SENI MENCINTA
Penulis Erich Fromm
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
1987
155 halaman
Erich Fromm (1900-1980) merupakan
seorang ahli filsafat dan ilmu Jiwa kelahiran Jerman yang kemudian migrasi ke
Amerika Serikat. Buku ini merupakan terjemahan buku The Art of Loving karya
Erich Fromm yang diterbitkan Harper & Row Publishers, New York and Evanston
tahun 1962. The Art of Loving" oleh Erich Fromm adalah sebuah karya yang
mengeksplorasi konsep cinta dalam konteks psikologis, sosial, dan filosofis.
Cinta merupakan sebuah kebutuhan
bagi manusia dan sekaligus bukti eksistensi manusia. Dalam buku ini Fromm mengungkapkan
cinta merupakan suatu seni sehingga memerlukan pengetahuan dan latihan. Hal ini
berbeda dengan pandangan yang banyak berkembang saat ini bahwa cinta merupakan
perasaan menyenangkan ketika seseorang beruntung mengalami “jatuh cinta” atau sebuah
ketidaksengajaan sehingga tidak perlu dipelajari.
Orang sering terjebak dalam kekeliruan memandang cinta sebagai suatu proses yang tidak perlu dipelajari karena:
- Kebanyakan orang melihat masalah cinta ini pertama-tama sebagai masalah “dicintai” dan bukan masalah kemampuan orang untuk “mencintai”. Sehingga mereka terjebak dalam upaya agar mereka menarik dan dicintai oleh orang lain.
- Masalah cinta lebih terkait dengan “obyek” dan bukan “bakat” dimana orang lebih focus belajar mencari obyek untuk dicintai dan bukan mempelajari bagimana mencintai orang lain.
- Orang sering terfokus pada proses “jatuh cinta” dan terlupa untuk “memelihara rasa cinta” pada tahap selanjutnya.
Untuk mengatasi kekeliruan
tersebut, Fromm menyarankan orang memperbaiki diri dengan: (1) menyadari cinta
adalah suatu seni, sehingga kita harus mempelajarinya, (2) menguasai teori dan
prakteknya, (3) menguasai seni sebagai salah satu tujuan/prioritas tertinggi.
Secara umum, beberapa pointer penting yang disampaikan Fromm dalam buku ini yang saya rangkum dari catatan saya dan AI adalah sebagai berikut:
Konsep Cinta: Fromm
mendefinisikan cinta sebagai suatu tindakan yang terdiri dari elemen-elemen
seperti perhatian, kepedulian, tanggung jawab, penghormatan, dan komitmen.
Menurutnya, cinta bukanlah suatu perasaan yang pasif, tetapi sebuah kegiatan
yang aktif dan dinamis. Cinta itu terutama memberi, dan bukan menerima. Orang
yang kaya akan cinta adalah bukan orang yang kaya rasa cinta, tetapi orang yang
“memberi banyak”. Ia memberi tidak untuk pamrih menerima balasan tapi memberi
itu adalah kegembiraan yang sangat indah..
Asal-Usul Cinta: Fromm
mengajukan bahwa cinta tidaklah bawaan atau naluri, melainkan suatu
keterampilan yang bisa dipelajari dan dikembangkan. Dia berpendapat bahwa orang
belajar cara mencintai dari lingkungan dan budaya mereka.
Jenis cinta; Di dalam keluarga
seorang anak tumbuh dalam “kasih sayang dan pengasuhan ibu” yang tulus secara
naluriah tanpa pamrih. Secara normal setiap ibu pasti akan mencintai bayinya
yang tidak berdaya. Setelah berkembang,
anak tumbuh dalam “cinta kasih bapak” yang cenderung sudah berpamrih, dimana anak
harus melakukan segala sesuatu yang diperintahkan ayahnya agar bisa mendapatkan
kasih sayangnya secara penuh. Rasa cinta tersebut kemudian berkembang lebih
lanjut menjadi kepada “cinta sesama makhluk”. Cinta kepada sesame ini akan
tumbuh selaras dengan didikan Keluarga dan lingkungannya. Seseorang yang
dibesarkan dalam Keluarga yang penuh kepedulian terhadap orang lain, cenderung
akan mudah mempunyai emphaty terhadap orang lain. Bentuk cinta lain adalah "cinta erotis" dari seorang pria kepada wanita atau sebaliknya. Cinta erotis ini
bersifat ekslusif, karena seseorang dapat meleburkan diri sepenuhnya dengan
mendalam hanya kepada satu pribadi saja. Fromm tidak setuju dengan pendapat
Freud bahwa kecocokan dan kepuasan seksual akan menumbuhkan rasa cinta. Bahkan Fromm berpendapat bahwa cinta yang tulus
lah yang akan menghasilkan kepuasan seksual. Oleh karena ketika seseorang
mempunyai masalah seksual, treatment pengobatannya dilakukan dengan memperbaiki
rasa cintanya. Bentuk cinta yang lain
adalah “Cinta diri”. Cinta diri adalah jika engkau mencintai orang lain seperti
kamu mencintai dirimu sendiri. Cinta diri ini merupakan kebalikan dari konsep
mementingkan diri sendiri. Manusia juga mempunya "cinta kepada Allah", yang
dianggap sebagai sesuatu yang Maha Tinggi yang harus disembah dan diikuti sehingga
sifat-sifat baik Tuhan melebur dalam perilaku sesorang tersebut.
Cinta dan Kemandirian:
Fromm menekankan pentingnya kemandirian dalam cinta. Dia mengatakan bahwa
seseorang harus menjadi pribadi yang utuh dan mandiri sebelum dapat mencintai
secara sehat. Cinta yang sejati memperkaya individualitas dan kemandirian
masing-masing pasangan.
Cinta dan Kebebasan: Fromm
menyoroti hubungan antara cinta dan kebebasan. Dia berpendapat bahwa cinta
sejati membutuhkan kebebasan individu, bukan pemaksaan atau kontrol. Cinta yang
sehat memberikan ruang bagi kedua pasangan untuk tumbuh dan berkembang. Cinta
adalah anak dari kebebasan dan bukan dari penguasaan. Ketika seseorang
mencintai orang lain, dia harus siap menerima orang itu dengan segala kelebihan
dan kekurangannya.
Keterlibatan Sosial dan
Politik: Fromm juga membahas relevansi konsep cinta dalam konteks sosial
dan politik. Dia menekankan pentingnya cinta sebagai kekuatan untuk mengatasi
egoisme dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan. Dalam
kehidupan masyarakat Barat yang individualis dan materialistis, cinta menjadi
salah satu kebutuhan untuk menjaga eksistensinya. Perlu ditanamkan rasa cinta dan
emphaty kepada sesame, yang didasari ketulusan tanpa pamrih. Rasa cinta kepada
Tuhanpun perlu dikembangkan agar manusia menyadari keterbatasannya dan dia
sadar bahwa ada tempat bersandar untuk segala permasalahan hidupnya.
Berlatih cinta; untuk mempelajari
seni mencinta, seseorang harus mempunyai jiwa disiplin, konsentrasi, sabar, perhatian
yang tinggi untuk menguasai seni mencinta, belajar melalui seni yang lain
seperti seorang pemanah harus belajar ilmu pernapasan. Latihan kepercayaan,
keberanian dan bersikap obyektif. Pada intinya, kita harus berani banyak
melakukan kontemplasi dan pengorbanan waktu untuk mengenali diri kita maupun
untuk menemukan hakikat cinta.
Membaca karya Erich Fromm ini, saya jadi menemukan benang merah dengan karya para sufi seperti Ibn’ Rusdy dan Jalaludin Rumi serta Paulo Coelho (khususnya Alchemist). Mereka banyak mengupas tentang perlunya memupuk cinta kepada kekasih, kepada sesama maupun kepada Tuhan. "The Art of Loving" memberikan wawasan yang dalam tentang sifat cinta dan bagaimana kita dapat memahaminya serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan yang multidimensional, Fromm mengajak pembaca untuk mempertimbangkan peran cinta dalam membangun hubungan yang bermakna dan memperbaiki dunia di sekitar kita.
Tantangan membaca buku ini adalah karena buku ini adalah buku terjemahan, terkadang saya menemukan kalimat yang agak sulit dicerna karena mungkin sulit dicari padanan katanya. Selain itu karena buku ini terbitan lama (terbitan tahun 1962 untuk buku asli dan terbitan 1987 untuk terjemahan, terkadang saya harus kilas balik membayangkan situasi sosial politik pada saat buku ini dituliskan agar memperoleh pemahaman yang sesuai.
No comments:
Post a Comment