Sunday, June 23, 2024

THE WILL TO IMPROVE; Perencanaan, Kekuasaan dan Pembangunan di Indonesia

 


THE WILL TO IMPROVE; Perencanaan, Kekuasaan dan Pembangunan di Indonesia

Penulis: Tania Murray Li

Penerjemah: Hery Santoso dan Pujo Semedi

Penerbit Marjin Kiri, Jakarta 2012

536 halaman

ISBN 978-979-1260-15-2

 

Buku ini ditulis oleh Tania Murray Li yang merupakan seorang anthropolog dari Universitas Toronto, Canada.  "The Will to Improve" oleh Tania Murray Li mengeksplorasi konsep "kehendak untuk memperbaiki" yang dimiliki oleh para pengembang, pemerintah, dan organisasi internasional yang terlibat dalam upaya pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Buku ini menggunakan pendekatan teoritis yang didasarkan pada konsep "governmentality" dari Michel Foucault, yang menggabungkan analisis kekuasaan, pengetahuan, dan praktik pemerintahan.

Li menguraikan bagaimana proyek-proyek pembangunan sering kali didorong oleh keinginan untuk meningkatkan kondisi hidup masyarakat, tetapi sering kali tanpa memahami konteks lokal secara mendalam. Buku ini membahas bagaimana intervensi pembangunan sering kali membawa konsekuensi yang tidak diinginkan dan kompleks, serta bagaimana kekuasaan dan pengetahuan diproduksi dan digunakan dalam proses ini.

Buku dengan setting paska reformasi di awal tahun 2000-an bercerita tentang kasus bagaimana proses pembangunan kawasan konservasi  di Sulawesi Tengah dikonsep dan dilaksanakan. Li menunjukkan bagaimana program-program pembangunan, termasuk reformasi agraria dan konservasi lingkungan, dapat menghasilkan hasil yang berbeda dari yang diharapkan. Dia menyoroti ketegangan antara tujuan pembangunan yang ideal dan realitas di lapangan, serta bagaimana penduduk lokal merespons dan menavigasi intervensi eksternal ini. Niat baik serta rencana hebat untuk memakmurkan kehidupan orang banyak sama sekali bukan jaminan bahwa kemakmuran tersebut akan benar terwujud. Pada banyak peristiwa, alih-alih mendatangkan kemakmuran, “kehendak untuk memperbaiki” kehidupan ternyata justru membawa sengsara berkepanjangan, karen program pemakmuran itu sendiri tidak bebas nilai. – kaum yang hendak dibangun bukan ruang kososng yang bisa diisi apa saja, sementara kelompok yang hendak membangun entah itu pemerintah, organisasi keagamaan atau LSM juga tidak bebas dari kepentingan kelompok.

Buku ini juga membahas tentang peran para ahli dan teknokrat dalam proses pembangunan, serta bagaimana mereka sering kali memiliki pandangan yang terbatas tentang masyarakat yang mereka coba bantu. Li menekankan pentingnya memahami perspektif dan kebutuhan lokal serta mengkritik pendekatan top-down yang sering diambil dalam proyek-proyek pembangunan.

Dalam kasus di Sulawesi Tengah, beberapa Lembaga seperti proyek Central Sulawesi Integrated Area Development and Conservation Project (CSIADCP) yang disupport Asian Development Bank, The Nature Conservancy (TNC), CARE International Indonesia, Proyek Penelitian STORMA yang disupport Pemerintah Jerman, Balai Taman Nasional Lore Lindu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan berbagai LSM merupakan Lembaga-lembaga luar yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan (ekonomi) masyarakat dan konservasi di dalam dan sekitar Taman Nasional Lore Lindu. Program Pemberdayaan Masyarakat dan konservasi ini muncul sebagai jawaban atas kerusakan hutan Taman Nasional Lore Lindu yang cukup massif karena aktivitas pertanian (khususnya kakao dan kopi) oleh masyarakat setempat dan pembalakan liar. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan antara lain seperti penetapan batas kawasan hutan, pemberdayaan ekonomi melalui usaha pertanian di luar kawasan hutan, pemanfaatan hasil hutan non kayu seperti rotan dan damar, pengembangan kesepakatan konservasi desa. Namun program-program tersebut dirasa kurang berhasil karena berbagai sebab antara lain: (1) program yang ada tidak mampu menjawab persoalan keterbatasan lahan masyarakat miskin karena sebagian masyarakat local sudah menjual lahannya kepada pendatang, (2) Konflik tenurial Masyarakat dengan Balai Taman Nasional Lore Lindu yang Meletus dengan kasus Dongi-dongi maupun konflik tenurial horizontal antar suku, (3) benturan kepentingan antar lembaga pendukung misalnya LSM setempat yang pro masyarakat adat dan reforma agraria dengan Lembaga konservasi, (4) pendekatan grass roots yang terkadang bias “elite capture”, (5) Keterbatasan mandat dari lembaga-lembaga  internasional  sehingga tidak bisa mengembangkan program yang bersifat perubahan structural.

Secara keseluruhan, "The Will to Improve" menawarkan analisis kritis terhadap praktik pembangunan dan mengajak pembaca untuk mempertimbangkan pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis konteks dalam upaya meningkatkan kehidupan masyarakat di negara-negara berkembang.  Buku ini memberikan wawasan mendalam tentang dinamika kekuasaan, pengetahuan, dan praktik pemerintahan dalam konteks pembangunan, serta menyoroti pentingnya pendekatan yang lebih sensitif dan partisipatif dalam upaya pembangunan internasional

Buku ini saya rekomendasikan untuk para pegiat Pemberdayaan Masyarakat, perencana pembangunan, dan akademisi sosial. Pada bagian awal khususnya Bagian Pendahuluan, buku ini perlu dikunyah agak pelan karena pembahasannya agak berbau filsafat dan paradigma Pembangunan. Namun bab-bab setelahnya relative mudah dipahami karena penulisannya menggunakan model bercerita.

Perlu menjadi perenungan kita, di saat negara kita marak dengan pembangunan yang “untuk rakyat”, kita perlu cermati ulang apakah benar masyarakat benar-benar menjadi subyek Pembangunan? Benarkah Masyarakat local nanti akan jadi pemanfaat utama (target beneficiaries) dari eksploitasi sumberdaya alam yang makin ugal-ugalan? Ataukah mereka akan menjadi korban bencana ekologi dampak dari eksploitasi tadi? Tidak ada kata terlambat untuk membenahi ke arah yang lebih baik.

 

Sumber:

Ringkasan ini saya kutip dari   https://chatgpt.com/c/6c75184d-d1fa-49e3-a28d-6e64c35be958 dan saya tambah dengan pencermatan saya terhadap buku The will to Improve karya Tania Murray Li, Penerbit Marjin Kiri, Jakarta 2012.

 

No comments: