Belajar dan berbagi kisah kasih kehidupan yang penuh kehangatan dan kebersahajaan
Tuesday, September 30, 2008
Monday, September 29, 2008
Lebaran 2008 untuk Ibu dan Bapakku
Menjelang lebaran, orang sibuk berbelanja ini itu. Pakaian, sepatu, sandal, makanan dll untuk merayakan lebaran. Di saat seperti ini aku sering menangis sendiri, karena aku teringat bapakku. Bapakku yang hidup sederhana dan berjuang keras untuk menyekolahkanku, sudah dipanggil yang Maha Kuasa ketika aku belum bisa membahagiakannya. Ketika Allah memberikan limpahan rejeki untukku, di saat aku mempunyai rejeki untuk membelikan sesuatu untuk Ibu dan Bapakku, beliau sudah tiada. Aku sadar bahwa pemberianku untuk ibu dan bapakku tidak akan pernah bisa membalas budi pada orang tuaku, tapi setidaknya melalui pemberian itu aku bisa menunjukkan rasa sayang, cinta dan hormatku untuk ibu dan Bapakku. Sayang Allah berkehendak lain, mungkin aku memang harus mencari cara lain untuk membalas budi pada orangtuaku melalui doa-doaku.....
Thursday, September 25, 2008
Orang Jawa suka basa-basi
- Pertama-tama, saya (utusan) datang ke keluarga X (tuan rumah) untuk bersilaturahmi menengok keadaan keluarga X.
- Kedua, saya datang ke keluarga X untuk menyampaikan salam hormat dari keluarga Y (keluarga yang punya hajat).
- Ketiga, saya datang diutus keluarga Y yang berkehendak punya hajat (misal kenduri memperingati 100 hari meninggalnya bapak Y). Sehubungan dengan hajatan tersebut keluarga Y bermaksud mengundang Bapak X untuk menghadiri kenduri di.... pada hari.... jam....
- Saya selaku utusan minta maaf yang sebesar-besarnya bila dalam menyampaikan pesan amanah dari keluarga Y ini, ada kata dan perbuatan yang kurang berkenan di hati tuan rumah.
Jadi untuk menyampaikan undangan kenduri aja harus muter-muter dulu pake bahasa kethoprak yang halus itu... Oleh karenanya orang-orang yang dipilih jadi utusan biasanya orang yang pinter ngomong atau komunikasi pake bahasa halus dan tindak tanduknya sopan.
Saya sendiri sebenarnya sangat menyukai cara mengundang dengan memakai utusan itu, karena terasa romantis dan "personal" atau perhatian dan penghormatan ke individu lebih kental. Tapi sayang cara ini semakin pudar dan di kampungku saat ini undangan-undangan hajatan lebih banyak disampaikan lewat pengeras suara di masjid. Praktis memang, tapi kehilangan sentuhan "personal" yang penuh kekerabatan... Jaman memang terus berubah, indahnya nostalgia hanya tinggal kenangan saja...
Kenduri anak-anak
Oncor dan Takbiran
Sambil membawa oncor dan tetabuhan seperti bedug dan kentongan, anak-anak pawai keliling kampung bahkan terkadang sampai ke kampung tetangga. Setelah takbir keliling, anak-anak biasanya melanjutkan dengan takbir di masjid/musholla. Di musholla ini biasanya terdapat banyak makanan snack karena tiap-tiap rumah tangga menyajikan sekitar dua piring snack untuk mengganjal perut orang-orang yang sedang takbiran di masjid. Snack yang dihidangkan sebagian besar berupa snack yang akan disajikan untuk berlebaran oleh masing-masing rumah. Ada roti panggang, roti dahlia, jenang dodol, krasikan, wajik, rempeyek kacang dll.
Acara takbir di masjid biasanya diakhiri di tengah malam. Sebagai penutup acara taknir biasanya dilakukan kenduri. Nasi untuk kenduri ini biasanya berasal dari warga pula. Nasi kenduri ini biasanya berupa nasi urap, dengan lauk tempe kripik, keper atau rempeyek ikan asin, krupuk udang, telur rebus, bakmi goreng dll. Makanan yang sederhana memang, tapi mungkin karena sudah berbau doa dan suasana kebersamaan antar warga, menu yang sederhana tadi terasa sangat nikmat untuk dirasa....maknyussss......
