Tuesday, December 30, 2008

Ora ngilo githok

Ora ngilo githok berasal bahasa Jawa. “Ora” berarti tidak. “Ngilo” berarti berkaca. “Githok” berarti tengkuk. Ora ngilo githok merupakan kiasan bagi orang yang tidak mau berkaca kepada diri sendiri atau tidak mau berkotemplasi.

Minggu lalu saya sempat nonton salah satu acara TV kesukaanku yakni Kick Andy yang mendatangkan bintang tamu mantan Presiden perempuan kita yakni Megawati Sukarnoputri. Ternyata di acara itu, Megawati tampil sebagai sosok yang banyak bicara, suka melawak dan tidak pendiam seperti terkesan selama ini. Saking bersemangatnya beliau ngomong, rasa percaya diri beliaupun menjadi semakin meningkat bahkan terkesan arogan. Beliau ngomong bahwa seolah-olah dia satu-satunya pejuang wanita dan hak perempuan di Indonesia saat ini. Padahal kita bisa lihat, seberapa jauh keberpihakan dia terhadap kaum perempuan pada saat menjabat. Berapa banyak kebijakan dan program yang berpihak pada kaum perempuan telah dia kembangkan?

Di acara itu beliau kebablasan jadi takabur… Beliau dengan berapi-api menyesalkan bahkan terkesan “menyalahkan” kaum perempuan yang memilih presiden laki-laki yang ganteng (mungkin maksudnya SBY), dan nggak memilih Megawati. Dia menyalahkan masyarakat yang seolah-olah hanya memilih dengan mendasarkan pada tampilan fisik presiden. SEHARUSNYA MEGAWATI TIDAK BERTINDAK SEBODOH ITU. Harusnya dia mampu ngilo githok atau berkaca, mengapa suara dia anjlok saat Pilpres yang lalu? Kalau dukungan publik kepadanya rendah, harusnya dia berpikir bahwa ada sesuatu yang salah dengan dirinya sendiri dan bukan public yang disalahkan. Kelakuan Megawati yang menyalahkan public adalah kelakuan anak kecil yang dimanjakan. Mungkin selama ini dia dimanjakan oleh orang-orang yang ada di lingkungannya sehingga dia nggak bisa berpikir jernih lagi. Harusnya Megawati berpikir elegan. Ibarat kalau ada murid bodoh, jangan salahkan muridnya. Tapi salahkanlah gurunya yang nggak mampu mendidik murid tadi dengan baik. Demikian pula dia hendaknya tidak menyalahkan publik yang tidak mendukungnya, tapi salahkanlah dirinya sendiri beserta partainya yang nggak sanggup mengambil hati masyarakat melalui program yang bermanfaat bagi rakyat… Sekali lagi ….ngilo githok dululah wahai Megawati, sebelum ngomong…

Saturday, December 20, 2008

DOAKU UNTUK ANAKKU

Di saat bangsaku sedang terpuruk dalam keprihatinan dan kemiskinan,
Kupanjatkan doaku untuk anakku,
Ya Allah,
Jadikanlah anakku,
anak yang punya keahlian,
yang bisa diabdikan untuk kepentingan bangsa
yang bisa disumbangkan untuk masyarakat miskin,
yang bisa diberikan untuk kemanusiaan.

Ya Allah,
aku tidak berharap anakku kaya raya,
aku tidak berharap dia jadi punggawa negara,
tapi aku akan lebih bahagia
bila dia bisa berguna untuk sesama..
berikan dia kekuatan untuk meringankan beban
bagi mereka yang menderita
Kabulkanlah pintaku ini Ya Allah...
Amin

AKU MARAH SEKALIGUS SEDIH !!!!!!

Sore tadi aku lihat demonstrasi mahasiswa menentang disahkannya UU Badan Hukum Pendidikan. aku sedih karena memikirkan nasib anak bangsa yang akan kesulitan menempuh bangku pendidikan tinggi karena biaya yang sangat mahal. Di sisi lain aku tahu banyak warga masyarakat yang semakin jatuh miskin dan sulit cari penghidupan. Bagaimana dengan amanah UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak untuk memperoleh pendidikan? kenapa hanya orang kaya yang nanti bisa menempuh pendidikan? mau dikemanakan anak bangsa yang miskin yang jumlahnya sekian juta itu? Kenapa pendidikan menjadi barang mewah untuk mereka? bagaimana mereka bisa memperbaiki kondisi mereka kalau pendidikan untuk mereka dihambat?

Aku marah dengan kelakuan aparat yang main gebuk dan main seret terhadap mahasiswa dan mahasiswi. Padahal mereka hanya sekedar berdemo dengan cara yang lunak..Biadab sekali perilaku aparat keamanan itu.... Bangsat dan keparat kau para aparat yang biadab !!

Bangsat dan keparat kau orang-orang aparat pemerintah dan kau yang mengaku wakil rakyat namun perilakunya seperti bajingan penghisap darah rakyat. Kau ambil subsidi pendidikan dari rakyat miskin, tapi kau berpesta pora menikmati tunjangan yang berpuluh juta rupiah.... Malah terkadang kau masih korupsi pula uang rakyat, yang notabene adalah hak kaum miskin...

Dengan sepenuh hati kupanjatkan pintaku Ya Allah timpakanlah azabmu yang paling pedih untuk para bangsat...agar itu bisa jadi pembelajaran bagi yang lain.........

Friday, December 19, 2008

TAMU MAMA AKAN KUUSIR

Tahun 2006-2007, aku bekerja di sebuah LSM Perancis di Jakarta. Karena anak istriku tinggal di Samarinda maka setiap sebulan sekali aku pulang ke Samarinda. Sebagai laki-laki yang normal, maka kepulanganku dijadwalkan sesuai dengan kondisi masa subur istriku he..he....

Di sisi lain anakku si Dudi, seringkali merasa sudah kangen dan mengharap kepulanganku sesering mungkin. Suatu saat aku menelpon istriku tentang rencana kepulanganku, dan istriku menginformasikan bahwa kepulanganku sebaiknya ditunda saja karena istriku sedang berhalangan ..:-) Saat nelpon ternyata anakku dengar, sehingga dia protes sama mamanya.

Dudi: Ma kenapa papa nggak boleh pulang minggu ini?
Mama: Papa nggak boleh pulang karena mama sedang ada tamu.
Dudi: Siapa tamunya ma?
Mama: Tamunya teman akrab mama.

Dudi karena kangen denganku, menjadi sewot dengan jawaban mamanya. Dudi bilang: "Aku nggak setuju ada tamunya mama. Kalau tamunya datang nanti akan kuusir..." Mendengar ancaman Dudi, Mamanya hanya bisa tertawa karena merasa masih sulit menjelaskan kondisi yang sebenarnya sama Dudi.

Ternyata Dudi bisa cemburu juga dengan tamu Mamanya he..he...he....

Thursday, October 09, 2008

Perkawanan sesaat

Melihat proses Pilkada Gubernur di Kaltim, semakin tertanam dalam benakku bahwa dalam dunia politik itu tidak ada kawan sejati. Yang mengemuka adalah kawan karena kesamaan kepentingan sesaat saja. Hal itu mengingatkanku pada doktrin Monroe yang terkenal itu bahwa: "Kawan hari ini adalah musuh di hari esok, musuh hari ini adalah kawan di hari esok".

Sebagai contoh, Achmad Amin yang konon kader Golkar, eh maju menjadi calon gubernur malah bermitra dengan Hadi Mulyadi dari PKS. Padahal PKS sendiri adalah rival Achmad Amin ketika pilihan Walikota Samarinda. Golkar sendiri pada putaran I mencalonkan kader lain yakni Yusuf SK dan di putaran II masih tarik ulur mau mendukung Amin atau rivalnya yakni Awang Farouk.

PDIP saat putara pertama mendukung kadernya yakni Nosyirwan Ismail dan di putaran II akan mendukung Amin. Padahal sewaktu Pilkada Walikota Samarinda, PDIP malah mendukung anaknya Awang Farouk.

Melihat kondisi tersebut aku berpikir, parpol-parpol itu kok hanya jadi kendaraan politik saja karena penumpangnya ganti-ganti terus. Ini menunjukkan bahwa pendidikan politik di dalam tubuh parpol tersebut SANGAT JELEK karena mereka tidak mampu melahirkan kader-kader yang militan yang mampu mengemban amanah partai dan mewarisi nilai-nilai/platform sebuah partai. Akhirnya ketka ada calon penumpang non kader yang bisa diajak kompromi, ya mereka terima begitu saja... orang begitu mudah ganti partai semudah ganti baju... apa yang bisa diharap dari parpol-parpol oportunis semacam ini? mereka hanya berjuang untuk kelompok dan partainya saja... Saya TIDAK YAKIN bahwa mereka mempunyai keberpihakan dan visi yang kokoh untuk mensejahterakan masyarakat...Semoga laknat bagimu wahai para politisi yang mengingkari amanah masyarakat.......

Sungkeman di hari lebaran

Sungkeman merupakan acara bersalaman khususnya dari yang muda ke yang tua. Caranya adalah yang tua duduk di kursi atau bale-bale (amben), trus yang muda jongkok di lantai sambil menyalami setengah menyembah kepada pihak yang tua. Adapun kalau usianya sebaya, biasanya cukup bersalaman biasa saja. Acara sungkeman ini mungkin dipengaruhi budaya di daerah kami masih relatif paternalistik..

Ketika sungkeman tersebut, biasanya memakai bahasa Jawa halus (kromo inggil) seperti yang ada di dalam kethoprak. Pihak yang muda biasanya akan mengucapkan maaf lahir batin dengan bahasa halus misalnya: "Dalem ngaturaken sembah pangabektos kulo dumateng ibu, mbok bilih wonten klenta klentunipun atur dalem lan tingkah solah ingkang kirang mranani ing penggalih ibu, dalem nyuwun lumebering samudro pangaksami". (saya menghaturkan sembah bakti kepada ibu, bila selama ini ada kata dan perbuatan yang kurang berkenan di hati, saya mohon limpahan ampun dan maaf).

Pihak yang tua sendiri kemudian akan menjawab dengan saling memaafkan dan mendoakan agar keluarga yang muda tadi bisa bahagia, atau bisa momong anak dengan baik atau si anak bisa lancar sekolahnya dll. Ucapan orang yang lebih tua biasanya dalam bentuk bahasa jawa sedang, misalnya: "Semono ugo yo nak, wong tuwo sok akeh klera-klerune, sliramu sing enom sing akeh pangapurane. Ing dino bodo syawal iki, aku ndedonga mugo-mugo sliramu tansah pinaring raharjo, pinter momong putro lan tata tentrem sakabehe" (Demikian pula saya sebagai orang tua sering khilaf sehingga kamu yang muda diharap mau memberi maaf. Di hari lebaran ini saya berdoa semoga kamu bisa membimbing anak-anakmu sehingga bisa mewujudkan keluarga yang bahagia sejahtera).

Acara sungkeman itu sebagian masih berlangsung sampai sekarang. Namun dengan banyaknya sanak keluarga yang merantau ke luar daerah dan generasi sekarang kesulitan berbahasa jawa halus, maka bahasa yang digunakanpun sekarang sudah banyak yang bergeser ke bahasa Indonesia.

Kondisi yang berbeda, kujumpai di kampung istriku di daerah Brebes. walau masih sama-sama masuk wilayah Jawa Tengah tradisi di tempat istriku berbeda. Ketika lebaran, orang bersalaman begitu saja bahkan pake bahasa Jawa ngoko (kasar). Hal ini saya pikir dipengaruhi budaya di daerah istriku sudah relatif egaliter, seperti juga budaya masyarakat Banyumas.

Teh di saat lebaran

Di kampungku, minuman teh merupakan menu minuman utama dalam kehidupan sehari-hari. Teh tersebut biasanya diminum dalam bentuk teh tawar. Sewaktu aku kecil, keluargaku jarang sarapan pagi dengan makan nasi. Menu sarapan pagi hanya berupa teh tawar dengan secuil gula kelapa. Teh manis biasanya dihidangkan kalau ada tamu. Biasanya teh yang dihidangkan harus berupa teh nasgithel (panas, legi/manis, kental). Biasanya kami akan malu bila menyuguh tamu dengan minuman teh yang sudah bening (tidak pekat) dan dingin atau istilahnya "teh komboran".

Kebiasaan itu juga berlaku ketika hari raya. Bisa dibayangkan betapa sibuknya kami di dapur karena kami harus siap sedia minuman teh untuk para tamu yang dalam sehari bisa mencapai puluhan bahkan ratusan orang. Selain sibuk memasak air, meramu minuman teh, menyajikan trus mencuci gelas bekas minuman. Karena kakak perempuanku sudah berumah tangga sendiri, maka aku dan kakak laki-lakiku biasa membantu ibu untuk menyiapkan minuman teh tersebut dan mencuci gelas-gelasnya.

Ketika sirup dan soft drink sudah mulai masuk kampung, minuman teh agak sedikit tergusur. Minuman teh biasanya dihidangkan untuk orang-orang tua saja. Kesibukan didapur menjadi sedikit berkurang karena soft drink dan sirup lebih simpel cara membuatnya. Tapi aku masih disibukkan dengan urusan cuci gelas yang numpuk banyak.

Karena ibuku sudah mulai renta dan kami tidak punya pembantu rumah tangga, keluarga kami merubah sajian minuman teh dengan aqua gelas. Teh hanya dihidangkan untuk orang tua saja. Dengan aqua gelas, segala sesuatunya menjadi praktis dan kami tidak perlu cuci gelas lagi. Tapi sayang juga sih karena aqua gelas ini polusi plastik menjadi semakin meningkat....Mungkin memang sudah mulai harus dipikirkan adanya kemasan aqua yang mudah hancur sehingga mengurangi polusi dan sekaligus harganya murah sehingga terjangkau oleh khalayak,......

Tuesday, September 30, 2008

Saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga kebersihan jiwa kita dapat membimbing kita untuk dapat melakukan yang terbaik guna kemaslahatan umat manusia

Monday, September 29, 2008

Lebaran 2008 untuk Ibu dan Bapakku

Lebaran 2008 ini, aku tidak mudik. Terhitung sudah 3 tahun aku tidak berlebaran di kampung halamanku di Magelang. Harga tiket yang mahal, membuat ku menunda kepulanganku. Meski untuk itu aku harus menahan rasa kangen kumpul keluarga besar di kampung.

Menjelang lebaran, orang sibuk berbelanja ini itu. Pakaian, sepatu, sandal, makanan dll untuk merayakan lebaran. Di saat seperti ini aku sering menangis sendiri, karena aku teringat bapakku. Bapakku yang hidup sederhana dan berjuang keras untuk menyekolahkanku, sudah dipanggil yang Maha Kuasa ketika aku belum bisa membahagiakannya. Ketika Allah memberikan limpahan rejeki untukku, di saat aku mempunyai rejeki untuk membelikan sesuatu untuk Ibu dan Bapakku, beliau sudah tiada. Aku sadar bahwa pemberianku untuk ibu dan bapakku tidak akan pernah bisa membalas budi pada orang tuaku, tapi setidaknya melalui pemberian itu aku bisa menunjukkan rasa sayang, cinta dan hormatku untuk ibu dan Bapakku. Sayang Allah berkehendak lain, mungkin aku memang harus mencari cara lain untuk membalas budi pada orangtuaku melalui doa-doaku.....

Thursday, September 25, 2008

Orang Jawa suka basa-basi

Orang Jawa biasanya sangat perasa dan suka diberi perhatian. Untuk menunjukkan perhatian dan rasa hormat pada orang lain, orang Jawa seringkali menunjukkannya dengan tindak-tanduk (bahasa non verbal) maupun bahasa lisan. Hal ini seringkali terasa bertele-tele, penuh basa-basi dan tidak praktis bagi sebagian orang. Contoh basa-basi yang dulu sering kutemukan adalah ketika sebuah keluarga mau punya hajat seperti kenduri, mendirikan rumah, gotong royong menanam tembakau dll, keluarga tersebut akan mengirim seorang utusan ke tetangga. Utusan tersebut secara door to door akan mendatangi tetangga yang akan diundang. Seingatku, ketika utusan tersebut masuk ke sebuah rumah, dia akan berkomunikasi dengan tuan rumah menggunakan bahasa Jawa kromo inggil (Jawa halus). Utusan tersebut biasanya akan menyampaikan kepada tuan rumah beberapa hal sebagai berikut:
  1. Pertama-tama, saya (utusan) datang ke keluarga X (tuan rumah) untuk bersilaturahmi menengok keadaan keluarga X.
  2. Kedua, saya datang ke keluarga X untuk menyampaikan salam hormat dari keluarga Y (keluarga yang punya hajat).
  3. Ketiga, saya datang diutus keluarga Y yang berkehendak punya hajat (misal kenduri memperingati 100 hari meninggalnya bapak Y). Sehubungan dengan hajatan tersebut keluarga Y bermaksud mengundang Bapak X untuk menghadiri kenduri di.... pada hari.... jam....
  4. Saya selaku utusan minta maaf yang sebesar-besarnya bila dalam menyampaikan pesan amanah dari keluarga Y ini, ada kata dan perbuatan yang kurang berkenan di hati tuan rumah.

Jadi untuk menyampaikan undangan kenduri aja harus muter-muter dulu pake bahasa kethoprak yang halus itu... Oleh karenanya orang-orang yang dipilih jadi utusan biasanya orang yang pinter ngomong atau komunikasi pake bahasa halus dan tindak tanduknya sopan.

Saya sendiri sebenarnya sangat menyukai cara mengundang dengan memakai utusan itu, karena terasa romantis dan "personal" atau perhatian dan penghormatan ke individu lebih kental. Tapi sayang cara ini semakin pudar dan di kampungku saat ini undangan-undangan hajatan lebih banyak disampaikan lewat pengeras suara di masjid. Praktis memang, tapi kehilangan sentuhan "personal" yang penuh kekerabatan... Jaman memang terus berubah, indahnya nostalgia hanya tinggal kenangan saja...

Kenduri anak-anak

Di malam takbiran atau pagi hari lebaran, anak-anak di kampungku biasanya sering di panggil dari rumah ke rumah untuk kenduri kecil anak-anak. Menu kendurinya seperti tradisi wetonan, berupa nasi urab dengan telur rebus satu biji diiris menjadi 8. Kalau di hari biasa nasi wetonan sering jadi rebutan, namun di hari lebaran ini nasi kenduri anak kurang laku. Biasanya anak-anak hanya makan sedikit dan mengambil telurnya saja. Hal ini disebabkan di hari lebaran, anak-anak sudah siap-siap makan enak sehingga nasi kenduri tadi agak ditinggalkan. Aku sendiri sangat menyukai nasi kenduri ini karena walaupun sederhana menunya sangat terasa enak di lidah.

Oncor dan Takbiran

Oncor adalah obor minyak yang terbuat dari bambu kecil dengan diameter sekitar 2,5 cm diberi sumbu dari kain dan diberi bahan bakar minyak tanah. Sewaktu aku kecil, menjelang malam lebaran anak-anak sudah menyiapkan oncor ini untuk pawai takbiran. Oncor ini benar-benar merupakan sarana penerangan yang efektif karena di kampungku belum ada listrik, agak gelap gulita dimalam hari dan jalan kampung merupakan jalan tanah yang terkadang becek di sana-sini.

Sambil membawa oncor dan tetabuhan seperti bedug dan kentongan, anak-anak pawai keliling kampung bahkan terkadang sampai ke kampung tetangga. Setelah takbir keliling, anak-anak biasanya melanjutkan dengan takbir di masjid/musholla. Di musholla ini biasanya terdapat banyak makanan snack karena tiap-tiap rumah tangga menyajikan sekitar dua piring snack untuk mengganjal perut orang-orang yang sedang takbiran di masjid. Snack yang dihidangkan sebagian besar berupa snack yang akan disajikan untuk berlebaran oleh masing-masing rumah. Ada roti panggang, roti dahlia, jenang dodol, krasikan, wajik, rempeyek kacang dll.

Acara takbir di masjid biasanya diakhiri di tengah malam. Sebagai penutup acara taknir biasanya dilakukan kenduri. Nasi untuk kenduri ini biasanya berasal dari warga pula. Nasi kenduri ini biasanya berupa nasi urap, dengan lauk tempe kripik, keper atau rempeyek ikan asin, krupuk udang, telur rebus, bakmi goreng dll. Makanan yang sederhana memang, tapi mungkin karena sudah berbau doa dan suasana kebersamaan antar warga, menu yang sederhana tadi terasa sangat nikmat untuk dirasa....maknyussss......

Wednesday, September 24, 2008

Bikin kue

Ketika aku kecil, seminggu sebelum lebaran ibuku biasanya sudah disibukkan untuk bikin kue-kue tradisional. Kue itu dibikin sendiri biar hemat. Hanya beberapa jenis roti saja yang biasanya harus dibeli di toko karena dirasa lebih praktis. Unuk membuat kue-kue itu biasanya aku dan kakak-kakaku dilibatkan misalnya pada tahap memarut kelapa, menumbuk tepung, mengaduk adonan, atau membungkus. Kue-kue tradisional yang menjadi menu wajib lebaran yang biasa dibikin ibuku antara lain:
1. Jenang dodol (wah bikinnya rumit karena dodol harus diaduk terus dalam wajan diatas tungku selama 4-6 jam. Oleh karennya yang mengaduk biasanya perempuan bahkan laki-laki yang staminannya kuat)
2. Wajik Bandung, yaitu kue wajik warna-warni yang dibungkus pake kertas dan kemudian dijemur biar kering kuenya.
3. Tape ketan, ini menu wajib untuk sehabis makan
4. Koya, ini dari tepung beras yang diaduk dengan gula lalu dicetak.
5. Trasikan, ini seperti dodol namun agak kasar.

Kalau 2 hari sebelum lebaran, ibuku kemudian disibukkan menyiapkan lauk pauk seperti ayam ingkung (eh...aku jadi kangen masakan ayam ingkung ibuku yang maknyus itu), mangut ikan mas, sambel goreng daging atau terik (daging bumbu santan). Lauk pauk itu disiapkan lebih awal agar bumbunya benar-benar merasuk ke daging, dan saat lebaran lauk itu benar-benar sudah sangat lezat untuk dinikmati.

Ketika menyiapkan kue ataupun lauk pauk, biasanya ibuku menyiapkan dalam jumlah yang agak banyak. Hal ini disebabkan ibu bapakku termasuk orang yang berusia lanjut dan "awune tua" atau alur silsilah keluarganya termasuk di urutan tua sehingga banyak sanak famili yang berkunjung. Di kampungku sendiri dulunya masih tertanam budaya "gupuh, lungguh lan suguh" untuk menghormati tamu. Gupuh artinya ketika ada tamu datang (sekalipun tamunya anak-anak), tuan rumah akan tergopoh-gopoh segera menyambut tamu itu. Lungguh artinya tuan rumah akan segera mempersilahkan tamunya duduk. Suguh artinya tuan rumah akan segera menyajikan hidangan suguhan untuk tamu. Suguhan untuk tamu di daerahku ini biasanya berupa air minum (teh manis atau sirup dan belakangan soft drink), dan snack. Untuk famili dekat atau kerabat yang dari jauh, biasanya tuan rumah juga akan menyediakan jamuan makan. Jadi jangan heran kalau sewaktu lebaran dalam sehari kita bisa makan sampai 8 kali lebih karena ke sana kemari kita disuguhi makan terus. Saya sendiri biasanya sewaktu berangkat dari rumah sudah membuat rencana, nanti saya makan di rumah si A, B, H, F dst agar nanti nggak kekenyangan di jalan.

Mercon, kembang api, Long bumbung hingga balon

Ketika bulan puasa dan lebaran, anak-anak di kampungku dulu selain bermain dengan kembang api juga biasa bermain-main dengan mercon. Mercon didaerahku disebut dengan istilah "long". ada berbagai jenis long seingatku seperti "long ipret" yaitu mercon yang kecil-kecil (separuh ukuran kelingking sehingga tidak terlalu berbahaya). "Long rentengan" yaitu mercon yang dirangkai berenteng sehingga ketika salah satu mercon disulut, nantinya secara berentetan akan meledak. "Long Bantingan" yaitu mercon yang meledak dengan cara dibanting. "Long ses" yaitu mercon yang meluncur ke atas seperti roket dan meledak di udara.

Pada saat itu banyak anak yang biasa membuat mercon sendiri dengan membeli bubuk mesiu dan sumbunya di pasar Talun yang jaraknya sekitar 2 km dari rumahku. Dengan modal kertas, bubuk mesiu dan sumbunya, anak-anak berlomba-lomba membuat mercon. Biasanya mercon yang paling besar, efek ledaknya keras dan serpihan kertasnya paling banyak dianggap yang paling jago. Terkadang ada pula mercon yang "mejen" atau nggak meledak. Hal ini biasanya disebabkan sumbunya nggak bagus, mesiu yang kurang bagus atau basah, atau mesiu terlalu sedikit atau proses penutupan lubang mesiu tidak rapat. Terkadang ditemukan pula mercon yang dikira macet ternyata masih aktif, hal inilah yang sering menimbulkan kecelakaan. Salah seorang familiku putus beberapa ruas jarinya karena mengambil mercon yang "mejen" dan saat dipegang meledak di tangan.

Selain mercon, di kampungku anak-anak sering membuat "long bumbung" atau meriam dari bambu betung. Meriam dari bambu ini diisi dengan minyak tanah dan kemudian disulut. Karena tekanan udara dalam bumbung bambu meningkat maka bumbung itu akan mengeluarkan suara ledakan. Di beberapa tempat long bumbung ini diisi dengan karbit sehingga efek ledakannya lebih keras bahkan bambunya bisa terbelah.

Hiburan lain untuk anak-anak khususnya ketika lebaran adalah membuat balon udara dari plastik atau kertas. Balon ini berupa plastik/kertas yang ringan yang dirangkai dengan lem menjadi berbentuk silinder ukuran 1-2 meter atau lebih dengan diameter 70 cm ke atas. Agar balon udara ini bisa terbang, maka balon tersebut perlu diisi asap. Semakin besar balon itu dan bahannya semakin ringan maka balon itu akan semakin besar kemungkinan untuk mengudara. Di balon yang mengudara tersebut seringkali diberi mercon sehingga merconnya nanti bisa meledak diudara, terkadang diberi ucapan selama berkenalan dengan yang menemukan balon itu atau bahkan diberi souvenir kecil bagi penemu balon itu.

Ah sayang budaya-budaya tersebut sudah mulai langka...padahal permainan tersebut sangat merangsang tumbuhnya kreatifitas anak-anak...anak-anak bisa belajar kimia, belajar fisika, dll dengan bermain-main yang menyenangkan.....

Tuesday, September 23, 2008

Nostalgia menu buka puasaku

Saat aku masih kecil, aku sering minta pada ibuku untuk dihidangkan menu husus untuk buka puasa. Namanya bocah ndeso, permintaanku sebenarnya sederhana saja, tapi bagiku menu itu sudah luar biasa banget.

Untuk snack buka puasa biasanya aku minta dibelikan berbagai macam jajanan murah seperti slondokan singkong, pothil, kerupuk dll. Salah satu snack yang sangat kusuka adalah untir-untir atau kue tambang, yang bentuknya seperti tambang dipilin atau rambut dikepang itu. Selain itu aku juga menyukai roti bolu emprit yang warnanya merah jambon dan putih sehingga sering diplesetkan menjadi kue bodrex karena warnanya kayak bodrex obat sakit kepala terkenal itu.

Untuk lauk makan, biasanya aku minta dibelikan ikan tongkol pindang yang seukuran jari telunjuk. Ikan pindang ini biasanya dibungkus dengan besek (kotak) bambu. Ikan pindang ini nantinya digoreng untuk lauk makan...wah maknyus banget rasanya..karena kami sekeluarga tinggal di daerah gunung dan jarang masak ikan asin. Ikan pindang yang bagi masyarakat nelayan termasuk klas ikan murahanpun jadi terasa nikmat bagi keluargaku di bulan ramadhan...

Terkadang di bulan ramadhan aku diberi uang saku oleh ibuku untuk beli jajanan snack ala ndeso. Kalau pas ramadhan di musim kemarau, biasanya keluarga saya menanam tomat. Pada saat itu saya biasanya memilih tomat yang ranum-ranum untuk berbuka puasa. Saya juga sering bikin juice tomat ala ndeso, dengan cara tomat yang masak dipotong-potong kecil kemudian dimasukkan kedalam gelas dan diberi gula pasir trus diaduk-aduk...jadilah sudah juice tomat ala ndeso itu.....

Pada kesempatan lain saya dan kakakku mancing di kali kecil atau sawah-sawah untuk cari lauk buka puasa. Kakakku (Mas Tik) dulu sangat pinter dan sabar dalam memancing ikan, sehingga sering dapat ikan agak banyak. Ikan-ikan yang ada saat itu seperti mujahir, kotes (gabus), lele, ikan mas, wader, dll. Ikan-ikan itu ukurannya kecil-kecil seperti ikan gabus paling seukuran telunjuk. Ikan ini lama kelamaan makin habis karena banyaknya alat setrum ikan dan pestisida di sungai dan sawah-sawah.

Meski Allah kini memberikan karunia bagiku untuk bisa menikmati hidangan yang lebih baik, terkadang muncul rasa kangenku untuk menikmati indahnya saat-saat berprihatin dulu...

Tarawihku dulu...

Saat aku masih berumur kurang dari 12 tahunan, suasana Ramadhan di malam hari terasa sekali berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Hal itu disebabkan adanya kesibukan orang-orang di kampungku untuk menunaikan shalat tarawih dan tadarus al Qur'an di musholla. Kampung yang biasanya gelap gulita dengan penerangan lampu teplok/tempel, berubah menjadi benderang karena di mushola dipasang lampu petromax. Anak-anakpun riang gembira bermain dengan diterangi sorot lampu itu. Tidak sedikit pula, anak-anak yang menyalakan kembang api. Kembang api ini dibeli di pasar yang berjarak 1-2 kilometer dari kampungku. Meski daerahku termasuk daerah "Islam abangan", namun di bulan puasa suasana kemeriahan sekaligus kekhusukan ibadah cukup kental terasa.
Pada masa itu, AKABRI di Gunung Tidar - Magelang sering membunyikan suara meriam sebanyak 3 kali untuk menandakan saat maghrib. Suara dentuman meriam itu terdengar sampai di kampungku yang berjarak sekitar 15 kilometer dari kota Magelang. Biasanya menjelang magrib, saya dan teman-teman duduk-duduk di pojok kampung yang terbuka sambil mengamati dan menantikan suara dentuman meriam itu. Di kampungku, jarang ada budaya ta'jil atau buka puasa bersama. Masing-masing keluarga berbuka puasa di rumahnya sendiri kemudian setelahnya mereka melakukan shalat maghrib di mushola atau di rumah. Setelah shalat Isya, acara dilanjutkan dengan shalat tarawih. Shalat tarawih dan witir di kampungku memakai cara tradisional yakni 23 rakaat. Sehingga agak lama dan bagi anak-anak dirasa melelahkan. Terkadang ada beberapa anak yang ikut tarawih 8 rakaat trus istirahat dan nanti ketika si Imam shat witir, anak-anak itu ikut bergabung shalat lagi.
Seusai shalat tarawih dan witir, para jemaah menyanyikan kidung pujian dengan diiringi beduk yang dipukul bertalu-talu. Kidung pujian ini setahuku berisi sebutan Asmaul Husna. Tapi sejak saya kecil, syair kidung pujian ini sudah mulai terkikis karena tidak adanya proses pewarisan ke generasi berikut baik secara tertulis maupun dengan diajarkan secara lisan. sayang memang budaya-budaya luhur semacam ini hilang tak tersisa...
Setelah kidung pujian selesai dinyanyikan, untuk anak-anak biasanya dibagikan minuman "jaburan" atau semacam bajigur. Inilah saat-saat yang ditunggu oleh anak-anak. Minuman jaburan ini biasanya dibuat hanya saat ramadhan, dan setiap rumah di kampungku mendapat jatah secara bergilir untuk menyuguhkan jaburan pada anak-anak yang shalat tarawih di mushola.
Untuk orang-orangtua, acara biasanya dilanjutkan dengan tadarus Al Quran. Meski didominasi orang-orang tua, terkadang ada anak-anak yang ikut tadarus ini karena dalam tadarus biasanya juga akan dihidangkan berbagai macam kue dan teh manis. Pada saat itu, kue-kue lokal tradisional macam kue bolu, kue pipis, nogosari, jadah ketan, wajik dll masih menjadi makanan mewah... Karena rumahku persis di depan musholla, akupun dulu rajin untuk berebut jaburan maupun ikut-ikutan tadarus agar dapat snack he..he...Tadarus ini dilakukan sampai malam ke 21 karena di malam 21 satu ini pembacaan Al Quran sudah harus khatam (selesai). Di malam 21 ini biasanya juga dilakukan kenduri khataman untuk mengucap syukur atas selesainya pembacaan Quran.
Tadarus biasanya dilakukan sampai jam 12 malam. pembacaan Al Quran biasanya dilakukan secara bergantian. Setelah tadarus biasanya banyak anak-anak yang tidur di musholla dan mereka akan bangun awal sekitar jam 3 pagi untuk meronda keliling kampung membangunkan warga untuk sahur. Saat itu musholla di kampungku belum memiliki pengeras suara sehingga untuk membangunkan warga, kami keliling kampung sambil memukul kentongan secara berirama sambil teriak: sahur...sahur......sahur........
Ah, kenangan masa kecilku yang kini telah musna tergerus aliran jaman...betapa cepat waktu trus berlalu...........

Friday, September 12, 2008

Hilangnya romantisme akibat budaya HP dan email

Seingatku, HP di Indonesia mulai ngetrend sekitar tahun 1995-an. Saat itu HP masih barang lux dan ukurannya gede-gede sehingga bisa buat nimpuk anjing. Kartu HP saat itu masih paska bayar dan persyaratan untuk memperoleh kartu HP cukup njelimet (harus diverifikasi/dicek dulu seperti orang mau mengajukan kredit motor). Sebelum HP, sebenarnya ada alat "penyeranta" yang fungsinya hanya untuk sms saja dan tidak bisa buat nelpon. Penyeranta ini ukurannya agak kecil sekitar 3 x 5 x 1 cm saja. Tapi penyeranta ini emudian tergilas oleh HP yang sangat praktis dan bisa mempunyai banyak fungsi (telpon, sms, foto, musik, video dll).

Sebelum ada HP, untuk komunikasi dengan orang yang berjauhan domisilinya biasanya dilakukan melalui surat, telegram ataupun telepon. Saya sendiri dulu rajin berkomunikasi melalui surat dengan beberapa kawan karibku termasuk kawan-kawan perempuan yang kucinta. Setiap minggunya saya terima 3-4 pucuk surat dari kawan2ku, sehingga petugas posnya sambil guyon pernah bilang; "Mas, sampeyan buka Kotak Pos aja... karena sampeyan sering sekali terima surat"...
Karena jarak yang jauh, ketika kita nulis suratpun kita sangat hati-hati. Kita berusaha menjaga kertas surat itu tetap bersih, bebas dari coretan koreksi dan rapi. Kitapun berusaha mencurahkan segenap konsentrasi untuk mengaduk kosa kata yang kita miliki untuk memilih kata-kata terindah yang bisa menggambarkan perasaan cinta kita, rasa kangen kita, rasa sayang kita untuk orang tercinta. Orang yang sedang jatuh cinta biasanya mempunyai keajaiban dimana mereka bisa menggubah kata-kata ibarat seorang pujangga.... Kitapun akan berusaha menuliskan dengan tulisan terbaik yang kita bisa. (saya sampai saat ini lebih menyukai menerima surat dengan tulisan tangan "yang sulit dibaca" daripada tulisan ketikan komputer atau ketik manual. Ketika seseorang menulis surat dengan tulisan tangan, hal itu menggambarkan hubungan emosi yang intens dan sifatnya pribadi).


Ada keasyikan tersendiri ketika menulis surat apalagi untuk orang yang dicintai. Karena jarak yang jauh sehingga sepucuk surat sering menempuh perjalanan cukup lama misal terkadang perlu waktu 3 minggu atau sebulan baru dapat balasan. Hal ini terkadang rasa kangen menumpuk di hati , wajah jelita sang kekasih senantiasa terbayang di pelupuk mata, suaranya yang merdu senantiasa terngiang di telinga...... Ketika dengar suara klakson motor atau suara kring-kring sepeda pak pos, hati begitu berdebar menantikan balasan surat sang kekasih (makanya The Beatles bikin lagu Mr. Postman). Tak sabar rasanya ingin membaca surat itu, dan setelahnya surat itu senantiasa dibaca ulang di waktu luang...seolah-olah kita akan menemukan butiran mutiara baru tiap kali membacanya....

Sayang romantisme seperti itu sudah mulai hilang. Sejak adanya teknologi email dan terlebih HP, budaya menulis surat dengan tulisan tangan menjadi hilang. Teknologi email yang sangat memudahkan orang berkirim kabar, membuat kita ketika nulis surat menjadi kurang mampu mengeksplorasi kata-kata indah. Karena kalau ada hal yang kurang jelas nanti bisa dijelaskan lagi melalui email berikutnya. Waktu tempuh email yang sangat cepat juga membuat kita kehilangan "waktu penantian" sehingga hati belum berdebar kangen, surat balasan udah muncul.... ini romantisme yang hilang menurutku....

Budaya HP juga semakin menghancurkan budaya romantisme itu... karena budaya telepon langsung via HP cenderung membuat orang berkomunikasi tanpa mikir panjang atau berkomunikasi tanpa berusaha memilih kata-kata indah. Apaagi sms, karena keterbatasan space kata maka bahasa di sms biasanya bahasa yang pendek, singkatan dan to the point tanpa ada bunga-bunga kata yang indah.... Melalui sms orang tidak diberi ruang memadai untuk belajar sastra...

Tapi mungkin keluhanku ini merupakan cerminan dari generasi yang telat mengikuti perkembangan jaman ya...(Seingatku comment serupa tentang pudarnya romantisme surat juga pernah muncul dari wartawan besar kita Rosihan Anwar)... Tapi begitulah, aku sekarang jarang melihat karya sastra ataupun musik yang kata-katanya begitu indah memukau.... novel ataupun lirik lagu kebanyakan encer dan dangkal maknanya.... Kupikir selain pengaruh budaya global (email dan HP), kondisi ini juga didukung oleh lemahnya pendidikan sastra di dunia sekolah kita..... anakku yang sekolah di SMPpun kini lebih menyukai komik Naruto, padahal pada usia yang sama (pada tahun 1980an) saya saat itu sedang mulai jatuh cinta dengan karya-karya klasik sastrawan Pujangga Baru atau Balai Pustaka...

Tuesday, September 09, 2008

Sepatu-ku....

Ketika aku kecil, seingatku sepatu yang pertama kumiliki dalah sepatu Bata warna hitam yang berbahan karet dan di bagian alasnya ada relief kecil bermotif berbagai jenis telapak kaki satwa. Karena bahannya karet, sepatu itu terasa panas kalau dipakai di saat terik mentari. Untunglah saat kecil aku jarang pake sepatu karena saat sekolah di SD, aku dan kawan-kawanku cukup "nyeker" alias telanjang kaki saja. Karena jarang dipakai maka sepatu itu awet banget sampai terpaksa diberikan orang karena kekecilan.
Ketika SMP, aku bersekolah dengan bersepatu secara rutin (seingatku di SMP aku sempat nyeker 2-3 kali karena sepatuku jebol). Sepatu pertamaku di SMP adalah sepatu beludru warna hitam model sepatu kungfunya Bruce Lee. Karena sepatu itu agak kegedean maka di bagian ujung depan sepatu diganjal pakai potongan kain bekas. Di SMP ini aku jarang punya sepatu serep (cadangan). Sepatu itu dipakai untuk upacara, olahraga termasuk jalan kaki 2 km dari rumah ke sekolah setiap paginya karena aku pagi hari jalan kaki ke sekolah. Karena nggak punya cadangan dan kualitas sepatunya nggak terlalu bagus, aku setiap 3 bulan harus ganti sepatu karena sepatu lamaku jebol. Hal ini berlangsung sampai SMA. Di SMA mulai kenal sepatu "Warrior" yang sampai mata kaki. Harganya agak murah, enak dipakai dan agak nge-trend saat itu. Terkadang aku juga pake sepatu kulit jatah kantor milik kakakku yang kerja sebagai sipir penjara. Tapi karena sepatu kulit itu kegedean, aku jarang pake sepatu kulit itu. Sepatu warrior inilah sepatu termewah bagiku, karena harga sepatu bermerk macam Fila, Nike, Lotto, Diadora dll terasa jauh di luar kemampuan keuangan ayah ibuku. Di sekolahku SMA, kawan2 yang pake sepatu bermerk juga bisa dihitung dengan jari alias sedikit banget.
Ketika kuliahpun, aku masih pake sepatu2 murahan. Sepatuku yang paling mewah adalah sepatu tenis merk Eagle seharga Rp. 18.000,- di tahun 1989-an. akupun sering merasa menyesal beli sepatu itu, karena untuk beli sepatu itu, ayah ibuku harus pontang panting ngumpulin duit....
Ketika aku sudah kerja, sepatu yang kusukai masih yang murah dan awet. Aku menyukai merk Gats, Scorpion, Pakalolo yang kayaknya merk2 dalam negeri. Terkadang kalo pas jalan di mall dan lihat sepatu bermerk, aku tergoda untuk beli tapi alhamdulillah aku lalu ingat lagi perjuangan bapak ibuku dalam mengumpulkan sesuap nasi. Semoga kesederhanaan bapak ibuku senantiasa memberikan inspirasi bagiku untuk tidak bersikap boros....

Baju baru

Sebentar lagi mau lebaran....aku lalu teringat kenangan puluhan tahun silam ketika aku masih kecil. Saat itu seperti tradisi di kampung lainnya, ayah ibuku biasa membelikan baju baru untuk anak-anaknya termasuk aku. Dengan kondisi kehidupan ekonomi yang sederhana, terkadang moment untuk beli baju ya di saat lebaran itu alias beli baju hanya setahun sekali...

Saat SMA, aku sudah dipercaya beli baju sendiri. Mungkin melihat perjuangan Bapak Ibu untuk mencari duit tidak mudah, aku juga terbiasa menghargai uang. Ketika tahun 82, aku beli celana abu-abu sekolah yang seharga Rp. 3.000 (harga standar Rp.5.000). Demikian pula ketika aku disuruh beli baju lebaran dengan dibekali uang Rp. 5.000, aku beli yang seharga Rp. 2.000 dan uang kembaliannya kukembalikan pada ibuku...
Ketika SMP-SMA, aku engin banget beli celana jeans. Tapi karena harganya mahal maka keinginanku terpaksa kupendam jua. Celana jeans pertama yang kubeli adalah merk Lee (tapi aspal) yang kubeli seharga Rp. 13.000 (tahun 1986-an) di sebuah toko di Muntilan. Ketika kuliah salah seorang kawanku yakni Sukri Sinurat, juga mengibahkan beberapa baju dan T shirt-nya untukku. Baju2 itu masih bagus banget namun kekecilan untuk tubuh Sukri yang gagah perkasa..(Terima kasih kepada rekanku Sukri yang sudah memberikan tambahan baju untukku...)
Ketika sudah kerjapun, seleraku nggak berubah. Masih suka beli baju yang modis (modal diskon) dan obralan. Yah memang seleraku dalam berpakaian sangat sederhana atau mungkin "parah" bagi orang-orang yang suka dandan. Dalam berpakaian, aku cukup berprinsip asal sopan. Soal keserasian, nyaman di badan, merk dll itu urusan nomor ke sekian.. Tapi aku cukup puas dengan prinsipku itu, dan itulah buah dari kesederhanaan hidup yang tumbuh dari didikan bapak ibuku yang memang ndeso dan nggak suka neko-neko...

Monday, September 08, 2008

Ibuku dan anakku

Tadi malam habis shalat tarawih, aku sempatkan telpon ibuku yang ada di pelosok desa di kaki gunung Merapi Jawa Tengah. Rencana menelpon ini sudah kusiapkan sejak beberapa hari sebelumnya karena tertunda lupa ataupun sinyal hp yang kurang bagus.

Setelah ngobrol basa-basi sebentar dengan kakakku yang pegang hp, hpnya kemudian dioper ke ibuku. Ibuku sangat gembira menerima teeponku karena sudah sekitar 2-3 minggu aku tidak nelpon beliau. Kalau aku lama tidak menelpon beliau, biasanya beliau akan merasa kuatir jangan-jangan aku dan keluargaku di samarinda sedang repot atau tertimpa sesuatu musibah. Ibuku cerita bahwa di kampungku panen padi sedang gagal...hasil panen nggak mencukupi untuk upah potong padi...padahal sebentar lagi lebaran tiba dan banyak sanak famili yang mau punya hajatan. Tai ibuku tidak patah semangat, beliau bertekad untuk tetap merayakan lebaran walau dengan cara yang sangat bersahaja,......

Dari suaranya, aku menangkap rasa kecewa ibuku ketika kuberitahu bahwa aku sekeluarga mungkin belum bisa berlebaran di kampung karena harga tiket Balikpapan - joga sangat mahal yakni mendekati 2 juta per kepala per sekali jalan. Kalo untuk aku, istri dan anakku pulang pergi berarti dibutuhkan biaya sekitar 11 juta untuk tiket... wah mahal banget. Tapi akhirnya ibuku bisa mengerti keadaanku itu, karena memang ada beberapa kebutuhan yang lebih mendesak untuk didahulukan...

Aku memahami kekecewaan ibuku karena ibuku sangat menyayangi dan kangen dengan anakku dan istriku... Kalao aku telpon, ibuku selalu mencari2 dan ingin ngobrol dengan anak dan istriku. Untunglah anak dan istriku cukup hormat pada ibuku....aku sangat bahagia bila ibuku gembira ketika diajak ngobrol oleh anak dan sitriku, waau hanya obrolan say hello saja... bahkan ibuku di kampung sering meluapkan kebanggaannya, dengan menginformasikan ke saudara2ku bahwa si Dudi habis nelpon beliau dan minta dikirimi ini dan itu.... atau si Dudi habis kirim surat untuk simbah dan didalamnya ada foto-foto Dudi....Aku menyadari bahwa aku tidak bisa membalas jasa-jasa ibuku yang penuh kasih terhadapku...Oleh karenanya aku hanya berharap di sisa kehidupan ibuku yang sudah berumur 76 tahun, aku, istri dan anakku senantiasa bisa memberikan senyum kebanggaan dan berbagi kebahagiaan dengan ibuku.. Aku tidak bisa memberikan harta yang melimpah, tapi aku berharap tetap bisa melakukan sesuatu untuk membahagiakan ibuku....

Mental pengemis....

Pagi-pagi saat jam 8 aku sudah diuji kesabaranku. Di koran Tribun Kaltim tanggal 8 September 2008, terpampang tulisan besar bahwa para anggota DPRD Kaltim sudah mengajukan surat ke Pemprop Kaltim untuk minta pesangon karena mereka akan mengakhiri masa bakti tahun 2009 nanti. Mereka minta hadiah tanah dan mobil karena mereka mereka merasa "berjasa" atas pengabdiannya selama ini....
Artikel itu membuatku emosi....Inilah perilaku para petualang politik yang busuk dan tidak tahu diri... Ketika berkampanye mereka memberikan janji manis bahkan banyak yang pepesan kosong pada publik..Mereka berjanji akan berjuang untuk kesejahteraan masyarakat, tapi buktinya mereka hanya berjuang untuk melampiaskan nafsu ketamakan dan kerakusannya sendiri....
Aku nggak habis pikir akan kerakusan mereka itu...Di saat banyak masyarakat menderita karena kenaikan berbagai kebutuhan hidup, anggota DPRD yang selama ini bergelimang kemewahan masih minta-minta pesangon atau tali asih macem itu... Mereka sama sekali nggak punya emphaty terhadap penderitaan masyarakat...Dasar mental pengemis yang tidak tahu malu....

Friday, September 05, 2008

Kerusakan kecil hal biasa, kerusakan besar jadi proyek

Aku selama ini numpang ngantor di Kantor Gubernur Kaltim di Samarinda. Gedungnya lumayan besar (6 lantai). Pengelolaan gedung ini nampaknya diserahkan pada pihak ketiga (outsourcing). Beberapa hari ini ada hal kecil yang menarik bagiku, yakni sepotong lantai tegel di tangga ke lantai 2 terlepas dari posisinya. Kupikir, kalau tegel tersebut dibetulkan mungkin hanya perlu semen 1/4 kg.

Tapi kenapa dibiarkan saja ya?
apa karena nggak ada yang mengelolanya?
tapi mosok nggak ada pengelola, wong di kantor gubernur ada Biro Umum dan Perlengkapan serta ada perusahaan outsourcing....
atau nggak ada duitnya?
tapi mosok sih untuk beli semen 1/4 kg nggak mampu padahal APBD trilyunan rupiah,......
ataukah nggak sempat?
ah untuk mbetulin tegel lepas itu paling hanya perlu 5-10 menit dan cukup 1 orang saja...

Ataukah ini potret bahwa instansi pemerintah itu nggak punya pembagian kerja jelas?
ataukah memang ini sikap biasa lepas tanggungjawab?
ataukah ini cerminan sikap tidak peduli terhadap kerusakan kecil?
ataukah ini cerminan sikap tidak ada rasa memiliki terhadap lingkungan kerja sendiri?
ataukah ini cerminan sikap kerusakan kecil dibiarkan agar nanti kerusakan membesar dan bisa jadi proyek?

Padahal pasti banyak duit yang bisa dihemat kalo kerusakan2 kecil itu diperbaiki secepatnya tanpa menuinggu merembet jadi kerusakan besar. Mungkin lebih baik dana rehabilitasi yang bisa dihemat itu, bisa dialokasikan untuk membuatkan sekolah atau puskesmas atau fasilitas layanan umum bagi kaum miskin dan papa lainnya.....

Wednesday, September 03, 2008

Duit utang kok dihambur terus....

Di Kaltim, DPRD dan Pemda sedang bancakan (pesta) dengan bagi-bagi bantuan sosial.... Kasus anggota DPRD Kukar yang diperiksa dan dipaksa oleh KPK untuk mengembalikan uang Bansos nampaknya nggak membuat DPRD lain takut dan jera.... Di tingkat propinsi uang milyaran masih dihambur, padahal masih banyak warga miskin yang perlu dibantu dan disantuni mengingat salah satu tugas negara adalah melindungi fakir miskin, anak terlantar....
Belum lagi soal bansos, eh sudah ada isu tentang pemutihan kendaraan dinas yang sudah melebihi umur ekonomisnya. Dengan alasan sudah tidak efisien biaya pemeliharaan dan sebagai penghargaan atas pengabdian para pejabat, mobil dinas itu boleh dibeli oleh sang pejabat dengan harga bantingan (bisa separo bahkan sepertiga dari harga pasar). Ini adalah ketidak adilan !!! Seharusnya mobil itu dijual dengan harga pasar dan duitnya masuk kas negara/daerah, karena mobil itu juga dibeli dengan uang rakyat. Kalo harga bantingan itu dilakukan dengan alasan sebagai penghargaan atas pengabdian sang pejabat, ini juga nggak fair karena hanya sang pejabat yang diberi penghargaan? bagaimana dengan di tukang sapu, satpam, staf rendahan, pa mereka dianggap tidak "mengabdi" sehingga nggak diberi insentif semacam inventaris yang diputihkan itu?
Belum hilang isu itu, dipusat anggota KPU dengan tidak tahu malu malah mau ngelayap ke luar negeri, mau beli mobil baru dll. Pemerintah sendiri juga mau menaikkan gaji PNS. Saya setuju gaji PNS naik, tapi harus selektif. PNS yang kerjanya bener sangat berhak untuk dapat kenaikan
gaji. Tapi kalo PNS yang kerjanya nggak jelas, ya nggak usah naik gaji...
Menyakitkan memang, ketika banyak warga masyarakat terlilit kesulitan ekonomi, angka kemiskinan naik terus...masih banyak pihak yang hambur-hambur duit negara padahal duit tadi sebagian dari tetesan airmata warga miskin dan sebagian dari utangan yang menjadi tanggungan anak cucu....... Apakah ini memang saatnya untuk memulai street justice ya?

Tuesday, August 26, 2008

Potret egoisme

Perseteruan antara perusahaan tambang PT KPC dengan Pemkab Kutai Timur yang diikuti gelombang demonstrasi karyawan tambang di kantor Pemkab Kutai Timur, menurutku merupakan sebuah potret kelam kehidupan dimana masing-masing pihak mau cari menangnya sendiri.

PT KPC yang dituduh melakukan penambangan ilegal di kawasan hutan terkesan sangat arogan karena pucuk pimpinan tidak pernah menghadiri dialog-dialog dengan Pemda Kutai Timur. Mungkin KPC mempunyai link yang kuat dengan Departemen ESDM, sehingga memandang rendah terhadap Pemda. Persoalan sengketa ini saya pikir akan bisa dipecahkan dengan elegan bila pucuk pimpinan KPC bersedia melakukan dialog secara terbuka dengan Pemda. Statement pembelaan PT KPC yang muncul di koran2pun terkesan sangat defensif.

Departemen ESDM, terkesan sangat membela kepentingan PT KPC. Ada apa ini? Memang KPC menghasilkan banyak duit bagi negara, tapi hendaknya ESDM jangan lalu dibutakan oleh sepak terjang yang mungkin melanggar hukum. ESDM terkesan sangat eksploitatif dan jarang memperhatikan kepentingan kelestarian lingkungan. Pemberian ijin2 pun kayaknya asal main plot dan tidak melalui telaah yang mendalam. Dosa ESDM menurutku sangat besar. Banyak kasus pertambangan yang menimbulkan kerugian dan dampak negatif bagi masyarakat, tapi ESDM selaku instansi berwenang tidak melakukan apa-apa. Bagiku Menteri ESDM sekarang (Purnomo Yusgiantoro) adalah potret menteri yang tidak visioner dan kinerja buruk. Ngurusi tambang nggak becus, BBM naik terus, listrik byar pet, elpiji nggak beres...apa prestasi positif dia?

Karyawan tambang yang demo, menurutku juga mau cari enaknya. Mereka protes karena pendapatan turun akibat penutupan tambang di lokasi sengketa. Mereka nggak mikir bahwa perusahaan induknya diduga melakukan tindak ilegal. Apakah karyawan tersebut nggak mikir bahwa mereka mungkin makan rejeki yang "tidak halal", karena merupakan hasil penambangan di lokasi yang ilegal? apakah mereka nggak mikir bahwa gaji mereka itu mungkin berasal dari hasil "curian"? harusnya para karyawan juga harus menghormati proses hukum yang ada.

Pemkab Kutim terkesan memakai standar ganda. Untuk kasus penambangan ini, isu alih fungsi hutan didorong mengemuka. Terkesan Pemkab sangat peduli lingkungan. Tapi mengapa untuk kasus Taman Nasional Kutai, Pemkab Kutim terkesan membiarkan (bahkan mendukung) kegiatan perambahan Taman Nasional Kutai tersebut? Mengapa kasus penambangan di kawasan ilegal oleh KPC baru diangkat sekarang? kenapa tidak dari dulu-dulu?

DPRD Kutai Timur terkesan mau tampil sebagai pahlawan kesiangan, dengan memfasilitasi dialog-dialog. Tapi usulan DPRD yang menyuruh Polda membuka jalan yang di-blok, nampaknya juga bukan usulan cerdas dan lebih cenderung mencari simpati karyawan. Mungkin hal ini didasari pertimbangan politis cari dukungan untuk Pemilu 2009 ya?

Sikap Polda Kaltim yang melunak dengan membuka jalur yang di-blok, bisa menimbulkan preseden baru bahwa proses hukum bisa dikalahkan oleh tekanan demonstrasi. Hal ini akan sangat buruk karena di masa mendatang perusahaan2 akan melakukan tindakan ilegal dan kalau diproses hukum, perusahaan itu akan mengerahkan masa untuk demo....

ah memang rumit persoalan ini....aku hanya kuatir bahwa pihak2 yang bersengketa di lapangan ini merupakan bidak dari sebuah konspirasi pemilik modal besar. Aku berdoa setulus hati bahwa siapapun juga yang menikmati harta tidak legal dari eksploitasi sumberdaya alam itu semoga mendapatkan azab dunia dan akherat yang sangat pedih...

Friday, August 22, 2008

Ayo hajar para Pembela/Pengacara Hitam

Aku sering mengelus dada melihat ulah para pembela/pengacara kasus korupsi. Mereka seolah-olah rela melakukan apapun demi bebasnya orang yang dia bela. Bahkan dia rela untuk menenggelamkan kebenaran dan membolakbalik fakta untuk bebasnya klien. Padahal setahuku, institusi "pembela" dibentuk untuk membantu menemukan kebenaran sejati yang seimbang. Kalau sekarang banyak pembela yang "rela berbuat apapun untuk membela yang mbayar", mungkin sudah saatnya institusi pembela tersebut untuk ditinjau kembali keberadaannya. Setidaknya harus ada upaya untuk meluruskan "pembela golongan hitam yang bejat ini", kalau perlu beri sanksi sosial atau hukuman berat bagi para pembela yang terbukti berbuat tidak benar untuk membela kliennya. Para pembela tersebut ibarat menari-nari diatas bangkai penderitaan bangsa dan kaum miskin... Ayo hajar para "pembela golongan hitam" ini. Semoga para pembela golongan hitam mendapatkan azab dunia dan akherat yang sangat pediiihhhh!!!......

Bansos Lagi......

Dua minggu terakhir ini, koran-koran di Kaltim ribut soal bagi-bagi dana Bantuan Sosial Propinsi Kaltim yang jumlahnya milyaran rupiah. Ada sekolah, ada LSM, ada yayasan, ada masjid, ada gereja dan ada banyak lagi yang lainnya terima duit gratisan itu.... ada yang dapat 100 juta, 150, 200 juta bahkan 500 juta.... alangkah enaknya orang-orang itu....bikin proposal, lobby sana sini, trus duit ngucur tanpa harus kerja keras.....
Lucunya lagi, Biro Sosial yang bagi-bagi duit itu nggak melakukan verifikasi atau pemeriksaan terlebih dulu di lapangan...Sulit verifikasi karena jumlahnya ribuan, kata pejabat sono... Lah, kalo nggak diverifikasi apa nggak takut ketipu? jangan-jangan banyak yayasan yang mengajukan proposal itu fiktif belaka? yayasan papan nama aja.... atau yayasan ada nama nggak ada kegiatan?
Dimana tanggung jawabmu wahai Biro Sosial? anda ini dapat amanah untuk menyalurkan dana kepada kaum yang berhak, kok berbuat seenaknya... jangan-jangan anda dapat bagian ya? atau anda berbuat seenaknya karena merasa nggak dapat bagian itu, dan yang dibagi bukan uangmu?
Atas nama pribadi, saya melaknat bila ada penerima Bansos yang bohong-bohongan atau ada pejabat Biro Sosial yang "ikut bermain". Semoga anda-anda nanti menjadi kerak neraka....

Wednesday, August 20, 2008

Wacan Buku

Wacan buku berasal dari bahasa Jawa yang artinya membaca buku. Mungkin jaman sekarang wacan buku sepadan dengan istilah Story telling. Wacan buku biasanya dilakukan dalam bentuk sebuah siaran radio dimana ada seseorang yang secara monolog membacakan sebuah cerpen atau cerber. Saat era awal 70an, wacan buku ini cukup terkenal di radio. Bapak ibuku saat itu sangat suka mendengarkan acara ini lewat radio tua transistor 2 band merk Telesonic. Sambil menemani aku belajar atau sambil berbaring melepas penat seharian kerja di sawah, mereka menikmati wacan buku itu.

Di tengah terpaan hawa dingin yang menggigit tulang (karena rumahku di dekat gunung),
ditengah keremangan malam (karena lampu rumah masih lampu teplok minyak),
di tengah sepinya malam (di kampungku jam 19.30 biasanya sudah sepi karena semua orang masuk di rumah dan belum ada TV),
acara radio wacan buku menjadi cocok untuk dinikmati dan dihayati...

Cerita untuk wacan buku bisa berupa cerita drama kehidupan sehari-hari, drama percintaan maupun cerita horor. Kepandaian si pembawa cerita dalam memainkan intonasi suara akan sangat mempengaruhi penghayatan oleh para pendengarnya...

Sayang acara wacan buku ini nampaknya saat ini sudah tergerus oleh budaya televisi yang konsumeristis, instant dan sangat dangkal nilai edukatifnya...

Thursday, August 07, 2008

Gandrung untuk istriku

Kata "Gandrung" setahuku berasal dari bahasa Jawa yang artinya jatuh cinta atau menyukai dengan amat sangat atau tergila-gila. Istilah gandrung dulu biasanya digunakan untuk melukiskan perasaan tergila-gila terhadap lawan jenis (biasanya laki-laki terhadap perempuan karena dalam budaya Jawa perempuan diposisikan pasif dalam percintaan atau menunggu ungkapan cinta laki-laki).
Dulu aku sangat suka nonton show kethoprak (sandiwara Jawa berlatar belakang sejarah jaman kerajaan) atau wayang orang. Dalam show kethoprak atau wayang orang tradisional, waktu pertunjukan bisa 6 jam atau lebih sehingga acara pertunjukannya bisa lebih lengkap. Termasuk ketika adegan seorang ksatria jatuh cinta kepada seorang puteri, biasanya akan disertai dengan tembang gandrung. Mungkin karena dalam budaya Jawa, tabu terhadap adegan yang erotis vulgar maka ungkapan cinta dituangkan dalam bentuk tembang. Saya sangat menyukai tembang gandrung itu karena kalimat tembangnya sangat puitis dan penuh metafora. Putri mana yang tidak akan bertekuk lutut ketika dirayu oleh sang Arjuna dengan untaian kata yang indah merayu dan dendang yang merdu????
Tembang gandrung ini tidak semata-mata menjadi dominasi kaum ksatria. Seorang tokoh antagonis yang brangasan atau kasarpun akan mendendangkan tembang gandrung ketika dia jatuh cinta atau merayu wanita. Ternyata benar kata pepatah bahwa "ketika seseorang jatuh cinta, dia akan menjelma menjadi seorang pujangga", tidak peduli apakah dia ksatria, raja atau kaum paria atau sudra sekalipun.....
Kethoprak atau wayang orang di televisi sekarang ini biasanya instant dan menghilangkan adegan gandrung ini. Padahal adegan ini menarik bagiku, dan seorang aktor yang memerankan tokoh ksatria yang jatuh cinta tidak cukup modal wajah ganteng, pinter dialog merayu tapi juga harus pinter nembang cinta....
Sayang sekali saya tidak bisa belajar nembang gandrung ini, karena tidak ada yang mengajari dan referensinya sulit didapat. Oleh karenanya, maafkanlah aku wahai istriku karena aku tidak bisa mendendangkan tembang gandrung untukmu. Walau sungguh mati, aku gandrung padamu....

Tuesday, August 05, 2008

Kebo nyusu gudel

Anakku si Dudi yang mulai masuk di kelas SBI (Sekolah Berstandar Internasional) di SMPN I Samarinda, telah mulai aktif mengikuti pembelajaran sejak beberapa minggu lalu. Di kelasnya, sebagian guru memberikan materi pengajaran dengan bahasa Inggris dan internet. Istriku yang biasa mendampingi Dudi belajar, kalang kabut dibuatnya karena istriku kurang bisa berbahasa Inggris dan tidak mahir internet. Karena kesulitan tersebut, aku seringkali diminta mendampingi anakku dalam belajar. aku sih senang-senang saja karena aku hobby main internet dan aku bisa berbahasa Inggris walau tidak fasih.
Sekian lama meninggalkan bangku sekolah, membuatku terkadang harus belajar kembali baik melalui diskusi dengan Dudi maupun dengan mencari info di internet. Meski ibarat "kebo nyusu gudel" (kerbau menyusu pada anak), ternyata belajar dari anakku sangat mengasyikkan dan banyak informasi pengetahuan yang kudapatkan darinya.
Kemarin aku belajar bersama dengan Dudi tentang pelajaran matematika. Ketika masuk ke materi pelajaran associative, commutative dan closure, aku sempat bingung karena kayaknya dulu nggak pernah dengar istilah itu (atau mungkin karena lupa). Dudipun sudah lupa materi pelajaran itu karena itu materi pelajaran matematika tingkat SD. Akhirnya kami cari di internet dan mendapatkan jawabnya.
Pelajaran lain misalnya tentang Bahasa Inggris conversation dimana Dudi disuruh membuat cerita tentang budaya masyarakat Mexico. Dari koleksi buku ensiklopedi perpustakaanku dan internet akhirnya kami mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan.
Ada suatu kepuasan bisa membantu memecahkan soal yang dihadapi anak. Memang kita dituntut untuk berkorban waktu dan mengenyampingkan rasa capek dan ngantuk setelah pulang kerja, namun belajar dengan anak itu bisa sangat menyenangkan....kita bisa belajar sesuatu yang baru sambil menyalurkan kasih sayang kita.....

Monday, August 04, 2008

Protes anakku...

Anakku si Dudi yang berusia 12 tahun pada September 2008 nanti, biasanya dia sangat cuek dalam berpenampilan. Dia pake pakaian yang tidak neko-neko dan jarang mau aksesoris seperti jam tangan...apalagi macam kalung atau gelang.... dia nolak abiiiiss karena kalo pake gelang atau kalung nanti kayak banci....
Seringkali dia protes kalo aku pake kacamata ketika naik motor. Katanya kacamataku nggak keren, bikin dia jadi malu dihadapan teman-temannya atau orang lain. Protes itu ada benarnya karena kacamata yang kupakai kacamata murahan yang kubeli hanya untuk proteksi dari debu saat naik motor. Kalau aku pakai kacamata bermerek terkenal, dia biasanya tidak complain.
Kemarin aku potong rambut model cepak. Memang rambutku banyak rontok dan cenderung botak sekarang. Biar botak abiss dan ngirit sampo plus sisir maka model cepak yang dipilihkan oleh si tukang cukur langgananku di jalan AW Sjahranie. Sampai di rumah anak dan istriku ketawa abis melihat penampilan baruku. "Kepalanya mirip permen kojack" kata istriku. Anakku menimpali; "wah Papa jelek betul. aku nggak mau jalan bareng sama papa lagi karena malu-maluin"....mendengar ledekan anakku aku hanya bisa tersenyum lebar sambil mengelus-elus kepalaku yang botak narsis.......

Wednesday, July 23, 2008

Menanti Tukang Sol Sepatu

Jaman aku kecil, sewaktu SD ketika bersekolah aku biasa "nyeker" alias tidak pake sepatu karena sekolahanku ndeso banget. Bahkan di SMP-pun beberapa kali aku terpaksa nyeker karena sepatu jebol dan orangtuaku belum punya rejeki untuk membelikan sepatu baru untukku.

Karena tuntutan jaman, anakku kini sejak TK bersekolah dengan memakai sepatu. Mungkin karena banyak gerak, dia agak boros sepatu. Sepatunya cepat jebol... Sudah tiga bulan dua pasang sepatu kets (olahraga) anakku jebol. Kami menunggu tukang sol sepatu yang sering lewat depan rumah kami, tapi si tukang sol sepatu tiada kunjung datang. Aku coba berkeliling di daerah Air Hitam dan Air Putih sambil membawa sepatu jebol itu, tapi tiada kunjung sua dengan tukang sol sepatu yang didamba itu.

Aku berpikir mungkin tukang sepatu saat liburan sekolah juga ikut liburan,
karena konon mereka banyak yang berasal dari daerah Sunda (Jawa Barat),
namun aku juga berpikir bahwa tukang sol sepatu mungkin sudah berkurang,
karena mereka sudah dapat pekerjaan lain yang lebih menjanjikan,
alhamdulillah kalau begitu....
Namun aku juga berpikir bahwa jumlah tukang sol sepatu berkurang,
karena mereka terdesak oleh peradaban yang semakin konsumtif,
daripada reparasi sepatu jebol,
orang memilih membeli sepatu baru...
Pasar tradisional yang sering jadi tempat mangkal tukang sol sepatu,
semakin terdesak oleh hadirnya mall dan pertokoan modern,
terdesak oleh budaya konsumerisme global..
sanggupkah si tukang sol sepatu menghadapi semua itu????

Kaum cacat = warganegara kelas dua?

Tanggal 22 Juli 2008, kulihat banyak orang di kantor gubernur Kaltim dengan memakai kostum olahraga. Semula kukira orang demonstrasi, ternyata kata orang, mereka sedang menghadiri sebuah acara pertemuan Pekan Olahraga Kaum Cacat. Beberapa diantara peserta yang hadir menggunakan kursi roda atau kruk penyangga.
Aku trenyuh melihat kondisi tersebut. Alangkah bedanya gaung PON dibanding gaung untuk PON-nya kaum cacat. Gaung PON terasa kuat bahkan uang trilyunan rupiah digelontorkan untuk mensukseskannya, tapi untuk PON kaum cacat beritanya di media massa minim amat... Kondisi tersebut secara tidak langsung semakin memperkuat tudingan bahwa kebijakan dan opini umum yang mendudukkan mereka memang hanya warganegara kelas dua...
Apakah mereka yang meraih medali emas juga akan dapat bonus 150 juta?
apakah dalam hal ini juga akan ada diskriminasi dari atlet normal?
alangkah tidak adil bila ada diskriminasi,
mereka cacat bukan karena kehendak mereka,
mereka cacat karena takdir Illahi,
mereka tidak perlu dikasihani,
tapi mereka perlu dihargai,
karena mereka adalah juga anak bangsa,
karena mereka juga adalah karya Sang Maha Pencipta,
alangkah terpinggirnya masyarakat cacat ini,
di jalan, di kendaraan, di toko, di mall, di sekolah, di tempat kerja dll,
minim kebijakan yang memperhatikan kebutuhan kaum cacat ini,
Kita seringkali masih meminggirkan kaum yang cacat fisik,
di sisi lain kita masih banyak yang suka menjilat pada pejabat yang cacat moral,
Padahal kita tahu cacat moral jauh lebih berbahaya daripada cacat fisik,
Kita selama ini lebih cenderung melihat kulit daripada isi,
melihat fisik daripada hati....

Monday, July 21, 2008

Tembang ndeso yang penuh isi

Waktu kecil, aku sering ditimang atau dikeloni sambil ditepuk-tepuk pantat kecilku oleh bapakku yang wong ndeso itu. Sambil ngeloni aku bapak sering nembang atau uro-uro tembang Jawa. Setelah aku dewasa, aku baru memahami makna dari tembang tersebut sebenarnya sangat luhur karena disamping berisi nyanyian penghantar tidur, tembang tersebut berisi doa-doa dan harapan. Hal ini berbeda jauh dengan lagu-lagu pengantar tidur yang miskin isi seperti "lagu cicak-cicak di dinding". Lagu tembang opengantar tidur inilah yang kemudian sering kusenandungkan dengan sepenuh jiwa ketika menimang atau menina bobokan anaku si Dudi.
Syair Jawa:
Tak lelo-lelo lelo ledhung,
cup meneng anakku sing bagus,
yen nangis ndak ilang baguse,
tak gadhang iso urip mulyo,
dadiyo prio sing utomo.
ngluhurke asmane wong tuo,
dadiyo pendekaring bangsa.
Wis cup menengo anakku,
kae bulane ndadari,
koyo buto nggegilani,
lagi nggoleki cah nangis,
Tak lelo-lelo lelo ledhung,
cup meneng ojo pijer nangis,
tak emban nganggo jarit kawung,
yen nangis mundhak bapak bingung.
Terjemahan Indonesia:
Nang inang, anakku sayang
cup diamlah anakku yang tampan,
Kalo menangis terus ketampananmu akan hilang,
Kuharap kamu nanti bisa hidup mulia,
Jadilah pria yang utama,
Menjunjung baik nama orang tua,
Jadilah pendekar bangsa.
Cup diamlah wahai anakku,
lihatlah bulan sedang purnama,
seperti raksasa yang menakutkan,
lagi mencari anak yang sedang menangis.
Nang inang anakku sayang,
cup diamlah jangan menangis terus,
bapak gendong pake kain kawung,
kalo menangis terus nanti bapak jadi bingung....

Anakku dan kisah sepotong martabak

Sejak kami tinggal dan kerja di Jakarta, istriku yang pintar masak terbiasa membuatkan bekal makanan untukku setiap hari. Selain makanan bikinan sendiri lebih higienis dan bergizi, alasan penghematan keuangan keluarga juga menjadi alasannya. Kebiasaan ini kemudian juga dijalankan ketika anakku Dudi sekolah TK, istriku membiasakan si Dudi membawa bekal makanan ke sekolah.

Sejak sekolah di SMPN 1 Samarinda, istriku biasa mengantar makan siang untuk anakku. Kemarin istriku cerita bahwa saat menjemput Dudi pulang sekolah, istriku ketemu teman lama yakni Mama Ikun yang juga sedang menunggui anaknya sekolah di SMPN 1 tersebut. Dudi dan Ikun dulu teman akrab satu kelas di SDN Loa Bakung. Sambil ngobrol dengan Mama Ikun, istriku yang merasa lapar melihat bahwa di kotak makanan anakku masih tersisa dua potong martabak mie (telur dadar yang dikasih bakmi indomie). Istriku berpikir tumben si Dudi kok makannya sedikit banget, karena biasanya dia makan banyak dan jarang bekalnya tersisa. Tanpa pikir panjang istriku kemudian mencomot makanan itu sepotong untuk diberikan kepada Mama Ikun dan satu potong lagi dimakan sendiri untuk mengisi perutnya yang kelaparan. Walau hanya sisa bekal makanan pagi, martabak tersebut masih terasa enak apalagi untuk perut yang sedang lapar.

Setelah Dudi keluar dari ruang kelas, Dudi mencari mamanya dan mengajak untuk pulang. Sambil menuju tempat parkir motor, Dudi bertanya: “Ma, martabak yang dua potong di kotak makananku mana ma?. Mamanya menjawab; “Karena mama pikir kamu sudah kenyang, martabak sisa tadi sudah mama makan bersama dengan mama Ikun”. Dudi menjawab: “ Hah dimakan? Martabak tersebut tadi tidak kumakan karena sudah jatuh di tanah dan kotor. Karena tidak ada tong sampah makanya martabak yang jatuh kutaruh kembali di kotak makanan yang sudah kosong”. Mendengar jawaban Dudi, istriku ngomel-ngomel: “Dasar jahil…makanan kotor kok ditaruh di kotak makanan. Awas kalo mama besok diare kamu harus tanggung jawab…” Si Dudi malah makin gembira dengan omelan mamanya: “ah mama, gimana ma rasanya makan martabak yang sudah jatuh? Tambah lezat kan ma? He..he…he….”

Perjalanan waktu anakku

Dudi, anak semata wayangku akan menginjak usia 12 tahun bulan sepetember 2008 ini. Perjalanan waktu yang begitu cepat, karena aku dan istriku terkadang merasa baru kemarin dia lahir dan berada di timangan kasih sayang kami. Apalagi si Dudi perilakunya penuh kemanjaan dan cenderung agak lamban (seperti “putri solo” kata istriku), itu membuat kami sering menganggapnya masih kanak-kanak.

Waktu yang bergulir begitu cepat terkadang kami sebagai orangtua kurang bisa mengikuti perjalanan sang waktu.. Terkadang kami masih terlalu banyak campur dan overprotective dalam soal makan, soal berpakaian, soal menata dirinya sendiri dll. Mamanya Dudi yang memang sangat menyayangi anak semata wayangnya terkadang gagap, lupa dan masih memperlakukan Dudi seperti anak kecil. Seperti waktu Mamanya memberi perintah: “Dud, habis mandi kamu siapin baju seragam putih biru, kaos kaki putih dll”. Dudi sendiri yang akhirnya protes; ”Ma aku sudah SMP, aku sudah tahu itu…..”. Mendengar jawaban itu, Mamanya Dudi hanya bisa tersenyum malu dan menggumam padaku:” Pa, anak kita sudah besar ya… tapi kita sering memperlakukan dia seperti anak-anak ya…”. Memang nggak mudah untuk bisa mengikuti alur perjalanan sang waktu ……..

Thursday, July 17, 2008

Maskulinisme di Perencanaan dan LSM

Dari pelatihan Fasilitator Penyusunan RPJM Desa di Kutai Timur tanggal 7-11 Juli 2008, ada banyak kasus dimana pemerintah dan masyarakat mampu membangun sesuatu (misal gedung) tapi jarang berpikir tentang bagaimana memelihara dan memfungsikan secara optimal. Dari analisis saya terhadap aktor perencana, saya mempunyai hipotesis bahwa kondisi itu disebabkan bias maskulin oleh para perencana yang kecenderungannya berjenis kelamin laki-laki.
Asumsi saya yang melatarbelakangi hipotesis itu adalah:
1. Para perencana atau orang yang terlibat dalam perencanaan (di desa maupun di pemerintahan sekalipun) sebagian besar adalah laki-laki.
2. Laki-laki cenderung mau enaknya saja.... mau untuk membuat sesuatu tapi enggak mau repotnya.... misalnya rajin dan bersemangat untuk "bikin" anak tetapi enggan kalo disuruh menjalankan fungsi "merawat" anak. Urusan merawat anak cenderung dilempar ke istri.
3. Asumsi no "2" di atas dimana laki-laki suka enaknya saja juga terbawa dalam proses perencanaan, dimana secara bawah sadar laki-laki cenderung suka bangun ini dan itu tapi seringkali lupa untuk merawatnya.
Kondisi serupa juga terjadi di dunia LSM. Banyak aktivis (yang sebagian laki-laki) suka "menghamili" dan "membidani" lahirnya lembaga baru. Tapi jarang yang menjalankan fungsi "baby sitter" yang mau merawat lembaga baru itu bisa berjalan, bisa tumbuh kembang dengan baik hingga mandiri.
Oh laki-laki.....egois memang yah......he..he...he....

MASALAH DALAM PERENCANAAN

(Refleksi singkat untuk kasus perencanaan dan penganggaran di Kalimantan Timur)
Oleh Edy Marbyanto

1. Intervensi hak budget DPRD terlalu kuat dimana anggota DPRD sering mengusulkan kegiatan-kegiatan yang menyimpang jauh dari usulan masyarakat yang dihasilkan dalam Musrenbang. Jadwal reses DPRD dengan proses Musrenbang yang tidak match misalnya Musrenbang sudah dilakukan, baru DPRD reses mengakibatkan banyak usulan DPRD yang kemudian muncul dan merubah hasil Musrenbang. Intervensi legislative ini kemungkinan didasari motif politis yakni kepentingan untuk mencari dukungan konstituen sehingga anggota DPRD berperan seperti sinterklas yang membagi-bagi proyek. Selain itu ada kemungkinan juga didasari motif ekonomis yakni membuat proyek untuk mendapatkan tambahan income bagi pribadi atau kelompoknya dengan mengharap bisa intervensi dalam aspek pengadaan barang (procurement) atau pelaksanaan kegiatan. Intervensi hak budget ini juga seringkali mengakibatkan pembahasan RAPBD memakan waktu panjang untuk negosiasi antara eksekutif dan legislative. Salah satu strategi dari pihak eksekutif untuk “menjinakkan” hak budget DPRD ini misalnya dengan memberikan alokasi tertentu untuk DPRD missal dalam penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) ataupun pemberian “Dana Aspirasi” yang bisa digunakan oleh anggota DPRD secara fleksibel untuk menjawab permintaan masyarakat. Di salah satu kabupaten di Kaltim, dana aspirasi per anggota DPRD bisa mencapai 2 milyar rupiah per tahun.
2. Pendekatan partisipatif dalam perencanaan melalui mekanisme musrenbang masih menjadi retorika. Perencanaan pembangunan masih didominasi oleh: Kebijakan kepala daerah, hasil reses DPRD dan Program dari SKPD. Kondisi ini berakibat timbulnya akumulasi kekecewaan di tingkat desa dan kecamatan yang sudah memenuhi kewajiban membuat rencana tapi realisasinya sangat minim.
3. Proses Perencanaan kegiatan yang terpisah dari penganggaran, Karena ketidakjelasan informasi besaran anggaran, proses Musrenbang kebanyakan masih bersifat menyusun daftar belanja (shopping list) kegiatan. Banyak pihak seringkali membuat usulan sebanyak-banyaknya agar probabilitas usulan yang disetujui juga semakin banyak. Ibarat memasang banyak perangkap, agar banyak sasaran yang terjerat.
4. Ketersediaan dana yang tidak tepat waktu. Terpisahnya proses perencanaan dan anggaran ini juga berlanjut pada saat penyediaan anggaran. APBD disahkan pada bulan Desember tahun sebelumnya, tapi dana seringkali lambat tersedia. Bukan hal yang aneh, walau tahun anggaran mulai per 1 Januari tapi sampai bulan Juli-pun anggaran program di tingkat SKPD masih sulit didapatkan.
5. Breakdown RPJPD ke RPJMD dan RPJMD ke RKPD seringkali tidak nyambung (match). Ada kecenderungan dokumen RPJP ataupun RPJM/Renstra SKPD seringkali tidak dijadikan acuan secara serius dalam menyusun RKPD/Renja SKPD. Kondisi ini muncul salah satunya disebabkan oleh kualitas tenaga perencana di SKPD yang terbatas kuantitas dan kualitasnya. Dalam beberapa kasus ditemui perencanaan hanya dibuat oleh Pengguna Anggaran dan Bendahara, dan kurang melibatkan staf program sehingga banyak usulan kegiatan yang sifatnya copy paste dari kegiatan yang lalu dan tidak visioner.
6. Kualitas RPJPD, RPJM Daerah dan Renstra SKPD seringkali belum optimal. Beberapa kelemahan yang sering ditemui dalam penyusunan Rencana tersebut adalah; indicator capaian yang seringkali tidak jelas dan tidak terukur (kalimat berbunga-bunga), data dasar dan asumsi yang seringkali kurang valid, serta analisis yang kurang mendalam dimana jarang ada analisis mendalam yang mengarah pada “how to achieve” suatu target.
7. Terlalu banyak “order” dalam proses perencanaan dan masing-masing ingin menjadi arus utama misalnya gender mainstreaming, poverty mainstreaming, disaster mainstreaming dll. Perencana di daerah seringkali kesulitan untuk menterjemahkan isu-isu tersebut. Selain itu “mainstreaming” yang seharusnya dijadikan “prinsip gerakan pembangunan” seringkali malah disimplifikasi menjadi sector-sektor baru, misalnya isu poverty mainstreaming melahirkan lembaga Komisi Pemberantasan Kemiskinan padahal yang seharusnya perlu didorong adalah bagaimana setiap SKPD bisa berkontribusi mengatasi kemiskinan sesuai tupoksinya masing-masing. Demikian pula isu gender, juga direduksi dengan munculnya embel-embel pada Bagian Sosial menjadi “Bagian Sosial dan Pemberdayaan Perempuan” misalnya.
8. Koordinasi antar SKPD untuk proses perencanaan masih lemah sehingga kegiatan yang dibangun jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul egosektoral. Ada suatu kasus dimana di suatu kawasan Dinas Kehutanan mendorong program reboisasi tapi disisi lain Dinas Pertambangan memprogramkan ekploitasi batubara di lokasi tersebut.
9. SKPD yang mempunyai alokasi anggaran besar missal Dinas Pendidikan dan Dinas PU seringkali tidak mempunyai oleh tenaga perencana yang memadai. Akibatnya proses perencanaan seringkali molor. Hal ini sering diperparah oleh minimnya tenaga Bappeda yang mampu memberikan asistensi kepada SKPD dalam penyusunan rencana.
10. APBD kabupaten/Kota perlu evaluasi oleh Pemprop. Disisi lain Pemprop mempunyai keterbatasan tenaga untuk melakukan evaluasi tersebut. Selain itu belum ada instrument yang praktis yang bisa digunakan untuk evaluasi anggaran tersebut. Hal ini berakibat proses evaluasi memakan waktu agak lama dan berimbas pada semakin panjangnya proses revisi di daerah (kabupaten/kota).
11. Kualitas hasil Musrenbang Desa/Kecamatan seringkali rendah karena kurangnya Fasilitator Musrenbang yang berkualitas. Fasilitasi proses perencanaan tingkat desa yang menurut PP 72 tahun 2005 diamanahkan untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten (bisa via Pemerintah Kecamatan) seringkali tidak berjalan. Proses fasilitasi hanya diberikan dalam bentuk surat edaran agar desa melakukan Musrenbang, dan jarang dalam bentuk bimbingan fasilitasi di lapangan.
12. Pedoman untuk Musrenbang atau perencanaan (misal Permendagri 66 tahun 2007) cukup rumit (complicated) dan agak sulit untuk diterapkan secara mentah-mentah di daerah pelosok pedesaan yang sebagian perangkat desa dan masyarakatnya mempunyai banyak keterbatasan dalam hal pengetahuan, teknologi dll.
13. Dalam praktek penerapan P3MD, pendekatan pemecahan masalah yang HANYA melihat ke AKAR MASALAH saja dapat berpotensi menimbulkan bias dan oversimplifikasi terhadap suatu persoalan. Contoh kasus nyata; di sebuah desa di Kaltim masyarakat dan pemerintah mengidentifikasi bahwa rendahnya pengetahuan masyarakat disebabkan tidak adanya fasilitas sumber bacaan di wilayah itu. Sebagai solusinya mereka kemudian mengusulkan untuk dibangunkan “gedung perpustakaan”. Ternyata setelah gedung perpustakaan dibangun, sampai beberapa tahun berikutnya perpustakaan tersebut tidak pernah berfungsi bahkan kemudian dijadikan Posko Pemilu. Mengapa demikian? Hal itu terjadi karena mereka hanya berpikir soal membangun gedung, tetapi lupa berpikir dan mengusulkan bagaimana menyediakan buku/bahan bacaan untuk perpustakaan itu, lupa mengusulkan kepengurusan untuk mengelola perpustakaan itu dll. Kondisi seperti diatas mungkin tidak akan terjadi kalau mereka berpikir dulu soal “outcome” misalnya meningkatkan minat baca 50 % warga masyarakat. Dari outcome tersebut nantinya bisa diidentifikasi output yang diperlukan misalnya: adanya gedung perpustakaan, buku atau bahan bacaan, tenaga pengelola perpustakaan, kesadaran masyarakat untuk datang ke perpustakaan dll. Dari contoh kasus itu nampaknya untuk pemerintah dan masyarakat memang perlu didorong untuk memahami alur berpikir logis (logical framework) sebuah perencanaan. Selain itu pola pikir yang ada yang cenderung berorientasi “Proyek” (yang berorientasi jangka pendek dan berkonotasi duit) menjadi orientasi “Program” (orientasi jangka panjang dan lebih berkonotasi sebagai gerakan pembangunan).

Tuesday, July 15, 2008

Aussie 6: Cincin Opal untuk istriku

Ketika di Australia dan jalan-jalan ke mall Queen Victoria Building, di situ banyak dipajang perhiasan yang menggunakan batu permata khas Australia yang biasa dinamakan batu "Opal". Batu opal ini merupakan batu yang warnanya seperti hologram. Sehingga kalo dilihat dari sudut pandang yang berbeda, akan menghasilkan kilau warna yang berbeda pula. Batu ini kalo di Indonesia hampir sama dengan batu akik "Kalimaya". Hanya saja batu opal, warnanya lebih cerah dan tajam. Seingatku warna yang mendominasi biasanya hijau atau biru yang berkilauan.
Melihat perhiasan itu, aku naksir berat. Terbayang senyum istriku seandainya aku bisa memberikan oleh-oleh perhiasan cincin opal itu. Sayangnya bayangan itu tinggal bayangan saja, karena harga cincin yang sederhanapun berada di atas 1000 dollar australia (6,5 juta rupiah). Sedangkan saat itu uang sakuku cekak alias minim banget (itupun sudah ngutang sama bossku he..he..he..). Semoga suatu saat aku bisa membelikan cincin opal yang indah itu untuk membahagiakan hati istriku....

Thursday, July 03, 2008

Sudah sakit masih diledek...

Si Dudi, anakku yang 12 tahun itu suka meledek mamanya. Seperti kemarin pada saat kepala istriku terantuk kran air di kamar mandi. Ledekannya:

Mama ini payah...
Kalau bersih-bersih rumah
kaki kesandhung kaki tempat tidur...

Kalau lagi masak,
air panas disiramkan ke kaki...

Kalau lagi nyuci baju,
kepala dibenturkan pada kran air...


Mendengar ledekan anakku, istriku cuma bisa meringis menahan sakit plus geli karena secara statistik apa yang diomongkan anakku itu benar adanya, yakni:

kejadian kaki bengkak karena nendang kaki tempat tidur memang sudah 3 kali terjadi
kejadian kaki kesiram air panas saat masak sudah 1 kali
kejadian kepala kejedhuk (kebentur) kran sudah terjadi 4-5 kali....

Ternyata seorang anak seringkali memperhatikan kejadian dan perilaku orangtua dan sekelilingnya ya.....

Wednesday, July 02, 2008

Aussie 5: Tukang Parkir dan Piknik Luar Negeri

Sewaktu saya menginap di hotel Crown Plaza Sydney, aku nggak bisa merokok dalam kamar karena saya diberi kamar yang berada di lantai yang "non smoking floor". Jadi kalo kepengin merokok harus turun di lobby di depan hotel.

Di lobby tersebut terdapat meja tugas tempat petugas velvet parking atau petugas hotel yang bertugas mengangkat kopor atau barang-barang bawaan para tamu. Saya sempat bincang-bincang dengan salah seorang petugas velvet parking. Dia cerita bahwa saat cuti tahunan tahun 2002 dia jalan-jalan ke Pulau Nias dan keliling beberapa daerah Sumatera. Dia saat itu juga sedang menabung karena di tahun 2003 dia merencanakan mau liburan ke Bali. Dia dan banyak orang Australi senang piknik ke Indonesia karena biaya penerbangan murah dan biaya hidupnya juga tidak mahal.

Mendengar ceritanya itu, aku hanya bisa tersenyum pahit: " Wah di Australia ini, seorang tukang parkir bisa piknik ke luar negeri. Sedang di negaraku, jangankan untuk piknik luar negeri, untuk makan secara layakpun masih banyak yang belum bisa memenuhi". Sampai kapankah bangsaku akan menanti saat gemah ripah loh jinawi?

Aussie 4: Nasi goreng dan souvenir

Selama di Australia, saya merasa tidak terlalu asing. Itu mungkin disebabkan di Australia banyak terdapat orang dari Asia seperti Cina dan India.

Di saat senggang konperensi, saya dan Bu Sulasih seringkali jalan-jalan ke taman dekat geung opera sydney yang bentuknya kayak "Keong Mas" di Ancol atau jalan ke mall untuk cari oleh-oleh. Australia sendiri kebanjiran banyak barang souvenir produksi Cina atau India. Untungnya bagi kita adalah, harga souvenir di Australia menjadi murah banget. Sebagai contoh gantungan kunci hanya sekitar 1 dollar Australia (RP. 6500), sedangkan di Jerman mencapai 3 Euro (35 ribuan rupiah). Dengan harga murah tersebut selama di Australia, kami bisa beli oleh-oleh untuk keluarga dan kawan-kawan walaupun yang dibeli gantungan kunci yang bergambarkan Jembatan Sydney tapi made in china he..he...

Saat ke Australia tahun 2003, gaung perang Irak masih agak rame, dan amerika dengan agresi-nya banyak dibenci orang. Sentimen anti amerikapun kujumpai saat beli souvenir sama seorang pedagang keturunan India. Dia nggak mau kubayar dengan dollar amerika, dan dia lebih suka dibayar pake Euro atau dollar Australia. "Saya nggak suka Amerika dan dollar amerika" katanya. Pantesan harga dollar amerika di Australia agak rendah...

Di mall dekat pelabuhan Sydney, saya menemukan counter yang dikelola orang Melayu Malaysia. Kami negosiasi dengan bahasa Melayu. Mungkin karena merasa satu rumpun ras, saya diberi diskon yang lumayan besar. Tapi dia bilang: " Ini saya diskon besar ya, tapi jangan omong-omong sama orang lain karena kalo boss saya yang pemilik toko ini tahu, saya bisa dimarahi."

Selama di Australia, saya juga sempat menikmati nasi goreng bikinan restoran cina. Nasi goreng ini mudah didapat dan sudah dikemas dalam plastik packing. Kalau bosan nasi goreng, saya dan bu sulasih makan indomi rebus atau pizza. Yah ternyata lumayan juga rasanya....dingin-dingin makan indomie rebus....wah nikmat nian....

Aussie 3: Boss yang baik hati....

Konperensi kebakaran yang penuh dengan presentasi para pakar maupun praktisi lapangan berlangsung selama 3 hari dan setiap harinya mulai jam 9 pagi sampai jam 4 sore.

Di suatu sore setelah acara presentasi, saya dan Bu Sulasih diajak Pak Helmut Dotzauer dan istrinya (ibu Doris) untuk jalan-jalan ke Mall Queen Victoria. Bangunan mall itu sangat indah dengan arsitektur klasik penuh ukiran, lantainya berupa mosaik porselin dengan ornamen indah dan jendelanya dibuat dengan kaca warna-warni yang sangat mempesona. Di mall itu Pak Helmut mentraktir kami minum kopi dan menikmati kue black forest. "Kami yang mengundang anda untuk jalan ke mall ini, maka kami yang mentraktir jajanan ini", kata Pak Helmut ketika aku mau membayar minuman dan makanan itu.

Dari mall kami berempat kemudian jalan-jalan ke Taman Botani yang agak dekat dengan mall itu sehingga bisa kami tempuh dengan jalan kaki. Di Taman itu Ibu Sulasih berbisik dengan penuh haru kepada saya; "Mas Edy, Pak Helmut itu bule tapi baik hati bener ya. Dia seorang boss tapi rendah hati dan mau mentraktir bawahan seperti kita. Kalau di Indonesia, mana ada boss mentraktir bawahan. Yang ada malah bawahan menyediakan upeti dan mentraktir boss".

Saya sendiri sangat setuju dengan pendapat ibu Sulasih. Pak Helmut memang seorang boss yang rendah hati, ramah, suka guyon, pintar diplomasi dengan pejabat namun tetap tegas dan beliau sangat perhatian dengan anak buah. Banyak karyawan yang diberi bea siswa untuk menempuh jenjang S1, S2 atau ikut training level nasional dan internasional. Beliau juga nggak segan-segan menaikkan gaji karyawan untuk karyawan berprestasi. Selama periode Pak Helmut, aku nggak pernah minta kenaikan gaji, karena tanpa kuminta beliaupun sudah menaikkan gajiku. Beliau juga memberikan kepercayaan kepada staf nasional seperti saya, dik Lenny, Mbak Yana dll untuk berkreasi dalam menjalankan tugas. Beliau hanya memberikan arah kebijakan program, dan implementasinya dipercayakan ke kami. Meski demikian beliau akan mudah turun tangan bila kami memerlukan dukungan misalnya saat lobby-lobby dengan para pejabat. Kami yang staf nasional GTZ merasa sangat berkembang dengan gaya kepemimpinan beliau.

Tahun 2004 proyek kami selesai dengan prestasi yang cukup bagus. Pak Helmutpun harus meninggalkan Indonesia untuk sebuah jabatan baru di Honduras (Amerika Tengah). Aku berpikir, tidak mudah cari pimpinan yang sebaik beliau. Perilaku kepemimpinan beliau menjadi inspirasi sumber pembelajaran bagiku. Selamat jalan Pak Helmut dan Bu Doris, you are my inspiration.....





Thursday, June 12, 2008

Aussie 2: Belajar kebakaran hutan

Dalam acara konperensi kebakaran di Australia ini juga terdapat pameran dari perusahaan peralatan pemadam kebakaran hutan dan juga pameran dari berbagai lembaga kebakaran hutan dari Australia, amerika, canada, dll. Di situ saya berkesempatan ngumpulin banyak buku dan souvenir seperti pena, pensil, pin, key ring dll. Pin yang kukumpulkan tersebut kupanjang sebagai hiasan dinding di rumahku hingga kini.
Presentasi dalam konperensi biasanya singkat sekitar 10 menit saja. Tapi yang presentasi banyak banget dan dibagi dalam 4 kelas menurut tema-tema spesifik. Di seminar itu aku ketemu beberapa pakar kebakaran hutan yang sudah saya kenal sebelumnya seperti Profesor Goldammer dari Jerman, Peter Moore dan Brett Shields dari Australia. Hadir pula beberapa kawan dari Indonesia dan mantan teman satu proyek seperti Bu Anja dan Pak Brad Sanders.
Dari proses konperensi tersebut saya bisa belajar banyak tentang kegiatan pengendalian kebakaran di berbagai negara. Selain itu kita bisa belajar banyak tentang mengelola suatu event kegiatan. Di Australia sendiri kegiatan konperensi itu sudah direncanakan dengan masak 1 tahun sebelumnya. Mereka sudah menyusun agenda dengan matang....oh....alangkah jauhnya dengan di Kaltim profesionalisme mereka tersebut. Di Kaltim, mau bikin PON saja, satu bulan sebelumnya masih banyak ditemui ketidakpastian tentang fasilitas, dana, perlengkapan dll... sampai kapankah bangsaku bisa benar-benar profesional?

Aussie 1: Duit habis dalam sekejap

Perjalananku ke Australia dilakukan tahun 2003. Saya saat itu menghadiri acara Konperensi Internasional kebakaran Hutan di Sydney - Australia bersama Ibu Sulasih dari Dinas Kehutanan Kaltim.
Perjalanan dari Jakarta - Sydney cukup lancar pake pesawat Qantas yang bersih dan layanannya bagus banget. Sampai di bandara, barang bawaan kami diperiksa dengan teliti. Bahkan sepatu yang berlumpurpun harus dibersihkan dulu karena mungkin dikuatirkan membawa bibit penyakit. Demikian pula barang bawaaan yang berupa makanan, kerajinan kayu dll diperiksa dengan cermat. Untunglah pemeriksaan berjalan lancar walau tadinya kami agak gugup karena kunci koper Ibu Sulasih sempat ketlingsut sehingga perlu waktu beberapa saat untuk bisa membuka kopernya.
Dari bandara kami menuju Hotel Crown Plaza dekat Sidney Harbour. Sewaktu check in, kami disuruh deposit terlebih dulu. Di sinilah mulai timbul masalah karena duit dollar kami (dollar Amerika) setelah ditukar dollar Australia ternyata jumlahnya nggak terlalu banyak karena bank di Australia nggak terlalu menyukai duit dollar Amerika (bahkan pedagang-pedagang di toko-toko juga nggak suka). Duit bekal kami yang kami perkirakan cukup untuk seminggu ternyata tinggal 25 dollar australia setelah dipakai membayar deposit. Cilakanya aku dan Bu Sulasih nggak punya kartu kredit. Akhirnya kami kontak ke kantor Samarinda, dan Mbak Yana (office manager) kami sempat panik mendengar cerita kami kehabisan uang. Uang 25 dollar sementara sekali makan perlu 3-5 dollar...
Untunglah boss saya yakni Pak Helmut juga akan menyusul ke Australia. Jadi mbak Yana menyarankan nanti kami pinjam uang sama Pak Helmut. Sementara menunggu Pak Helmut datang, kami makan menu sederhana yakni hanya indomie yang sebunglusnya seharga sekitar 2 dollar australia.
Seteah hari ke dua, akhirnya Pak Helmut sang dewa penolong datang ke kami dan meminjami kami uang...selamatlah nasib kami di negeri orang...alias tidak perlu jadi gelandangan..he..he...

Jerman 17: Dekatilah petugas perempuan...

Setelah dua minggu di Jerman, tibalah saat bagiku untuk mudik ke tanah air. Di tempat mas Ichin aku packing barang bawaanku yang berupa pakaian, buku dan publikasi yang kuperoleh di workshop plus beberapa oleh-oleh buat keluarga dan teman-teman. Karena harga barang-barang cukup mahal sementara duit cekak terbatas, maka aku beli coklat untuk oleh-oleh karena coklat agak murah harganya.
Ibu Anja memberi saran agar aku datang agak awal di bandara dan cari petugas check in bandara yang perempuan karena kalau yang dilayani adalah lawan jenis biasanya petugas akan ramah. Jadi kalo kita laki-laki maka perlu mendatangi petugas perempuan, kalo kaum perempuan sebaiknya mendatangi petugas laki-laki.
Dari tempat Mas Ichin saya naik kereta api menuju Frankfurt. Setelah tiba di bandara, saya masih agak ragu dengan bawaan saya yang cukup berat (terutama buku). Sebelum masuk ke ruang check in, aku keluarkan sweater dan jaketku dari koper dan langsung kupakai. Jadinya aku pake baju dan rangkap 4 (kaos, baju, sweater dan jaket). Aku pake baju rangkap bukan karena dingin tapi untuk mengurangi beban koperku. Aku berpikir, kalo koperku masih overweight aku akan tunjukkan kartu dari DSE (lembaga pemerintah Jerman yang mengundangku) bahwa aku ini undangan resmi dari pemerintah Jerman. Jadi kalo aku overweight dan harus bayar denda, lebih baik buku-buku dari DSE kutinggal di bandara...
Sesuai saran Bu Anja, aku mendatangi petugas check in yang perempuan. Alhamdulillah semua lancar, dan walaupun sedikit kelebihan beban bawaan hal itu tidak dipersoalkan. Setelah menunggu sekitar 2 jam, akhirnya aku terbang meninggalkan Jerman untuk pulang ke tanah air tercinta....Akhirnya berakhirlah sudah kisah perjalananku ke Jerman yang sangat berkesan di hatiku... sambil berangan-angan semoga upayaku membasuh tangan di selokan Freiburg menjadi kenyataan dimana aku bisa kembali mengunjungi Freiburg dan Jerman di masa mendatang....

Jerman 16: Kampus Rottenburg dan Tubingen

Bersama Mas Ichin, saya sempat mengunjungi mahasiswa Jerman yang pernah magang di kantorku. Kawan tersebut bernama Florian Moeder. Dia masih kuliah di Universitas Rottenburg. Perjalanan kami dilakukan dengan kereta api ke arah Stuttgart melewati Danau Titissee.
Sewaktu kami datang, Florian sudah menyiapkan masakan ala Indonesia berupa nasi dengan sayur kacang panjang. Wah dia sudah pinter masak ala Indonesia rupanya karena rasanya cukup enak....
Oleh Florian kami diajak mengunjungi kampusnya. Karena hari libur, kampusnya terasa sepi. Di salah satu tembok ditunjukkan olehnya relief bekas logo Nazi (swastika) yang sudah dihapus namun bekas-bekasnya masih tersisa di dinding itu. Florian juga mengajak kami untuk mengunjungi kota Tubingen yang merupakan kota tua namun indah. Banyak bangunan tua dengan sungai yang jernih dan taman yang bersih. Di sungai itu banyak wisatawan naik perahu dayung. Ah itulah negara maju, mereka bisa menjual obyek wisata yang sederhana...sayang Indonesiaku belum bisa seperti itu... Kita punya banyak obyek wisata yang indah dan menarik tapi kita belum mampu mengelola dan menjualnya dengan baik....
Setelah puas keliling kota Tubingen, saya dan Mas Ichin kembali lagi ke Freiburg. Florian membelikan kami kebab Turki untuk bekal perjalanan kami pulang... Enak nian kebab tersebut dengan daging domba lunak didalamnya... Terima kasih Florian atas sambutan hangatmu....

Wednesday, June 11, 2008

Jerman 15; Indomie makanan mewah dan sepatu Caterpillar

Di Freiburg aku menginap di asrama Mas Ichin. Kamarnya sekitar 3 x 4meter dengan ongkos sewa sekitar 200 Euro per bulan seingatku...wah kalo di Indonesia sudah bisa buat ngontrak rumah he..he...
Di sana Mas Ichin masak sendiri, terkadang menu ala Indonesia. Dia bilang Indomie baginya bukan menu anak kos tapi menu mewah karena sebungkus Indomi harganya di atas 1 euro (12 ribu). Padahal dia sekali makan nggak cukup kalo makan sebungkus he..he... Tapi untunglah, harga komoditi buah-buahan agak murah khususnya apel dan anggur karena banyak produksi lokal.
Di Freiburg aku diajak keliling ke kota untuk lihat mall dan katedral. Di tengah jalan kota itu ada selokan kecil yang airnya jernih. Mas Ichin cerita bahwa kepercayaan orang sana adalah barangsiapa membasuh tangan di selokan itu maka suatu saat akan kembali lagi ke sana. Mendengar cerita itu maka akupun cepat-cepat membasuh tanganku dengan harapan nanti bisa ke sana lagi dengan gratis he..he...
Transportasi dalam kota banyak memakai trem (kereta listrik dalam kota). Banyak pula orang pake sepeda. Bahkan konon di sana yang ada adalah maling sepeda dan bukan maling motor. Seorang kawan yakni Mas Agung di negeri Belanda juga beli sepeda tua model sepeda unta seharga 200 euro.. eh ternyata sepeda tua yang kalo di Indonesia tidak dilirik orang, di negeri belanda masih diembat maling juga...memang sepeda onthel agak mahal disana..Bu Anja bikin sepeda onthel (dengan beli sparepart sedikit-demi sedikit), ternyata habis sekitar 2000 euro (seingatku)... wah sudah seharga motor bagus di negeri kita.....Memang agak cocok pake sepeda di sana karena medan banyak yang datar, jalan mulus, udara tidak panas dan bebas polusi. Mas Ichinpun juga biasa pake sepeda untuk ke kampus.... Kereta apipun juga menyediakan gerbong untuk sepeda bagi orang-orang yang bepergian antar kota dengan membawa sepeda....
Di depan katedral Freiburg, banyak orang menjual bunga. Mas Ichin juga menjelaskan bahwa di dekat sana sering ada pasar loak namun tidak buka secara rutin. Di depan katedral kami berfoto. tiba-tiba ada ibu yang agak tua mendatangi kami dan marah-marah dan menyuruh kami membuang film di kamera kami. Dia marah dalam bahasa Jerman dan mas Ichin yang menjawabnya. Ibu tua itu mengira kami semacam agen spionase karena bawa kamera jepang merek Sony. Dia mengira kami mengambil gambarnya sehingga dia marah besar. Setelah debat dengan Mas Ichin, ibu tua tersebut kemudian pergi. Orang-orang yang mengerubungi kami sewaktu debat tadi kemudian bilang ke kami bahwa mungkin ibu tua tadi orang yang stress atau gile......ha..ha...ha...
Di mall, aku sempatkan beli oleh-oleh baju untuk istri dan anakku. Mahal nian...karena baju-baju sebagian di impor dari negara lain seperti India. Baju hangat sweater yang di Indonesia sekitar 100 ribu rupiah disana menjadi 3 kali lipat...tapi demi istri dan anak, baju-baju itu kubeli juga.... Aku sebenarnya juga naksir sepatu boot Caterpillar seharga 125 euro...tapi duitku tinggal 200 euro, sedangkan aku kuatir aku masih harus bayar ini itu di bandara ...apalagi Bu Anja mengingatkan bahwa denda kelebihan beban (overweight) bawaan di pesawat cukup mahal, maka aku terpaksa menahan impianku untuk beli sepatu Caterpillar yang kutaksir habis itu....
Seusai berjalan-jalan, Mas Ichin mengajakku cari makan di stasiun Freiburg. Di stasiun itu terdapat rumah makan Cina yang menyajikan menu "nasi goreng" (seperti di kota Shinseim). Kamipun menikmati menu nasi goreng yang cukup enak menurut lidahku. Luar biasa... ternyata menu nasi goreng kita sudah merambah sampai ke Jerman sana.....