Sunday, December 25, 2011

DEWA-DEWA PENCIPTA KEMISKINAN

DEWA-DEWA PENCIPTA KEMISKINAN; Kekuasaan, Prestise dan Korupsi Bisnis Bantuan Internasional
Graham Hancock
Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas,
Yogyakarta 2005
ISBN 9789
443 hal

Buku ini menyoroti ironi polah lembaga Internasional seperti lembaga yang ada dibawah naungan PBB (misal FAO, WHO dll); lembaga keuangan macam World Bank, IBRD, IMF; dan lembaga bantuan sebuah negara seperti USAID.

Dalam buku ini, penulis bahwa bantuan asing baik yang bersifat hibah (grant) dan utamanya berupa hutang (loan) cenderung tidak berhasil mengentaskan kemiskinan di negara ketiga, karena:
• Bantuan yang disalurkan tidak ditangani oleh tenaga-tenaga profesional.
• Tenaga dari lembaga bantuan hidup bergelimang kemewahan sehingga tidak punya emphaty terhadap masyarakat miskin. Sehingga penentuan program untuk masyarakat sering bias dari kondisi lapangan.
• Pengembangan program yang didukung bantuan luar negeri seringkali tidak didukung oleh data dan feasibility study yang memadai.
• Kurang koordinasi antar lembaga pemberi bantuan yang memunculkan duplikasi dan tumpang tindih program
• Korupsi di lembaga pemberi bantuan maupun di lembaga penerima bantuan menimbulkan inefisiensi yang sangat besar.
• Program bantuan seringkali salah sasaran sehingga malah memperlebar kesenjangan di masyarakat
• Implementasi pembangunan yang menggunakan bantuan luar negeri seringkali menciptakan pelanggaran HAM di lapangan dan si pemberi bantuan sering menutup mata terhadap kasus ini.
• Spirit pemberian bantuan khususnya loan oleh lembaga keuangan seringkali lebih didasari pertimbangan untuk menjual kredit pinjaman dan mendapatkan bunga pinjaman.
• Sedangkan penyaluran hibah (grant) sering disertai politik dagang didalamnya. Bantuan luar negeri sering disertai upaya untuk menjual produk-roduk dari negara pemberi bantuan, bahkan juga menciptakan ketergantungan kepada si pemberi bantuan.
• Terdapat filosofi yang salah dari banyak lembaga penyalur bantuan. Mereka berpendapat bahwa masyarakat miskin adalah “masyarakat tidak berdaya”, sehingga bantuan perlu disalurkan untuk mereka. Akibatnya muncul banyak kegiatan charity dari mereka, yang tidak membangun keswadayaan dan potensi lokal.

Dalam buku ini penulis juga mengkritik bahwa masyarakat pembayar pajak di negara maju, disedot pendapatannya untuk disalurkan sebagai bantuan ke negara miskin (termasuk via PBB). Namun selama ini tidak ada mekanisme yang transparans dan akuntabel untuk pelaporan pemanfaatan uang oleh para lembaga penyalur bantuan kepada para pembayar pajak tersebut

Walau buku aslinya diterbitkan tahun 1985 namun analisis dalam buku ini sebagian besar masih kontekstual dengan kondisi sekarang. Semoga para birokrat Indonesia juga mampu bernalar jernih ketika membaca buku ini. “Bantuan” merupakan kata yang indah namun ternyata banyak “kecurangan” atau “hidden agenda” didalamnya. Tidak ada makan siang gratis untuk sebuah bantuan...

Saturday, December 10, 2011

MISTERI GUA RAUNGAN

MISTERI GUA RAUNGAN
Alfred Hitchcock
PT Gramedia
Jakarta 1984
203 halaman

Buku ini merupakan cerita detektif ringan yang mengisahkan Trio Detektif (Jupiter, Pete dan Bob) yang sedang berlibur di rumah ayah Pete yakni Mr. Dalton. Mr Dalton ini seorang petani yang memiliki lahan pertanian di kaki gunung yang cukup luas dan didalamnya terdapat sebuah goa. Goa ini dinamakan Goa Raungan karena secara misterius goa ini pada saat-saat tertentu mengeluarkan suara raungan. Goa ini oleh penduduk lokal diyakini dulunya jadi tempat persembunyian El Diablo, seorang perampok yang baik hati terhadap masyarakat miskin.

Sewaktu tinggal di rumah Mr. Dalton, Trio detektif mendapat informasi bahwa raungan dari dalam goa ini sejak sebulan sebelumnya terdengar lagi. Trio detektif mulai penasaran dan mereka menyelidiki goa tersebut secara sembunyi-sembunyi. Sewaktu didalam goa, trio detektif mendapati bahwa didalamnya banyak lorong seperti labirin yang sebelumnya digunakan untuk aktivitas pertambangan. Dalam penyelidikannya Trio Detektif bertemu dengan prospektor (ahli prakira kandungan tambang) yakni Ben jackson dan Waldo. Selain itu mereka bertemu dengan Profesor Walsh, detektif Reston dll. Dari penyelidikan yang beberapa kali sempat mengancam jiwa mereka, Trio Detektif akhirnya menemukan bahwa Ben dan waldo telah menemukan intan di goa tersebut yang merupakan hasil curian dari seorang penjahat bernama Schmidt. Detektif Reston dan Trio Detektif akhirnya bisa membuka kedok bahwa Schmidt tersebut selama ini menyamar jadi Prof. Walsh. Trio detektif sendiri juga berhasil menemukan bahwa suara raungan dari goa berasal dari suara angin yang masuk ke berbagai lorong dalam goa. Ketika lorong goa tersebut ditutup, suara itu tdk muncul dan sebaliknya.

Buku ini merupakan cerita ringan dengan alur sederhana sehingga pembaca tidak bisa berharap ada banyak pesan moral didalamnya. Cerita dalam buku ini hanya mengajarkan soal ketelitian, cara berpikir logis dengan menggunakan logika dan hukum-hukum fisika sederhana.

Wednesday, December 07, 2011

THE TEMPLAR LEGACY (Warisan Templar)

THE TEMPLAR LEGACY (Warisan Templar)
Steve Berry
PT. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2006
ISBN 979-22-2475-0
528 halaman.

Buku ini berisi kisah tentang tokoh Cotton Malone yang merupakan mantan agen lapangan Departemen Kehakiman USA. Malone setelah pensiun sebagai agen lapangan, berwiraswasta membuka toko buku antik di Kopenhagen. Malone terpaksa meninggalkan kehidupannya yang tenang ketika mantan bosnya (Stephanie Nelle) datang ke Kopenhagen untuk mengikuti lelang buku antik dan dirampok. Setelah diselidiki, ternyata buku tersebut merupakan salah satu petunjuk menuju harta karun Ordo Templar yang tersembunyi berabad-abad lalu. Ordo Templar merupakan salah satu ordo Kristen yang dibentuk dilatar belakangi dengan adanya perang Salib sehingga Ordo ini berisi biarawan ksatria dan mempunyai ketrampilan tempur yang mengagumkan. Kredibilitas Ordo ini membuat namanya harum di masyarakat dan memperoleh kepercayaan masyarakat untuk penyimpanan harta mereka.

Stephanie Nelle terlibat dalam pencarian buku ini sebagai upaya menebus kesalahan yang telah dilakukan dengan meninggakan suaminya yang bernama Lars Nelle. Lars sendiri merupakan seorang peneliti yang menelusuri perjalanan kaum Templar. Dalam pencarian panjangnya yang membutuhkan ketelitian tinggi dan pemecahan kode-kode rahasia yang rumit, konon Lars mengalami frustasi sehingga bunuh diri. Anak mereka yang sudah dewasa bernama Mark Nelle sering membantu ayahnya melakukan penelitian. Mark dikabarkan meninggal tertimpa longsoran salju.

Penelusuran Stephanie dan Malone akhirnya membawa mereka berhadapan dengan De Roquefort yang menjadi Ketua Ordo Templar yang ambisius. Dalam pencarian itu, Stephani akhirnya berhasil bertemu kembali dengan Mark yang diselamatkan oleh Gereja Templar dan kemudian bergabung dengan Ordo tersebut. Dari petualangan tersebut akhirnya terkuak bahwa selain harta karun kaum templar, ada rahasia penting yang tersimpan didalamnya yakni Rancangan Besar yang merupakan berupa kesaksian bahwa Yesus tidak dibangkitkan. Hal ini konon merupakan salah satu simpul konflik Katholik versus Kristen.

Dari sisi alur cerita dan bahasa, buku ini merupakan cerita detektif yang sangat enak dinikmati. Buku ini juga mirip dengan buku Da VInci Code yang juga bercerita tentang kaum Templar yang penuh rahasia. Cuma saja bagi kawan-kawan yang mencari pesan moral dari sebuah cerita, anda harus bersiap kecewa karena novel ini tidak terlalu menyajikan banyak pesan moral. Tapi dari sisi alur dan detail cerita, novel ini memang layak diacungi jempol.

Friday, November 25, 2011

ROMA: Kisah epik dari zaman Romawi Kuno

ROMA: Kisah epik dari zaman Romawi Kuno
Steven Saylor
On Read-Books Publisher
Jakarta, 2008
ISBN 979-16124-6-3
720 halaman

Buku ini bermula dengan mengisahkan kehidupan tahun 1000 sebelum Masehi dimana Larth dan putrinya yang bernama Lara, yang merupakan penduduk daerah sungai Tyber (yang menjadi cikal bakal berdirinya kota Roma) menjadi tokoh sentralnya. Larth merupakan pedagang garam, yang saat itu merupakan produk dagang utama dari sukunya. Dalam perjalanan menjual garam, mereka bertemu dengan suku lain yang dipimpin Tarketios. Tarketios merupakan penjual logam. Perjumpaan tersebut kemudian dibumbui roman percintaan antara Tarketios dengan Lara. Tarketios kemudian memberikan sebuah kalung sebagai jimat kenangan untuk Lara. Tarketios sendiri kemudian mati terbunuh oleh Potitius anak buah Larth yang cemburu terhadap Tarketios yang berhasil mendapatkan cinta Lara.

Potitius kemudian menyunting Lara dan punya anak perempuan Potitia. Potitia kemudian menikah dengan seorang pemuda setengah dewa bernama Hercules yang membantu suku Potitius dalam membunuh Cacus (seorang manusia monster). Garis keturunan Potitius bersama sepupunya Ponarius kemudian menjadi salah satu keluarga patricia (bangsawan) di suku itu.

Suku itu kemudian memilih dipimpin seorang raja Romulus. Banyak intrik politik bermain dari satu generasi ke generasi lain. Raja yang otoriter dengan didukung kaum patricia mendominasi kehidupan suku Roma tersebut. Namun kehidupan terus bergulir sehingga muncul kebijakan perlunya Raja didampingi oleh perwakilan bangsawan dalam wadah Senat. Kaum masyarakat awam (plebeia) kemdian membentuk Tribune untuk mengimbangi Senat tersebut. Tarik menarik terus terjadi sampai muncul gaya pemerintahan dengan kepemimpinan kolektif, disusul pemerintahan Republik hingga muncul pemerintahan Kekaisaran Romawi. Roma sendiri melakukan berbagai ekspansi hingga Chartago, Spanyol, mesir dan Persia untuk membangun kejayaannya.

Meskipun di luar negeri militer Romawi disegani, namun kondisi pemerintahan dalam negeri sendiri sering terombang-ambing karena konspirasi licik dalam menjatuhkan lawan politik. Fitnah, kesewenang-wenangan hingga pembunuhan merupakan salah satu bentuk perebutan kekuasaan yang jamak terjadi di jaman itu. Generasi keluarga Potitius dan Pinarius pun sempat terlibat dalam aksi saling menjatuhkan, walau secara tidak disadari anak cucu mereka nanti akan terlibat dalam jalinan cinta kasih. Keluarga inilah yang kemudian melahirkan Julius Caesar, yang menjadi salah satu tonggak penting dalam menegakan kejayaan Kekaisaran Roma.

Membaca buku yang merupakan kisah epik historis ini, membuatku seolah membaca novel politik juga. Banyak hal yang bisa direfleksikan dan mirip kondisi Indonesia saat ini seperti kekacauan politik akibat kurangnya jiwa kepemimpinan, egoisme, otoritarianisme, konspirasi atau persekongkolan, saling sikut, wakil rakyat yang tidak amanah, penggunaan justifikasi dari agama dan lain-lain. Pertanyaannya adalah, kalau kekaisaran Romawi kemudian bisa berdiri tegak dan berjaya, mampukah kita juga melakukan hal yang sama untuk Indonesia?

Sunday, November 13, 2011

PALACE OF ILLUSIONS (Istana Khayalan)

PALACE OF ILLUSIONS (Istana Khayalan)
Chitra Banerjee Divakaruni
PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2009
ISBN 978-979-22-4556-1
496 halaman

Buku yang INDAH...Buku ini memakai setting cerita wayang Mahabarata dari sudut pandang perempuan yang bernama Dorpadi. Dorpadi sendiri merupakan anak pemepuan Raja Durpada dari negeri Pancala. Dia mempunyai saudara kembar yang bernama Drestadyumna (Dre). Dorpadi merasa semenjak awal kelahirannya, dia tidak sebenarnya tidak diinginkan karena Raja Drupada sebenarnya mendambakan kehadiran Dre yang nanti akan menjadi penerus tahta dan membalaskan dendam terhadap musuhnya yakni Dorna. Dorpadi tumbuh sebagai gadis “pemberontak” yang menerobos belenggu jaman dimana dia tidak mau hanya menjadi “putrI keraton”. Dia berusaha belajar tentang seni tata pemerintahan bersama Dre. Dia juga belajar tentang filsafat hidup kepada sahabatnya yakni Krisna.

Ketika Dorpadi menginjak dewasa, Raja Dorpada menyelenggarakan sayembara memanah untuk mencari ksatria yang berhak menyunting Dorpadi. Ketika melihat para calon peserta sayembara, Dorpadi jatuh hati pada pandang pertama kepada Karna. Dalam sayembara tersebut, Karna tersebut sebenarnya memenangkan sayembara namun karena berasal dari kasta yang rendah maka dia tidak berhak memboyong Dorpadi. Karna merasa dipermalukan karena Dorpadi didepan umum menanyakan identitas orangtuanya yang tidak jelas. Akhirnya lomba memanah ini dimenangkan oleh Arjuna yang saat itu menyamar jadi brahmana.

Dorpadi kemudian dibawa ke rumah Arjuna dan dipertemukan dengan saudara-saudaranya yang diebut Pandawa yakni Yudistira, Bima, Nakula dan Sadewa dan Ibunya yakni Kunti. Demi keadilan, Kunti menyarankan Dorpadi melakukan poliandri dengan kelima anaknya. Kondisi ini semula menimbulkan gejolak, tapi kemudian bisa diterima dan secara bergilir setiap tahun Dorpadi berganti pasangan. Pada masa awal sebagai istri Pandawa, Dorpadi tidak jarang bersinggungan dengan ibu mertuanya (Kunti) karena saling berebut cinta kasih dan pengaruh terhadap Pandawa.

Setelah beberapa lama penyamaran Pandawa kemudian berakhir dan kakeknya yakni Bisma menjemput Pandawa untuk diboyong ke Astina. Di Astina ini cinta pertama Dorpadi kembali merebak karena dia bertemu Karna walaupun Karna bersikap cuek dan menjaga jarak kepadanya. Di Astina, para Pendawa kemudian diberi wilayah Indrarastra dan mendirikan Istana yang indah dan megah yang diberi nama Istana Khayalan.. Istana Khayalan ini kemudian membawa petaka karena menimbulkan kecemburuan dari Duryudana (Raja Korawa). Melalui strategi bermain dadu, Yudistira yang kalah dipaksa melepaskan Istana Khayalan. Tidak cukup itu, Dorpadi sebagai istri Yudistira juga dipertaruhkan. Dorpadi dipermalukan didepan umum dengan ditelanjangi oleh Duryudana dan Dursasana. Hal ini menimbulkan dendam yang sangat hebat bagi Dorpadi dan keluarga Pandawa dan dendam inilah yang kemudian menyulut terjadinya Perang Bharata (Bharatayudha).

Setelah mengalami pembuangan 13 tahun akibat kalah bermain dadu, Pandawa bermaksud meminta kembali haknya, namun ditolak oleh Duryudana. Hal ini kemudian menjadi awal terjadinya Bharatayudha. Perang ini dibumbui oleh kisah kepahlawanan Bisma dan Karna yang berperang di pihak Korawa dengan tujuan membela tanah air dan balas budi. Di sisi lain, di pihak Pandawa muncul Gatotkaca dan Abimanyu yang gagah perkasa untuk menjunjung tinggi nama harum keluarga.

Bagi Dorpadi, Baratayudha bisa menjadi penyaluran pembalasan dendam terhadap Korawa yang sduah menelenjangi dirinya dan ‘balas dendam” terhadap Karna yang bersikap cuek terhadap dirinya padahal di dalam relung yang paling dalam Dorpadi sangat mendambakan cinta Karna. Namun seiring perjalanan waktu, hati Dorpadi tersayat-sayat karena Baratayuda telah menimbulkan korban yang sangat besar bagi pihak yang tidak berdosa. Dorpadi merasa bersalah bahwa dendamnya maupun cinta tak kasihnya telah menyulut api kematian yang begitu besar. Perasaan sesal juga menimpa keluarga Pandawa lainnya karena korban Bharatayudha sangat besar dan perang suci itupun penuh dengan muslihat termasuk dari pihak Pandawa. Dendam yang tidak terkendali akhirnya akan membakar apapun jua....

Perasaan sesal ini kemudian membuat Dorpadi bersama para istri Pandawa kemudian melakukan upaya2 untuk menolong janda dan anak-anak korban perang. Sebagai penyucian diri, di akhir masa tuanya, Dorpadi akhirnya mengikuti perjalanan spiritual para suaminya (Pandawa) untuk menemukan nirwana...

Buku ini sangat bagus alur ceritanya dan lugas dalam bahasanya (penterjemahannya sangat baik!!). Secara umum alur cerita buku ini tidak berbeda jauh dengan cerita wayang yang beredar di kalangan dalang di Indonesia. Hal ini mempermudah untuk pemahaman alur cerita. Dari sisi substansi, buku ini mengandung pembelajaran yang perlu kita renungkan tentang emansipasi, keterpinggiran, kearifan terhdap takdir, cinta, dendam yang tidak terkendali... selamat menikmati....................

Sunday, November 06, 2011

JEJAK SANG BROMOCORAH: True History of The Kelly Gang

JEJAK SANG BROMOCORAH: True History of The Kelly Gang
Peter Carey
PT Serambi Ilmu Semesta
Jakarta 2006
ISBN 979-16-0124-0
Hal 686

Buku ini merupakan novel yang diangkat dari kisah nyata Ned Kelly (1855-1880), seorang pemuda yang dianggap sebagai perampok dan pembunuh di Negara bagian Victoria – Australia. Dari dokumen yang ditulis oleh Ned Kelly yang ditujukan kepada politisi setempat untuk meminta keadilan, maupun dokumen yang ditulis oleh Ned Kelly untuk anaknya yang tidak pernah dilihat dan ditimangnya, Peter Carey mengembangkannya menjadi sebuah novel.

Ned Kelly dilahirkan tahun 1855 dari keluarga imigran Irlandia yang memegang teguh ajaran Katholik dan mempunyai solidaritas tinggi. Ned Kelly mempunyai beberapa saudara perempuan dan laki-laki. Sejak kecil dia sudah ditempa dengan kerja keras karena ayahnya dipenjara dan dia harus membantu keluarga menyiapkan ladang yang diolah dari rimba. Sejak usia 12 tahun, dia terpaksa keluar dari sekolah dan mengambil alih kegiatan keluarga di bidang pertanian karena ayahnya dipenjara dan meninggal.

Dalam perjuangannya tersebut keluarga Kelly sering ditipu oleh para tuan tanah sehingga kondisinya memburuk. Ned Kelly yang sangat menyayangi ibunya kemudian mengambil alih peran kepala keluarga di pundaknya. Di tengah keputus asaan ibunya, Ned Kelly dalam usia 14 tahun oleh ibunya kemudian dimagangkan kepada Harry Power yang merupakan bushranger atau perampok di padang belantara Australia. Harry Power sebagai perampok mempunyai sikap seperti RobinHood dimana dia merampok dan kemudian hasilnya sebagian dibagikan kepada warga miskin. Oleh karenanya dia sangat dicintaioleh warga miskin yang dengan sekarela memberikan perlindungan kepada Harry Power dari kejaran Polisi.

Karena berselisih paham, akhirnya Ned Kelly berpisah dari Harry Power. Harry akhirnya tertangkap polisi karena ada seorang warga yang berkhianat. Hal ini membawa pengaruh karena Ned dituduh sebagai pihak yang membocorkan keberadaan Harry kepada polisi. Sifat pengkhianat ini merupakan hal yang sangat ditabukan oleh masyarakat Irlandia.

Ned Kelly kemudian berusaha membangun kembali lahan pertaniannya. Namun gangguan dating silih berganti. Ayah tirinya dan adik iparnya berkhianat dan menelantarkan ibu dan adik perempuannya. Kemarahannya makin memuncak ketika ibunya dipenjara karena difitnah orang. Ned kemudian mengangkat senjata beserta adiknya Dan serta dua sahabat yakni Joe Byrne dan Steve Hart. Mereka kemudian melakukan perampokan2 terhadap tuan tanah dan bank serta membagikan hasilnya kepada warga-warga miskin di sekitarnya. Aksi Heroik Kelly Gang ini kemudian menumbuhkan simpati masyarakat di banyak tempat yang kemudian melindunginya.

Namun karena adanya pengkhianatan oleh seorang warga, Ned Kelly akhirnya tertangkap dan dihukum mati. Permintaan terakhir kali agar pengadilan membebaskan ibunya dan memberikan jasad kepada ibunya untuk dikubur secara layakpun tidak dipenuhi oleh pemerintah kolonialis Inggris saat itu…. …

Sebagai sebuah buku untuk perintang waktu, novel ini cukup menarik. Kalaupun ada kekurangan hanyalah factor bahasa yang seringkali kurang lugas (mungkin factor penterjemahan). Meski demikian kendala tersebut tidak terlalu mengganggu....

Sunday, October 30, 2011

SERIBU KUNANG-KUNANG DI MANHATTAN; Kumpulan Cerpen Umar Kayam

SERIBU KUNANG-KUNANG DI MANHATTAN; Kumpulan Cerpen Umar Kayam
Umar Kayam
PT Pustaka Utama Grafiti
Jakarta, 2004
ISBN 979-444-428-6
260 hal

Buku ini merupakan salah satu karya terbaik almarhum Umar Kayam. Kumpulan cerpen ini merupakan rangkuman dari cerpen pilihan yang ditulis sejak tahun 1968 sd 1980an.

Umar Kayam yang merupakan sosok budayawan intelek, tidak canggung dan tidak gagap menuliskan realisme nilai-nilai budaya Jawa dalam cerpennya. Malah sebaliknya, keahlian beliau untuk memebenturkan kondisi modern dengan nilai-nilai budaya, akan mengajak kita untuk lebih merefleksikan diri terhadap dinamika budaya yang berkembang saat ini. Pemahaman budaya Jawa yang cukup mendalam dan disertai gaya bercerita dengan alur yang sederhana dan bahasa yang mudah dipahami, membuat kita terlempar dalam suasana imajiner yang penuh empathy dengan salah satu tokoh yang ada dalam cerita itu ….

Terima kasih kepada sahabat baikku dik Jenny yang sudah memberikan buku ini sebagai kenangan untukku…..

Monday, August 29, 2011

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI

Setelah berpuasa selama sebulan dan mendekatkan diri kepada Yang Maha Pengampun, saya berharap semangat permaafan juga menetes dalam relung hati rekan-rekan semua. Oleh karenanya untuk membuktikan spirit permaafan tersebut sudah meresap dalam sanubari anda, saya atas nama pribadi dan keluarga mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin atas khilaf dan dosa yang selama ini telah saya perbuat ke rekan-rekan semua...wassalam...

POLITIK EKONOMI KERAKYATAN

POLITIK EKONOMI KERAKYATAN
Prof. Sarbini Sumawinata
PT. Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2004
ISBN 979-22-0829-1
Halaman 316

Buku ini merupakan kumpulan tulisan makalah Prof. Sarbini yang ditulis paska kejatuhan rezim Orde Baru. Dalam buku ini penulis menyoroti krisis moneter sebagai salah satu penyebab jatuhnya rezim Orde Baru .Krisis moneter yang melanda dunia pada tahun 1997/1998 berpengaruh thd kehancuran ekonomi Indonesia yang saat itu cenderung bersifat kapitalistik dan dipenuhi budaya korupsi, nepotisme, kolusi dan juga konspirasi negatif antara penguasa dan pengusaha. Jaman Orde Lama, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga rendah karena instabilitas politik dan masih dipenuhi oleh aroma perjuangan pergerakan melawan Belanda.Skala korupsi di jaman Orde Lama tidak begitu masif dan banyak pejabat masih dipenuhi idealisme perjuangan.

Sebagai upaya untuk memperbaiki keadaan Indonesia, penulis kemudian menyodorkan konsep “Sosialisme Kerakyatan” yang pada tahun 1950-an dipopulerkan oleh Sutan Syahrir melalui Partai Sosialis Indonesia. Konsep sosialisme kerakyatan ini mempunyai pilar: (1) penghormatan terhadap Hak asasi Manusia, (b) demokrasi (c) kemanusiaan (d) kebebasan. Seabagai sebuah idiologi yang humanis, sosislisme kerakyatan memnentang adanya otoritarianisme baik dalam bentuk fasisme maupun komunisme. Sebaliknya sosialisme kerakyatan juga menentang adanya kapitalisme yang akan memungkinkan terjadinya eksploitasi manusia oleh manusia lainnya.

Dari sisi kerangka ekonomi , penulis menyarankan perlunya reorientasi pembangunan yakni: (1) pembangunan diprioritaskan ke pembangunan perdesaan mengingat populasi masyarakat tinggal di desa.(2) pembangunan daerah perkotaan lebih diarahkan untuk mendukung perekonomian perdesaan (3) perlu pemerataan penguasaan alat produksi (c) peningkatan produktivitas masyarakat perdesaan dengan teknologi madya (d) perlu pengembangan kapasitas SDM perdesaan secara intens (5) pengembangan industrailisasi perdesaan yang berorientasi pemenuhan kebutuhan pasar domestik ataupun pasar luar (6) penataan kembali usaha budidaya pertanian agar bisa memenuhi skala ekonomi yang menguntungkan.

Secara umum buku ini relatif mudah dicerna. Hanya saja karena merupakan kumpulan tulisan, terkesan ada pengulangan pembahasan untuk beberapa bagian. Dalam buku ini penulis banyak mengkritik kebijakan Orba yang korup. Namun tanpa dinyana perkembangan Orde Reformasi pasa Orba, ternyata menunjukkanbeberapa sisi yang lebih parah (misalnya kasus korupsi). Maka menarik pula untk ditunggu analisis penulis terhadap perkembangan Orde Reformasi yang makin hari terkesan mkin suram.....



Monday, August 15, 2011

PASPORT

PASPORT

Oleh:Rhenald Kasali

Artikel: Jawapos 8 Agustus 2011

Setiap saat mulai perkuliahan, saya selalu bertanya kepada mahasiswa berapa orang yang sudah memiliki pasport. Tidak mengherankan, ternyata hanya sekitar 5% yang mengangkat tangan. Ketika ditanya berapa yang sudah pernah naik pesawat, jawabannya melonjak tajam. Hampir 90% mahasiswa saya sudah pernah melihat awan dari atas. Ini berarti mayoritas anak-anak kita hanyalah pelancong lokal.

Maka, berbeda dengan kebanyakan dosen yang memberi tugas kertas berupa PR dan paper, di kelas-kelas yang saya asuh saya memulainya dengan memberi tugas mengurus pasport. Setiap mahasiswa harus memiliki "surat ijin memasuki dunia global.". Tanpa pasport manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam kesempitan, menjadi pemimpin yang steril. Dua minggu kemudian, mahasiswa sudah bisa berbangga karena punya pasport.

Setelah itu mereka bertanya lagi, untuk apa pasport ini? Saya katakan, pergilah keluar negeri yang tak berbahasa Melayu. Tidak boleh ke Malaysia, Singapura, Timor Leste atau Brunei Darussalam. Pergilah sejauh yang mampu dan bisa dijangkau.
"Uang untuk beli tiketnya bagaimana, pak?"
Saya katakan saya tidak tahu. *Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang. Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, maka ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.

Pertanyaan seperti itu tak hanya ada di kepala mahasiswa, melainkan juga para dosen steril yang kurang jalan-jalan. Bagi mereka yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-buang uang. Maka tak heran banyak dosen yang takut sekolah ke luar negeri sehingga memilih kuliah di almamaternya sendiri. Padahal dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang yang terbayangkan, pengetahuan,
teknologi, kedewasaan, dan wisdom.

Namun beruntunglah, pertanyaan seperti itu tak pernah ada di kepala para pelancong, dan diantaranya adalah mahasiswa yang dikenal sebagai kelompok backpackers. Mereka adalah pemburu tiket dan penginapan super murah, menggendong ransel butut dan bersandal jepit, yang kalau kehabisan uang bekerja di warung sebagai pencuci piring. Perilaku melancong mereka sebenarnya tak ada bedanya dengan remaja-remaja Minang, Banjar, atau Bugis, yang merantau ke Pulau Jawa berbekal seadanya.Ini berarti tak banyak orang yang paham bahwa bepergian keluar negeri sudah tak semenyeramkan, sejauh, bahkan semewah di masa lalu.

Seorang mahasiswa asal daerah yang saya dorong pergi jauh, sekarang malah rajin bepergian. Ia bergabung ke dalam kelompok PKI (Pedagang Kaki Lima Internasional) yang tugasnya memetakan pameran-pameran besar yang dikoordinasi pemerintah. Disana mereka membuka lapak, mengambil resiko, menjajakan aneka barang kerajinan, dan pulangnya mereka jalan-jalan, ikut kursus, dan membawa dolar. Saat diwisuda, ia menghampiri saya dengan menunjukkan pasportnya yang tertera stempel imigrasi dari 35 negara. Selain kaya teori, matanya tajam mengendus peluang dan rasa percaya tinggi. Saat
teman-temannya yang lulus cum-laude masih mencari kerja, ia sudah menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar di luar negeri.


*The Next Convergence*

Dalam bukunya yang berjudul The Next Convergence, penerima hadiah Nobel ekonomi Michael Spence mengatakan, dunia tengah memasuki Abad Ke tiga dari Revolusi Industri. dan sejak tahun 1950, rata-rata pendapatan penduduk dunia telah meningkat dua puluh kali lipat. Maka kendati penduduk miskin masih banyak, adalah hal yang biasa kalau kita menemukan perempuan miskin-lulusan SD dari sebuah dusun di Madura bolak-balik Surabaya-Hongkong.

Tetapi kita juga biasa menemukan mahasiswa yang hanya sibuk demo dan tak pernah keluar negeri sekalipun. Jangankan ke luar negeri, tahu harga tiket pesawat saja tidak, apalagi memiliki pasport.Maka bagi saya, penting bagi para pendidik untuk membawa anak-anak didiknya melihat dunia. Berbekal lima ratus ribu rupiah, anak-anak SD dari Pontianak dapat diajak menumpang bis melewati perbatasan Entekong memasuki Kuching. Dalam jarak tempuh sembilan jam mereka sudah mendapatkan pelajaran PPKN yang sangat penting, yaitu pupusnya kebangsaan karena kita kurang urus daerah perbatasan. Rumah-rumah kumuh, jalan berlubang, pedagang kecil yang tak diurus Pemda, dan infrastruktur yang buruk ada di bagian sini. Sedangkan hal sebaliknya ada di sisi seberang. Anak-anak yang melihat dunia akan terbuka matanya dan memakai nuraninya saat memimpin bangsa di masa depan. Di universitas Indonesia, setiap mahasiswa saya diwajibkan memiliki pasport dan melihat minimal satu negara.

Dulu saya sendiri yang menjadi gembala sekaligus guide nya. Kami menembus Chiangmay dan menyaksikan penduduk miskin di Thailand dan Vietnam bertarung melawan arus globalisasi. Namun belakangan saya berubah pikiran, kalau diantar oleh dosennya, kapan memiliki keberanian dan inisiatif? Maka perjalanan penuh pertanyaan pun mereka jalani. Saat anak-anak Indonesia ketakutan tak bisa berbahasa Inggris, anak-anak Korea dan Jepang yang huruf tulisannya jauh lebih rumit dan pronounciation-nya sulit dimengerti menjelajahi dunia tanpa rasa takut. Uniknya, anak-anak didik saya yang sudah punya pasport itu 99% akhirnya dapat pergi keluar negeri. Sekali lagi, jangan tanya darimana uangnya. Mereka memutar otak untuk mendapatkan tiket, menabung, mencari losmen-losmen murah, menghubungi sponsor dan mengedarkan kotak sumbangan. Tentu saja, kalau kurang sedikit ya ditomboki dosennya sendiri.

Namun harap dimaklumi, anak-anak didik saya yang wajahnya ndeso sekalipun kini dipasportnya tertera satu dua cap imigrasi luar negeri. Apakah mereka anak-anak orang kaya yang orangtuanya mampu membelikan mereka tiket? Tentu tidak. Di UI, sebagian mahasiswa kami adalah anak PNS, bahkan tidak jarang mereka anak petani dan nelayan. Tetapi mereka tak mau kalah dengan TKW yang meski tak sepandai mereka, kini sudah pandai berbahasa asing. Anak-anak yang ditugaskan ke luar negeri secara mandiri ternyata memiliki daya inovasi dan inisiatif yang tumbuh. Rasa percaya diri mereka bangkit. Sekembalinya dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita,
gambar dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka.

Saya pikir ada baiknya para guru mulai membiasakan anak didiknya memiliki pasport. Pasport adalah tiket untuk melihat dunia, dan berawal dari pasport pulalah seorang santri dari Jawa Timur menjadi pengusaha di luar negeri. Di Italy saya bertemu Dewi Francesca, perempuan asal Bali yang memiliki kafe yang indah di Rocca di Papa. Dan karena pasport pulalah, Yohannes Surya mendapat bea siswa di Amerika Serikat. Ayo, jangan kalah dengan Gayus Tambunan atau Nazaruddin yang baru punya pasport dari uang negara.

*Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia *

Sunday, August 14, 2011

KELEMBAGAAN DAN PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN

KELEMBAGAAN DAN PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN; Analisis terhadap PP No. 6 tahun 2007
Rikardo Simarmata
Institut Hukum Sumberdaya Alam (IHSA)
Jakarta, 2007
ISBN 978-979-96770-1-3
162 halaman

Dalam buku ini penulis menganalisis PP No. 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Perencanaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. PP No. 6 tahun 2007 yang dimaksudkan untuk mendorong iklim investasi dan meningkatkan keamanan hutan, berisikan tentang; (1) Kesatuan Pengelolaan Hutan/KPH (2) Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan (3) Pemanfaatan Hutan (4) Hutan Hak (6) Industri Primer Hasil Hutan (7) Peredaran dan Pemasaran Hasil Hutan (8) Pembinaan dan Pengendalian (9) Sanksi Administratif terhadap Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dan Ijin Usaha Industri Primer Hasil Hutan (10) Peralihan.

Beberapa poin analisis terhadap PP tersebut adalah:
1. Kelembagaan KPH sudah mengarah pada paradigma forest ecosystem management, namun pelibatan masyarakat dalam kelembagaan KPH masih sangat terbatas.
2. Perhatian terhadap masyarakat setempat dalam PP ini cukup banyak seperti dalam proses penyusunan rencana pengelolaan hutan maupun tahapan pemanfaatan hutan. Namun perhatian terhadap masyarakat terkesan masih setengah hati karena yang diberikan ke masyarakat “hanya” Ijin Pemungutan Hasil Hutan. Mengapa masyarakat tidak diberi ijin yang lebih luas/kokoh? Hal ini menunjukkan semangat “pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat” dalam PP ini masih lemah.
3. Skema pemberdayaan masyarakat (Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Kemitraan) cenderung terkendala soal: (a) lokasi yang belum dibebani hak yang susah dicari khususnya di areal hutan produksi, (b) proses pemberian ijin yang berbelit dan double karena pemegang ijin HKm harus memiliki Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan (3) perhatian dan komitmen Pemda untuk pendampingan dalam program pemberdayaan masyarakat masih rendah.
4. Program pemberdayaan masyarakat melalui skema diatas, perlu diwaspadai supaya tidak menjadi alat legitimasi untuk melemahkan posisi masyarakat dalam pengelolaan hutan.
5. PP 6 tahun 2007 ini berpotensi mengalami overlap dengan UU Sumberdaya Air khususnya terkait izin hak guna air atau hak guna air yang berada dalam kawasan hutan.

Beberapa rekomendasi dari penulis adalah:
1. Perlu pemunculan kembali penghormatan dan pemberian perhatian kepada masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat dalam peraturan pelaksanaan dan implementasinya (termasuk dalam pengembangan kelembagaan KPH)
2. Percepatan pengembangan program pemberdayaan masyarakat dengan langkah kongkrit .
3. Pemberian ijin kepada masyarakat dalam rangka pemungutan hasil hutan harus diberikan dalam skema perlakuan khusus yang mudah, terjangkau, dan tidak berbelit-belit.
4. Lembaga KPH yang dibentuk harus mampu mempercepat proses aksi pemberdayaan masyarakat.
5. Perlu ada keseriusan penegakan hukum.

Secara umum buku ini mudah dipahami karena penulis juga menyajikan analisis dalam bentuk tabel sederhana. Hal yang sedikit mengganggu adalah pada bab-bab awal terkesan ada pengulangan-pengulangan kalimat.

Buku ini ditulis pada tahun 2007, sampai saat ini beberapa analisis masih cukup relevan khususnya aspek pemberdayaan masyarakat. Meski demikian dengan dikeluarkannya beberapa peraturan pelaksanaan khususnya terkait KPH pada beberapa tahun terakhir ini, telah mampu memperjelas beberapa pertanyaan kritis dari penulis tentang kelembagaan KPH.

Saturday, August 06, 2011

SERTIFIKASI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA

SERTIFIKASI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA
Alecxander Hinrichs, Dwi R. Muhtaman & Nawa Irianto
GTZ
Jakarta 2008
ISBN 978-979-18-5951-6
133 Halaman

Buku ini dituliskan berdasar rangkaian pengalaman penyelenggaraan sertifikasi ekolabel pengelolaan hutan (tanaman) rakyat di beberapa desa di Kabupaten Gunung Kidul (DIY), Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Sukoharjo (Jawa Tengah) dan Kabupaten Konawe Selatan (Sulawesi Tenggara). Secara umum hutan yang disertifikasi adalah hutan tanaman jati. Proses sertifikasinya sendiri dilakukan dengan Skema Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat yang dikembangkan oleh Lembaga Ekolabel Indonesia (PHBM-LEI) dan Small and Low Intensive Managed Forest dari Forest Stewardship Council (SLIMF-FSC).

Pembelajaran yang diperoleh dari penyelenggaraan di beberapa lokasi studi di atas antara lain:
1. Sertifikasi PHBM merupakan konsep yang efektif untuk mengakui pengelolaan hutan oleh masyarakat.
2. Motivasi masyarakat terlibat dalam sertifikasi karena dipicu oleh harapan atas keuntungan pemasaran produk sertifikasi (green premium).
3. Pembukaan akses pasar produk yang disertifikasi sebaiknya menjadi bagian proses persiapan sertifikasi hutan
4. Pentingnya skala ekonomis, pemasaran bersama (bundling) dan perbaikan pengelolaan di area PHBM bersertifikat diperlukan untuk bisa menembus pasar yang kompetitif.
5. Dukungan eksternal (promotor; LSM, Universitas, swasta, Pemda) dan kepemimpinan desa yang kuat sangat dibutuhkan untuk mengadopsi sepenuhnya konsep sertifikasi.
6. Konsep sertifikasi PHBM perlu mempertimbangkan konsep berpikir petani yang menjadikan tanaman kayu sebagai tabungan sehingga mereka hanya menebang bila membutuhkan cash money (tebang butuh).
7. Pendekatan berbeda mungkin diperlukan untuk mendirikan asosiasi payung (tidak harus koperasi, tapi bisa berupa asosiasi petani)
8. Proses sertifikasi membutuhkan kesiapan kelembagaan di tingkat masyarakat yang cukup solid, sehingga capacity building bagi lembaga pengelola hutan sangat diperlukan
9. Proyek sertifikasi PHBM memerlukan pendanaan eksternal yang berperspektif jangka panjang dan rencana bisnis untuk periode selanjutnya karena biaya sertifikasi dan audit ulang tidak murah.
10. Asosiasi payung petani perlu dana awal untuk bisa operasional (termasuk membeli kayu dari anggotanya) dan kemampuan manajerial yang handal.
11. Penentuan jatah tebang tahunan dan rencana tebang menjadi tantangan pokok bagi para pengelola hutan kemasyarakatan yang bertanggungjawab karena penentuan jatah tebang seringkali rawan konflik.
12. Proses persiapan sertifikasi patut diperhatikan selayaknya guna memperbaiki teknik-teknik budidaya hutan
13. Sistem sertifikasi perlu dilengkapi dengan sistem lacak balak agar dapat menjamin legalitas asal usul kayu rakyat
14. Pemerintah daerah dapat memainkan peran penting dalam sertifikasi PHBM dan patut dilibatkan selama proses persiapannya
15. Lama waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan satu sertifikat PHBM mungkin bisa dipersingkat (perlu diupayakan 1 tahun persiapan sudah mencukupi).
16. Pengalaman melakukan sertifikasi PHBM di hutan alam masih terbatas
17. Sertifikasi dapat dijadikan instrumen untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan sumberdaya hutan dan memotivasi reboisasi/penghijauan yang lebih banyak lagi (karena insentif harga yang menarik).
18. Dengan merebaknya isu REDD, sertifikasi PHBM bisa dicoba untuk dikembangkan dengan program REDD

Pengelolaan hutan berbasis masyarakat sebenarnya telah teruji bisa dikembangkan dengan baik di berbagai daerah. Bermodalkan kearifan lokal, masyarakat adat/lokal di berbagai tempat mampu mengelola hutannya dengan baik. Membangun hutan adalah perbuatan mulia karena hasilnya (fungsi ekologis) bisa dinikmati oleh publik luas dan tidak hanya individu yang menanam. Peran pemerintah sebagai fasilitator hendaknya terus dikembangkan, seperti apa yang dilakukan oleh Pemkab. Gunung Kidul atau Pemkab. Wonogiri. Disinsentif pengembangan hutan oleh masyarakat seperti yang dilakukan Pemkab. Konawe Selatan yang membebankan pajak cukup mahal untuk pengangkutan kayu rakyat, hendaknya harus dihindarkan.

Secara umum buku ini mudah dicerna dan dipahami karena bahasanya relatif sederhana. Selain itu hal yang dikupaspun cukup lengkap.

Saturday, July 23, 2011

KEBIJAKAN KABUPATEN KONSERVASI: dari perspektif Daerah dan Masyarakat

KEBIJAKAN KABUPATEN KONSERVASI: dari perspektif Daerah dan Masyarakat
Penulis: Eddy Mangopo Angi, Kresno D. Santosa dan Petrus Gunarso
Tropenbos International Indonesia Programme
Balikpapan 2009
ISBN 978-979-18366-6-1
34 halaman

Buku ini merupakan case study tentang Kabupaten Malinau yang mencanangkan diri sebagai Kabupaten Konservasi melalui Perda No. 4 tahun 2007. Konsep Kabupaten Konservasi ini diadopsi dengan mengacu UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dalam pasal 9 menyebutkan bahwa pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus/strategis bagi kepentingan nasional dalam wilayah propinsi dan/atau kabupaten/kota. Secara geografis, sekitar 90% tutupan lahan di kabupaten merupakan kawasan hutan baik hutan lindung, taman nasional maupun hutan produksi. Kawasan hutan tersebut sangat penting bagi fungsi hidrologis Kalimantan Timur, karena hutan tersebut menjadi hulu dari beberapa sungai besar di Kalimantan Timur. Selain itu kehidupan masyarakat tradisional yang banyak tergantung dengan hutan menjadikan peranan hutan bagi kehidupan manusia sangat tinggi.

Komitmen politik Pemkab Malinau melalui pencanangan sebagai Kabupaten Konservasi tersebut kemudian diikuti dengan penyusunan Masterplan Kabupaten Malinau sebagai Kabupaten Konservasi dan Kriteria Indikatornya. Namun sayangnya masterplan tersebut tidak diikuti dengan action plan yang implementatif. Dengan tidak adanya action plan tersebut upaya “mainstreaming” dan integrasi konsep konservasi ke program-program sektoral menjadi tidak optimal. Persoalan kedua, adalah terjadi konflik kebijakan antar Perda karena adanya konflik kepentingan antara konservasi dengan pertumbuhan ekonomi lokal (investasi). Persoalan ketiga, sosialisasi konsep kabupaten konservasi tidak merata sehingga instansi pemerintah sering kesulitan menjabarkan dalam program di instansinya masing-masing. Persoalan ke empat, bagi legislatif dan masyarakat konsep kabupaten konservasi dipandang membatasi akses masyarakat terhadap hutan dan selama ini tidak ada benefit dari pemerintah pusat terhadap komitmen daerah dan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan konservasi.

Untuk mendukung penerapan konsep kabupaten konservasi tersebut, para penulis menyarankan (1) perlu ada pelimpahan kewenangan secara proporsional kepada daerah di sektor kehutanan termasuk dalam skema perdagangan karbon sukarela (2) pengembangan fasilitasi kerjasama yang lebih luas misalnya melalui jaringan Heart of Borneo/HoB (3) pengembangan skema pengelolaan hutan kolaboratif seperti yang dikembangkan di Taman Nasional Kayan Mentarang (4) Optimalisasi pemanfaatan multi fungsi wilayah konservasi baik dari sisi ekonomis misalnya ekowisata maupun dari sisi ekologis seperti sumber air.

Secara umum buku ini mudah dicerna karena alurnya runtut dan bahasanya sederhana. Kekurangan buku ini adalah tidak dicantumkannya Perda No 4 tahun 2007 dan Masterplan Kabupaten Malinau sebagai Kabupaten Konservasi di dalam lampiran buku ini. Karena tidak ada gambaran isi Perda dan Masterplan tersebut, maka pembaca yang ingin menganalisis sendiri Perda dan Masterplan tersebut menjadi kesulitan bahan.

Sunday, July 17, 2011

SUTAN SJAHRIR: Negarawan Humanis, Demokrat Sejati yang mendahului jamannya

SUTAN SJAHRIR: Negarawan Humanis, Demokrat Sejati yang mendahului jamannya
Penulis: Rosihan Anwar
PT Kompas Media Nusantara
Jakarta 2011
ISBN: 978-979-709-569-7
Halaman 191

Sutan Sjahrir lahir 1909 berasal dari Kota Gadang – Sumatera Barat dan ayahnya bekerja sebagai Jaksa Pengadilan Negeri di kota tersebut. Sjahrir menempuh pendidikan di ELS (sekolah dasar berbahasa Belanda ) terus dilanjutkan ke MULO (SMP berbahasa Belanda) di Medan. Pada tahun 1926-1929 Sjahrir menempuh pendidikan AMS (SMA berbahasa Belanda) di Bandung. Setamat dari AMS, Sjahrir mendaftar di Fakultas Hukum Universitas Leiden namun dia jarang kuliah dan lebih tertarik mempelajari sosialisme. Selama di Leiden, Sjahrir bertemu Moh Hatta dan kemudian bergabung dengan organisasi mahasiswa Perhimpoenan Indonesia.

Pada akhir tahun 1929, Partai Nasional Indonesia yang didirikan Soekarno dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sjahrir kemudian diutus Hatta untuk pulang ke Indonesia melanjutkan perjuangan PNI. Pada tahun 1932, dalam usia 23 tahun Sjahrir terpilih sebagai ketua PNI Pendidikan (PNI Baru). Melaluiu PNI baru, Sjahrir kemudian memmbangun kesadaran politik anggota melalui penerbitan buku pedoman anggota PNI Baru. Pada tahun 1934, Sjahrir dan Hatta dibuang ke Boven Digul – Papua dan 1936 dipindahkan ke Banda. Selama dalam pembuangan, Sjahrir memanfaatkan waktu untuk mempelajari politik internasional dan mengajar anak-anak setempat. Pada tahun 1942 sewaktu pecah perang dunia ke 2, Sjahrir dipindahkan ke tahanan di Sukabumi.

Masuknya Jepang ke Indonesia pada Perang Dunia ke 2, membuat Sjahrir agak menarik diri dari dunia pergerakan karena Sjahrir bersikap anti Jepang yang dipandang fasis dan totaliter. Setelah Indonesia merdeka, Sjahrir kemudian aktif dalam Komite Nasional Indonesia Pusat dan tahun 1945 menjadi Perdana Menteri pertama dalam usia 36 tahun. Kepemimpinan Sjahrir, Soekarno dan Hatta kemudian dikenal dengan nama Tiga Serangkai. Dengan perawakannya yang mungil Sjahrir juga dikenal dengan sebutan Bung Kecil. Pada tahun 1946, Sjahrir menandatangani Perjanjian Linggarjati, walaupun sebenarnya memperoleh tentangan dari aliran garis keras (seperti Tan Malaka) dan TNI yang dipimpin Jendral Soedirman. Namun Sjahrir tetap jalan terus dengan pertimbangan perjanjian Linggarjati ini sebagai entry point umtuk memperoleh pengakuan internasional terhadap keberadaan Negara Indonesia.

Pada tahun 1945, Sjahrir memimpin Partai Rakyat Sosialis (Paras) yang kemudian bergabung dengan Partai Sosialis Indonesia (Parsi yang dipimpin Amir Sjarifuddin). Merger dua partai tersebut melahirkan Partai Sosialis. Namun Partai Sosialis ini hanya bertahan 3 tahun dan anggota eks Parsi banyak yang bergabung ke Partai Komunis Indonesia (PKI). Sjahrir kemudian mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI). PSI ini merupakan partai kader dengan platform “sosialisme kerakyatan/sosialisme demokrat” yang mendasarkan pada persamaam, keadilan serta kerjasama antar manusia. PSI tidak menyukai bentuk fasisme kiri (komunisme) maupun fasisme kanan (dictator), karena fasisme dipandang tidak memberikan penghargaan pada humanisme. PSI membangun militansi melalui proses edukasi dan penyadaran politik internal. PSI mempunyai anggota dan simpatisan kalangan intelektual yang cukup qualified seperti Soedjatmoko, Soemitro Joyohadikusumo, Soebadio Sastrosatomo, Mohtar Lubis, TB Simatupang, dll. Meski didukung kalangan intelektual, PSI hanya mempunyai anggota beberapa ribu orang dan memperoleh suara sedikit (sekitar 2 %) ketika Pemilu 1955. Hal ini mungkin disebabkan strategi rekrutmen anggota yang ketat, jargon partai yang kurang bisa dipahami oleh massa saat itu, dana terbatas sehingga kampanye terbatas didaerah perkotaan dan pinggiran kota.

Walaupun partai kecil, namun PSI tetap berupaya untuk mewarnai perjalanan politik saat itu. Namun tidak jarang PSI dijadikan kambing hitam dalam era demokrasi terpimpin-nya Soekarno. Pemerintahan Soekarno yang mengarah pada dictator dipandang berbahaya oleh Sjahrir. Perlawanan Sjahrir ini kemudian berbuntut pada penahanan Sjahrir di Madiun oleh pemerintahan Soekarno pada tahun 1962. Karena hipertensi pada tahun 1965 dalam status tahanan politik, Sjahrir berobat ke Swiss dan meninggal tahun 1966 dalam usia 57 tahun.

Sjahrir merupakan salah satu potret anak bangsa yang termakan oleh revolusi yang dibidaninya. Sjahrir sebagai manusia mempunyai berbagai kekurangan, meski demikian ada banyak hal yang bisa dipetik sebagai pembelajaran dari seorang Sjahrir yakni:
(1) seorang autodidak dan pembelajar hebat, dimana dia tidak menyelesaikan kuliah namun berpengetahuan luas karena dia mau belajar dari buku-buku dan terjun langsung dalam praktek. Ketika dibuang ke Boven Digul dan Banda, harta utama yang dibawanya adalah buku-buku (2) Pendidik yang humanis, ketika dibuang di Banda terlihat sifat humanismenya dengan mendidik anak-anak setempat, dan dia sangat perhatian terhadap orang kecil. (3) Kehidupan Sjahrir yang diabdikan di dunia politik, lebih didasarkan pada visi untuk menyejahterakan masyarakat dan bukan kesejahteraan pribadi. Bagi Sjahrir berpolitik bukan untuk mencari jabatan tapi lebih merupakan tanggungjawab untuk bangsanya. (4) Pelopor partai kader yang berusaha membangun militansi anggota melalui proses pendidikan internal (5) Politikus yang visioner namun realistis, misalnya keberaniannya menandatangani perjanjian Linggarjati yang oleh aliran garis keras dipandang terlalu memberi konsesi terlalu banyak kepada Belanda, namun dari sisi Sjahrir perjanjian itu perlu ditandatangani untuk mendapatkan dukungan pengakuan internasional terhadap keberadaan negara Indonesia yang baru merdeka.

Secara umum, buku ini cukup baik untuk memberikan pemahaman terhadap sosok Sjahrir sebagai tokoh pejuang pergerakan nasional. Kalaupun ada kekurangan adalah dalam beberapa bagian terjadi pengulangan atau kekurang runtutan alur sehingga terkesan muter-muter. Selain itu, penulis terkesan sangat terpesona oleh pemikiran Sjahrir sehingga dalam beberapa bagian buku ini terkesan muncul kultus individu terhadap Sjahrir. Meski demikian kedua hal tersebut tidak terlalu mengganggu. Semoga di masa depan akan lahir politikus pemikir yang bersahaja, humanis dan berpihak kepada kepentingan masyarakat seperti sosok seorang Sjahrir….

Monday, June 06, 2011

Toto-Chan’s Children; A Goodwill Journey to the children of the World

Toto-Chan’s Children;
A Goodwill Journey to the children of the World
Tetsuko Kuroyanagi
PT Gramedian Pustaka Utama, Jakarta 2010
ISBN 978-979-22-5998-8
328 halaman

Buku ini merupakan “true story” atau pengalaman nyata dari Tetsuko Kuroyanagi (Toto Chan) ketika sudah dewasa sewaktu menjadi duta kemanusiaan UNICEF. Buku ini merupakan buku kedua Toto Chan, setelah buku pertamanya “Gadis dibalik Jendela” yang isinya sangat mempesona.

Dalam buku ini Toto Chan menceritakan pengalaman dan empathynya terhadap penderitaan anak-anak di berbagai negara yang mengalami bencana alam, wabah penyakit dan perang. Diceritakan bagaimana bencana alam kekeringan di Tanzania, Nigeria, Ethiopia telah mengakibatkan banyaknya anak yang terkena kasus kurang gizi dan kesulitan air bersih. Kasus bencana lain adalah banjir di Bangladesh yang menimbulkan kerugian ekonomi dan munculnya berbagai penyakit seperti TBC, polio, tetanus dan juga eksploitasi tenaga kerja anak. Kondisi kemiskinan juga memaksa masyarakat tinggal dalam situasi yang kurang higienis dan anak-anak rentan terkena berbagai penyakit (kasus India), kurang gizi, maraknya anak jalanan dan pelacuran anak (Haiti).

Dari berbagai kejadian bencana, salah satu dampak yang paling mengerikan adalah bencana perang baik perang saudara, genocide maupun agresi pihak luar.(kasus Mozambique, Angola, Kamboja, Vietnam, Irak, Sudan, Rwanda, Bosnia Herzegovina). Selain kurang gizi dan tidak ada akses terhadap pendidikan yang memadai, anak-anak korban perang seringkali mengalami kematian, cacat fisik, diperkosa dan trauma psikologis yang berkepanjangan akibat aksi kekerasan yang terjadi di depan matanya. Suatu hal yang sangat tidak adil bagi anak-anak yang seharusnya menikmati masa bermain dan jauh dari hingar bingar pertikaian.

Secara umum buku ini menarik untuk membangkitkan empathy terhadap anak2 korban bencana. Di sisi lain buku ini juga bisa menjadirefleksi bagi kita untuk mensyukuri akan kondisi Indonesia yang relatif cukup aman (walau ada beberapa kasus konflik kekerasan terjadi di negara kita). Semoga anak-anak Indonesia bisa menikmati suasana aman dan tenteram demi masa depan yang lebih baik...amin....

Saturday, June 04, 2011

DEFORESTASI DAN KONSTRUKSI PENGETAHUAN PEMBANGUNAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT

DEFORESTASI DAN KONSTRUKSI PENGETAHUAN PEMBANGUNAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT

San Afri Awang
Institut Hukum Sumberdaya Alam (IHSA)
ISBN 978-979-3339-38-2
Jakarta, 2009
34 halaman

Buku ini merupakan dokumen pidato pengukuhan Prof.Dr.Ir. San Afri Awang, M.Sc. sebagai Guru Besar bidang Ilmu Hutan Kemasyarakatan (Social Forestry) – Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Dalam buku ini San Afri Awang menyoroti kondisi deforestasi dan degradasi hutan yang antara lain disebabkan oleh eksploitas berlebihan guna mendukung pertumbuhan ekonomi pada era Orde Baru, yang diperparah oleh rejim neo liberalisme pada Orde Reformasi. Paradigma pengelolaan hutan yang menekankan pada dominasi Negara dan capital, terbukti telah menimbulkan kerusakan hutan yang cukup parah. Desentralisasi yang berkembang pada era Orde Reformasi nampaknya juga tidak berkorelasi secara signifikan untuk mewujudkan sustainable forest management, karena desentralisasi juga diikuti oleh maraknya korupsi dalam pengelolaan SDA di tingkat local.

Untuk memperbaiki kondisi tersebut, San Afri menyarankan perlu dilakukannya:
1. Perlu rekonstruksi ilmu pengetahuan (epistemology) dan reorientasi ontology (hakikat ilmu pengetahuan) kehutanan kearah yang memandang hutan tidak hanya fungsi flora, fauna dan ekosistem. Aspek MANUSIA/masyarakat perlu dijadikan bagian konstruksi ilmu pengetahuan kehutanan. Karena ontology yang ada selama ini didominasi pengetahuan negara yang hanya menekankan aspek flora, fauna dan ekosistem, maka tidak mengherankan bila aspek social merpakan salah satu titik lemah pengelolaan hutan di Indonesia.
2. Pengembangan Eco Friendly Forest Management (EFFM) yang mendudukan manusia sebagai salah satu subsistem penting dlam pengelolaan hutan lestari. Dengan demikian program2 pemberdayaan masyarakat dan akses terhadap sumberdaya merupakan salah satu unsur yang harus terintegrasi secara utuh dalam pengelolaan hutan dan bukan sekedar kewajiban social belaka.
3. Pengembangan EFFM perlu didukung oleh adanya Good Forestry Governance.

Dalam akhir tulisannya San Afri mengajak kita semua untuk mau berendah hati mengakui bahwa masyarakat local banyak mempunyai kearifan local dalam pengelolaan hutan secara lestari. Pengalaman local yang tertempa oleh perjalanan waktu di banyak tempat terbukti mampu menjawab kebutuhan masyarakat dan sekaligus menjaga kelestarian hutan itu sendiri. Sudah saatnya dunia akademik yang selama ini sering menjadi menara gading, perlu lebih bersikap lebih hormat terhadap karya dan dedikasi “rimbawan sejati tanpa ijazah” dari berbagai pelosok desa dan pedalaman itu….

Friday, June 03, 2011

LAGU CAPING GUNUNG DAN TEGURAN BUAT PEJABAT, POLITISI DAN PARPOL...

Di siang bolong yang penuh kantuk, kudengarkan suara kenes Mbakyu Waldjinah yang menyanyikan lagu Caping Gunung. Ketika kucermati, lagu tersebut sangat jumbuh (nyambung) dengan kondisi politik saat ini. Terjemahan dan tafsir bebas lagu tersebut adalah sebagai berikut:

CAPING GUNUNG

Dek jaman berjuang,
Njur kelingan anak lanang,
Biyen tak openi,
Ning saiki ono ngendi,

Jare wis menang,
Keturutan sing digadang,
Mbiyen ninggal janji,
Ning saiki opo lali,

Neng nggunung,
Tak cadhongi sego jagung,
Yen mendung,
Tak silihi caping gunung,

Sokur bisa nyawang
Gunung deso dadi rejo
Dene ora ilang
Nggone podho lara lapa…


Terjemahan bebas:

CAPING GUNUNG

Teringat jaman berjuang,
Lalu teringat anak laki-laki
Dulu saya rawat,
Tapi sekarang tidak tahu kemana,

Katanya sekarang sudah menang,
Sudah tercapai apa yang dicita-citakan,
Dulu dia meninggalkan janji,
Tapi sekarang apakah dia sudah lupa?

Di daerah gunung,
Saya suguh dia dengan nasi jagung,
Kalau mendung,
Saya pinjami caping gunung (caping = topi bambu petani)

Saya bersyukur seandainya bisa melihat
Daerah pegunungan bisa jadi makmur
Dan kita tidak melupakan
Saat kita bersama bersakit-sakit dan berprihatin…


TAFSIRAN BEBAS:

Lagu caping gunung tersebut menyiratkan kerinduan warna “nggunung” atau pelosok perdesaan/pedalaman yang dulu dijadikan basis perjuangan oleh suatu pihak (bisa diterjemahkan pejabat daerah, politisi atau parpol). Masyarakat desa dulu menerima dengan tulus dan membantu pihak luar tersebut. Tapi setelah pihak luar tersebut “berhasil” berjuang dan memperoleh kedudukan, pihak luar tersebut lalu melupakan janji-janji yang pernah dilontarkan. Padahal dulu ketika di desa, masyarakat desa rela menyisihkan nasi jagung makanan pokoknya untuk pihak luar itu dan menyediakan perlindungan bagi mereka ketika diperlukan. Masyarakat desa tidak berharap banyak, mereka hanya ingin melihat kampungnya tenteram dan sejahtera. Setidaknya masyarakat ingin pihak luar tersebut tidak melupakan saat indah ketika mereka sedang berjuang dan bersakit-sakit bersama………

Sebuah lagu yang perlu dijadikan renungan oleh presiden, pejabat daerah, anggota dewan, parpol dll agar tidak hanya pandai mengobral janji. Diharapkan ketika sudah memperoleh kedudukan mereka tetap ingat akan konstituen yang sudah mendukung perjuangannya……….

Thursday, June 02, 2011

REKOMENDASI KEBIJAKAN: INSTRUMEN FREE, PRIOR, INFORMED CONSENT (FPIC) BAGI MASYARAKAT ADAT DAN ATAU MASYARAKAT LOKAL YANG AKAN TERKENA DAMPAK DALAM AK

REKOMENDASI KEBIJAKAN: INSTRUMEN FREE, PRIOR, INFORMED CONSENT (FPIC) BAGI MASYARAKAT ADAT DAN ATAU MASYARAKAT LOKAL YANG AKAN TERKENA DAMPAK DALAM AKTIVITAS REDD+ DI INDONESIA
DEWAN KEHUTANAN NASIONAL dan UN-REDD PROGRAMME INDONESIA
Jakarta 2011
8 halaman

Buku ini merupakan rangkuman dari serangkaian Workshop Nasional Pengembangan Konsep FPIC dalam aktivitas REDD+. Konsep FPIC itu sendiri merupakan sebuat konsep dimana sebelum suatu implementasi sebuah proyek, masyarakat yang potensial terimbas dampak proyek tersebut harus memperoleh informasi yang memadai terkait manfaat, dampak dan resiko proyek itu sendiri. Dengan informasi tersebut dan tanpa ada tekanan pihak lain, masyarakat harus boleh menentukan keputusannya untuk menerima atau menolak proyek yang akan dikembangkan. Konsep FPIC ini merupakan sebuah perlawanan terhadap kondisi yang ada selama ini dimana hak-hak konstitusional masyarakat sering dilanggar atau diabaikan demi untuk “pembangunan”.

Untuk implementasi FPIC ini ada beberapa tahapan yang perlu ditempuh yakni: (1) Pra kondisi dimana dalam tahapan ini dilakukan proses penyebaran informasi yang obyektif dan memadai terkait proyek yang akan dibangun kepada seluruh pemangku kepentingan, (2) Tahap Pengambilan Keputusan oleh pemangku kepentingan (3) Tahap Verifikasi untuk menilai apakah konsep FPIC sudah diimplementasikan secara utuh (4) Tahap Sosialisasi Hasil, yaitu tahap mensosialisasikan hasil keputusan kepada semua komponen masyarakat.

Konsep FPIC ini sebenarnya telah diwadahi dalam berbagai regulasi di Indonesia seperti AMDAL, namun implementasinya selama ini tidak konsisten. Meski demikian masih terdapat beberapa regulasi yang perlu direvisi agar spirit konsep FPIC ini bisa tergambar secara jelas didalamnya. Input lain yang mengemuka adalah perlu dibangunnya sebuah mekanisme resolusi konflik dan mekanisme pengaduan, agar sengketa yang ada nantinya bisa dipecahkan secara adil.

Monday, May 30, 2011

Perubahan Iklim dan Dampak Perubahan Iklim

Perubahan Iklim dan Dampak Perubahan Iklim
Komunitas Konservasi Indonesia Warsi
Jambi,
40 halaman

Buku ini berusaha menjelaskan secara sederhana tentang banyaknya karbon dioksida (CO2) yang menimbulkan “efek rumah kaca” dan perubahan iklim. Perubahan iklim ini ditandai dengan kenaikan suhu di bumi, musim yang tidak menentu, arah angin tidak menentu dan sebagainya. Berbagai dampak perubahan iklim yang muncul saat ini antara lain (1) naiknya permukaan air laut yang berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil (2) gagal panen akibat musim tidak menentu (3) bencana alam: resiko banjir , ombak besar, angin puting beliung, inrusi air laut (3) berjangkitnya penyakit tertentu (4) berkurangnya persediaan air (5) meningkatnya hama dan penyakit.

Untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim tersebut, salah satu program yang sedang gencar dikembangkan adalah REDD (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation/Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan). Konsep secara sederhana dalam program REDD ini adalah para pemangku kepentingan perlu untuk melestarikan hutan. Upaya pelestarian tersebut dimaksudkan agar pohon-pohon yang ada nanti bisa menyerap karbon dari alam bebas.

Terkait dengan program REDD tersebut, di level internasional sedang ramai dibahas mekanisme insentif untuk pihak-pihak yang melestarikan hutan tersebut. Pihak yang melestarikan hutan diharapkan nanti akan memperoleh kompensasi dari dunia internasional atas jerih payah melestarikan hutan itu. Pihak pelestari hutan nanti akan memperoleh kompensasi bukan dari hasil menebang kayu tetapi utamanya dari hasil menjual jasa lingkungan hutan sebagai penyerap karbon, hal ini yang sering disebut dengan “perdagangan karbon”. Meski demikian konsep mekanisme insentif ini masih dalam proses pembahasan panjang di level internasional.

Terkait dengan masyarakat tradisional sendiri, seandainya akan mengembangkan REDD juga perlu dibangun kesamaan pemikiran terlebih dulu. Perlu dipikirkan juga aspek-aspek sosial budaya masyarakat yang ada selama ini agar jangan sampai pengembangan REDD itu sendiri nanti malah membatasi akses masyarakat terhadap hutan.

Secara umum, buku ini mudah dicerna dan dimengerti sehingga bisa dibaca oleh khalayak luas. Sangat bisa dipahami pula penjelasan tentang skema REDD disampaikan agak hati-hati, karena skema REDD sendiri belum tuntas pembahasannya di forum internasional. Rekan2 WARSI nampaknya cukup berhati-hati agar tidak memberi pepesan kosong bagi masyarakat, sikap tersebut merupakan sikap yang memang harus dimiliki oleh lembaga pendamping masyarakat sejati. Kalaupun sedikit kekurangan adalah buku ini bahasanya agak formal dan hurufnya agak kecil-kecil, sehingga untuk dibaca oleh publik warga perdesaan mungkin agak menyulitkan. Perlu dipikirkan adanya edisi yang lebih informal seperti komik yang mampu berkomunikasi secara rileks tapi mengena.

Wednesday, May 04, 2011

CLIMATE PROOFING FOR DEVELOPMENT

CLIMATE PROOFING FOR DEVELOPMENT
Adapting to Climate Change, Reducing Risk
Marlene Hahn and Alexander Frode
GTZ, Eschborn, 2010
34 halaman

Climate proofing for development adalah sebuah pendekatan metodologis yang bertujuan mengintegrasikan isu Perubahan Iklim dalam perencanaan pembangunan. Climate Proofing ini dilakukan oleh berbagai lembaga donor dan lembaga kerjasama internasional termasuk GTZ (Lembaga Kerjasama Teknis Pemerintah Jerman) sebagai langkah untuk antisipasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim yang ada saat ini.

Climate Proofing ini dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa (1) Perubahan Iklim akan berdampak terhadap pembangunan yang berlangsung (2) banyak negara mitra sudah mempunyai inisiatif mengembangkan adaptasi perubahan iklim (3) diperlukan adanya integrasi isu perubahan iklim ke berbagai level yang sesuai misal nasional, sektoral, lokal dan proyek agar pembangunan bisa mencapai hasil optimal.

Prinsip dalam integrasi Perubahan Iklim dalam perencanaan ini antara lain (1) Proses adalah kunci sehingga penguatan kapasitas untuk mitra kerja di bidang perencanaan dan Perubahan Iklim menjadi sangat penting (2) Format perencanaan mengikuti fungsi dan local spesifik (3) Perspektif yang beragam/lintas disiplin ilmu/stakeholders dll.
Metodologi dalam integrasi Perubahan Iklim ke pembangunan daerah ini terdiri 4 langkah utama yakni:
1. Persiapan berupa Pengumpulan Data yang relevan
2. Analisis Data yang antara lain meliputi identifikasi:
•Data trend iklim
•Dampak biofisik
•Dampak Sosial ekonomi
•Kapasitas adaptasi dari mitra
•Opsi-opsi untuk aksi perbaikan ke depan dll
3. Opsi untuk aksi
•Penyaringan opsi untuk aksi
•Prioritasi opsi untuk aksi
4. Integrasi dalam perencanaan
•Penyusunan rekomendasi untuk opsi yang perlu diintegrasikan dalam perencanaan
•Elaborasi rencana aksi
•Monitoring dan evaluasi rencana aksi

Dalam buku ini juga dimuat beberapa kasus integrasi Perubahan Iklim dalam perencanaan pembangunan di Maroko, Mali dan Vietnam. Beberapa lesson learnt dari proses di 3 negara tesebut adalah (1) pendekatan ini integraftif, partisipatif dan fleksibel (2) tidak memerlukan ketrampilan komputer yang canggih (3) dapat menumbuhkan rasa memiliki terhadap program.

Beberapa kunci sukses integrasi Perubahan Iklim dalam perencanaan pembangunan antara lain:
• Perlu dibangun persepsi dan pemahaman bersama terhadap arti penting aptasi Perubahan Iklim.
• Perlu identifikasi stakeholder yangtepat
• Perlu pelibatan stakeholder pada saat yang tepat
• Perlu penyediaan informasi perubahan ikli yang memadai
• Perlu menemukenali entry point yang tepat
• Perlu alokasi waktu dan budget yang mencukupi
• Perlu ada integrasi ke prosedur monev yang ada.

Tuesday, May 03, 2011

BIODIVERSITY FOR LIFE

BIODIVERSITY FOR LIFE
Wetland Biodiversity Rehabilitation Project and Integrated Protected Areas Ao-management Project
Bangladesh, 2010
24 hal.

Buku ini berisi 10 lukisan anak-anak hasil lomba lukis nasional dalam peringatan Hari Keanekaragaman Hayati di bangladesh tahun 2010. Lukisan yang terpilih kemudian dipamerkan di Drik Gallery, Bangladesh tanggal 5-9 Juni 2010.

Dalam berbagai lukisan tersebut, anak-anak menggambarkan arti penting keanekaragaman hayati bagi keberlangsungan kehidupan manusia. Dengan cerdas anak-anak juga menggambarkan berbagai potensi bencana ekologis akibat kerusakan lingkungan mereka.

Benar kata pepatah bahwa “ sebuah gambar lebih bermakna daripada seribu kata”, melalui gambar-gambar sederhana tersebut anak-anak bisa berpikir secara kritis dan mengkomunikasikan gagasan-gagasannya kepada orang lain.

Monday, May 02, 2011

CHINA IN ACTION

CHINA IN ACTION
2010 International Year of Biodiversity
Ministry of Environmental Protection of the People’s Republic of China
September 2010
20 halaman

Buku ini berisi informasi tentang berbagai event kegiatan peringatan Tahun Biodiversity 2010 di China. Kegiatan tersebut antara lain berupa;
• Perayaan peringatan Tahun Biodiversity 2010
• Peresmian monumen Aksi Cina untuk Tahun Biodiversity tahun 2010
• Forum Internasional untuk Strategi Konservasi Biodiversity
• Seminar Biodiversity dan Penanggulangan Kemiskinan
• Dialog Strategis China –EU tentang Biodiversity
• Konperensi Internasional tentang Konservasi dan Pemanfaatan Biodiversity Pertanian secara lestari
• Forum internasional tentang Teknologi dan Sains untuk Pemanfaatan dan Pelestarian Biodiversity
• Tata Guna Lahan dan Konservasi Biodiversity dalam Konsolidasi bidang Pertanahan.
• Pelepas liaran berbagai jenis ikan ke alam
• Pameran tentang Panda dan Harimau
• Kunjungan sidak ke Kamar Dagang dan industry untuk Tahun Biodiversity
• Festival Film Biodiversity untuk Mahasiswa
• Pelatihan Jurnalis Lingkungan
• Kampanye Lingkungan untuk Generasi Muda
• Kampanye Biodiversity melalui sektor transportasi

Melihat gencarnya kegiatan peringatan Tahun Biodiversity di China, saya pikir kita tidak perlu malu belajar untuk mengmbangkan kegiatan sejenis agar pembangunan berkelanjutan bisa berjalan dengan lancar di negara kita. Benarkah sustainable development sudah menjadi mainstream pembangunan kita?

Wednesday, April 27, 2011

CAPACITY WORKS

CAPACITY WORKS
The Management Model for Sustainable Development
GTZ
Eschborn – Germany, 2009
288 pages

Buku ini berisikan tentang model pendekatan yang dikembangkan oleh GTZ (Lembaga Kerjasama Teknis Pemerintah Jerman) dalam menjalankan program kerjasama pembangunan dengan negara mitra khususnya negara sedang berkembang. Materi ini disusun mendasarkan pengalaman lapang GTZ dalam melakukan pendampingan bantuan teknis di negara sedang berkembang sejak beberapa dasawarsa yang lalu.

Seiring berkembangnya program konsultansi bantuan teknis, GTZ mengembangkan prinsip konsultansi sebagai berikut:
1. Pengembangan sumberdaya manusia dan sumberdaya organisasi
2. Leverage
3. Variasi bentuk konsultansi (pengembangan policy, teknis dan organisasi)
4. Layanan konsultansi multi disiplin ilmu
5. Hasil jangka pendek sebagai bukti
6. Penggabungan inovatif beberapa metode
7. Pendekatan multi level
8. Fungsi katalisator
9. Energi perubahan di lembaga partner sebagai modal utama
10. Benefits and cost
11. Promosi pola pikir entrepreneurship

Dari pengalaman selama ini, keberhasilan suatu program kerjasama pembangunan (bantuan teknis) dipengaruhi oleh 5 Succes Factors:
1. Strategy: strategic positioning, agreement about and selection of options, consultancy strategies for Capacity Development, operationalisation
2. Cooperation: with internal partner (the cooperation system /‘skin’, form and content of cooperation, roles and responsibilities, networks dan with external (formation of managing barter relationships, establishing comparative advantages, negotiating)
3. Steering Structure; the governance model for the project, decisions, communication and responsibility in management, key topics and debriefing
4. Processes: processes in the project (internal: process improvement, interface management), design and composition of processes and process hierarchies, intervention architecture.
5. Learning and Innovation; design of a coherent learning architecture on four levels: policy field level, network and project level, organisational and personal levels

Dalam buku ini, juga diungkapkan berbagai instruments/tools untuk melakukan asesment dan peningkatan performance bagi masing-masing Success Factors. Dari uji coba terhadap instruments tersebut ditemukan bahwa beberapa instrument sudah cukup simple dan mudah dipahami. Namun masih terdapat instruments yang masih complicated, tidak jelas arahnya, multi interpretasi dll sehingga masih memerlukan penyempurnaan.
Walaupun masih mempunyai beberapa keterbatasan/kelemahan, secara umum buku ini sudah menunjukkan nadi-nadi penting untuk menjamin sustainabilitas program kerjasama teknis yang dirintis. Dengan demikian kebiasaan lama “Proyek tutup, kegiatan buyar” bisa dihindarkan.....

Tuesday, April 26, 2011

FREE, PRIOR, AND INFORMED CONSENT IN REDD+

FREE, PRIOR, AND INFORMED CONSENT IN REDD+
(Principles and approaches for Policy and Project Development)
The Center for People and Forests and GIZ
ISBN 978-626-90845-0-1
Bangkok, February 2011
80 pages

FPIC (free, Prior and informed Consent) adalah hak masyarakat untuk memberikan persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan. Prinsip FPIC telah diadopsi ke dalam kerangka aturan UNFCCC untuk pelaksanaan REDD+ berdasarkan kesepakatan di COP XVI di Cancun, Mexico (annex 1 dari decision CP 16 Cancun agreement). Sebelum diadopsi oleh UNFCCC, FPIC telah menjadi bagian dari aturan yang mengatur interaksi negara dengan masyarakat. Aturan ini dicantumkan dalam konvensi Keanekaragaman Hayati yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia, UNDRIP (UN Declaration on Right of Indegenous People/Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat/DHMA) yang juga telah diadopsi oleh Pemerintah RI. Aturan ini juga dicantumkan dalam konvensi ILO No. 169 yang di Indonesia masih menunggu ratifikasinya. UU Nomor 11 tahun 2005 tentang ratifikasi convenant tentang Hak-hak Ekonomi, sosial dan kultural dari ECOSOC juga dapat digunakan sebagai dasar implementasi FPIC dalm program/proyek REDD+.

Free prior and inform consent adalah satu proses yang memungkinkan masyarakat adat dan atau masyarakat lokal untuk menjalankan hak-hak fundamentalnya untuk menyatakan apakah mereka setuju atau tidak setuju terhadap sebuah aktivitas, proyek atau kebijakan yang akan dilaksanakan di ruang kehidupan masyarakat dan berpotensi berdampak kepada tanah, kawasan, sumberdaya dan perikehidupan masyarakat. Masyarakat adat dan atau masyarakat lokal yang akan menerima dampak dari implementasi REDD+ diposisikan sebagai subyek utama dalam FPIC. Terutama sekali masyarakat adat dan masyarakat lokal yang kehidupannya tergantung pada sumberdaya hutan. Yang dimaksud dengan masyarakat lokal disini adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan dan atau ekosistem hutan tetapi tidak mengidentifikasi dirinya sebagai masyarakat adat.

Dalam buku ini konsep Free (Bebas) dimaksudkan proses pengambilan keputusan oleh masyarakat dilakukan tanpa paksaan, intimidasi dan manipulasi. Konsep Prior (didahulukan) dimaksudkan sebagai persetujuan dari masyarakat telah diperoleh sebelum mulainya suatu kegiatan proyek dan menghormati kebutuhan waktu bagi masyarakat untuk melakukan musyawarah. Konsep Informed (diiinformasikan) dimaksudkan informasi yang disampaikan kepada masyarakat bersifat lengkap dan obyektif termasuk cakupan proyek, tujuan, prosedur, resiko dll. Konsep Consent (Keputusan) dimaksudkan proses pengambilan keputusan harus dilaksanakan dengan niat baik, partisipatif, memperhatikan keterwakilan antar komponen dan waktu yang memadai.

Dalam buku ini, penerapan FPIC ditujukan untuk proyek REDD+, namun sejatinya konsep FPIC bisa diterapkan untuk pembangunan di sektor lain. Langkah dalam implementasi Proyek REDD+ antara lain:
A. Mempersiapkan keterlibatan pemegang hak
Unsur 1: Memetakan hak, para pemegang hak dan penggunaan lahan
Unsur 2: Menemukenali lembaga pengambil keputusan yang tepat
Unsur 3: Menemukenali struktur pendukung nasional untuk advokasi hak Unsur 4: Mengembangkan sebuah proses untuk mengupayakan dan mendapatkan persetujuan
Unsur 5: Mengembangkan isi kesepakatan persetujuan
Unsur 6: Menyepakati sebuah rencana komunikasi
Unsur 7: Mengembangkan strategi peningkatan kapasitas
B. Melaksanakan proses untuk penghormatan hak atas FPIC
Unsur 8: Memadukan hak atas FPIC dengan Rancangan Proyek REDD+
Unsur 9: Memastikan informasi alternatif dan nasehat independen
C. Pemantauan dan pencarian perlindungan: Memelihara persetujuan
Unsur 10: Memantau pelaksanaan atas apa yang sudah disepakati
Unsur 11: Mengembangkan proses pengaduan (perkara)
Unsur 12: Melakukan verifikasi persetujuan

Secara umum Patrick Anderson sebagai penulis utama buku ini berusaha memberikan gambaran yang ideal untuk penerapan FPIC. Meski di sisi lain, beberapa detail konsep ini khususnya untuk proses fasilitasi secara independen dan genuine mungkin agak sulit untuk diadopsi oleh birokrasi Pemerintah. Walaupun demikian buku ini cukup bagus sebagai sebuah konsep untuk melindungi kepentingan masyarakat adat yang selama ini sering terpinggirkan oleh sebuah aksi pembangunan.

Saturday, March 26, 2011

Kabhi Khushi, Kabhie Gham

Tersebutlah keluarga Yash yang merupakan pengusaha kaya raya namun masih berpegang pada nilai2 tradisional India. Karena belum mempunyai anak, pasangan Yash dan Nandini kemudian mengadopsi Rahul seorang anak laki-laki tampan berusia 2 tahun. Selang 9 tahun kemudian, pasangan Yash dan Nandini memperoleh anak kandung yang diberi nama Rohan. Keluarga itu tumbuh menjadi keluarga bahagia yang lengkap.
Saat menjelang dewasa, Yash berniat menjodohkan Rahul dengan Nania yang merupakan putri dari relasi bisnisnya. Namun Rahul ternyata punya pilihan sendiri yakni Anjali yang berasal dari keluarga biasa. Konflikpun terjadi antara Yash dan Rahul. Rahul akhirnya memilih pergi untuk cintanya, dia menikah dengan Anjali dan pergi ke London. Nandini, ibu angkat Rahul merasa sangat sedih ditinggalkan oleh Rahul yang walaupun hanya merupakan anak angkat tetapi, sangat dia cintai melebihi cinta pada anak sendiri.

Waktu demi waktu berlalu, Rohan yang melihat ibundanya selalu memendam duka yang sangat dalam semenjak ditinggal Rahul, kemudian bertekad untuk memngembalikan Rahul pada ibundanya. Rohan kemudian menyusul ke London untuk study sekaligus mencari Rahul.

Melalui sebuah pendekatan dia berhasil menemukan Pooja yang merupakan adik Anjali. Pooja kemudian membantu Rohan untuk menyamar dan mendekati Rahul. Sampai suatu saat dia berhasil membuat skenario untuk mempertemukan Rahul, Anjali dengan Yash dan Nandini di London. Pada pertemuan di London itu ego masing-masing masih bicara sehingga Rahul masih belum bisa saling menerima dan saling memaafkan dengan Yash.
Suatu saaat Ibunda Yash meninggal, dan beliau sebelum meninggal berpesan bahwa beliau sangat menginginkan Rahul kembali. Mendengar Nenenda meninggal, Rahul pulang untuk ikut acara kremasi. Akhirnya pada saat itulah baru terbuka bahwa sebenarnya antara Yash dan Rahul selama ini saling merindukan dan saling menyayangi, namun karena ego dan keangkuhan menyebabkan mereka menjadi terpisah. Mereka baru sadar bahwa mereka tidak bisa mengingkari hati bahwa selama ini mereka menipu diri dengan berusaha saling membenci...

Film ini sebenarnya alurnya sangat sederhana, namun karena dimainkan oleh aktor-aktor hebat dan berbakat seperti Amitabh Bachchan, Sakhrukh Khan, Kajol, Rani Mukerjee, Kareena Kapoor dll maka bisa menguras emosi penonton...Saya sendiri sampai mencucurkan airmata keharuan, melihat adegan perjumpaan antara ayah dan ibu dan anak yang sudah lama dirindukan. Cinta memang topik yang sederhana namun bisa menguras banyak air mata.....

Wednesday, March 23, 2011

Pengakuan Hukum terhadap Masyarakat Adat di Indonesia

Pengakuan Hukum terhadap Masyarakat Adat di Indonesia
Rikardo Simarmata
Regional Initiative and Indigenous People’s Rights and Development (RIPP)
UNDP, Jakarta 2006
375 halaman

Buku ini merupakan hasil penelitian tentang masyarakat adat di Prop. Nanggroe Aceh Darusalam, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Papua, Kab. Kampar – Riau, Kab. Lebak-Banten, Kab. Paser dan kab. Nunukan – KalTim dan Kab. Tana Toraja-Sulsel. Dalam buku ini penulis tidak membedakan terminologi “masyarakat adat” dengan ‘masyarakat hukum adat”. Secara sederhana masyarakat adat disini diartikan sebagai kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya dan wilayah sendiri (Japhama dan AMAN, 1999). Konsep pengakuan hukum terhadap masyarakat adat ini dioperasionalkan melalui pengakuan terhadap (1) eksistensi masyarakat adat (2) lembaga adat, (3) hukum adat dan (4) hak masyarakat adat dalam pengelolaan sumberdaya.

Dari penelitian ini terdapat beberapa benang merah pengakuan hukum terhadap masyarakat adat, yakni:
• Terdapat dinamika pengakuan konstitusional dimana dulu masyarakat adat diakui dan dihormati keberadaannya karena mereka merupakan pilar NKRI, dalam perkembangannya masyarakat adat diakui keberadaannya bila memenuhi syarat-syarat tertentu (memiliki wilayah, pengurus adat, pranata dan perangkat hukum adat).
• Terdapat kondisi pemahaman yang tidak holistik di pemerintahan dimana “adat” seringkali disimplifikasi menjadi adat istiadat budaya dan lembaga adat. Sedangkan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat cenderung lemah.
• Pengakuan terhadap keberadaan masyarakat adat kebanyakan harus menempuh prosedur yang sifatnya berlapis dan ini menjadi disinsentif tersendiri bagi masyarakat adat.
• Terdapat inisiatif untuk mengakui hak-hak dan sistem pemerintahan oleh masyarakat adat meskipun prosesnya cukup berliku.
• Terdapat kecenderungan produk hukum daerah tidak berani menafsirkan lebih lanjut terhadap regulasi dari pusat yang terkait dengan pengakuan hukum terhadap masyarakat adat.
• Program Pengembangan masyarakat adat yang tidak tersebar di beberapa instansi mengakibatkan program tidak sinergis dan efektif dan tidak ada jaminan anggaran yang memadai.
• Pengakuan terhadap hukum adat seringkali menimbulkan masalah karena tidak adanya perangkat untuk penegakan hukum adat.
• Lembaga adat yang sering terkooptasi kepentingan politik dan dominasi anggaran dari pemerintah mengakibatkan munculnya lembaga adat yang kurang efektif dan progresfi dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat.
• Pengakuan terhadap hak masyarakat atas wilayah, seringkali disimplifikasi dengan cara memberikan ganti rugi atas pemakaian tanah ulayat dan tidak diberikan suatu hak untuk menolak bila tanah ulayat tersebut mau dipergunakan untuk kepentingan lain.

Beberapa rekomendasi yang disampaikan oleh penulis, antara lain:
• Penyusunan formulasi pandangan atau pemaknaan yang melihat masyarakat hukum adat secara utuh atau menyeluruh.
• Perlu dilakukan amandemen terhadap pasal-pasal yang mengatur mengenai masyarakat adat dalam UUD 1945 dengan tujuan men-dekonstitusionalisasi pengakuan bersyarat terhadap masyarakat adat.
• Perlu dirumuskan norma yang mengatakan bahwa pengakuan terhadap hak ulayat sekaligus merupakan pengakuan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat.
• Perlu ada UU yang mengatur tentang masyarakat adat dan ditindaklanjuti dengan pengembangan perangkat organisasi yang memfasilitasi proses pembangunan bagi masyarakat adat. Dengan demikian pembangunan masyarakat adat terhindar dari ego sektoralisme.
• Perlu kebijakan pengembangan masyarakat adat dilimpahkan pada daerah dan disertai politik anggaran yangmendukung.
• Perlu diberikan ruang kepada masyarakat untuk menolak atau penyampaian keberatan terhadap sesuatu program pembangunan yang masuk di wilayahnya.

Buku ini disampaikan dengan bahasa yang sederhana, mudah dipahami dan alurnya cukup mudah dinikmati. Kalaupun ada sedikit kelemahan adalah dalam pembahasan kasus, ada daerah-daerah tertentu yang dibahas cukup mendalam seperti kasus Sumatera Barat, sedangkan ada daerah lain yang pembahasannya hanya relatif sepintas...

Buku ini memberikan perspektif pemahaman utuh mengenai masyarakat adat dan saya pikir sangat bagus dibaca bagi aktivis pembela hak-hak masyarakat adat, bagi pemerhati masyarakat adat, bagi pegiat dari unsur masyarakat adat maupun bagi kawan-kawan birokrat dan DPRD yang tugasnya bersentuhan dengan kehidupan masyarakat adat.

Saturday, March 19, 2011

We are the family

Film India ini berkisah tentang pasangan Asram dan Maya yang mempunyai anak 3 yakni Aleya (remaja putri 13 tahun), Askun (remaja putra 9 tahun) dan Anjali (anak putri 5 tahun). Karena ketidak cocokan, pasangan Asram dan Maya bercerai.

Asram kemudian berpacaran dengan Shreya. Untuk mendekatkan Shreya dengan anak-anaknya, Asram mengajak Shreya menghadiri ultah Anjali. Namun apa yang terjadi, kehadiran Shreya malah menimbulkan keonaran karena kecemburuan anak-anak Asram terhadap kehadiran Shreya yang dianggap merampas ayahnya. Namun Asram tidak putus asa untuk mendekatkan Shreya terhadap anak-anaknya. Ketika Asram sedang ke luar negeri dan Maya pergi ke luar kota, Asram meminta Shreya untuk menemani anak-anaknya. Di situlah mulai tumbuh persahabatan antara Shreya dan anak-anak Asram walaupun Aleya masih menunjukkan sikap permusuhan. Namun persahabatan yang mulai tumbuh ini tercoreng karena hilangnya Anjali yang melarikan diri karena dihasut oleh Aleya. Mengetahui Anjali menghilang, Maya marah besar terhadap Shreya dan melarang Shreya mendekati anak-anaknya.

Suatu ketika, Maya dihadapkan kenyataan pahit karena pemeriksaan dokter menunjukkan dia terkena kanker rahim yang ganas dan harapan untuk sembuh sangat tipis. Mengetahui hal ini, Asram dengan berat hati kemudian meninggalkan Shreya untuk kembali ke Maya. Di sisi lain, Mayapun berpikir bahwa dia akan meninggalkan anak-anaknya dan untuk itu dia perlu mencarikan seorang ibu pengganti. Mengingat anak-anaknya pernah dekat dengan Shreya yang penuh kasih, Maya terpikir untuk meminta Shreya menggantikan posisinya sebagai ibu dan istri Asram. Keinginan Maya ini didukung oleh anak-anak. Maka mulai saat itu Shreya diminta tinggal serumah dengan mereka. Terdapat konflik-konflik kecil ketika Shreya beradaptasi tinggal dengan maya dan anak-anak.

Ketika sakitnya sudah makin parah dan harus opname di rumah sakit, Shreya-lah yang merawat anak-anak. Maya sangat terkesan dengan cinta kasih Shreya terhadap anak-anaknya. Sebuah perpisahan yang sangat mengharukan bagaimana Asram, Shreya dan anak-anak berusaha mendukung dan menguatkan Maya agar bisa bertahan terhadap penyakitnya walau akhirnya kematian merenggutnya....

Film ini dapat dinikmati dalam layanan penerbangan garuda yang mempunyai fasilitas video untuk masing-masing kursi (seperti route Balikpapan-Jakarta). Suatu film yang sangat menyentuh dan membuatku meneteskan airmata keharuan...Film yang penuh inspirasi bagaimana sebuah keluarga dibangun penuh dengan cinta kasih.... Sebuah film yang cukup menghibur karena artis Indianya molek-molek (salah satunya Kareena Kapoor yang bening itu...).......

Sunday, March 13, 2011

3 idiots

Film India ini dimulai dengan adegan Raju dan Farhan yang tergopoh-gopoh pergi ke suatu tempat untuk menemui Rancho, seorang sahabat lama waktu kuliah di Institut Teknologi. Namun ternyata di tempat itu Raju dan Farhan tidak menemukan Rancho tapi menemukan Chatur yang mengibulinya melalui telpon dengan berperan seolah-olah dia Rancho. Chatur yang masih mendendam karena pernah dipermalukan sewaktu kuliah, datang ke tempat itu untuk membuktikan janjinya bahwa dia lebih sukses dibanding Raju, Farhan dan Rancho. Rancho cerita bahwa dia sudah sukses sekarang dan sedang membangun kerjasama dengan ahli teknik terkemuka yakni Mr. Wangdu yang mempunyai 400 hak paten. Namun dalam pertemuan itu Rancho tidak ada, dan mereka kemudian bersama-sama berusaha mencari Rancho.

Dalam upaya mencari Rancho, film ini melakukan kilas balik jaman kuliah dulu dimana Rancho sebagai mahasiswa baru dikenal sebagai mahasiswa yang cerdas, berani dan penuh setia kawan. Raju, Farhan dan Rancho yang tinggal satu kos kemudian menjadi karib erat. Kondisi ekonomi yang terbatas (khususnya Raju), membuat mereka saling solider. Dalam perkuliahan mereka menemui batu sandungan dari Mr.Viru yang menjadi dosen killer di institut itu. Di sisi lain melalui sebuah perjumpaan yang tidak disengaja, Rancho kemudian kenal dengan Pia yang merupakan anak Mr. Viru.

Pada suatu ketika Mr. Viru memanggil Raju untuk memberi tahu bahwa Raju akan di drop out karena prestasi lemah. Mr. Viru bersedia membatalkan DO dengan catatan Raju bersedia bersaksi bahwa Rancho telah berbuat salah terhadap Mr. Viru. Raju bimbang karena dia solider terhadap Rancho namun dia juga perlu mewujudkan impian ayahnya agar jadi Insinyur. Raju yang stress kemudian berusaha bunuh diri dengan melompat dari gedung lantai tiga. Namun Tuhan punya kehendak lain, dimana Raju hanya luka-luka. Pada saat dirawat di rumah sakit, muncullah saran Rancho agar mereka mau mendengarkan kata hati untuk menentukan masa depan. Misalnya Farhan harus berani ngomong ke keluarganya soal pilihan hidupnya pada dunia photography, Raju harus berani melawan ketakutan2 akan kegagalan masa depan dan meninggalkan jimat-jimatnya. Oleh Raju dan Farhan, Rancho-pun dituntut untuk menyampaikan cintanya secara langsung kepada Pia.

Keberanian mendengarkan kata hati dan berterus terang kepada lingkungan membawa kesuksesan dimana orangtua Farhan bisa menerima bila Farhan mau menekuni dunia fotografi, Raju sendiri dengan semangat dan pandangan hidupnya yang baru kemudian memperoleh tawaran pekerjaan yang menarik di sebuah perusahaan, dan cinta Rancho-pun diterima oleh Pia. Keberhasilan tiga sekawan ini menimbulkan dendam bagi Mr. Viru yang tidak menyukai tiga sekawan itu. Mr. Viru berusaha menggagalkan ujian tertulis Raju dengan memberi soal yang sangat sulit. Melihat hal itu Farhan, Rancho dan Pia berusaha mencuri soal untuk Raju. Tetapi Raju yang sudah siap dengan semangat hidup barunya malah tidak tertarik dengan bocoran soal itu dan membuangnya. Pada saat yang lain Mr. Viru datang dan menangkap basah bahwa 3 sekawan telah mencuri soal ujiannya untuk Raju. Tanpa ampun Rancho yang dipandang sbg trouble maker kemudian di DO dari kampus. Pada saat perjalanan ke luar kampus, 3 sekawan itu melihat Sonia (kakak Pia) mau melahirkan namun terjebak dalam kendaraan yang sedang kebanjiran. Rancho cs dengan peralatan sederhana berusaha membantu proses melahirkan Sonia tersebut. Mr Viru yang melihat perjuangan Rancho cs dalam membantu Sonia menjadi luluh hatinya dan membatalkan DO-nya Rancho bahkan memberikan ballpoin kesayangannya kepada Rancho...

Perjalanan Raju, Farhan dan Chatur dalam mencari Rancho akhirnya menemukan kenyataan bahwa Rancho sesungguhnya anak dari pegawai kebun yang dikontrak oleh majikannya untuk kuliah di Institut Teknologi atas nama Rancho yang asli (anak majikan). Dalam pencarian itu mereka juga menemukan Pia yang sdh mau menikah namun berhasil diculik oleh Raju dan Farhan. Akhirnya pencarian mereka sampai di satu tempat yakni sekolah teknik di daerah terpencil, dimana Rancho teman kuliahnya menjadi guru. Akhirnya Rancho yang anggota 3 sekawan berhasil diketemukan kembali dan cintapun bersemi kembali dengan Pia. Chatur yang sempat menyombongkan diri dengan kekayaannya akhirnya menjadi malu sendiri karena Rancho yang menjadi teman kuliahnya adalah sesungguhnya seseorang yang bernama asli Wangdu dengan 400 hak paten.

Film ini kocak, konyol dan penuh tawa...meski demikian film ini banyak mengajarkan tentang humanisme, solidaritas, kasih sayang, keberanian untuk mendengarkan hati nurani, keberanian memegang prinsip, kerja keras dll....banyak nilai yang diajarkan tanpa cara yang menggurui...akting para bintangnya lumayan bagus...Kareena Kapoor yang jadi aktris wanita juga tampil mempesona banget...maknyusssssssssss......

My name is Khan

My name is Khan

Film ini bercerita tentang Rizwan Khan yang tinggal bersama adik laki-laki dan ibunya. Rizwan merupakan anak autis yang mempunyai kemampuan mengingat dan teknik luar biasa. Rizwan yang autis mempunyai phobia hidup di tengah keramaian dan warna kuning. Untunglah Rizwan mempunyai ibunda yang sangat mengasihi dan membimbingnya penuh kesabaran.

Suatu ketika, ibunda Rizwan meninggal. Rizwan yang sebatang kara kemudian menyusul adiknya yang sekolah dan kemudian tinggal di Amerika. Di Amerika, Rizwan kemudian bekerja sebagai sales produk kosmetik. Dari profesinya sebagai salesman ini, Rizwan kemudian kenal dengan pekerja salon keturunan India bernama Madhira. Madhira ini merupakan seorang janda berputra 1 bernama Sameer. Kedekatan mereka menumbuhkan perasaan cinta diantara Rizwan dan Madhira.

Pernikahan Rizwan dan Madhira kemudian digelar. Anak Madhira pun bisa menerima kehadiran Rizwan yang autis, bahkan mereka menjadi teman bermain yang sangat akrab. Ketika tragedi pemboman WTC tanggal 11 September terjadi, muncul sentimen anti Islam dari masyarakat Amerika. Hal ini juga berdampak terhadap keluarga Khan, dimana Sameer dianiaya sampai meninggal oleh teman2nya karena keluarga Khan adalah keluarga Islam dan saat itu identik dengan teroris. Melihat anaknya meninggal, Madhira sangat frustasi dan menumpahkan kekesalannya terhadap Rizwan Khan. Dia menganggap kematian anaknya adalah karena dia menikah dengan Rizwan dan merubah nama anaknya memakai nama Khan. Madhira yang diliput kemarahan kemudian mengusir Rizwan dan tidak membolehkan dia pulang sebelum Rizwan bisa menemui Presiden Amerika dan menginformasikan padanya bahwa Khan bukan seorang teroris. Memori Rizwan yang autis kemudian mengingat terus apa yang disampaikan oleh istrinya itu. Demi menebus rasa bersalah dan demi rasa cintanya terhadap Madhira maka Rizwan memulai petualangannya untuk bertemu presiden amerika....

Petualanganpun dimulai dengan kondisi yang memprihatinkan karena keterbatasan uang, tertinggal pesawat dl. Untuk mengatasi kesulitan keuangan, sepanjang jalan Rizwan menawarkan keahliannya untuk memperbaiki peralatan apapun yang rusak dengan keahlian di bidang teknik-nya yang luar biasa. Rizwan pun memperlihatkan keluguan hatinya dengan menyumbangkan sebagian upahnya untuk penggalangan dana kelaparan bagi Afrika. Dia juga menggendong seorang anak kulit hitam yang terjatuh dari sepeda dan mengantarkannya ke rumahnya di daerah Wilhelmina tanpa upah.

Rizwan Khan terus berusaha mengikuti perjalanan presiden amerika untuk menyampaikan pesan istrinya bahwa “aku bernama Khan, dan bukan seorang teroris”. Sampai suatu saat ketika dia sudah dekat Presiden, pengawal Presiden mengira dia seorang teroris dan menangkapnya. Selama belasan hari dia disiksa dan diinterogasi karena dikiran anggota teroris. Untunglah berkat perjuangan seorang jurnalis, kondisi Khan yang autis berhasil dikuak dan kemudian dia dilepaskan. Rizwanpun kemudian berniat melanjutkan perjalanan menemui presiden. Namun dia mendengar informasi TV bahwa daerah Wilhelmina yang pernah dia kunjungi akan tertimpa badai hebat. Karena dia merasa mengasihi desa Wilhelmina, maka dia pergi ke daerah itu ditengah terjangan banjir dan badai. Di situ dia bersama penduduk setempat bahu membahu berusaha mengatasi dampak bencana badai itu.

Upaya kerjasama yang dilakukan atas inisiatif Rizwan itu diadopsi menjadi gerakan gotong royong yang dikembangkan oleh berbagai pihak. Hal inilah yang kemudian menghantarkannya bertemu kembali dengan Madhira yang akhirnya sadar bahwa Rizwan sangat mencintainya. Pertemuan indah ini ternoda karena ada teroris yang berusaha membunuh Rizwan yang dianggap pengkhianat Islam. Untunglah Rizwan hanya luka dan bisa disembuhkan. Perjalananpun terus berlanjut sampai akhirnya Presiden Amerika memberikan kesempatan bertemu untuknya. Di situlah Rizwan memenuhi janji sama Madhira untuk mengatakan :”Nama saya Khan, saya bukan seorang teroris”.

Film yang sangat menyentuh.....romantis, penuh humanisme, pelajaran toleransi, pelajaran menghargai anak kelainan mental, kebersahajaan, kebersamaan, keberanian, kejujuran dst..dst.... Sangat Inspiring .... ditambah bintangnya rupawan2 banget... Kajol yang jadi pemeran utama wanita benar2 cantik mempesona, manis, matanya indah banget etc,..etc...I miss U deh...

Saturday, February 05, 2011

RANAH 3 WARNA

RANAH 3 WARNA
Ahmad Fuadi
PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta 2011
ISBN 978-979-22-6325-1
473 halaman

Buku ini merupakan buku kedua dari Trilogi kehidupan Alif Fikri. Buku Pertama yang bertajuk Negeri 5 Menara mengisahkan tentang perjalanan hidup Alif Fikri, seorang anak Minang dari keluarga sederhana ketika menempuh pendidikan di Pondok Madani (nama samaran Pondok Pesantren Modern Gontor – Jawa Timur) yang terkenal itu. Sedangkan dalam buku kedua (Ranah 3 Warna) mengisahkan perjalanan hidup Alif Fikri setamat dari Pondok Madani yang harus menempuh perjuangan berat untuk lolos ujian persamaan SMA sebagai prasayarat mengikuti ujian seleksi masuk Perguruan Tinggi. Dengan perjuangan kerasnya Alif bisa lolos ujian persamaan dengan nilai sedang. Selanjutnya dia berjuang keras akhirnya lolos masuk Jurusan Hubungan Internasional – FISIPOL Universitas Pajajaran di Bandung.

Cobaan demi cobaan terus menempa Alif seperti Ayah Alif meninggal, uang kiriman orang tua yang tersendat, usaha sales yang dirampok preman dan lain-lain. Perlahan alif mulai bangkit mencari rejeki dengan jualan/salesman, memberikan kursus private dan akhirnya berlatih menulis artikel di media dengan bimbingan seorang seniornya.

Dalam perjalanan hidup yang sudah mulai tertata karena kepintaran menulis artikel media, Alif meneruskan cita-cita semasa di Pondok Madani untuk berkelana di Amerika. Dia akhirnya lolos seleksi pertukaran pemuda pelajar di Kanada selama 6 bulan bersama 7 orang temannya. Di sana dia tinggal dengan ayah dan ibu angkat yang sangat mencintainya dan didampingi seorang tandem pemuda Kanada. Banyak kisah suka selama di Kanada tersebut. Di sinilah tumbuh perasaan cinta Alif terhadap Raisa yang berasal dari satu kampus dan juga tetangga kosnya di Bandung. Tapi cinta itu tetaplah hanya bersemi di hati karena alif tidak punya keberanian untuk menyatakannya sama Raisa.

Sepulang dari Kanada, Alif melanjutkan studi dan lulus Sarjana dari Unpad. Mamak dan adiknya hadir dalam acara wisuda itu. Saat itu sebenarnya Alif sudah merencanakan untuk mengungkapkan isi hati terhadap Raisa. Tapi sayang, Randai sahabat karib dan teman sekampung serta sekaligus competitor Alif telah mendahuklui menyunting Raisa. Sebuah kisah kasih yang tak sampai pun terjadilah. Alif walaupun gundah mengambil hikmah itu semaua sebagai proses belajar untuk lebih sabar, ikhlas dan tawakal dan terus berprasangka baik terhadap Tuhannya,.......

Dalam buku ini ada tiga ajaran utama yang terus diamalkan oleh Alif dalam merengkuh citanya yakni:
• Man Jadda Wajada yang berarti barang siapa bersungguh-sungguh dia akan berhasil. Konsep nilai ini ditanamkan sejak awal sehingga akan melahirkan anak didik yang mempunyai semangat bekerja keras.
• Man shabara zhafira, Barang siapa bersabar maka dia akan beruntung. Jangan risaukan penderitaan hari ini, jalani saja dan lihatlah apa yang akan terjadi di hari esok dan tetaplah fokus pada tujuan akhir untuk menemukan jati diri.
• I’malu fauqa ma’amilu, Budayakan going the extra miles, lebihkan usaha, waktu, tekad, upaya dan lain-lainnya maka kita akan sukses.

Dari sisi sosiologis, novel ini seperti novel-novelnya Andrea Hirata menyiratkan bahwa pendidikan merupakan kunci untuk memperbaiki masa depan bagi seseorang. Namun alangkah ironisnya dunia pendidikan saat ini yang sudah semakin mahal dan hanya bisa diakses oleh orang-orang kaya. Universitas Negeri yang dulu menjadi tumpuan harapan masyarakat kelas menengah ke bawah untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi kini semakin komersial dan mahal. Bagaimana masyarakat miskin dan kelas bawah bisa memperbaiki masa depan mereka ketika akses terhadap pendidikan sedemikian sulit? Masih adakah ruang bagi warga miskin dan keluarga yang pas-pasan untuk memperoleh pendidikan bermutu di negeri ini?

Sunday, January 30, 2011

Pengembangan Konsep Gender untuk Program Kehutanan dan Perubahan Iklim (FORCLIME) di Indonesia

Pengembangan Konsep Gender untuk Program Kehutanan dan Perubahan Iklim (FORCLIME) di Indonesia
oleh Eva Engelhardt dan Rahmina,
Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ)
Jakarta, Desember 2010
60 hal

Buku ini merupakan laporan studi gender yang dilaksanakan untuk mendukung implementasi Program Kehutanan dan Perubahan Iklim (FORCLIME) di Indonesia. Kegiatan studi ini dilaksanakan dengan didahului Pelatihan Gender untuk 8 orang dari berbagai instansi kehutanan, perguruan tinggi dan LSM. Peserta pelatihan tersebut kemudian melakukan ujicoba kajian gender secara partisipatif di desa Manua Sadap – Kab. Kapuas Hulu, Prop. Kalimantan Barat.

Selain kajian gender di desa Manua Sadap, tim kajian juga melakukan studi analisis gender di lingkup instansi kehutanan tingkat Kabupaten Kapuas Hulu, tingkat Provinsi Kalimantan Timur dan tingkat Nasional.

Temuan pada tingkat Kelompok Sasaran, yang diperoleh dari studi ini antara lain:
• Laki-laki dan perempuan memiliki pola yang berbeda dalam menggunakan produk hutan
• Laki-laki dan perempuan memiliki kebutuhan yang berbeda mengenai akses ke dan ketersediaan produk hutan
• Laki-laki dan perempuan memutuskan bersama apakah menebang pohon atau tidak untuk membuka lahan pertanian baru.
• Perempuan memainkan peran menonjol dalam pertanian pangan dan terbuka terhadap metode-metode baru.
• Perempuan biasanya tidak terlibat dalam kegiatan penyuluhan pertanian dan hutan
• Kebutuhan dan prioritas yang berbeda dari laki-laki dan perempuan harus dipertimbangkan dalam perencanaan tata guna lahan dan rapat konsultasi publik CBFM/REDD
• Pendekatan CBFN/REDD harus menemukan cara melibatkan perempuan sebagai pemangku kepentingan aktif kegiatan mereka. Kegiatan CBFM/REDD mendatang dihadapkan dengan desas-desus tentang "eko-wisata", tuntutan terhadap sanitasi yang disempurnakan dan harapan tinggi terhadap pembangkit listrik tenaga air mikro
• Desa bergantung pada kiriman uang dari anggota keluarga yang bekerja di luar daerah.

Temuan tentang Proses pada tingkat Kelompok Sasaran:
• Lemahnya arus informasi dan transparansi di dalam masyarakat desa
• Rapat umum diarahkan dan didominasi oleh laki-laki, walaupun jumlah perempuan lebih banyak.
• Perempuan tampaknya tidak berminat pada rapat yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam
• Perempuan tidak cukup terlibat dalam pembuatan putusan publik, walaupun adanya wakil PKK yang vokal
• Interaksi antara orang luar dan orang desa terbatas karena merantaunya orang dan penghalang bahasa. Orang-orang yang lanjut usia (sesepuh) sering tidak dapat berbicara Bahasa Indonesia.
• Persiapan diskusi pleno dalam subkelompok yang homogen membawa kepada peranserta yang lebih baik bagi "kelompok lemah"
• Analisis gender partisipatif berguna sebagai titik masuk untuk membangun hubungan saling percaya antara penduduk desa dan staf penyuluhan yang mempromosi CBFM/REDD
• Analisis peran dan kebutuhan khusus gender harus terpadu ke dalam proses pembangunan jangka panjang CBFM guna menghindari rasa frustrasi atau harapan hampa
• Proses analisis juga dapat digunakan untuk menaikkan minat perempuan dalam mengenali kebutuhan khusus mereka dan berkontribusi pada diskusi dalam rapat perencanaan

Temuan terkait Analisis Kelembagaan Sektor Kehutanan;
• Kerja di sektor kehutanan masih dikonotasikan sebagai dunia laki-laki
• Minimnya pengetahuan tentang konsep pengarusutamaan gender di sektor kehutanan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten.
• Minimnya kecakapan memadukan kebutuhan khusus gender sebagai masalah lintas sektor ke dalam pengelolaan perencanaan dan program
• Sedikitnya kerjasama antara Kemenhut, MoWE, BAPPEDA, dan LSM lokal dalam menerapkan kegiatan pengarusutamaan gender
• Potensi untuk kemitraan srategis dengan proses desentralisasi dan peran serta pemangku kepentingan yang disyaratkan masih kurang berkembang
• Potensi Focal person Gender dan Kelompok Kerja Gender belum sepenuhnya dimanfaatkan.

Laporan ini disertai juga dengan berbagai rekomendasi untuk mengatasi berbagai temuan diatas sehingga kesetaraan aspek gender diharapkan bisa diwujudkan di masa mendatang. Meski demikian disadari pula bahwa upaya pengarusutamaan gender di sektor kehutanan merupakan sebuah tantangan berat karena sektor kehutanan selama ini didominasi kaum laki-laki dan merebaknya isu degradasi dan deforestasi hutan saat ini membuat isu gender di sektor kehutanan agak terpinggirkan...