Wednesday, June 11, 2008

Jerman 15; Indomie makanan mewah dan sepatu Caterpillar

Di Freiburg aku menginap di asrama Mas Ichin. Kamarnya sekitar 3 x 4meter dengan ongkos sewa sekitar 200 Euro per bulan seingatku...wah kalo di Indonesia sudah bisa buat ngontrak rumah he..he...
Di sana Mas Ichin masak sendiri, terkadang menu ala Indonesia. Dia bilang Indomie baginya bukan menu anak kos tapi menu mewah karena sebungkus Indomi harganya di atas 1 euro (12 ribu). Padahal dia sekali makan nggak cukup kalo makan sebungkus he..he... Tapi untunglah, harga komoditi buah-buahan agak murah khususnya apel dan anggur karena banyak produksi lokal.
Di Freiburg aku diajak keliling ke kota untuk lihat mall dan katedral. Di tengah jalan kota itu ada selokan kecil yang airnya jernih. Mas Ichin cerita bahwa kepercayaan orang sana adalah barangsiapa membasuh tangan di selokan itu maka suatu saat akan kembali lagi ke sana. Mendengar cerita itu maka akupun cepat-cepat membasuh tanganku dengan harapan nanti bisa ke sana lagi dengan gratis he..he...
Transportasi dalam kota banyak memakai trem (kereta listrik dalam kota). Banyak pula orang pake sepeda. Bahkan konon di sana yang ada adalah maling sepeda dan bukan maling motor. Seorang kawan yakni Mas Agung di negeri Belanda juga beli sepeda tua model sepeda unta seharga 200 euro.. eh ternyata sepeda tua yang kalo di Indonesia tidak dilirik orang, di negeri belanda masih diembat maling juga...memang sepeda onthel agak mahal disana..Bu Anja bikin sepeda onthel (dengan beli sparepart sedikit-demi sedikit), ternyata habis sekitar 2000 euro (seingatku)... wah sudah seharga motor bagus di negeri kita.....Memang agak cocok pake sepeda di sana karena medan banyak yang datar, jalan mulus, udara tidak panas dan bebas polusi. Mas Ichinpun juga biasa pake sepeda untuk ke kampus.... Kereta apipun juga menyediakan gerbong untuk sepeda bagi orang-orang yang bepergian antar kota dengan membawa sepeda....
Di depan katedral Freiburg, banyak orang menjual bunga. Mas Ichin juga menjelaskan bahwa di dekat sana sering ada pasar loak namun tidak buka secara rutin. Di depan katedral kami berfoto. tiba-tiba ada ibu yang agak tua mendatangi kami dan marah-marah dan menyuruh kami membuang film di kamera kami. Dia marah dalam bahasa Jerman dan mas Ichin yang menjawabnya. Ibu tua itu mengira kami semacam agen spionase karena bawa kamera jepang merek Sony. Dia mengira kami mengambil gambarnya sehingga dia marah besar. Setelah debat dengan Mas Ichin, ibu tua tersebut kemudian pergi. Orang-orang yang mengerubungi kami sewaktu debat tadi kemudian bilang ke kami bahwa mungkin ibu tua tadi orang yang stress atau gile......ha..ha...ha...
Di mall, aku sempatkan beli oleh-oleh baju untuk istri dan anakku. Mahal nian...karena baju-baju sebagian di impor dari negara lain seperti India. Baju hangat sweater yang di Indonesia sekitar 100 ribu rupiah disana menjadi 3 kali lipat...tapi demi istri dan anak, baju-baju itu kubeli juga.... Aku sebenarnya juga naksir sepatu boot Caterpillar seharga 125 euro...tapi duitku tinggal 200 euro, sedangkan aku kuatir aku masih harus bayar ini itu di bandara ...apalagi Bu Anja mengingatkan bahwa denda kelebihan beban (overweight) bawaan di pesawat cukup mahal, maka aku terpaksa menahan impianku untuk beli sepatu Caterpillar yang kutaksir habis itu....
Seusai berjalan-jalan, Mas Ichin mengajakku cari makan di stasiun Freiburg. Di stasiun itu terdapat rumah makan Cina yang menyajikan menu "nasi goreng" (seperti di kota Shinseim). Kamipun menikmati menu nasi goreng yang cukup enak menurut lidahku. Luar biasa... ternyata menu nasi goreng kita sudah merambah sampai ke Jerman sana.....

No comments: