HOS.
TJOKROAMINOTO
Penulis:
Drs. Anhar Gonggong
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Jakarta
1985
114
halaman
Buku
ini ditulis oleh sejarawan Anhar Gonggong tahun 1985. HOS. Tjokroaminoto
(1882-1934) merupakan salah satu tokoh pergerakan nasional yang legendaris dan
disegani oleh kawan maupun lawan politiknya.
Latar
belakang keluarga
Kakek
buyut Tjokroaminoto adalah ulama Kiai Bagus Kasan Basari yang menyunting seorang putri Raja Surakarta.
Kakeknya adalah seorang Bupati Ponorogo dan ayahnya merupakan seorang Wedana
(Asisten Bupati). Salah satu hal yang menarik adalah Tjokroaminoto yang telah
menempuh pendidikan pamongpraja di OSVIA Magelang, berdarah bangsawan, mempunyai
kakek seorang Bupati Ponorogo, ayah wedana dan punya mertua seorang Wakil
Bupati Ponorogo, tidak mau memanfaatkan
kebangsawanan keluarga dan kekuasaan mertuanya untuk membangun karir pribadi.
Tjokroaminoto tidak tertarik jadi pamong praja. Beliau malah suka kerja di
swasta seperti di sebuah perusahaan dagang swasta, pindah jadi calon masinis,
pindah jadi tenaga kimia di pabrik gula bahkan jadi kuli pelabuhan. Pengalaman
menjadi kuli pelabuhan ini menjadi bekal yang berharga ketika beliau di
kemudian hari mendirikan organisasi serikat pekerja. Untuk menopang penghasilan
yang pas-pasan, di Surabaya Tjokroaminoto menyewakan sebagian rumahnya untuk
kos-kosan sederhana bagi para pelajar termasuk Soekarno.
Karir
politik
Karir
politik Tjokroaminoto dalam pergerakan nasional dimulai dalam usia muda. Beliau
mula-mula masuk Budi Utomo dan menjadi Ketua Budi Utomo Surabaya. Ketertarikan
pada perkembangan dunia Islam yang
sedang melemah, membuat beliau kemudian bergabung dengan Sarekat Dagang
Islam/Sarekat Islam atau SI pada tahun
1912. SI sejak awal sudah melihat perlunya negara Indonesia yang merdeka.
Mereka memperjuangkan gagasan tersebut dengan cara yang kooperatif. Selain
mendoronmg kemerdekaan bangsa, salah satu garis politik yang diapilih oleh SI
adalah anti kapitalisme asing dan memilih jadi pelindung wong cilik.
Pada
tahun 1918, Dewan Rakyat (Volksraad) dibentuk untuk menampung dan
menyuarakan kehendak rakyat. Tjokroaminoto dan Abdul Muis mewakili SI duduk
dalam Volksraad tersebut. Namun Volksraad ini tidak mampu mewadahi cita-cita
kemerdekaan yang diharapkan oleh SI, sehingga Tjokroaminoto dan Abdul Muis
lebih banyak mengambil peran sebagai oposisi. SI sesuai prinsipnya yang anti
kapitaslis asing kemudian banhyak bergerak mendirikan sarekat tani dan sarekat
buruh. Bahkan beberapa tokoh SI sendiri (termasuk Tjokroaminoto) sempat
dikjebloskan ke penjara karena dituduh menghasut rakayt dan menimbulkan huru-hara.
Pada
tahun 1921, Sarekat Islam Merah yang dikomandani Semaun dan berafiliasi komunis
memisahkan diri dari Sarekat Islam. Pemisahan ini didasari perbedaan ideologis
karena SI berideologi Islam dan SI Merah berideologi komunis. Pada tahun 1923 SI
berubah menjadi Partai Sarekat Islam dan mengambil kebijakan non kooperatif
dengan pemerintah. Di bidang sosio ekonomi, Partai SI berhubungan erat dengan
Muhammadiyah yang mempunyai program amal usaha untuk Kesejahteraan umat. Partai
SI ini di tahun 1928 juga menginisiasi
pembentukan “Majelis Ulama” untuk menjadi wadah diskusi menyelesaikan perbedaan
khilafiyah dalam berbagai aliran Islam.
Pada
tahun 1929 Partai Serikat Islam berubah nama menjadi Partai Serikat Islam
Indonesia (PSII) yang mempunyai cabang di banyak daerah. Tjokroaminoto, Haji
Agus Salim, Suryopranoto, dr. Sukiman, AM Sangaji dll merupakan tokoh-tokoh
PSII. Dalam perkembangannya, selain dengan kaum komunis, PSII juga mempunya
perbedaan pandangan yang serius dengan golongan nasionalis (Dr. Sutomo cs). Di Tingkat
internal PSII juga mengalami perpecahan antara Tjokroaminoto dan Haji Agus
Salim yang berorientasi Islam dengan dr Sukiman dan Suryopranoto yang cenderung
nasionalis.
Di
bulan Ramadhan tepatnya 17 Desember 1934, Tjokroaminoto meninggal dunia karena
sakit.
Butir-butir
pemikiran Tjokroaminoto
Tjokroaminoto
bersama Haji Agus Salim sering disebut sebagai dwitunggal Partai Sarekat Islam Indonesia karena kecendekiawanan,
integritas, dan kepemimpinannya. Beliau sering disebut menjadi guru bagi
Soekarno yang nasionalis, Kartosoewirjo yang Islamis dan Semaun yang komunis. Sebuah
sumber juga menyebutkan bahwa Sarekat Islam yang dipimpin Tjokroaminoto
mempunyai pengaruh kuat bagi dinamika politik di kemudian hari. Sarekai Islam
telah melahirkan Sarekat Islam Putih yang kemudian berkembang menjadi Masjumi,
Sarekat Islam Hijau yang berkembang menjadi Darul Islam – Kartosoewirjo dan Sarekah
Islam Merah yang berkembang jadi partai Komunis Indonesia-Semaun.
Tjokroaminoto
merupakan seorang orator ulung dan menjadi tokoh pergerakan nasional dalam usia
yang muda. Seorang Buya HAMKA (yang saat
itu masih muda) sangat mengagumi pemikiran dan kemampuan orasi HOS
Tjokroaminoto.
Beberapa
pokok pemikiran beliau antara lain:
1.
Anti
kapitalisme asing.
Sejak
tahun 1928, HOS Tjokroaminoto sudah melakukan penentangan terhadap sewa tanah (erfpacht)
oleh orang asing yang durasinya 75 tahun dan bisa diperpanjang. Beliau menolak
sewa seperti itu karena masyarakat kita yang agraris (saat itu jumlah petani
sekitar 80-90% dari jumlah penduduk) sangat membutuhkan lahan. Kontrak yang
panjang oleh orang asing, pasti akan mengurangi jatah lahan yang bisa digarap
petani. Beliau Bersama PSII juga mendorong adanya keringanan pajak bagi rakyat
pribumi serta penghapusan kerja paksa.
2.
Sosialisme
Islam
Beliau
mendorong Sosialisme Islam sebagai dasar negara. Sosialisme di sini diartikan
sebagai sebuah bentuk paham yang mengutamakan persahabatan dan persaudaraan
sebagai pengikat kehidupan bermasyarakat, dan bukan individualisme. Keperluan
Masyarakat, hak-hak Masyarakat dan kewajiban Masyarakat harus diletakkan di
atas kepentingan sendiri dengan berpegang pada aturan-aturan Islam. Dalam sosialisme
islam ini secara implisit juga terkandung prinsip kemerdekaan (liberty),
persamaan (egality) dan persaudaraan (fraternity).
Ideologi
sosialisme Islam ini menimbulkan perpecahan dengan SI Merah yang berafiliasi
komunis karena SI mendasarkan pada pengakuan terhadap aspek reliji sedang
komunisme berbasis pendekatan
materialisme. Dalam Sosialisme Islam dimungkinkan adanya orang kaya sepanjang
kekayaan dikumpulkan dengan cara yang sesuai ajaran agama, sedang komunisme
mendorong adanya perjuangan kelas yang melawan semua “orang kaya” tidak peduli apakah orang kaya
asing ataukah pribumi.
Untuk
mendukung sosialisme ini, Tjokroaminoto bersama PSII mendorong tumbuh
kembangnya sarekat tani, dan sarekat buruh. Beliau juga mendorong tumbuhnya
koperasi sebagai salah satu lembaga perekonomian masyarakat.
3.
Pan
Islamisme
Gerakan
Pan Islamisme ingin mengembalikan umat Islam untuk bersatu sebagaimana yang
pernah terjadi di zaman Nabi Muhammad dan sepeninggalnya. Gerakan ini memiliki
gagasan menyatukan umat Islam di seluruh dunia dengan menanggalkan warna kulit,
etnis, bangsa, dan budaya. Beberapa tokoh Pan Islamisme adalah Al Tahtawi
(1801-1873), Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897), dan Muhammad Abduh (1849-1905).
Dalam pandangan Jamaluddin Al Afgani, Islam mengalami kemunduran akibat
berbagai faktor. Misalnya umat yang meninggalkan ajaran Islam, bersikap taklid,
bersikap fatalis, menjauhi akhlak mulia, lemah dalam persaudaraan Islam,
menyerahkan urusan bukan pada ahlinya, dan melalaikan ilmu pengetahuan.
Tjokroaminoto
bersama SI berusaha menggalang jejaring kerjasama yang kokoh dengan organisasi Islam lain (termasuk
organisasi Islam Internasional) atas dasar kesamaan ideologi. Untuk
membangkitkan kembali kejayaan Islam, upaya pembangunan karakter dan budaya
umat Islam sesuai dengan ajaran Islam menjadi sangat penting.
Pandangan
Pan Islamisme ini banyak dikritik oleh golongan nasionalis seperti dr Sutomo
yang menganggap bahwa cita-cita Pan Islamisme sulit terwujud. PSII juga
dikritik karena lebih mengutamakan Islam daripada nasionalisme.
4.
Tafsir
Al Quran
Di
bidang agama, pada tahun 1928 Tjokroaminoto juga menulis tafsir Al Quran. Penulisan
Tafsir ini kemudian diawasi oleh Majelis Ulama Indonesia karena ada
kecenderungan banyak menggunakan referensi dari para pemikir India, dan diduga
banyak berafiliasi ke aliran Ahmadiyah Lahore.
Penutup
Menjadi
salah satu tokoh pergerakan, merupakan sebuah pilihan yang penuh perjuangan
karena terkadang harus mengorbankan waktu, tenaga dan harta untuk kepentingan
bangsa dan mengenyampingkan kepentingan
keluarga. Semoga semangat pengorbanan HOS Tjokroaminoto bisa menular dan
diteladani oleh kita semua. Semoga perjuangan HOS Tjokroaminoto bernilai ibadah
dan pahala senantiasa mengalir untuk beliau.
- Saya mendapatkan buku ini dari toko buku loak dan ada stempelnya sebuah SD di Kabupaten Tuban.Kalau buku ini menjadi koleksi perpustakaan sebuah SD, saya melihat isinya hanya relevan untuk guru. Tapi untuk murid SD, buku ini terlalu berat dari sisi isi dan Bahasa. Bahkan saya berpendapat buku ini mungkin cocoknya untuk anak kuliah (atau setidaknya siswa SMA).
- Buku ini menggunakan beberapa kutipan dengan gaya bahasa lama (bukan ejaannya tapi gaya Bahasanya yang lama). Bagi para pembaca milenial mungkin perlu mengunyah agak lama agar bisa memahami makna tulisan yang sebenarnya.
- Terdapat beberapa kesalahan lay out sehingga terkesan ada kalimat-kalimat atau kutipan yang terpenggal.
No comments:
Post a Comment