Sunday, March 31, 2024

Syekh Akbar Ibn’Arabi; Taman Makrifat

 


Syekh Akbar Ibn’Arabi; Taman Makrifat

Imam Nawawi & Fajri Andika

Penerbit Forum, Yogyakarta 2023

ISBN 978-602-0753-78-2

102 halaman

 

“Di alam semesta ini, Tuhan memiliki Batasan yang bisa diketahui. Dia dapat diketahui  oleh manusia yang tidak tahu”

--Syekh Akbar Ibn ‘Arabi--

 

Tuhan tidak akan lari ketika dicari. Dia juga tidak akan pergi ketika ditinggalkan. Manusialah yang lari menjauhi-Nya dan pergi dari-Nya. Andai manusia tahu betapa Indah cinta itudengan buncahan rindunya, sungguh ia akan sampai kepada-Nya. Taman itu begitu Indah dan mempesona.Aromanya semerbak mewangi. Jika demikian, untuk apa berbahagia namun justru hanya  menemui yang semu? Di sanalah kebahagiaan sejati, di taman makrifat.

------------

Kutipan di atas merupakan epilog buku Taman Makrifat. Buku ini merupakan narasi dari kutipan-kutipan yang diambil dari Diwan Ibn ‘Arabi. Kutipan pilihan teologi mengenal Tuhan.

Ibn ‘Arabi merupakan seorang sufi yang rajin menuntut ilmu kepada siapapun dan dari aliran manapun. Hal ini membuat wawasan beliau sangat luas dan mempunyai sikap yang sangat toleran terhjadap sebuah perbedaan pandangan. Beliau berpandangan bahwa semua mahluk adalah ciptaan Tuhan sehingga kita harus menghormatinya. Tuhan menciptakan manusia beranekaragam supaya bisa saling mengenal.  Meski demikian toleransi tersebut mempunya batas yakni jangan sampai mencampur adukkan Aqidah.

Sebagai seorang sufi, Ibn ‘Arabi dikenal dengan ajaran tentang Wahdatul Wujud. Ajaran ini menyatakan bahwa Tuhan adalah Dzat Yang Maha Esa, sedangkan makhluk adalah bagian dari Dzat Yang Maha Esa tersebut. Tuhan memperlihatkan Diri pada apa saja yang ada di alam semesta ini, karena tak ada satupun di alam semesta ini kecuali wujud Tuhan. Dengan kata lain, eksistensi alam semesta merupakan manifestasi dari keberadaan Tuhan. Dalam diri mahluk tercermin sifat dan nama-nama indah Tuhan seperti sifat Penyayang, Pengasih, Pemaaf, dan lain-lain. Oleh karenanya manusia diminta untuk bisa merenung dan mengenali dirinya sendiri karena dengan mengenali dirinya sendiri dia akan bisa mengenali Tuhannya.

Meski manusia mencerminkan sifat-sifat Tuhan namun perlu dipahami bahwa manusia mempunyai banyak keterbatasan yang tidak akan mampu mengurai keagungan Tuhan yang tidak terbatas.  Sehingga manusia tidak boleh sombong dan terlalu mengagungkan akal. Ada banyak fenomena kehidupan dan keTuhanan yang tidak bisa dipecahkan dengan akal, namun bisa didekati dengan hati. Ibn ‘Arabi mendorong kita untuk selalu dekat denganNya melalui ibadah sesuai syariat dan  banyak berdzikir. Bagi Ibn ‘Arabi, kecintaan kita kepada Tuhan harus kita wujudkan dengan menjalankan syariat atau petunjuk yang telah diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. Adalah suatu sikap munafik bila kita mengaku cinta Tuhan tetapi kita tidak peduli dengan perintah dan larangan-Nya.

 


Wednesday, March 27, 2024

Syekh Akbar Ibn’Arabi; Tarekat Rindu

 


Syekh Akbar Ibn’Arabi; Tarekat Rindu

Imam Nawawi &Fajri Andika

Penerbit Forum, Yogyakarta 2023

ISBN 978-602-0753-77-5

110 halaman

 

“Jangan kau tanyakan rahasia rinduku,

Aku rindu namun tak punya alasan”

--Syekh Akbar Ibn ‘Arabi--

 

Bisakah rindu itu hadir di dalam hati tanpa ada cinta? Mustahil, itu mustahil Rindu adalah Bunga dari cinta. Jika cinta adalah tangkai, maka bunganya itulah rindu.  Cinta adalah keindahan, namun rindu adalah keresahan. Meskipun rindu itu meresahkan, namun itu adalah keresahan yang terasa begitu Indah. Umat manusia akan merasakannya ketika cinta bersemayam di hati mereka.

------------

Kutipan di atas merupakan epilog buku Tarekat Rindu. Buku ini merupakan narasi dari kutipan-kutipan yang diambil dari Diwan Ibn ‘Arabi. Kutipan pilihan seputar cinta dan rindu karya Ibn ‘Arabi diramu sedemikian rupa untuk mengangkat gagasan perihal pesona cinta dan buncahan rindu yang luar biasa.

Sebagai seorang sufi, Ibn ‘Arabi menggambarkan bahwa ketika kita mencintai seseorang kita selalu ingin dekat dengannya, ingin menuruti setiap permintaan dan perintahnya, ingin dia tidak berpaling ke yang lain, selalu rindu padanya, ingin selalu membuatnya terseyum, tidak ingin membuatnya murka dengan tingkah kita dan seterusnya. Ketika cinta tersebut dianalogikan sebagai cinta kepada Allah yang Maha Penyayang, ternyata situasinya hampir sama. Ketika cinta kepada Allah, perasaan-perasaan itu seperti rindu ingin dekat, ingin membuatnya tersenyum bahagia, ingin selalu memenuhi perintahnya dst juga muncul dengan sendirinya. Hal ini bisa menjadi indicator seberapa dalamkah cinta kita kepada-Nya? Apakah kita merasa rindu pada-Nya? Apakah kita sudah berusaha membuat-Nya tersenyum dengan menjalankan perintah-perintah-Nya? Ataukah kita selama ini hanya munafik  mengaku cinta kepada-Nya tapi hanya di mulut saja?

Ketika seseorang mencintai Tuhannya, dia akan melakukan semua perintahnya karena demi cinta, demi membahagiakan kekasih-Nya. Dia beribadah bukan karena iming-iming surga, ataupun ancaman api neraka… tapi karena memang rasa cinta kepada kekasihnya. Dia tidak akan berpaling ke dunia atau yang lain karena dia yakin kekasih yang dicintanya adalah tujuan akhir yang ingin dijumpainya. Seorang pecinta sejati akan mengorbankan apapun yang dimilikinya untuk sang kekasih.

Untuk bisa mencintai kekasih sejati, penyempurnaan akhlak perlu dilakukan melalui takhalli (menghilangkan sifat tercela),  tahalli ( pengungkapan secara progresif nilai-nilai moral yang etrdapat dalam Islam, dan tajalli (melembaganya nilai  Ilahiah yang direfleksikan dalam setiap gerak perilakunya).  Orang yang mampu mengendalikan diri dan mengenal dirinya sendiri, dia akan mengenal Tuhannya  dan tidak akan silau oleh kemilau dunia.

Saya menyukai buku ini karena beberapa bagian buku ini ditulis dengan kalimat-kalimat puitis yang sangat Indah penuh metafora. Meskipun sebagai konsekwensinya kita terkadang harus mengunyah isi bacaan secara perlahan supaya dapat memahami maknanya secara tepat.   

 

 

 

Tuesday, March 19, 2024

360 PRINSIP KEBIJAKAN TATA NEGARA TIONGKOK KUNO (JILID 1)

 


360 PRINSIP KEBIJAKAN TATA NEGARA TIONGKOK KUNO (JILID 1)

Kutipan Karangan Qunshu Zhiyao

Penerbit Masyarakat Madani, Jakarta 2015

251 halaman

 

Buku ini merupakan karya Wei Zheng dan Yu Shinan. Mereka merupakan penasehat Kaisar Taizong (599-649 M). Buku ini merupakan rangkuman dari ribuan buku dan gulungan tulisan kuno terkait tata negara jaman Tiongkok. Buku yang sarat dengan ajaran etika dan moral ini kemudian dijadikan referensi oleh Master Chin Kung untuk mengembangkan Pusat Pendidikan Moral/Budi Pekerti  Kebudayaan Tionghoa. Dalam tempo 3-4 bulan  proyek Master Chin Kung berhasil memperbaiki tata krama dan budi kesopanan penduduk   setempat yang jumlahnya sekitar 48 ribu orang.

Beberapa prinsip kepemimpinan dalam ketatanegaraan yang terbuat dalam buku ini antara lain:

  • Pemimpin harus bisa menjadi suri tauladan. Pemimpin tidak boleh serakah, harus rajin dan hemat, tidak emosional, mau menerima masukan, mampu melakukan intropeksi diri, cermat mengambil Keputusan, dan respek kepada orang lain.
  • Pemimpin harus mampu memilih pejabat yang berkualitas (merit system). Pejabat yang dipilih hendaknya piunya integritas moral, loyal dan penuh pengabdian kepada negara, mampu memberikan masukan secara obyektif, pandai dan bijaksana.
  • Pemimpin harus memiliki akhlak yang luhur. Pemimpin harus mempunyai hati nurani yang baik, berbakti kepada orang tua dan sesame, berpegang pada nilai Kebajikan dan kebenaran, dapat dipercaya, berjiwa besar, rendah hati, teliti dan hati-hati, tabah  rajin menimba ilmu dan memupuk Kebajikan serta pintar memilih pergaulan yang baik.
  • Pemimpin harus menguasai ilmu tata negara. Pemimpin harus memahami prinsip administrasi yang baik, mampu melakukan penilaian secara obyektif, mengangkat pejabat yang bersih dan bijak, bersikap adil, berpihak kepada rakyat, memperhatikan pemenuhan kebutuhan rakyat, memajukan Pendidikan rakyat, disiplin, belajar dari orang bijak, mampu membangun militer yang tangguh namun tidak ofensif.
  • Pemimpin harus bersikap hormat dan hati-hati. Seorang pemimpin harus bersikap hati-hati terhadap hal-hal kecil yang berpotensi merugikan negara dan sebaliknya mendukung hal-hal kecil yang membawa kebaikan untuk negara, menghormati adat istiadat yang luhur, adil dan konsisten dalam penegakan hukum, mampu melakukan deteksi dini dan mencegah hal-hal yang berpotensi merugikan negara, bersikap tenang dan obyektif dalam menghadapi masalah, teliti dalam menangani suatu kasus dari awal hingga akhir serta mampu menjaga Kesehatan jasmani dan Rohani.
  • Pemimpin  harus cermat dan seksama. Seorang pemimpin harus berani mendukung yang benar dan melawan yang sesat, mampu mengekang diri dari perilaku buruk, berperilaku bijak dan adil, tidak egois, tidak kolusi/berkomplot untuk kepentingan pribadi, berpikiran positif, peka terhadap isyarat semesta dan mengkaitkannya dengan kondisi tata pemerintahan yang dipimpinnya.

 Buju ini ditulis dalam bentuk pointer-pointer dengan bahasa yang mudah dipahami. Nilai-nilai yang dimuat di buku ini bersifat universal, walau unsur “ ketimuran”nya sangat kental. Sehingga isi buku ini relevan untuk diterapkan di Indonesia. Saya pikir buku ini bagus untuk jadi referensi dalam diklat kepemimpinan untuk para pejabat. Suatu tantangan adalah bagaimana membuat isi buku ini tidak sekedar dipahami namun “diamalkan” oleh para pejabat atau calon pejabat, di tengah sistem birokrasi yang masih sering kurang mendukung.

 

Thursday, March 07, 2024

Lentera Makna (kutipan dari Syekh Akbar Ibn ‘Arabi)

 


Lentera Makna (kutipan dari Syekh Akbar Ibn ‘Arabi)

Penulis Imam Nawawi dan Fajri Andika 

Penerbit Forum, Yogyakarta 2023

ISBN 978-602-0753-79-9

119 halaman

 

Buku ini merupakan Kumpulan kutipan dari kitab Diwan Ibn ‘Arabi tentang akal manusia . Buku ini merupakan salah satu bagian dari Tetralogi Ibn ’Arabi yang terdiri dari Gerbang Rasa, Lentera Cinta, Taman Makrifat dan Tarekat Rindu.

Biarkanlah akal mencari makna, biarkan saja ia mengembara menemukan Tuhan. Asalkan hati nurani membimbingnya, maka ia tengah berpegang pada lentera makna  guna menerangi langkahnya menuju cinta Tuhan. Jangan biarkan akal tanpa hati. Akal itu hanya mencari, sementara hati itu untuk memberinya petunjuk. Akal tanpa hati akan tersesat, sementara hati tanpa akal akan bodoh.

Dalam buku ini Ibn ‘Arabi menyebutkan bahwa manusia diberi karunia berupa akal yang membedakan dirinya dari makhluk lainnya. Dengan akal dia akan bisa membedakan  benar dan salah. Dengan akalnya dia bisa mengembangkan ilmu, dia melakukan berbagai usaha dan sebagainya. Meski demikian akal mempunyai keterbatasan, karena dalam kehidupan ini ada banyak hal yang tidak bisa diselesaikan dan dijelaskan dengan nalar. Oleh karenanya akal harus dituntun oleh syariat dan hati nurani. Memperbanyak zikir dan hidup dalam kondisi zuhud merupakan salah satu cara untuk menuntun akal agar senantiasa dekat dengan Tuhan.

Manusia sebagai mahluk berakal dituntut untuk mampu membaca ilmu yang kasat mata maupun yang berupa fenomena alam. Karena di situ tersembunyi banyak pengetahuan yang terkait dengan perwujudan Tuhan.  Manusiapun wajib mengamalkan ilmu yang diperolehnya untuk kebaikan. Ilmu tiada bermanfaat bila tidak diamalkan oleh pemiliknya.