Kesejahteraan Masyarakat yang
Terpasung; Ketidakberdayaan para pihak
melawan konstruksi neoliberalisme
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Besar pada FISIPOL – UGM pada tanggal 27
Mei 2009
Oleh Prof. Dr. H. Susetiawan,
S.U.
26 halaman
Dalam pidato ini Pak Sus
menggugat isu pengentasan kemiskinan yang selalu menjadi komoditi politik namun
upaya pengentasan kemiskinan tidak menunjukkan hasil yang benar-benar tuntas.
Kemiskinan Bersama hutang luar negeri
menjadi never ending issues di Indonesia. Mengapa kemiskinan tersebut susah
diberantas? Apakah konsep Pembangunannya
yang salah?
Pak Sus menyoroti bahwa
kolonialisme dan imperialisme oleh negara Barat telah usai namun bermetamorfosa
dalam bentuk lain. Pertumbuhan industry di negara Barat membutuhkan
pasar-pasar baru dan yang potensial
adalah negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan yang rata-rata
merupakan bekas negara jajahan. Negara-negara Barat berusaha membuka pasar di negara berkembang dengan mempengaruhi para pemimpin politik
negara berkembang sehingga mereka mau mengikuti agenda-agenda perluasan pasar
industry tersebut.
Hasil teknologi dan produksi, hak
paten, hak cipta dan intelektual, diatur secara sistematis dalam tata dunia
internasional. Konsep pengaturan kelembagaan
tata dunia tunggal (the global world) yang lekat dengan neoliberalisme
dilakukan melalui WTO (World Trade Organization), Bank Dunia, IMF dan
lain-lain.
Pembangunan di negara berkembang,
diarahkan mengikuti modernitas dunia barat. Pembangunan di negara berkembang
dibiayai dengan dana-dana dari negara maju yang disalurkan melalui Lembaga
keuangan internasional seperti World Bank dan IMF, dan sebagai imbalannya
negara berkembang harus mengikuti konsep Pembangunan yang disodorkan para
Lembaga sponsor tersebut. Hasilnya apa? Banyak Pembangunan tidak bisa berjalan
optimal karena konsep pembangunannya tidak benar-benar menjawab persoalan
fundamental di Masyarakat. Sisi lain yang terjadi adalah serbuan produk asing
dan produk global melanda Masyarakat kita seperti produk Mc Donald, KFC, Pizza
Hut dll merajalela mengalahkan produk-produk local kita.
Dari sisi konsep Pembangunan,
terdapat aliran intervensionis yang berpendapat bahwa intervensi negara
terhadap Masyarakat akan membantu perkembangan ekonomi dan Kesejahteraan
mereka. Pendapat ini ditentang oleh kaum neoliberalis yang menginginkan intervensi
negara terbatas hanya untuk membantu masyarakat yang paling miskin saja.
Di negara berkembang, intervensi
negara dalam perencaan Pembangunan ternyata lebih sering menguntungkan para
actor yang terlibat baik dari birokrat, swasta dan organisasi sosial. Sedangkan
masyarakat tidak mendapatkan manfaat yang memadai. Kaum neoliberalis kemudian masuk ke negara
berkembang dengan menyodorkan dana pinjaman dengan konsep pembangunan versi
mereka sendiri. Untuk mendukung promosi konsep tersebut kaum neoliberalis yang
diback up oleh Multinational Corporation sering menggunakan Lembaga keuangan
internasional, dan LSM internasional.
Bank Dunia dan IMF, berupaya
mendorong negara sedang berkembang untuk membangun konstruksi neoliberalisme
dengan mengejar pertumbuhan ekonomi, privatisasi, pasar bebas dan minimalisasi
pelayanan sosial. Banyak sektor Pembangunan di negara berkembang seperti
infrastruktur, industrialisasi, transportasi, pertanian dll dibiayai dengan
dukungan dana pinjaman Lembaga keuangan tersebut. Selain bisnis keuangan,
keberadaan Lembaga keuangan internasional juga bisa berubah peran menjadi pressure
group bagi negara berkembang yang melawannya. Kelompok negara-negara maju
juga relative kompak dalam menjaga kepentingan mereka dalam memaksa
negara berkembang menerapkan neolibneralisme dengan menggunakan ancaman
instrument pembatasan perdagangan, embargo dan lain-lain
Dukungan Lembaga Keuangan
Internasional tersebut ternyata seringkali tidak menunjukkan hasil positif yang
signifikan. Mencuatnya isu kemiskinan, Kesejahteraan, tata Kelola,
desentralisasi, disparitas dll merupakan kritik-kritik yang banyak muncul dari LSM, Perguruan Tinggi yang
didukung oleh berbagai Lembaga donor internasional. Namun dalam kenyataannya
banyak negara sedang berkembang, LSM, Perguruan tinggi dan sektor swasta, yang
tidak berdaya melawan konstruksi neoliberalisme yang makin mengganas tersebut.
Bahkan tidak menutup kemungkinan mereka kemudian menyerah dan menjadi bagian
kaum neoliberalis tersebut.
Salah satu contoh kegagalan dalam
Pembangunan pertanian yang didukung Lembaga internasional adalah “Revolusi
Hijau” di sektor pertanian. Konsep Panca Usaha Tani melalui: pengolahan lahan
dengan tractor, penggunaan bibit unggul produksi pabrik, pemberantasan hama dan
penyakit menggunakan pestisida pabrik,
dan Pembangunan irigasi, telah menelan biaya finansial yang sangat besar. Selain itu kerugian biaya sosial terjadi
dengan hilangnya kearifan local masyarakat
dalam menyiapkan bibit local, pestisida alamai, pupuk organic dan
lain-lain. Meskipun peningkatan produksi terjadi namun biaya produksi juga
meningkat signifikan sehingga pendapatan petani relatif tidak meningkat.
Demikian pula banyak subsidi pupuk tidak tepat sasaran, dan dinikmati pengusaha
kaya.
Pembangunan pertanian yang
seharusnya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pangan domestic, saat ini
berantakan karena banyaknya komoditi kebutuhan pangan yang harus diimport
dengan negara lain. Hal ini tentu akan mengancam
ketahanan pangan dan kedaulatan pangan bangsa kita.
Dalam penutupnya Pak Sus mengajak
kita semua untuk merenung dan menggagas perlunya rekonstruksi konsep
pembangunan kita. Kita selama ini sering dicekoki dengan standar-standar
kesejahteraan yang berasal dari antah berantah dan bukan berasal dari konsepsi
kesejahteraan menurut masyarakat. Kita seringkali dijejali dengan pendekatan
kesejahteraan dengan ukuran ekonomi kuantitatif, dan lupa memperhatikan bahwa
banyak aspek kesejahteraan yang sifatnya kualitatif dan spiritual emosional.
Karena kita banyak menggunakan pendekatan yang diimpor dari negara asing,
banyak konsep-konsep kearifan local seperti lumbung desa, community insurance,
social capital yang akhirnya tergusur dan musnah.
Akhirnya, Kita perlu
membangkitkan keberdayaan Masyarakat dengan menggunakan potensi internal mereka
baik yang berupa social capital, economic capital, kearifan local,dll. Kita
harus berani membongkar konsep-konsep Pembangunan yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa. Kalau
neoliberalisme tidak cocok untuk bangs akita, kita juga harus berani melawan
dan membongkarnya!!!