Burial Rites (Ritus-ritus Pemakaman)
Hannah Kent
409 halaman
Novel setebal 409 halaman ini
merupakan novel fiksi yang diangkat dari kisah nyata dengan setting negara Islandia tahun 1820-an. Hannah
Kent, penulis yang berkebangsaan Australia menuliskan novel ini dengan melakukan
riset sejarah terhadap kasus Agnes Magnusdottir. Agnes ini merupakan terpidana
hukuman mati terakhir di Islandia.
Agnes merupakan seorang gadis
sebatang kara. Dia dilahirkan oleh seorang perempuan pelayan dan tidak jelas
siapa ayahnya. Dia mempunyai saudara tiri seibu tapi jarang bertemu karena
sejak kecil Agnes dititipkan ke orang-orang yang membutuhkan jasa pembantu
sedangkan ibunya mengembar mencari pekerjaan di tempat lain. Agnes yang
terhimpit dalam kemiskinan, sejak kecil menjalani profesi sebagai pembantu.
Namun di tengah himpitan penderitaannya, Agnes merupakan orang yang rajin
belajar sehingga dia pinter membaca dan menulis.
Agnes tumbuh menjadi remaja
cantik. Suatu ketika Agnes yang sedang menjadi pembantu di sebuah keluarga,
bertemu dengan dokter Nathan Ketilson yang sedang bertamu. Nathan yang playboy
memberikan perhatian khusus kepada Agnes dan berjanji akan mengajak Agnes
menjadi kepala pelayan di rumahnya. Angan Agnes melayang, karena dia sadari dia
telah jatuh cinta ke Nathan. Dokter Nathan memenuhi janjinya untuk memboyong
Agnes ke rumahnya, namun Agnes kecewa karena di rumah tersebut sudah ada Sigga
perempuan yg lebih muda dan cantik jelita yang menjadi kepala pelayan. Agnes
berusaha menerima keadaan, dan berusaha melayani Nathan dengan penuh cinta.
Namun lama-kelamaan Agnes tahu bahwa Nathan juga bercinta dengan Sigga.
Kecantikan Sigga, telah
mempesona Fridrik seorang bujang pengangguran. Fridrik telah meminta Sigga dengan baik-baik kepada
Nathan. Nathan mengijinkan melepas Sigga setelah Fridrik memberikan sejumlah
uang kepada Nathan. Namun seiring perjalanan waktu, Nathan ingkar janji dan hal
ini membangkitkan dendam kemarahan Fridrik. Agnes sendiri mengalami perlakuan
yang kejam dari Nathan yang mengusir Agnes di rumahnya pada saat musim dingin
tanpa berbekal pakaian yang memadai. Hingga suatu saat terjadi pertengkaran
antara Fridrik, Sigga dan Agnes di satu
pihak melawan Nathan di pihak lain. Pertengkaran tersebut berakhir dengan upaya
pembunuhan Nathan oleh Fridrik. Nathan yang tertidur, hancur tanganya setelah
terkena palu yang dihantamkan oleh Fridrik. Fridrik berusaha menghantam kepala
Nathan dengan palu tapi hanya terkena tangan Nathan. Agnes yang tidak tega
melihat Nathan yang dicintainya (walaupun telah menyengsarakannya juga) terluka
dan menderita kesakitan teramat sangat
kemudian menusukkan pisau ke tubuh Nathan, supaya Nathan segera terlepas dari
penderitaan.
Oleh pengadilan, Fridrik dan
Agnes dijatuhi pidana hukuman mati. Sebelum eksekusi hukuman mati dilakukan,
Agnes dititipkan kepada keluarga Jon yang menjadi petugas sipir, karena saat
itu fasilitas penjara sedang penuh dan lokasi jauh. Fridrik dan Agnes juga
dibimbing oleh pendeta agar mereka siap secara mental dan spiritual untuk
menjalani hukuman mati. Agnes meminta didampingi oleh Totti, seorang asisten
pendeta yang pernah hadir dalam mimpinya dan pernah berjumpa serta membantu
Agnes saat Agnes mau menyeberangi sungai yang banjir.
Kehadiran Agnes di Keluarga
Jon semula menimbulkan ketakutan dan kekuatiran bahwa Agnes akan berbuat jahat.
Namun kekuatiran itu sirna karena Agnes bekerja sangat rajin di keluarga
tersebut bahkan dia dengan pengetahuannya bisa memberikan bantuan pengobatan
kepada Margret (istri Jon) yang sedang sakit dan kepada tetangga yang
melahirkan. Akhir cerita Keluarga Jon
dengan berat hati melepas Agnes yang akan menghadapi hukuman pancung. Asisten Pendeta Totti, yang sedang sakit
beberapa bulan karena memaksakan diri menempuh perjalanan jauh di musim dingin
untuk memberikan pelayanan bimbingan kepada Agnes, ketika mendengar Agnes akan
dieksekusi segera bergegas menembus musim dingin untuk menemui dan menguatkan Agnes.
Dengan tekad membaja, Toti akhirnya berhasil menemui Agnes dan memberikan
penghiburan di saat terakhirnya.
Eksekusi untuk Fridrik dan Agnes akhirnya dilakukan, dengan meninggalkan
duka yang dalam bagi orang-orang yang menyayanginya.
Novel ini menarik dari sisi
alur maupun bahasa terjemahan yang enak dicerna. Ada beberapa pesan moral yang
bisa kita petik nari novel ini seperti kasih sayang terhadap sesama yang
terpinggirkan, positive thinking terhadap orang lain, pengabdian tulus terhadap
pekerjaan dan kemanusiaan dan lain-lain.....
No comments:
Post a Comment