Wednesday, September 24, 2008
Bikin kue
1. Jenang dodol (wah bikinnya rumit karena dodol harus diaduk terus dalam wajan diatas tungku selama 4-6 jam. Oleh karennya yang mengaduk biasanya perempuan bahkan laki-laki yang staminannya kuat)
2. Wajik Bandung, yaitu kue wajik warna-warni yang dibungkus pake kertas dan kemudian dijemur biar kering kuenya.
3. Tape ketan, ini menu wajib untuk sehabis makan
4. Koya, ini dari tepung beras yang diaduk dengan gula lalu dicetak.
5. Trasikan, ini seperti dodol namun agak kasar.
Kalau 2 hari sebelum lebaran, ibuku kemudian disibukkan menyiapkan lauk pauk seperti ayam ingkung (eh...aku jadi kangen masakan ayam ingkung ibuku yang maknyus itu), mangut ikan mas, sambel goreng daging atau terik (daging bumbu santan). Lauk pauk itu disiapkan lebih awal agar bumbunya benar-benar merasuk ke daging, dan saat lebaran lauk itu benar-benar sudah sangat lezat untuk dinikmati.
Ketika menyiapkan kue ataupun lauk pauk, biasanya ibuku menyiapkan dalam jumlah yang agak banyak. Hal ini disebabkan ibu bapakku termasuk orang yang berusia lanjut dan "awune tua" atau alur silsilah keluarganya termasuk di urutan tua sehingga banyak sanak famili yang berkunjung. Di kampungku sendiri dulunya masih tertanam budaya "gupuh, lungguh lan suguh" untuk menghormati tamu. Gupuh artinya ketika ada tamu datang (sekalipun tamunya anak-anak), tuan rumah akan tergopoh-gopoh segera menyambut tamu itu. Lungguh artinya tuan rumah akan segera mempersilahkan tamunya duduk. Suguh artinya tuan rumah akan segera menyajikan hidangan suguhan untuk tamu. Suguhan untuk tamu di daerahku ini biasanya berupa air minum (teh manis atau sirup dan belakangan soft drink), dan snack. Untuk famili dekat atau kerabat yang dari jauh, biasanya tuan rumah juga akan menyediakan jamuan makan. Jadi jangan heran kalau sewaktu lebaran dalam sehari kita bisa makan sampai 8 kali lebih karena ke sana kemari kita disuguhi makan terus. Saya sendiri biasanya sewaktu berangkat dari rumah sudah membuat rencana, nanti saya makan di rumah si A, B, H, F dst agar nanti nggak kekenyangan di jalan.
Mercon, kembang api, Long bumbung hingga balon
Pada saat itu banyak anak yang biasa membuat mercon sendiri dengan membeli bubuk mesiu dan sumbunya di pasar Talun yang jaraknya sekitar 2 km dari rumahku. Dengan modal kertas, bubuk mesiu dan sumbunya, anak-anak berlomba-lomba membuat mercon. Biasanya mercon yang paling besar, efek ledaknya keras dan serpihan kertasnya paling banyak dianggap yang paling jago. Terkadang ada pula mercon yang "mejen" atau nggak meledak. Hal ini biasanya disebabkan sumbunya nggak bagus, mesiu yang kurang bagus atau basah, atau mesiu terlalu sedikit atau proses penutupan lubang mesiu tidak rapat. Terkadang ditemukan pula mercon yang dikira macet ternyata masih aktif, hal inilah yang sering menimbulkan kecelakaan. Salah seorang familiku putus beberapa ruas jarinya karena mengambil mercon yang "mejen" dan saat dipegang meledak di tangan.
Selain mercon, di kampungku anak-anak sering membuat "long bumbung" atau meriam dari bambu betung. Meriam dari bambu ini diisi dengan minyak tanah dan kemudian disulut. Karena tekanan udara dalam bumbung bambu meningkat maka bumbung itu akan mengeluarkan suara ledakan. Di beberapa tempat long bumbung ini diisi dengan karbit sehingga efek ledakannya lebih keras bahkan bambunya bisa terbelah.
Hiburan lain untuk anak-anak khususnya ketika lebaran adalah membuat balon udara dari plastik atau kertas. Balon ini berupa plastik/kertas yang ringan yang dirangkai dengan lem menjadi berbentuk silinder ukuran 1-2 meter atau lebih dengan diameter 70 cm ke atas. Agar balon udara ini bisa terbang, maka balon tersebut perlu diisi asap. Semakin besar balon itu dan bahannya semakin ringan maka balon itu akan semakin besar kemungkinan untuk mengudara. Di balon yang mengudara tersebut seringkali diberi mercon sehingga merconnya nanti bisa meledak diudara, terkadang diberi ucapan selama berkenalan dengan yang menemukan balon itu atau bahkan diberi souvenir kecil bagi penemu balon itu.
Ah sayang budaya-budaya tersebut sudah mulai langka...padahal permainan tersebut sangat merangsang tumbuhnya kreatifitas anak-anak...anak-anak bisa belajar kimia, belajar fisika, dll dengan bermain-main yang menyenangkan.....
Tuesday, September 23, 2008
Nostalgia menu buka puasaku
Untuk snack buka puasa biasanya aku minta dibelikan berbagai macam jajanan murah seperti slondokan singkong, pothil, kerupuk dll. Salah satu snack yang sangat kusuka adalah untir-untir atau kue tambang, yang bentuknya seperti tambang dipilin atau rambut dikepang itu. Selain itu aku juga menyukai roti bolu emprit yang warnanya merah jambon dan putih sehingga sering diplesetkan menjadi kue bodrex karena warnanya kayak bodrex obat sakit kepala terkenal itu.
Untuk lauk makan, biasanya aku minta dibelikan ikan tongkol pindang yang seukuran jari telunjuk. Ikan pindang ini biasanya dibungkus dengan besek (kotak) bambu. Ikan pindang ini nantinya digoreng untuk lauk makan...wah maknyus banget rasanya..karena kami sekeluarga tinggal di daerah gunung dan jarang masak ikan asin. Ikan pindang yang bagi masyarakat nelayan termasuk klas ikan murahanpun jadi terasa nikmat bagi keluargaku di bulan ramadhan...
Terkadang di bulan ramadhan aku diberi uang saku oleh ibuku untuk beli jajanan snack ala ndeso. Kalau pas ramadhan di musim kemarau, biasanya keluarga saya menanam tomat. Pada saat itu saya biasanya memilih tomat yang ranum-ranum untuk berbuka puasa. Saya juga sering bikin juice tomat ala ndeso, dengan cara tomat yang masak dipotong-potong kecil kemudian dimasukkan kedalam gelas dan diberi gula pasir trus diaduk-aduk...jadilah sudah juice tomat ala ndeso itu.....
Pada kesempatan lain saya dan kakakku mancing di kali kecil atau sawah-sawah untuk cari lauk buka puasa. Kakakku (Mas Tik) dulu sangat pinter dan sabar dalam memancing ikan, sehingga sering dapat ikan agak banyak. Ikan-ikan yang ada saat itu seperti mujahir, kotes (gabus), lele, ikan mas, wader, dll. Ikan-ikan itu ukurannya kecil-kecil seperti ikan gabus paling seukuran telunjuk. Ikan ini lama kelamaan makin habis karena banyaknya alat setrum ikan dan pestisida di sungai dan sawah-sawah.
Meski Allah kini memberikan karunia bagiku untuk bisa menikmati hidangan yang lebih baik, terkadang muncul rasa kangenku untuk menikmati indahnya saat-saat berprihatin dulu...
Tarawihku dulu...
Friday, September 12, 2008
Hilangnya romantisme akibat budaya HP dan email
Sebelum ada HP, untuk komunikasi dengan orang yang berjauhan domisilinya biasanya dilakukan melalui surat, telegram ataupun telepon. Saya sendiri dulu rajin berkomunikasi melalui surat dengan beberapa kawan karibku termasuk kawan-kawan perempuan yang kucinta. Setiap minggunya saya terima 3-4 pucuk surat dari kawan2ku, sehingga petugas posnya sambil guyon pernah bilang; "Mas, sampeyan buka Kotak Pos aja... karena sampeyan sering sekali terima surat"...
Ada keasyikan tersendiri ketika menulis surat apalagi untuk orang yang dicintai. Karena jarak yang jauh sehingga sepucuk surat sering menempuh perjalanan cukup lama misal terkadang perlu waktu 3 minggu atau sebulan baru dapat balasan. Hal ini terkadang rasa kangen menumpuk di hati , wajah jelita sang kekasih senantiasa terbayang di pelupuk mata, suaranya yang merdu senantiasa terngiang di telinga...... Ketika dengar suara klakson motor atau suara kring-kring sepeda pak pos, hati begitu berdebar menantikan balasan surat sang kekasih (makanya The Beatles bikin lagu Mr. Postman). Tak sabar rasanya ingin membaca surat itu, dan setelahnya surat itu senantiasa dibaca ulang di waktu luang...seolah-olah kita akan menemukan butiran mutiara baru tiap kali membacanya....
Sayang romantisme seperti itu sudah mulai hilang. Sejak adanya teknologi email dan terlebih HP, budaya menulis surat dengan tulisan tangan menjadi hilang. Teknologi email yang sangat memudahkan orang berkirim kabar, membuat kita ketika nulis surat menjadi kurang mampu mengeksplorasi kata-kata indah. Karena kalau ada hal yang kurang jelas nanti bisa dijelaskan lagi melalui email berikutnya. Waktu tempuh email yang sangat cepat juga membuat kita kehilangan "waktu penantian" sehingga hati belum berdebar kangen, surat balasan udah muncul.... ini romantisme yang hilang menurutku....
Budaya HP juga semakin menghancurkan budaya romantisme itu... karena budaya telepon langsung via HP cenderung membuat orang berkomunikasi tanpa mikir panjang atau berkomunikasi tanpa berusaha memilih kata-kata indah. Apaagi sms, karena keterbatasan space kata maka bahasa di sms biasanya bahasa yang pendek, singkatan dan to the point tanpa ada bunga-bunga kata yang indah.... Melalui sms orang tidak diberi ruang memadai untuk belajar sastra...
Tapi mungkin keluhanku ini merupakan cerminan dari generasi yang telat mengikuti perkembangan jaman ya...(Seingatku comment serupa tentang pudarnya romantisme surat juga pernah muncul dari wartawan besar kita Rosihan Anwar)... Tapi begitulah, aku sekarang jarang melihat karya sastra ataupun musik yang kata-katanya begitu indah memukau.... novel ataupun lirik lagu kebanyakan encer dan dangkal maknanya.... Kupikir selain pengaruh budaya global (email dan HP), kondisi ini juga didukung oleh lemahnya pendidikan sastra di dunia sekolah kita..... anakku yang sekolah di SMPpun kini lebih menyukai komik Naruto, padahal pada usia yang sama (pada tahun 1980an) saya saat itu sedang mulai jatuh cinta dengan karya-karya klasik sastrawan Pujangga Baru atau Balai Pustaka...
Tuesday, September 09, 2008
Sepatu-ku....
Baju baru
Saat SMA, aku sudah dipercaya beli baju sendiri. Mungkin melihat perjuangan Bapak Ibu untuk mencari duit tidak mudah, aku juga terbiasa menghargai uang. Ketika tahun 82, aku beli celana abu-abu sekolah yang seharga Rp. 3.000 (harga standar Rp.5.000). Demikian pula ketika aku disuruh beli baju lebaran dengan dibekali uang Rp. 5.000, aku beli yang seharga Rp. 2.000 dan uang kembaliannya kukembalikan pada ibuku...
Monday, September 08, 2008
Ibuku dan anakku
Setelah ngobrol basa-basi sebentar dengan kakakku yang pegang hp, hpnya kemudian dioper ke ibuku. Ibuku sangat gembira menerima teeponku karena sudah sekitar 2-3 minggu aku tidak nelpon beliau. Kalau aku lama tidak menelpon beliau, biasanya beliau akan merasa kuatir jangan-jangan aku dan keluargaku di samarinda sedang repot atau tertimpa sesuatu musibah. Ibuku cerita bahwa di kampungku panen padi sedang gagal...hasil panen nggak mencukupi untuk upah potong padi...padahal sebentar lagi lebaran tiba dan banyak sanak famili yang mau punya hajatan. Tai ibuku tidak patah semangat, beliau bertekad untuk tetap merayakan lebaran walau dengan cara yang sangat bersahaja,......
Dari suaranya, aku menangkap rasa kecewa ibuku ketika kuberitahu bahwa aku sekeluarga mungkin belum bisa berlebaran di kampung karena harga tiket Balikpapan - joga sangat mahal yakni mendekati 2 juta per kepala per sekali jalan. Kalo untuk aku, istri dan anakku pulang pergi berarti dibutuhkan biaya sekitar 11 juta untuk tiket... wah mahal banget. Tapi akhirnya ibuku bisa mengerti keadaanku itu, karena memang ada beberapa kebutuhan yang lebih mendesak untuk didahulukan...
Aku memahami kekecewaan ibuku karena ibuku sangat menyayangi dan kangen dengan anakku dan istriku... Kalao aku telpon, ibuku selalu mencari2 dan ingin ngobrol dengan anak dan istriku. Untunglah anak dan istriku cukup hormat pada ibuku....aku sangat bahagia bila ibuku gembira ketika diajak ngobrol oleh anak dan sitriku, waau hanya obrolan say hello saja... bahkan ibuku di kampung sering meluapkan kebanggaannya, dengan menginformasikan ke saudara2ku bahwa si Dudi habis nelpon beliau dan minta dikirimi ini dan itu.... atau si Dudi habis kirim surat untuk simbah dan didalamnya ada foto-foto Dudi....Aku menyadari bahwa aku tidak bisa membalas jasa-jasa ibuku yang penuh kasih terhadapku...Oleh karenanya aku hanya berharap di sisa kehidupan ibuku yang sudah berumur 76 tahun, aku, istri dan anakku senantiasa bisa memberikan senyum kebanggaan dan berbagi kebahagiaan dengan ibuku.. Aku tidak bisa memberikan harta yang melimpah, tapi aku berharap tetap bisa melakukan sesuatu untuk membahagiakan ibuku....
Mental pengemis....
Friday, September 05, 2008
Kerusakan kecil hal biasa, kerusakan besar jadi proyek
Tapi kenapa dibiarkan saja ya?
apa karena nggak ada yang mengelolanya?
tapi mosok nggak ada pengelola, wong di kantor gubernur ada Biro Umum dan Perlengkapan serta ada perusahaan outsourcing....
atau nggak ada duitnya?
tapi mosok sih untuk beli semen 1/4 kg nggak mampu padahal APBD trilyunan rupiah,......
ataukah nggak sempat?
ah untuk mbetulin tegel lepas itu paling hanya perlu 5-10 menit dan cukup 1 orang saja...
Ataukah ini potret bahwa instansi pemerintah itu nggak punya pembagian kerja jelas?
ataukah memang ini sikap biasa lepas tanggungjawab?
ataukah ini cerminan sikap tidak peduli terhadap kerusakan kecil?
ataukah ini cerminan sikap tidak ada rasa memiliki terhadap lingkungan kerja sendiri?
ataukah ini cerminan sikap kerusakan kecil dibiarkan agar nanti kerusakan membesar dan bisa jadi proyek?
Padahal pasti banyak duit yang bisa dihemat kalo kerusakan2 kecil itu diperbaiki secepatnya tanpa menuinggu merembet jadi kerusakan besar. Mungkin lebih baik dana rehabilitasi yang bisa dihemat itu, bisa dialokasikan untuk membuatkan sekolah atau puskesmas atau fasilitas layanan umum bagi kaum miskin dan papa lainnya.....