mengintip dua orang polisi memperkosa seorang Perempuan gila. Mereka tertangkap oleh si polisi pemerkosa, dan saking traumanya dengan kasus pemerkosaan itu, si Ajo Kawir remaja menjadi impoten.

Ajo Kawir dan Tokek berusaha  mencari obat untuk mengatasi impotensi itu namun selalu gagal. Ajo Kawir yang frustasi mencari pelampiasan dengan berkelahi dan mabuk-mabukan.  Meski demikian Ajo Kawir sebenarnya mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap orang yang tertindas. Ajo Kawir marah besar kepada Pak Lebe seorang juragan tambak yang memaksa seorang perempuan membayar hutang pinjamannya dengan menjadi wanita simpanannya. Ajo berniat membunuh pak Lebe, namun hal itu tidak mudah karena pak Lebe dilindungi oleh sekelompok anak muda dari perguruan silat. Ketika berusaha memasuki sarang pak Lebe, Ajo berhadapan dengan gadis Iteung yang merupakan pesilat tangguh. Ajo dan Iteung bertempur dan sama-sama ambruk kelelahan.

Pertemuan Ajo dan Iteung, telah menumbuhkan cinta bagi keduanya. Namun Ajo yang menderita impotensi, merasa rendah diri dan malah menjauh dari Iteung yang menyebabkan Iteung patah hati. Ajo pun sejatinya juga patah hati dan mencari pelarian dengan berkelahi. Dia mendapatkan order untuk membunuh Si Macan seorang jagoan terkenal. Dalam proses pencarian Si Macan, Ajo bertemu kembali dengan Iteung dan mereka kembali merajut cinta yang terkoyak. Mereka kemudian menikah walau masing-masing menyadari Ajo seorang impoten. Suatu saat Iteung ngidam karena hamil, Ajo marah besar karena merasa dikhianati. Ajo kemudian melarikan diri  dan melanjutkan pengembaraannya mencari Si Macan dan berhasil membunuhnya.

Dengan berbekal upah hasil membunuh Si Macan, Ajo kemudian beralih profesi menjadi sopir truk. Dia berkelana ditemani Mono Ompong. Ajo yang menderita impotensi banyak berefleksi diri dan tumbuh menjadi orang yang bijak dan sabar. Dia malah melihat hikmah bahwa impotensi yang dideritanya membuatnya jauh dari hasrat  nafsu duniawi, sehingga dia bisa menjadi tumbuh menjadi pribadi yang baik. Dalam pengembaraannya tersebut, takdir mempertemukan Ajo dengan seorang Perempuan yang tidak cantik bernama Jelita. Jelita menemani Ajo mengembara karena Mono Ompong cedera berkepanjangan akibat berkelahi dengan sopir truk lain. Kehadiran Jelita ini membuat gairah seksual Ajo menjadi perlahan kembali normal. Jelita kemudian menghilang, dan Ajo baru menyadari bahwa Jelita adalah wanita gila yang pernah diperkosa oleh dua polisi dan hadir untuk menyembuhkan traumanya.

Iteung mantan istri Ajo yang ditahan di penjara karena membunuh pesilat yang menghamilinya, keluar dari penjara karena masa hukumannya habis. Namun dia Kembali masuk penjara karena mebalaskan dendam Ajo, dengan membunuh dua orang polisi pemerkosa Wanita gila. Dalam perjumpaan dengan Ajo sebelum Iteung kembali ke penjara, mereka berjanji untuk setia dan akan hidup bersama membentuk rumah tangga dan membesarkan anak dengan sebaik2nya.

 

Catatan:

Seperti novel Eka Kurniawan yang lain, novel ini juga penuh kejutan dan alur yang terkadang bolak balik. Novel ini punya pesan moral bahwa di balik suatu musibah (baca impotensi) terdapat pembelajaran untuk bisa melakukan pengendalian diri terhadap nafsu duniawi. Pesan moral bagaimana merubah musibah menjadi berkah…..Namun novel ini juga sarat bahasa vulgar untuk urusan seksual. Jadi saya tidak rekomendasikan buku ini dibaca oleh remaja atau anak di bawah usia SMA karena  unsur seksualitas lebih menonjol dan pesan moral novel ini malah tidak tertangkap oleh pembaca yang masih remaja.

Wednesday, September 18, 2024

Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu?


Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu?

Penulis: Hamsad Rangkuti

Penerbit Diva Press, Yogyakarta 2016

ISBN 978 602 391 181 3

236 halaman


Buku ini merupakan kumpulan 14 cerita pendek  (cerpen) karya Hamsad Rangkuti yang pernah dimuat di Kompas dan Majalah Horison periode 1979-2003.  Beberapa cerpen yang dimuat dalam buku ini antara lain: Pispot, Dia Mulai Memanjat, Nyak Bedah, Palasik, Petani Itu Sahabat Saya, Hukuman untuk Tom, Ketupat Gulai Paku, Teka-teki Orang Desa, Wedang Jahe, Kunang-Kunang, Sebuah Sajak, Antena, Saya Sedang Tidak Menunggu Tuan, Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu?, dan Lagu di Atas Bus

Cerpen karya Hamsad Rangkuti ini cenderung sederhana, bersahaja dan
temanya erat dengan kehidupan keseharian. Namun kesederhanaan tadi menjadio kekuatan  yang memikat. Dalam karya-karyanya, dia mampu menghadirkan pesan moral yang mendalam yang disajikan secara bersahaja.

Hamsad Rangkuti lahir 7 Mei 1943 di Medan, Sumatera Utara. Beliau merupakan penulis dengan bakat alam.  Beliau biasa melamun atau mengkhayal untuk menemukan ide yang bisa dikembangkan menjadi  sebuah cerita.  Karena dia lebih banyak mengandalkan bakat alam, pada mulanya beliau tidak terlalu produktif menghasilkan karya. Selama 19 tahun (1960-1979) beliau hanya menghasilkan 7 cerpen. Setelah beliau mengikuti pelatihan menulis pada tahun 1975 dan menerapkan ilmu barunya, sejak tahun 1980 an beliau sangat produktif. Diskusi-diskusi dengan para sastrawan lain juga merangsang pemikiran dan produktivitasnya.  Karya-karya beliau memperoleh tempat di hati public serta memperoleh berbagai penghargaan. Beberapa karyanya juga diterjemahkan dalam bahasa asing dan dipublikasikan di luar negeri. 

Seniman F. Rahardi menyebutkan bahwa Hamsad Rangkuti mungkin hanya bisa menyajikan permasalahan yang dihadapi masyarakat kecil, tapi dia sangat menguasai isu itu dengan mendalam. Itu yang membuat cerpan karya Hamsad Rangkuti hebat karena menulis karya sastra adalah ketrampilan dan kedalaman dalam menggali sebuah permasalahan, bukan pamer luasnya pengetahuan, tingginya pendidikan dan banyaknya pengalaman…..


Tuesday, August 13, 2024

Kesejahteraan Masyarakat yang Terpasung

 


Kesejahteraan Masyarakat yang Terpasung; Ketidakberdayaan para pihak  melawan konstruksi neoliberalisme

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada FISIPOL – UGM  pada tanggal 27 Mei 2009

Oleh Prof. Dr. H. Susetiawan, S.U.

26 halaman

 

Dalam pidato ini Pak Sus menggugat isu pengentasan kemiskinan yang selalu menjadi komoditi politik namun upaya pengentasan kemiskinan tidak menunjukkan hasil yang benar-benar tuntas. Kemiskinan Bersama hutang  luar negeri menjadi never ending issues di Indonesia. Mengapa kemiskinan tersebut susah diberantas?  Apakah konsep Pembangunannya yang salah?

Pak Sus menyoroti bahwa kolonialisme dan imperialisme oleh negara Barat telah usai namun bermetamorfosa dalam bentuk lain. Pertumbuhan industry di negara Barat membutuhkan pasar-pasar  baru dan yang potensial adalah negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan yang rata-rata merupakan bekas negara jajahan. Negara-negara Barat berusaha  membuka pasar di negara berkembang  dengan mempengaruhi para pemimpin politik negara berkembang sehingga mereka mau mengikuti agenda-agenda perluasan pasar industry tersebut.

Hasil teknologi dan produksi, hak paten, hak cipta dan intelektual, diatur secara sistematis dalam tata dunia internasional. Konsep pengaturan kelembagaan  tata dunia tunggal (the global world) yang lekat dengan neoliberalisme dilakukan melalui WTO (World Trade Organization), Bank Dunia, IMF dan lain-lain.

Pembangunan di negara berkembang, diarahkan mengikuti modernitas dunia barat. Pembangunan di negara berkembang dibiayai dengan dana-dana dari negara maju yang disalurkan melalui Lembaga keuangan internasional seperti World Bank dan IMF, dan sebagai imbalannya negara berkembang harus mengikuti konsep Pembangunan yang disodorkan para Lembaga sponsor tersebut. Hasilnya apa? Banyak Pembangunan tidak bisa berjalan optimal karena konsep pembangunannya tidak benar-benar menjawab persoalan fundamental di Masyarakat. Sisi lain yang terjadi adalah serbuan produk asing dan produk global melanda Masyarakat kita seperti produk Mc Donald, KFC, Pizza Hut dll merajalela mengalahkan produk-produk local kita.

Dari sisi konsep Pembangunan, terdapat aliran intervensionis yang berpendapat bahwa intervensi negara terhadap Masyarakat akan membantu perkembangan ekonomi dan Kesejahteraan mereka. Pendapat ini ditentang oleh kaum neoliberalis yang menginginkan intervensi negara terbatas hanya untuk membantu masyarakat yang paling miskin saja.  

Di negara berkembang, intervensi negara dalam perencaan Pembangunan ternyata lebih sering menguntungkan para actor yang terlibat baik dari birokrat, swasta dan organisasi sosial. Sedangkan masyarakat tidak mendapatkan manfaat yang memadai. Kaum  neoliberalis kemudian masuk ke negara berkembang dengan menyodorkan dana pinjaman dengan konsep pembangunan versi mereka sendiri. Untuk mendukung promosi konsep tersebut kaum neoliberalis yang diback up oleh Multinational Corporation sering menggunakan Lembaga keuangan internasional, dan LSM internasional.

 

Bank Dunia dan IMF, berupaya mendorong negara sedang berkembang untuk membangun konstruksi neoliberalisme dengan mengejar pertumbuhan ekonomi, privatisasi, pasar bebas dan minimalisasi pelayanan sosial. Banyak sektor Pembangunan di negara berkembang seperti infrastruktur, industrialisasi, transportasi, pertanian dll dibiayai dengan dukungan dana pinjaman Lembaga keuangan tersebut. Selain bisnis keuangan, keberadaan Lembaga keuangan internasional juga bisa berubah peran menjadi pressure group bagi negara berkembang yang melawannya. Kelompok negara-negara  maju  juga relative kompak dalam menjaga kepentingan mereka dalam memaksa negara berkembang menerapkan neolibneralisme dengan menggunakan ancaman instrument pembatasan perdagangan, embargo dan lain-lain

Dukungan Lembaga Keuangan Internasional tersebut ternyata seringkali tidak menunjukkan hasil positif yang signifikan. Mencuatnya isu kemiskinan, Kesejahteraan, tata Kelola, desentralisasi, disparitas dll merupakan kritik-kritik yang  banyak muncul dari LSM, Perguruan Tinggi yang didukung oleh berbagai Lembaga donor internasional. Namun dalam kenyataannya banyak negara sedang berkembang, LSM, Perguruan tinggi dan sektor swasta, yang tidak berdaya melawan konstruksi neoliberalisme yang makin mengganas tersebut. Bahkan tidak menutup kemungkinan mereka kemudian menyerah dan menjadi bagian kaum neoliberalis tersebut.

Salah satu contoh kegagalan dalam Pembangunan pertanian yang didukung Lembaga internasional adalah “Revolusi Hijau” di sektor pertanian. Konsep Panca Usaha Tani melalui: pengolahan lahan dengan tractor, penggunaan bibit unggul produksi pabrik, pemberantasan hama dan penyakit  menggunakan pestisida pabrik, dan Pembangunan irigasi, telah menelan biaya finansial yang sangat besar.  Selain itu kerugian biaya sosial terjadi dengan hilangnya kearifan local masyarakat   dalam menyiapkan bibit local, pestisida alamai, pupuk organic dan lain-lain. Meskipun peningkatan produksi terjadi namun biaya produksi juga meningkat signifikan sehingga pendapatan petani relatif tidak meningkat. Demikian pula banyak subsidi pupuk tidak tepat sasaran, dan dinikmati pengusaha kaya.

Pembangunan pertanian yang seharusnya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pangan domestic, saat ini berantakan karena banyaknya komoditi kebutuhan pangan yang harus diimport dengan negara lain.  Hal ini tentu akan mengancam ketahanan pangan dan kedaulatan pangan bangsa kita.

Dalam penutupnya Pak Sus mengajak kita semua untuk merenung dan menggagas perlunya rekonstruksi konsep pembangunan kita. Kita selama ini sering dicekoki dengan standar-standar kesejahteraan yang berasal dari antah berantah dan bukan berasal dari konsepsi kesejahteraan menurut masyarakat. Kita seringkali dijejali dengan pendekatan kesejahteraan dengan ukuran ekonomi kuantitatif, dan lupa memperhatikan bahwa banyak aspek kesejahteraan yang sifatnya kualitatif dan spiritual emosional. Karena kita banyak menggunakan pendekatan yang diimpor dari negara asing, banyak konsep-konsep kearifan local seperti lumbung desa, community insurance, social capital yang akhirnya tergusur dan musnah.

Akhirnya, Kita perlu membangkitkan keberdayaan Masyarakat dengan menggunakan potensi internal mereka baik yang berupa social capital, economic capital, kearifan local,dll. Kita harus berani membongkar konsep-konsep Pembangunan yang  tidak sesuai dengan jati diri bangsa. Kalau neoliberalisme tidak cocok untuk bangs akita, kita juga harus berani melawan dan membongkarnya!!!

Sunday, August 11, 2024

Konflik Sosial: Kajian Sosiologis Hubungan Buruh, Perusahaan, dan Negara di Indonesia


 

 

"Konflik Sosial: Kajian Sosiologis Hubungan Buruh, Perusahaan, dan Negara di Indonesia"

Penulis Dr. Susetiawan

Penerbit Pustaka Pelajar

Yogyakarta, 2000

ISBN 979-9289-49-1

345 halaman

 

Buku Konflik Sosial ini merupakan hasil penelitian tahun 1992-1993 yang menjadi disertasi Pak Susetiawan (Dosen Jurusan Ilmu Sosiatri – FISIPOL UGM) sewaktu menempuh studi doctor di Universitas Bielefeld – Jerman. Penelitian itu berkaitan dengan dinamika hubungan antara buruh, perusahaan, dan negara dalam konteks hubungan industrial di 2 perusahaan tekstil di Yogyakarta. Titik penelitian ini adalah dampak kebudayaan dan nilai-nilai tradisional  terhadap hubungan industrial serta dampak hubungan industrial terhadap perilaku para buruh di tempat kerja.

Harmoni merupakan salah satu nilai budaya yang sangat dijunjung tinggi dalam masyarakat Jawa. Hal ini yang kemudian dijadikan salah satu dasar dalam pengaturan hubungan industrial di Indonesia di jaman Orde Baru. Pemerintah melalui berbagai kebijakan berusaha mendorong iklim usaha yang kondusif dan harmonis agar industri bisa berkembang sehingga bisa menciptakan lapangan kerja, memberikan pendapatan untuk negara serta memberikan berbagai multiplier effect positif lainnya.

Untuk menciptakan iklim usaha kondusif tersebut, pemerintah Orba berusaha mengendalikan Gerakan kaum buruh dengan adanya Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang menjadi wadah advokasi gerakan buruh di Indonesia. SPSI sendiri dalam kenyataannya tidak bisa terlalu banyak melakukan advokasi bagi kaum buruh karena posisinya yang di-kooptasi oleh Pemerintah. Dalam banyak kasus perburuhan, Pemerintah Orba yang seharusnya bertindak sebagai mediator seringkali cenderung lebih memihak kepada kaum pengusaha daripada buruh sehingga memperlebar jurang ketidak adilan sosial tersebut. Berbagai tindak intimidasi dan kekerasan dialami oleh kaum buruh yang lantang memperjuangkan nasibnya.

Di tingkat Perusahaan, manajemen perusahaan tekstil yang padat karya menggunakan konsep “harmoni” untuk mengontrol para buruh. Manajemen perusahaan biasanya merekrut karyawan baru melalui “getok tular” atau dari mulut ke mulut oleh internal karyawan perusahaan. Rekrutmen semacam ini diharapkan dapat dengan mudah memilih orang-orang yang mempunyai  semangat kerja tinggi, loyal dan patuh terhadap perintah atasan. Selain itu rekrutmen ini juga merupakan cara ampuh untuk mengontrol buruh karena si pemberi rekomendasi secara moral nanti harus ikut mengontrol karyawan baru yang direkomendasikannya. Cara control lain terhadap buruh adalah melalui struktur kerja yang hirarkhis dengan pengawasan oleh coordinator atau mandor.

Nilai lain yang dikembangkan oleh manajemen Perusahaan adalah “saling tolong menolong”. Perusahaan mengharapkan mereka bisa membangtu memberi perkerjaan kepada para buruh, namun sebaliknya mereka berharap buruh juga menolong perusahaan dengan bekerja keras dan patuh agar Perusahaan bisa meraih untung seoptimal mungkin.

Konflik antara buruh dan perusahaan mulai muncul karena perbedaan kepentingan, terutama terkait dengan upah, kondisi kerja, dan keamanan kerja. Perusahaan yang dikejar target untuk maksimalisasi keuntungan, sering melakukan penyimpangan terhadap hak normative karyawan sepertu upah rendah, cuti, asuransi kesehatan dan lain-lain. Perusahaan berani melakukan pelanggaran tersebut karena bargaining position mereka yang kuat. Kaum buruh sendiri pada posisi tawarnya  lemah dan terpaksa menerima perlakukan perusahaan karena mereka sangat membutuhkan pekerjaan tersebut dan peluang kerja di tempat lain sangat terbatas. Sebagian besar buruh kasar (blue collar), bekerja di perusahaan sambil mencari peluang tambahan penghasilan karena gaji dari Perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (bersama keluarga).

Dari kacamata buruh, konsep nilai “harmoni” dan “tolong menolong”  tersebut dirasakan lebih menguntungkan Perusahaan. Namun untuk melakukan protes atau perlawanan terbuka, kaum buruh perlu berpikir panjang karena posisi mereka yang lemah dan membutuhkan pekerjaan. Kaum buruh kebanyakan melakukan “perlawanan dalam diam” dengan melakukan sabotase seperti membolos kerja, tidak hadir dan pulang tepat waktu serta tidak terlalu memperhatikan kualitas hasil kerja.

Secara spesifik terdapat tiga tipe buruh dalam mensikapi manajemen Perusahaan:

  1. Para buruh yang mengutamakan harmoni dan kedamaian/ketentraman. Mereka ini cenderung loyal, nerimo  dan menjaga hubungan mereka terbebas dari konflik.
  2. Para buruh yang opportunis yang berusaha menjalin hubungan baik dengan manajemen untuk kepentingan/keuntungan  pribadi. Mereka ini bisa jadi mata-mata untuk mengontrol buruh yang dianggap agresif.
  3. Para buruh yang memahami hak-hak buruh dan mengkritik Perusahaan atas pelanggaran yang dilakukan terhadap aturan-aturan ketenaga kerjaan yang berlaku.

 Adanya hegemoni  dimana negara dan perusahaan bekerja sama untuk menjaga dominasi mereka atas buruh melalui penggunaan ideologi dan kebijakan yang memperkuat status quo, telah menimbulkan hubungan yang timpang antara perusahaan dan buruh. Untuk memperbaiki situasi tersebut, peran Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan mediator perlu dikembalikan  ke posisi yang netral dan adil. Konflik-konflik Perusahaan dan buruh tidak harus dihindari, tetapi dijadikan sebagai bahan dialog menuju terciptanya harmoni sosial yang baru serta  resolusi yang adil dan berkelanjutan.