Monday, December 15, 2025

SENI BERTAHAN DI RIMBA BIROKRASI

 


SENI BERTAHAN DI RIMBA BIROKRASI

Penulis: Kurniawan

Penerbit Mata Kata Inspirasi

Yogyakarta 2025

ISBN 978-634-7382-20-7

106 halaman

 

Buku ini ditulis oleh rekan saya yang biasa saya panggil dik Awang. Beliau dulunya merupakan seorang aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di bidang lingkungan hidup di Kalimantan Timur. Beliau kemudian melanjutkan karirnya di dunia birokrasi di sebuah pemerintah daerah di Kaltim dengan menjadi pegawai negeri sipil.

Dalam buku ini dik Awang dengan gaya bahasa yang santai, guyon, dan satire menuliskan beberapa pengalamannya dalam berkarya di dunia birokrasi. Dari 22 tulisan, sebagian besar berkaitan dengan budaya kerja di birokrasi (15 tulisan), sistem insentif di dunia birokrasi (6 tulisan) dan sistem seleksi karyawan (1 tulisan).

Terkait dengan budaya kerja, dik Awang dengan jujur berusaha mengangkat isu yang sering disoroti orang luar seperti kinerja birokrasi yang lamban, sistem yang Asal Bapak Senang (ABS), atasan yang „selalu“ benar dan lain-lain. Dik Awang menyoroti, mesin birokrasi yang disetir oleh regulasi-lah yang membuat birokrasi jadi lamban. Ketakutan terhadap penyimpangan prosedur yang berakibat sanksi administratif dan atau pidana membuat para pejabat cenderung „bermain aman“ dan tidak berani ambil resiko. Dalam hal budaya kerja ini, juga dikupas adanya kaum oportunis yang suka meng-klaim kerja orang lain. Meski demikian terdapat pula PNS maupun tenaga honorer yang berjuang dengan penuh dedikasi.Kasus lain yang dikupas antara lain jiwa korsa PNS yang cukup tinggi,  tips-tips menghadapi atasan dan lingkungan kerja agar karir berkembang, serta „kenakalan“ PNS dalam mensiasati sistem absensi…hehehe..

Terkait dengan sistem insentif di dunia birokrasi, secara garis besar díkupas tentang sistem penggajian bagi PNS yang terdiri gaji pokok dan berbagai tunjangan termasuk tunjangan kinerja. Tunjangan ini sering berbeda antar daerah tergantung pada kemampuan daerah tersebut. Bagi daerah yang kemampuan anggarannnya terbatas, gaji dan tunjangan seorang PNS seringkali pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Tidak jarang seorang PNS menggadaikan SK PNS nya untuk mendapatkan pinjaman/kredit dari Bank. Lembaga keuangan seperti Bank atau Koperasi sering menjadi jaring penyelamat bagi seorang PNS ketika terdesak kebutuhan keuangan. Kondisi PNS yang serba pas-pasan ini berbeda jauh dengan pandangan umum bahwa PNS adalah golongan yang makmur dan berkecukupan. Masyarakat sering menganggap PNS punya status sosial dan ekonomi yang mapan, padahal realitasnya sering berbeda jauh.

Dunia birokrasi dulu dikenal sebagai dunia yang penuh nepotisme. Orang masuk menjadi PNS tidak harus punya kompetensi tinggi. Asalkan punya kedekatan dengan „orang dalam“ maka jalan akan terbuka. Untunglah kondisi tersebut semakin membaik dengan adanya Computer Asssisted Test (CAT) atau test berbasis komputer. Sistem rekrutmen ini telah berhasil mengurangi praktik titip-menitip dalam rekrutmen PNS.

 

Komentar:

Dari sisi bahasa, tulisan dik Awang mudah dicerna dan banyak terminologi generasi milenial digunakannya dengan sangat pas. Saya membayangkan dik Awang menulis artikel ini dengan tekun dan kemudian dirangkai jadi satu. Selamat atas terbitan buku perdananya ya…

Kalau ke depannya buku dik Awang dimaksudkan untuk “sharing” dan “membekali” generasi milenial atau GenZ yang sudah dan akan masuk rimba birokrasi, saya menyarankan untuk dilakukan penelaahan lebih lanjut untuk isu tertentu misal strategi menghadapi seleksi Calon ASN/PNS dan P3K, Apa beda ASN dan P3K?, apa beda jalur struktural dan fungsional? bagaimana strategi untuk mengembangkan diri di dunia birokrasi? Bagaimana menjaga integritas dan idealisme? Bagaimana mengelola keuangan rumah tangga? Bagaimana upaya mengembangkan pendapatan rumah tangga dll….


No comments: