THE WILL TO
IMPROVE; Perencanaan, Kekuasaan dan Pembangunan di Indonesia
Penulis:
Tania Murray Li
Penerjemah:
Hery Santoso dan Pujo Semedi
Penerbit
Marjin Kiri, Jakarta 2012
536 halaman
ISBN
978-979-1260-15-2
Buku ini
ditulis oleh Tania Murray Li yang merupakan seorang anthropolog dari
Universitas Toronto, Canada. "The Will to Improve" oleh Tania Murray
Li mengeksplorasi konsep "kehendak untuk memperbaiki" yang dimiliki
oleh para pengembang, pemerintah, dan organisasi internasional yang terlibat
dalam upaya pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Buku ini menggunakan
pendekatan teoritis yang didasarkan pada konsep "governmentality"
dari Michel Foucault, yang menggabungkan analisis kekuasaan, pengetahuan, dan
praktik pemerintahan.
Li
menguraikan bagaimana proyek-proyek pembangunan sering kali didorong oleh
keinginan untuk meningkatkan kondisi hidup masyarakat, tetapi sering kali tanpa
memahami konteks lokal secara mendalam. Buku ini membahas bagaimana intervensi
pembangunan sering kali membawa konsekuensi yang tidak diinginkan dan kompleks,
serta bagaimana kekuasaan dan pengetahuan diproduksi dan digunakan dalam proses
ini.
Buku dengan
setting paska reformasi di awal tahun 2000-an bercerita tentang kasus bagaimana
proses pembangunan kawasan konservasi di
Sulawesi Tengah dikonsep dan dilaksanakan. Li
menunjukkan bagaimana program-program pembangunan, termasuk reformasi agraria
dan konservasi lingkungan, dapat menghasilkan hasil yang berbeda dari yang
diharapkan. Dia menyoroti ketegangan antara tujuan pembangunan yang ideal dan
realitas di lapangan, serta bagaimana penduduk lokal merespons dan menavigasi
intervensi eksternal ini. Niat baik
serta rencana hebat untuk memakmurkan kehidupan orang banyak sama sekali bukan
jaminan bahwa kemakmuran tersebut akan benar terwujud. Pada banyak peristiwa,
alih-alih mendatangkan kemakmuran, “kehendak untuk memperbaiki” kehidupan
ternyata justru membawa sengsara berkepanjangan, karen program pemakmuran itu
sendiri tidak bebas nilai. – kaum yang hendak dibangun bukan ruang kososng yang
bisa diisi apa saja, sementara kelompok yang hendak membangun entah itu
pemerintah, organisasi keagamaan atau LSM juga tidak bebas dari kepentingan
kelompok.
Buku ini
juga membahas tentang peran para ahli dan teknokrat dalam proses pembangunan,
serta bagaimana mereka sering kali memiliki pandangan yang terbatas tentang
masyarakat yang mereka coba bantu. Li menekankan pentingnya memahami perspektif
dan kebutuhan lokal serta mengkritik pendekatan top-down yang sering
diambil dalam proyek-proyek pembangunan.
Dalam kasus
di Sulawesi Tengah, beberapa Lembaga seperti proyek Central Sulawesi Integrated
Area Development and Conservation Project (CSIADCP) yang disupport Asian
Development Bank, The Nature Conservancy (TNC), CARE International Indonesia,
Proyek Penelitian STORMA yang disupport Pemerintah Jerman, Balai Taman Nasional
Lore Lindu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan berbagai LSM merupakan
Lembaga-lembaga luar yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan (ekonomi)
masyarakat dan konservasi di dalam dan sekitar Taman Nasional Lore Lindu.
Program Pemberdayaan Masyarakat dan konservasi ini muncul sebagai jawaban atas kerusakan
hutan Taman Nasional Lore Lindu yang cukup massif karena aktivitas pertanian
(khususnya kakao dan kopi) oleh masyarakat setempat dan pembalakan liar. Beberapa
kegiatan yang dilaksanakan antara lain seperti penetapan batas kawasan hutan,
pemberdayaan ekonomi melalui usaha pertanian di luar kawasan hutan, pemanfaatan
hasil hutan non kayu seperti rotan dan damar, pengembangan kesepakatan
konservasi desa. Namun program-program tersebut dirasa kurang berhasil karena
berbagai sebab antara lain: (1) program yang ada tidak mampu menjawab persoalan
keterbatasan lahan masyarakat miskin karena sebagian masyarakat local sudah
menjual lahannya kepada pendatang, (2) Konflik tenurial Masyarakat dengan Balai
Taman Nasional Lore Lindu yang Meletus dengan kasus Dongi-dongi maupun konflik
tenurial horizontal antar suku, (3) benturan kepentingan antar lembaga
pendukung misalnya LSM setempat yang pro masyarakat adat dan reforma agraria
dengan Lembaga konservasi, (4) pendekatan grass roots yang terkadang
bias “elite capture”, (5) Keterbatasan mandat dari lembaga-lembaga internasional
sehingga tidak bisa mengembangkan program yang bersifat perubahan
structural.
Secara
keseluruhan, "The Will to Improve" menawarkan analisis kritis
terhadap praktik pembangunan dan mengajak pembaca untuk mempertimbangkan
pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis konteks dalam upaya meningkatkan
kehidupan masyarakat di negara-negara berkembang. Buku ini memberikan wawasan mendalam tentang
dinamika kekuasaan, pengetahuan, dan praktik pemerintahan dalam konteks
pembangunan, serta menyoroti pentingnya pendekatan yang lebih sensitif dan
partisipatif dalam upaya pembangunan internasional
Buku ini
saya rekomendasikan untuk para pegiat Pemberdayaan Masyarakat, perencana
pembangunan, dan akademisi sosial. Pada bagian awal khususnya Bagian
Pendahuluan, buku ini perlu dikunyah agak pelan karena pembahasannya agak berbau
filsafat dan paradigma Pembangunan. Namun bab-bab setelahnya relative mudah
dipahami karena penulisannya menggunakan model bercerita.
Perlu
menjadi perenungan kita, di saat negara kita marak dengan pembangunan yang
“untuk rakyat”, kita perlu cermati ulang apakah benar masyarakat benar-benar
menjadi subyek Pembangunan? Benarkah Masyarakat local nanti akan jadi pemanfaat
utama (target beneficiaries) dari eksploitasi sumberdaya alam yang makin
ugal-ugalan? Ataukah mereka akan menjadi korban bencana ekologi dampak dari
eksploitasi tadi? Tidak ada kata terlambat untuk membenahi ke arah yang lebih
baik.
Sumber:
Ringkasan
ini saya kutip dari https://chatgpt.com/c/6c75184d-d1fa-49e3-a28d-6e64c35be958 dan saya tambah dengan pencermatan saya
terhadap buku The will to Improve karya Tania Murray Li, Penerbit Marjin Kiri,
Jakarta 2012.