Tuesday, January 07, 2014

GANDHI THE MAN

Oleh: Eknath Easwaran
Penerbit Bentang
Yogyakarta, 2013
ISBN 978-602-7888-90-6
268 halaman

Mohandas Karamchand Gandhi dilahirkan di Sudamapuri India 1869. Beliau dimasa kecil dikenal sebagai anak yang rendah diri, kurang pintar, kurang pergaulan namun sangat berbakti kepada orangtuanya. Saat usia 13 tahun dan masih di sekolah menengah atas, beliau dinikahkan dengan Kasturbai. Pernikahan di usia muda membuat rumah tangga mereka sering bergejolak walaupun mereka juga berusaha untuk saling menyesuaikan diri.

Setelah lulus sekolah menengah atas dengan nilai pas-pasan, Gandhi melanjutkan study di Inggris di bidang hokum. Di sana dia belajar beradaptasi dengan budaya bangsawan Inggris, namun hal itu malah menimbulkan alienasi (keterasingan). Gandhi akhirnya berusaha mencari jati dirinya sendiri dengan menanggalkan budaya Inggris yang selama ini dipakainya. Setalah 3 tahun, Gandhi berhasil menamatkan pendidikannya dan pulang ke India. Disana dia mendapati kenyataan pahit bahwa ibunda yang disayanginya telah meninggal.Di India Gandhi berusaha menjadi pengacara namun rasa mindernya membuat dia gagal.

Gandhi kemudian mendapatkan pekerjaan sebagai konsultan hukum di sebuah perusahaan di Afrika Selatan yang  saat itu masih kental dengan budaya apartheid dan banyak orang India di sana. Karena menjadi konsultan hokum swasta yang sedang menghadapi masalah perdata, Gandhi mengalami kesulitan tentang akuntansi. Gandhi tidak patah semangat sehingga dia mulai belajar pembukuan (akuntansi).  Semangat kerja kerasnya membuahkan hasil sehingga dia menguasai teknik pembukuan dengan baik. Kasus perdata yang ditanganinya pun berhasil dia selesaikan dengan pendekatan musyawarah win-win solution dengan pihak lawannya. Kepiawaian Gandhi yang memecahkan persoalan hokum dengan “hati” kemudian menarik banyak pihak lain, sehingga konsultan hokum Gandhi berkembang dan mengalami kejayaan pada saat Gandhi menginjak usia 27 tahun.

Meski Gandhi sudah makmur secara ekonomi, Gandhi mempunyai kegelisahan melihat banyak warga keturunan India yang memperoleh perlakuan tidak adil di Afrika Selatan tersebut. Gandhi kemudian mulai meninggalkan kehidupannya yang  mapan dan beralih sederhana. Gandhi kemudian terlibat dalam aktivitas pelayanan social seperti merawat orang sakit dan terlibat dalam Korps Ambulan India ketika terjadi Perang Boer di Afrika Selatan.

Ketaatan terhadap agama Hindu yang dianutnya dan juga dari beberapa kitab suci lain yang dibacanya,  membuat Gandhi menemukan kembali beberapa ajaran penting yang kemudian dipergunakan sebagai pegangan hidup garis perjuangannya yakni Satyagraha, Ahimsa dan Swadeshi. Ajaran2 tersebut mula-mula dia kembangkan di Afrika Selatan, namun kemudian  makin berkembang ketika beliau pulang ke India di tahun 1915.

Satyagraha adalah berpegang teguh pada jalan kebenaran dan keadilan. Kebenaran dan keadilan adalah menjadi “tujuan  perjuangan”. Beberapa poin penting dalam ajaran Satyagraha ini adalah (a) setiap orang pasti mempunyai nilai kebenaran universal dalam sanubarinya. Oleh karenanya untuk mengatasi konflik harus diupayakan untuk bicara dari hati ke hati dan kompromi guna menemukan nilai kebenaran tersebut tanpa rasa permusuhan, (b)  Kebenaran sejati akan muncul bila kita tidak mempunyai pamrih kecuali pamrih menegakkan kebenaran itu, (c)  satyagraha bukan merupakan sebuah metode resolusi konflik, tapi merupakan pola pikir dan pola hidup bagi pemeluknya, (d) satyagraha menuntut pemeluknya untuk mau berempati dan berani menghadapi penderitaan, (e) pihak yang berseberangan seperti lawan   politik yang dihadapi haruslah dianggap sebagai mitra untuk menemukan kebenaran dan bukan sebagai musuh, (f) penegakan satyagraha diarahkan untuk merubah system yang menindas dan bukan perlawanan terhadap individu tertentu.

Ahimsa merupakan ajaran Gandhi berikutnya dimana beliau menekankan perlunya pendekatan anti kekerasan (nirkekerasan). Untuk mencapaui tujuan perjuangan yakni mewujudkan kebenaran (dan keadilan (Satyagraha), pejuang haruslah menempuh cara nir kekerasan (Ahimsa).  Lebih baik mengorbankan diri sendiri seperti protes, mogok kerja, pembangkangan kebijakan publik dll untuk menegakkan kebenaran daripada melakukan aksi yang menumpahkan darah.

Swadhesi merupakan ajaran Gandhi yang menekankan perlunya swasembada untuk mengurangi ketergantungan dan penjajahan oleh pihak lain. Contoh yang dikembangkan oleh Gandhi adalah pengembangan kain tenun local untuk mengurangi ketergantungan terhadap import textile dari Eropa.
Pengaruh ajaran Gandhi tersebut makin meluas di India sehingga beliau menjadi tokoh pergerakan kemerdekaan India yang terkemuka. Beliau menjadi tokoh spiritual yang bijak dan negarawan yang disegani tidak hanya oleh bangsanya tetapi juga disegani di tingkat dunia. Kesederhanaan beliau dan kehidupan yang tanpa pamrih membuat beliau begitu diagungkan dan mampu meluluhkan hati lawan-lawannya dalam memperjuangan kemerdekaan bangsanya. Beliau orang yang sudah melepas dendam, sehingga beliau memaafkan orang yang telah membunuhnya.

Di balik keagungan hidup Gandhi, beliau mengakui bahwa peran Kasturbai (istrinya) sangat besar. Gandhi mengakui bahwa sifat mengalah serta keseimbangan menjaga harmoni dari istrinya menjadi salah satu factor yang membuatnya bisa menemukan kembali ajaran satyagraha dan ahimsa. Memang benar kata pepatah “ dibalik pria yang sukses, dibelakangnya terdapat wanita-wanita yang hebat”…..

Buku ini sangat mengasyikkan untuk dibaca. Kita diajak menelusuri jejak pemikiran Gandhi yang penuh spiritualisme Timur (Hindu dan Buddha). Saya sendiri merasa banyak ajaran Gandhi yang sejalan dengan budaya dan filosofi yang berkembang di Indonesia. Itu mungkin banyak ajaran dan nilai2 yang berkembang di Indonesia juga dipengaruhi oleh ajaran Hindu, tapi mungkin itu juga disebabkan oleh begitu universalnya pemikiran2 seorang Mahatma Gandhi……


Wednesday, January 01, 2014

MENUJU GERBANG KEMERDEKAAN

Buku 3 dari trilogy Untuk Negeriku (sebuah Otobiografi)
Oleh Mohammad Hatta
Penerbit Buku Kompas,
Jakarta 2011
ISBN 978-979-709-540-6
230 halaman

Buku ini merupakan buku ke32 dari trilogy “Untuk Negeriku” yang merupakan otobiografi salah seorang tokoh proklamator kita yakni Bung Hatta.
Dalam buku ini diceritakan Bung Hatta yang dipindahkan dari Bandaneira ke Sukabumi, karena adanya perang Pasifik. Masuknya Jepang ke Indonesia membawa perubahan besar dalam kehidupan Bung Hatta. Beliau diangkat jadi penasehat bagi pemerintah Jepang di Indonesia. Beliau dan Bung Karno bersikap agak kooperatif, demi mematangkan kesiapan kemerdekaan Indonesia sekaligus berusaha untuk mengurangi tekanan kekerasan Jepang terhadap rakyat Indonesia. Bung Hatta dan Bung Karno cukup disegani oleh pemerintahan Jepang di Indonesia, karena beliau berdua punya hubungan baik dengan tenno Heika (Kaisar Jepang saat itu).

Ketika Jepang mulai terdesak dalam Perang Pasifik, Panglima Bersenjata Jepang di Saigon mengundang Bung Karno dan Bung Hatta untuk menyerahkan kedaulatan Indonesia dan mendorong persiapan kemerdekaan Indonesia.  Langkah ini yang kemudian ditindaklanjuti dengan rapat BPUPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Tatkala Jepang menyerah kepada Sekutu, disitulah muncul kesempatan untuk memproklamirkan berdirinya Republik Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945.
Dalam kondisi yang baru berdiri, Republik Indonesia mengalami banyak tantangan seperti Pemerintah Belanda yang tidak mau memberikan kedaulatan kepada Indonesia, maupun ketidak stabilan politik pemerintahan. Di situlah Bung Hatta dengan kenegarawanan dan intelektualitas beliau tampil untuk menjaga berputarnya roda pemerintahan Republik Indonesia.

Buku ini banyak mengupas sisi sejarah seperti yang sering ditampilkan dalam buku sejarah yang beredar di sekolah. Kalaupun ada yang kurang di buku ini adalah, buku ini lebih mengupas sisi perjuangan politik Bung Hatta dan kurang menampilkan kehidupan keseharian beliau sebagai “manusia”. Perjuangan beliau yang gigih, membuat beliau banyak mengeyampingkan urusan pribadinya. Beliau baru menikah pada umur 43 tahun.
Semoga Allah memberikan tempat terbaik di sisi-Nya atas segala jerih payah beliau dalam menegakkan nilai-nilai kemanusiaan yang lepas dari penjajahan dan penindasan….aamiin…aamiin…aamiin…