Thursday, September 25, 2008

Orang Jawa suka basa-basi

Orang Jawa biasanya sangat perasa dan suka diberi perhatian. Untuk menunjukkan perhatian dan rasa hormat pada orang lain, orang Jawa seringkali menunjukkannya dengan tindak-tanduk (bahasa non verbal) maupun bahasa lisan. Hal ini seringkali terasa bertele-tele, penuh basa-basi dan tidak praktis bagi sebagian orang. Contoh basa-basi yang dulu sering kutemukan adalah ketika sebuah keluarga mau punya hajat seperti kenduri, mendirikan rumah, gotong royong menanam tembakau dll, keluarga tersebut akan mengirim seorang utusan ke tetangga. Utusan tersebut secara door to door akan mendatangi tetangga yang akan diundang. Seingatku, ketika utusan tersebut masuk ke sebuah rumah, dia akan berkomunikasi dengan tuan rumah menggunakan bahasa Jawa kromo inggil (Jawa halus). Utusan tersebut biasanya akan menyampaikan kepada tuan rumah beberapa hal sebagai berikut:
  1. Pertama-tama, saya (utusan) datang ke keluarga X (tuan rumah) untuk bersilaturahmi menengok keadaan keluarga X.
  2. Kedua, saya datang ke keluarga X untuk menyampaikan salam hormat dari keluarga Y (keluarga yang punya hajat).
  3. Ketiga, saya datang diutus keluarga Y yang berkehendak punya hajat (misal kenduri memperingati 100 hari meninggalnya bapak Y). Sehubungan dengan hajatan tersebut keluarga Y bermaksud mengundang Bapak X untuk menghadiri kenduri di.... pada hari.... jam....
  4. Saya selaku utusan minta maaf yang sebesar-besarnya bila dalam menyampaikan pesan amanah dari keluarga Y ini, ada kata dan perbuatan yang kurang berkenan di hati tuan rumah.

Jadi untuk menyampaikan undangan kenduri aja harus muter-muter dulu pake bahasa kethoprak yang halus itu... Oleh karenanya orang-orang yang dipilih jadi utusan biasanya orang yang pinter ngomong atau komunikasi pake bahasa halus dan tindak tanduknya sopan.

Saya sendiri sebenarnya sangat menyukai cara mengundang dengan memakai utusan itu, karena terasa romantis dan "personal" atau perhatian dan penghormatan ke individu lebih kental. Tapi sayang cara ini semakin pudar dan di kampungku saat ini undangan-undangan hajatan lebih banyak disampaikan lewat pengeras suara di masjid. Praktis memang, tapi kehilangan sentuhan "personal" yang penuh kekerabatan... Jaman memang terus berubah, indahnya nostalgia hanya tinggal kenangan saja...

No comments: